Pangan Fungsional epriliati jurnal teknologi

MAKALAH
TEKNOLOGI EVALUASI NILAI GIZI PANGAN
“EVALUASI NILAI GIZI PEMANFAATAN UBI JALAR SEBAGAI PANGAN
FUNGSIONAL”
Dosen Pengampu : Dr. Ir. Tri Dewanti Widyaningsih, M. Kes

Disusun oleh :
Raisyah
166100100111021
Laila Yum Wahibah 166100100111022
Rizky Dzariyani Laili 166100100111020

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PASCASARJANA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

I. PENDAHULUAN
Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
pangan sehat maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga mulai

bergeser. Bahan pangan yang saat ini banyak diminati konsumen tidak hanya
memiliki komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasa yang menarik,
tetapi juga mempunyai fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Perubahan pola pikir
masyarakat ini menjadi momentum yang tepat untuk melakukan diversifikasi
pangan pada menu harian. Pangan yang beragam menjadi penting mengingat
tidak ada satu jenis pangan yang dapat menyediakan gizi yang lengkap bagi
seseorang. Konsumsi pangan yang beragam meningkatkan kelengkapan asupan
zat gizi karena kekurangan zat gizi dari satu jenis pangan akan dilengkapi dari
pangan lainnya (Khomsan 2006).
Ubi jalar merupakan salah satu palawija yang potensial dikembangkan
untuk penganekaragaman konsumsi pangan. Ubi jalar merupakan jenis umbi
yang relatif tahan disimpan dalam keadaan segar dibandingkan jenis umbi yang
lain, semakin lama disimpan maka rasanya semakin manis. Sifat ini berbeda
dengan ubi kayu yang hanya tahan disimpan segar selama dua hari, setelah itu
akan mengalami kerusakan atau poyo (umbi berwarna coklat kebiruan, lembek
dan timbul rasa pahit). Keunggulan lain dari ubi jalar ini adalah nilai gizi yang
tinggi, kaya vitamin dan mineral (Damardjati dan Widowati, 1994).
Aneka umbi seperti ubi jalar memiliki potensi yang baik untuk diolah dan
dikembangkan menjadi anekaragam produk olahan. Ubi jalar (Ipomoea batatas
L.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang dapat tumbuh dan

berkembang di seluruh Indonesia. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat non
beras tertinggi keempat setelah padi, jagung, dan ubi kayu serta mampu
meningkatkan ketersediaan pangan dan diversifikasi pangan di masyarakat.
Sebagai sumber pangan, tanaman ini mengandung energi, β-karoten, vitamin C,
niacin, riboflavin, thiamin, dan mineral. Oleh karena itu, komoditas ini memiliki
peran penting, baik dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri
pangan maupun pakan ternak, serta bahan baku untuk pangan fungsional
(Ambarsari. 2009).

Di Indonesia produksi ubi jalar yang digunakan untuk bahan pangan
dengan tingkat konsumsi hanya 6,6 kg/kapita/tahun (FAOSTAT, 2007). Sebagai
bahan pangan, produk olahan ubi jalar masih terbatas dalam bentuk makanan
tradisional seperti ubi rebus, ubi goreng dan kripik. Tingkat konsumsi ubi jalar
relative rendah bahkan cenderung menurun.

Oleh karena itu, ubi jalar

merupakan bahan pangan yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan
pangan fungsional karena memiliki


kandungan yang

baik yang dapat

dimanfaatkan oleh tubuh mulai dari kandungan antosianin, aktivitas antioksidan,
serat pangan yang baik untuk usus dan indeks glikemik yang rendah.
II. PRODUKTIVITAS DAN KARAKTERISTIK UBI JALAR
Ubi jalar merupakan jenis umbi yang unik, karena mempunyai berbagai
warna kulit maupun daging umbinya. Tanaman ini mempunyai umur panen
pendek yaitu antara 3-4,5 bulan, dengan produktivitas tinggi 20-40 ton/hektar
(Puslitbangtan, 2002). Selain sumber karbohidrat, ubi jalar kaya akan vitamin
yang dapat diketahui dari warna daging umbinya. Warna kulit ubi jalar ada
beberapa macam yaitu putih, kuning kecoklatan, merah tua dan ungu
kemerahan, sedangkan warna daging bervariasi yaitu putih, krem, kuning, merah
jingga dan putih keunguan.
Tabel 1. Perbandingan Kandungan Gizi Ubi Jalar Ungu, Putih dan Kuning

Dari tabel perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa ubi jalar ungu
memiliki kandungan gizi yang sangat kompleks, dengan mengonsumsi ubi jalar
ungu dapat membantu kebutuhan kita akan nutrisi, karbohidrat pada ubi jalar

ungu tidak mudah diubah menjadi gula, sehingga cocok bagi penderita diabetes
(Oktavia 2007). Berbeda dengan sifat karbohidrat asal beras dan jagung yang
mudah diubah menjadi gula (Lawal 2004).

Gambar 1. Ubi jalar ungu
Salah satu contoh ubi yang banyak ditemukan di Indonesia adalah ubi
jalar ungu, yang banyak dihasilkan di provinsi Papua dan Jawa Barat. Ubi jalar
ungu merupakan varietas ubi jalar yang banyak ditemukan di Indonesia. Selain
ubi jalar ungu, terdapat jugaubi jalar yang berwarna putih dan kuning (Sukardi
dkk. 2012). Ubi jalar ungu memiliki warna ungu yang cukup pekat pada daging
umbinya, sehingga banyak menarik perhatian. Menurut Sarwono(2005), warna
ungu pada ubi jalar disebabkan oleh adanya pigmen antosianin yang tersebar
dari bagian kulit sampai ke daging umbinya. Antosianin bermanfaat bagi
kesehatan tubuh karena dapat berfungsi sebagai antioksidan, antihipertensi, dan
pencegah gangguan fungsi hati (Apriyanto 2002). Ubi jalar ungu memiliki banyak
keunggulan karena memiliki kandungan gizi yang beragam. Menurut Lukman
(1992) salah satu senyawa mikronutrien yang terdapat dalam ubi jalar memiliki
peran penting utnuk manusia antara lain pigmen (Agung 1996).
III. EVALUASI NILAI GIZI DAN SIFAT FUNGSIONAL UBI JALAR
3.1 Komposisi Gizi

Aneka umbi merupakan komoditas pertanian yang mempunyai kadar air
tinggi, yaitu antara 60-70 persen sehingga umur simpan jauh lebih pendek
dibandingkan dengan serealia dan kacang-kacangan. Tabel 2 menunjukkan
komposisi kimia beberapa varietas dan klon ubi jalar. Komoditas ini pada
umumnya mengandung air 59-69 persen, abu 0,68-1,69 persen (bk), protein
3,71-6,74 persen (bk), lemak 0,26-1,42 persen bk) dan karbohidrat 91,42-93,45
persen (bk) (Astawan dan Widowati, 2005). Komposisi tersebut menunjukkan
bahwa ubijalar merupakan sumber energi yang sangat potensial dikembangkan
untuk penganekaragaman konsumsi pangan. Di dalam 100 g mengandung

berbagai vitamin, yaitu vitamin A (7100 IU), vitamin B1 (0,08 mg), vitamin B2
(0,05 mg), vitamin B3 (0,9 mg) dan vitamin C.
Tabel 2. Komposisi Gizi Berbagai Varietas Ubi Jalar

3.2 Kaya Beta Karoten
Keunggulan ubi jalar dibandingkan dengan umbi-umbian lain adalah
keragaman warna daging umbi, yang menunjukkan kandungan komponen
bioaktif serta rasanya. Daging umbi yang berwarna kuning, orange hingga jingga
menunjukkan adanya b-karoten, komponen, utama senyawa karotenoid (86-90
persen) pada ubi jalar. b-karoten berfungsi sebagai provitamin A karena dapat

diubah menjadi vitamin A di dalam tubuh manusia. • karoten memiliki aktivitas
vitamin A tertinggi (100 persen) dibandingkan dengan senyawa karotenoid
lainnya, seperti a dan g-karoten.
3.3 Kaya Antosianin
Ubi jalar, khususnya ubi jalar ungu mempunyai kandungan antosianin
tinggi. Suprapta (2004) melaporkan ubi jalar ungu mengandung antosianin yang
cukup tinggi, yaitu 110-210 mg/100g. Senyawa antosianin berfungsi sebagai
antioksidan dan penangkap radikal bebas, sehingga berperan dalam mencegah
terjadinya penuaan, kanker, dan penyakit degenerative seperti arteriosklerosis.
Selain itu, antosianin juga memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan
antikarsinogenik terhadap mutagen dan karsinogen yang terdapat pada bahan
pangan dan produk olahannya, mencegah gangguan fungsi hati, antihipertensi,
dan menurunkan kadar gula darah (antihiperglisemik) (Jusuf et al., 2008).
Balitkabi Malang telah mengevaluasi delapan klon ubi jalar yang berbeda
intensitas warna ungunya (umur panen 4,5 bulan), diperoleh satu klon berkadar

antosianin lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Ayamurasaki (282 mg
setara sianidin-3-glukosida/ 100 g umbi segar), yakni JP-23 (503 mg setara
sianidin-3-glukosida/100 g umbi segar) dan dua klon yang mendekati
Ayamurasaki, yakni JP-46 dan MSU 03007- 82 (masing-masing 197 mg dan 148

mg setara sianidin-3-glukosida/100g umbi segar). Empat klon lainnya memiliki
kadar antosianin antara 9-64 mg setara sianidin-3-glukosida/100 g umbi segar
(Ginting dkk., 2006). Kadar antosianin ini berkaitan erat dengan intensitas warna
ungu pada daging umbi segarnya.
3.4. Kaya Senyawa Fenol
Tiga jenis senyawa fenol yang umu adalah flavonoid, asam fenolat dan
polifenol (tannin) dan biasanya dianalisis sebagai total fenol.jenis flavonoid
antara lain flavonol, flavon, flavan, asoflavon dan antsioni (Messina, 2003).
Bentuk esterfenol yang menysusun sebagian besar ubi jalar adalah asam
kloregenat dan asam isokloregenat.menurut Ginting dan Utomo (2010), total
fenol yang terkandung dalam delapan klon ubi jalar ungu setara dengan 1.1202.779 mg setara asam galat /100bb. Kandungan fenol pada ubi jalar ungu
sebesar4.9-6.7 kali lebih tinggi dari pada ubi jalar kuning dan ubi jalar putih dan
2.5-3.2 kali lebih tinggi dar pada blueberry (Casals dan Zevallos, 2004).
Table 3. kandungan Total Fenol.

3.5 Kaya Serat Pangan dan Oligosakarida
Serat pangan merupakan polisakarida yang tidak dapat dicerna atau
dihidrolisi oleh enzim pencernaan manusia dan sampai kedalam usus besar
dalam keadaan utuh (Silalahi, 2006).


Senyawa pektin, hemiselulosa dan

selulosa merupakan serat pangan yang terdapat pada ubi jalar dan berperan
dalam menentukan nilai gizinya. Menurut Widowati dan Herawati (2007),
menyatakan kandungan serat pangan dalam ubi jalar segar yaitu 7,96% dan
11,46% pada tepung ubi jalar.
Serat pangan larut air seperti pektin mudah terfermentasi oleh bakteri usu
yang menguntungkan seperyo Bifidobacteria sp menghasilkan asam lemak rantai
pendek yang dapat meningkatkan keasaman usus, sehingga menghambat
petumbuhan bakteri merugikan seperti E.coli dan S.faecalis. jenis serat tersebut
juga berhungan dengan metabolism karbohidrat dan lemak melalui peningkatan
kelebihan lemak, gula dan kolesterol pada darah. Jenis seratyang tidak larut air
seperti sellulosa dan hemisellulosa mempunyai kemampuan mengikat air dan
memperbesar volume fases serta mengurangi transitnya didalam kolon, sehingga
mencegah terjadinya sembelit.
Senyawa oligosakarida diantaranya raffinosa, stakhiosa dan verbakosa
tidak dapat diencerna oleh enzim pencernaan manusia sehingga merupakan
media yang baik untuk difermentasi oleh bakteri menguntungkan didalam kolon
dan meningkatkan populasinya, sehingga menekan bakteri merugikan. Oleh
karena itu oligosakarida juga disebut sebagai prebiotic. Proses fermentasi

oligosakarida didalam kolon dapat menghasilkan gas H2 dan CO2 sehingga
memudahkan orang untuk buang angin. Pada beberapa kasus orang yang
memiliki tingakt sensitive yang tinggi kandungan H2 dan CO2 yang dihasilkan
dapat memnyebabkan kembung(Palmer, 1982). Umbi jalar memiliki kandungan
sellobios sebesar 0.23 -0.4%, raffinosa dan verbaskosa dengan jumlah yang
kecil.
3.6 Indeks Glikemik (IG)
Indeks glikemik merupakan penggambaran efek konsumsi bahan pangan
dalam menaikkan kadar gula darh. Nilai IG