291519846 FA Buku Tata Kelola Ekosistem Gambut PELANGI HIRES compressed

TATA KELOLA EKOSISTEM, TATA AIR (HIDROLOGI) DAN REHABILITASI PASKA KEBAKARAN EKOSISTEM GAMBUT

Catatan dari Diskusi Pakar, Praktisi dan LSM Jakarta, 27-29 September 2015

TATA KELOLA EKOSISTEM, TATA AIR (HIDROLOGI) DAN REHABILITASI PASKA KEBAKARAN EKOSISTEM GAMBUT

Catatan dari Diskusi Pakar, Praktisi dan LSM Jakarta, 27-29 September 2015

Pengukuran dan pemantauan gambut di Bengkalis, Riau, oleh tim Direktorat Pengendalian Kerusakan

Gambut. Foto oleh Waluyo, Dit. Pengendalian Kerusakan Gambut.

GAMBUT INDONESIA:

Sebidang lahan yang termarjinalkan dan upaya perbaikan ke depan

G ambut Indonesia mencakup areal seluas 21 juta ha , atau

setara 11,48% dari luas daratan Indonesia, tersebar dari pantai timur Sumatera seluas 7,2 juta ha, dataran pantai sebelah barat-selatan-timur Kalimantan seluas 5,8 juta ha, dan daratan pantai di Papua seluas 8,0 juta. Meski secara ekonomi kondisi gambut ini tidak menguntungkan untuk mendukung pertanian dan perkebunan, akan tetapi pertumbuhan penduduk yang begitu tinggi dan kebutuhan akan lahan meningkat terus, sehingga terjadi penggunaan lahan gambut dalam skala luas untuk pemenuhan pangan dan serat tidak dapat dihindari.

Potret ini seolah menyajikan keadaan bahwa gambut dari aspek kelayakan berada pada level terendah dalam pemanfaatan ruang, sehingga dibutuhkan investasi yang cukup besar dan ilmu dan pengetahuan yang memadai untuk mengelola sebidang lahan gambut yang memiliki keunikan untuk kegiatan pertanian dan perkebunan. Dari sinilah persoalan itu bermula. Pemanfaatan lahan gambut menjadi tidak terkontrol, sekali lahan gambut terusik, pemulihannya memakan energi yang sangat tinggi dengan dampak yang ditimbulkannya sangat komplek.

ekiranya diberikan pilihan, pastilah keputusan untuk memilih lahan gambut untuk

memanfaatkannya sebagai lahan perkebunan, adalah keputusan terakhir dari pola penggunaan ruang. Penanda dari kondisi ini bisa dilihat dari tingginya kebutuhan pengelolaan perkebunan di lahan gambut, antara lain intervensi teknologi dan infrastruktur yang lebih banyak dibanding lahan non gambut. Implikasinya adalah tingginya biaya produksi dan biaya sosial untuk satu komoditas yang dibudidayakan di lahan gambut. Salah satu diantaranya untuk menekan biaya produksi, upaya pembersihan lahan dan mengurangi tingkat keasaman, dilakukan dengan cara membakar, mengalirkan air melalui pembuatan kanal yang tidak terkontrol. Pada akhirnya, lahan gambut menjadi rusak, mudah terbakar dan sulit dikendalikan.

Lalu bagaimana memperbaikinya? Siklus perbaikan ini dimulai dengan membenahi

tata kelola gambut sebagai sebuah kesatuan ekosistem, terintegrasi dengan pembenahan tata kelola lahan untuk pertanian dan perkebunan di Indonesia. Pilihan pemanfaatan gambut harus menjadi pilihan terakhir, itupun untuk kedalaman minimal dengan prasarat maksimal, yang tidak terbatas pada pemanfaatan ilmu teknologi (termasuk adopsi contoh kearifan masyarakat) yang memungkin pemanfaatan gambut bisa dilaksanakan. Namun, termasuk peningkatan kapasitas masyarakat dan penegakan hukum menjadi media untuk meletakkan kepatuhan dan mendorong ketaatan dalam penggunaan lahan gambut.

Salah satu upaya pembenahan tata kelola ekosistem gambut ini diruangi dinamikanya dalam bentuk diskusi terfokus, yang menghadirkan pakar, praktisi dan lembaga swadaya masyarakat di bidang pengelolaan ekosistem gambut untuk menyampaikan pandangan dan pengalamannya, dengan tujuan mendapatkan solusi yang komprehensif.

Jakarta, 27-29 September 2015

okumentasi diskusi dibagi ke dalam 3 kelompok isu, yaitu : tata kelola ekosistem

gambut, tata kelola air, dan infrastruktur dan kewajiban penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, yang rekomendasinya menyajikan 11 point yang merupakan langkah tindak lanjut dari diskusi para pakar, sebagai berikut : (1) Ada persoalan pengetahuan dan pemahaman tentang ekosistem gambut yang dikaitkan dengan governance dalam perspektif pencegahan. Akan disiapkan beberapa bahan publikasi seperti buku, booklet, poster, brosur, dll mengenai gambut untuk meningkatkan kesadaran; (2) Di dalam PP No. 71 / 2014 soal pengendaliannya sudah pasti kecuali faktor hukum yang akan ditindaklanjuti kemudian, akan dibuat turunan- turunan PP No. 71 /2014 dan pengetatan PIPIB; (3) Harus ada direktif untuk konsesi yang sudah ada; (4) Harus diinventori perizinan secara keseluruhan; (5) Harus ada pemetaan/mapping kondisi menyeluruh temasuk mapping realisasi tabat yang sudah terbuka, mapping rehabilitasi yang perlu dilakukan, serta mapping dan review regulasi yang dilakukan dengan berkoordinasi dengan BIG dan one map policy oleh Kemenko; (6) Harus ada continous monitoring dan pengawasan yang juga akan melibatkan berbagai pihak termasuk LSM. Formatnya akan didiskusikan lagi bersama pengelola kawasan di daerah; (7) Harus segera menyusun kebijakan-kebijakan seperti pedoman teknis tata kelola air di lahan gambut yang nantinya akan menjadi pedoman bagi pemerintah dan dunia usaha; (8) Harus mendalami rehabilitasi dan agenda kerja termasuk kebijakan; (9) Ketahanan masyarakat harus dikembangkan melalui peningkatan partisipasi masyarakat. Harus mengajak stakeholders lain untuk mengembangkan kebijakan lingkungan dan membangun kesadaran; (10) Membuat tim kecil untuk merangkum seluruh rencana kerja dan perumusan kebijakan; dan, (11) Meminta pandangan khusus dari senior karena sudah termasuk ke dalam subjek Ketahanan Nasional.

Selanjutnya, notulensi dan materi paparan disajikan berikut ini.

NOTULENSI DISKUSI PAKAR TATA KELOLA EKOSISTEM, TATA AIR (HIDROLOGI) DAN REHABILITASI PASKA KEBAKARAN EKOSISTEM GAMBUT

NOTULENSI DISKUSI PAKAR TATA KELOLA EKOSISTEM, TATA AIR (HIDROLOGI) DAN REHABILITASI PASKA KEBAKARAN EKOSISTEM GAMBUT

27 September 2015

Paparan Menteri LHK

• Konsentrasi penanganan siaga darurat pada 6 provinsi yaitu: Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng, dan Kalsel.

• Dari tanggal 1 Januari s.d. tanggal 25 September 2015 jumlah hotspots 15.866 (NOAA-18) atau 67% dari angka 23.595 hotspots pada periode yang sama di tahun 2014.

• Upaya pemadaman (waterbombing) → Riau: 24 juta liter; Sumsel: 18,6 juta liter; Jambi: 3,29 juta liter; Kalbar: 3,23 juta liter; Kalsel: 3,32 juta liter; Kalteng: 650 ribu liter.

• Selain itu juga dilakukan teknik modiikasi cuaca/hujan buatan, masing-masing: 134 ton di Riau; 64,3 ton di Sumsel; 2,4 ton di Jambi; 35 ton di Kalbar; 2,4 ton di Kalteng.

• Positioning Paper: I. TATA KELOLA EKOSISTEM

a. Prinsip Dasar Tata Kelola Ekosistem b. Perpsektif Pencegahan Kerusakan dan Rehabilitasi Paska Kebakaran

II. TATA AIR/HIDROLOGI a. Pengelolaan Dengan Pendekatan Hidrologi b. Pengembangan Drainage System and Management

III. INFRASTRUKTUR DAN KEWAJIBAN a. Pentingnya Kewajiban Swasta b. Kebakaran Kalteng dan Sejarah PLG- 1 juta

• Hasil diskusi ini akan menjadi bahan referensi dalam menyusun kebijakan mengenai pengelolaan gambut yang tepat dan pencegahan kebakaran pada lahan gambut tersebut.

Aspek Prinsip – prinsip Dasar Tata Kelola Ekosistem Gambut

Aspek Prinsip – prinsip Dasar Tata Kelola Ekosistem Gambut

Prof. Dr. Azwar Ma’as: UGM

Ciri-ciri tanah gambut yang sudah tidak dapat kembali lagi ke kondisi semula adalah ketika kita injak tanah gambut tersebut, tanahnya berdebu.

Dari muka air tanah, akan terjadi aliran kapiler ke atas air tanah. Kemampuan jangkauan aliran kapiler gambut ditentukan oleh nilai BV, taraf perombakan gambut, dan kadar bahan sedimen mineral yang berasal dari limpasan air sungai.

Aliran kapiler diharapkan sampai ke permukaan tanah gambut sehingga gambut permukaan tidak menjadi kering hidrofobik yang mudah terbakar. Kenaikan kapiler di tanah gambut umumnya < 40 cm, padahal di tanah mineral dapat >2 m.

G ambut Topogen adalah gambut yang tidak

mempunyai kubah, terkena limpasan air sungai, dipengaruhi oleh pasang surut laut dengan tipologi luapan A, B, dan C pada musim kemarau.

Gambut Ombrogen adalah gambut mempunyai kubah, kubah ini tidak dipengaruhi oleh limpasan air sungai sewaktu musim hujan, dapat dipengaruhi pasang surut tipe C dan

D. → Sumber air hanya dari kubah di musim kemarau.

Emisi karbon bersifat lokal spesiik, tidak hanya ditentukan oleh tinggi muka air dan jenis komoditas.

Roh dari PP No.71/2014 ini antara lain Pengurangan emisi dari gambut selaku carbon sink, Cukup tersedia air di kubah untuk membasahi/merembeskan air ke zona bawah kubah ketika tidak ada hujan → Kesatuan hidrologis, Zona perakaran cukup lembab, tidak hidrofobik dan tersedia pori aerasi. → Tidak mudah terbakar, Perkembangan dan fungsi akar tanaman tidak terganggu bila cukup oksigen dalam air dan pori, serta cukup nutrisi.

Dr. Nyoman N. Suryadiputra:

Di kabupaten Indragiri Hilir, terutama di

Wetlands Indonesia

Tembilahan kini lebih dari 100 ribu hektar areal perkebunan kelapa dilaporkan terkena intrusi air laut/tergenang banjir. http://www. segmennews.com/2014/06/ribuan-hektare- kebun-kelapa-di-inhil-terkena-intrusi-air- laut).

Kebun sawit di Desa Ujung Tanjung, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir. Dahulunya lokasi ini gambut dangkal, kini tanah mineral terekspose dan sering banjir (sd 60 cm), produksi TBS 1 ton/Ha.

Cara membuka lahan dengan membakar lahan, biayanya sekitar Rp.1,8 juta per hektar (kasus di Kabupaten Tapanuli Selatan);

Pasal 23 (ayat 3) dari PP Gambut No 71/2014, rinsip utama tentang tata kelola yang membatasi air tanah gambut hanya boleh

P baik meliputi Transparansi, Partisipasi, diturunkan maksimum sedalam 0,4 m (agar

Akuntabilitas, Pertanggungjawaban lahan tidak dikategorikan rusak). Jika kondisi (responsibility), Koordinasi dan Ketanggapan demikian diterapkan pada perkebunan sawit (responsiveness). atau akasia di lahan gambut, maka nilai

Kesamaan pemahaman oleh berbagai pihak emission savings dapat mencapai 60 ton atas nilai dan manfaat serta ringkihnya CO 2 /Ha/tahun (dibandingkan jika air tanah (fragile) eksositem gambut. Cakupannya gambut dibiarkan turun hingga 1 meter). sangat luas meliputi Kehati, Perubahan Menurut IPCC 2014, faktor emisi GRK untuk Iklim, Kebencanaan, Jasa lingkungan dll.

perkebunan sawit di lahan gambut adalah 11 ton C-CO 2 /Ha/tahun (atau setara 40 ton CO 2 /

Drainase di lahan gambut untuk budidaya Ha/tahun); sedangkan untuk akasia adalah 20 kelapa sawit di Sungai Rajang Delta, ton C-CO

2 /ha/tahun (setara 73,4 ton CO 2 /ha/

Sarawak, mengakibatkan penurunan tanah tahun). Nilai faktor emisi ini tentunya bersifat (land subsidence) yang sedemikian dalam, subjektif, karena muka air tanah gambut akhirnya menyebabkan bencana banjir dalam kenyataannya sulit dipertahankan dalam beberapa dekade mendatang → (1). secara konstan. Pada tahun 2034 (25 tahun sejak 2009), 42%

(357,000 Ha) dari total luas wilayah (850,000 Langkah – langkah ke depan untuk

ha) akan mengalami masalah banjir, (2). mencegah kebakaran di lahan gambut:

Pada tahun 2059 (50 tahun sejak 2009), 56% (476,000 ha) dari total luas wilayah (850,000

1. Petakan seluruh lahan gambut dan

ha) akan banjir, dan (3). Pada tahun 2109 (100 non gambut, baik milik pemerintah, tahun sejak 2009), 82% (697,000 ha) dari total

swasta, adat maupun individu (yang luas wilayah (850,000 ha) akan banjir;

potensial akan dialihfungsikan untuk potensial akan dialihfungsikan untuk

2. Petakan titik-titik lokasi MILLS pengolahan kelapa sawit (kordinat, nama desa, nama pemilik usaha), sebagai indikasi akan terjadinya potensi pembukaan lahan di sekitarnya untuk kebun sawit;

3. Petakan sebaran dan lokasi titik-titik hot spots sejak masa lalu hingga kini

8. Stop pembuatan saluran/kanal-kanal di (sejarah hot spots). Karena bahan bakar

lahan gambut;

(sisa sisa tanaman yang belum habis terbakar), akan terbakar kembali saat

9. Tutup saluran-saluran di lahan gambut musim kemarau yang akan datang;

yang langsung berdempetan dengan kawasan konservasi;

4. Kumpulkan data curah hujan dan muka air tanah gambut untuk lokasi-lokasi

10. Basahi seluruh lahan gambut menjelang yang potensial terbakar. Gunakan data

kemarau.

ini sebagai langkah awal pencegahan kebakaran dengan menyebarkan aparat keamanan ke berbagai lokasi rawan kebakaran;

5. Kampanye besar-besaran secara luas & Kerahkan aparat keamanan, hingga ke pelosok-pelosok akan bahaya kebakaran dan sangsi yang akan dikenakan;

6. Benahi & tegakkan berbagai kebijakan (PP 71/2014; Permentan 11/2015- ISPO dll), serta segera buatkan turunan- turunan dari PP No 71/2014 (tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut);

7. Tutup semua saluran/kanal yang sudah terlanjur ada di lahan gambut (fungsikan pintu air yang ada di konsesi-konsesi HTI dan kebun sawit), serta tutup bagian- bagian sungai yang letaknya berbatasan dengan lahan gambut;

Dr. Acep Akbar: Balai Penelitian

manusia diperlukan untuk menghilangkan

Kehutanan Banjarbaru

hambatan terhadap regenerasi hutan; Pengayaan dan pemeliharaan anakan dapat

dijadikan prinsip dasar dalam rehabilitasi hutan rawa gambut yang terdegradasi;

Faktor-faktor Pembatas (Upaya

Rehabilitasi): Penggenangan air (Pola banjir), Kompetisi tanaman dari semak/belukar dan pakuan, Kedalaman gambut dan kematangan gambut, Ketersediaan komponen biologis, Keasaman dan toksisitas, Ketersediaan unsur hara, Intensitas cahaya, serta Kebakaran;

Strategi penelitian untuk menghadapi kondisi tersebut yaitu dengan membangun hutan dengan tujuan khusus untuk memperlihatkan pengelolaan dan rehabilitasi hutan rawa gambut di Tumbang Nusa, Kalimantan

H karena merupakan simpanan karbon sangat tinggi, sumber emisi sensitif, dan dapat

utan rawa gambut menjadi issue penting

Tengah;

Prinsip rehabilitasi yang dikembangkan menyebabkan kerusakan lingkungan ketika meliputi teknik persemaian, penanaman,

hutan tidak dikelola secara berkelanjutan; penggunaan mikroba tanah, agroforestry di lahan gambut, dan pengelolaan kebakaran di

Lahan gambut adalah 10% dari luas total

hutan rawa gambut;

lahan Indonesia, tetapi menyumbang 50% dari total emisi. Stok Carbon di lahan gambut Teknik persemaian dilakukan dengan adalah 10 kali dari hutan terbaik di tanah mempelajari teknik perbanyakan tanaman mineral;

dominan dari hutan rawa gambut dengan teknik generatif maupun vegetatif;

52% lahan gambut yang ada di Kalimantan ada di Kalimantan Tengah, sehingga kami Penelitian mengenai teknik penanaman membuat sample komunitas gambut diantaranya terdiri dari analisis tipologi lahan yaitu di Tumbang Nusa yang merupakan gambut, uji jenis, uji persiapan lahan; Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus. Dari pengalaman di lapangan dalam menghadapi Rehabilitasi partisipatif : pembangunan area terdegradasi kita harus fokus pada model agroforestry di lahan gambut dengan teknik rehabilitasinya. Di Tumbang Nusa ada memberdayakan masyarakat (kombinasi

80 jenis kayu.

tanaman hutan/alley cropping);

Hutan rawa gambut adalah ekosistem rapuh Pengelolaan kebakaran dilakukan dengan (fragile ecosystem). Regenerasi sangat membuat model pada sampel lahan dengan lambat, degradasi telah dialami Hutan Rawa mempelajari karakteristik bahan bakar dan Gambut di Kalimantan Tengah (deforestasi, api di berbagai vegetasi, potensi air di lahan drainase dan kebakaran) → Intervensi gambut, kecepatan api di lahan gambut, dan Hutan rawa gambut adalah ekosistem rapuh Pengelolaan kebakaran dilakukan dengan (fragile ecosystem). Regenerasi sangat membuat model pada sampel lahan dengan lambat, degradasi telah dialami Hutan Rawa mempelajari karakteristik bahan bakar dan Gambut di Kalimantan Tengah (deforestasi, api di berbagai vegetasi, potensi air di lahan drainase dan kebakaran) → Intervensi gambut, kecepatan api di lahan gambut, dan

Prinsip dasar rehabilitasi HRG telah dikembangkan BPK Banjarbaru dengan mengembangkan teknik-teknik rehabilitasi pada hutan rawa gambut terdegradasi di Kalimantan Tengah;

Penelitian kedepan yang diperlukan: • Aspek-aspek

phisiologi

yang

berpengaruh terhadap keberhasilan rehabilitasi di hutan rawa gambut terdegradasi.

• Revegetasi partisipatif. • Dampak pembendungan kanal tarhadap

perbaikan ekosistem. • Hama dan penyakit hutan. • Teknologi hasil hutan. • Ekonomi hutan. • Pendataan stok karbon secara berkala. • Pengelolaan kebakaran hutan dan lahan

berbasis masyarakat sekitar.

Aspek Perspektif Pencegahan Kerusakan dan Rehabilitasi Lahan Gambut Paska Kebakaran

Aspek Perspektif Pencegahan Kerusakan dan Rehabilitasi Lahan Gambut Paska Kebakaran

Dr. Fahmuddin Agus: Badan

disiapkan untuk dikonversi. Kebakaran

Penelitian dan Pengembangan

hanya membakar sebagian vegetasi

Pertanian, Kementerian Pertanian (pohon), tidak sampai ke lapisan gambut;

b. Sedang: Hutan terbakar/dibakar karena disiapkan untuk dikonversi menjadi kebun kelapa sawit. Muka air di saluran drainase cukup dalam. Kebakaran membakar vegetasi (pohon), namun api tidak masuk ke lapisan gambut;

c. Berat (Belukar Gambut): Terbakar karena banyak jembatan api. Api membakar 15-63 cm lapisan gambut karena muka air di saluran >150 cm.

Kadar air (KA) di permukaan tanah : KA <117% (% berat) → cenderung terbakar, sedangkan KA >291% → cenderung tidak terbakar;

K lahan yang terbakar, tetapi sangat <70 cm → cenderung tidak terbakar,

ebakaran tidak hanya mempengaruhi Kedalaman muka air tanah (MAT): MAT

mengganggu lingkungan sekitar; Semakin dalam MAT semakin tinggi peluang

Penduduk lokal paling dirugikan oleh kabut kebakaran. asap → Dari berbagai pihak yang dirugikan,

Bagaimana cara mengendalikan kebakaran

yang paling menderita akibat kebakaran

gambut?

hutan dan lahan adalah penduduk dan perekonomian lokal. Dengan demikian tidak

a. Minimalkan kedalaman muka air tanah, adil jika pembakaran hanya dinilai dari sisi

selama tidak mengganggu produksi. ekonomi internal perusahaan, namun harus

Untuk kelapa sawit, kedalaman muka air dinilai biaya eksternal yang ditanggung pihak

tanah yang ideal adalah antara 50-70 cm. lain disebabkan ulah beberapa orang yang

b. Rehabilitasi lahan semak belukar sengaja membakar;

gambut menjadi lahan produktif kerena lahan tersebut menjadi langganan api.

Jenis Kebakaran (IPCC 2014) :

c. Fire brigade tingkat desa dan kecamatan

1. Kebakaran terkendali (controlled burning),

dan kabupaten.

misalnya untuk persiapan lahan, merupakan

bagian dari pengelolaan lahan → emisi CO 2 :

264~72 t C/ha (Setara dengan kebakaran total biomas HTI Akasia umur 5-6 tahun), serta

2. Kebakaran tidak terkendali (uncontrolled

burning) → emisi CO 2 : 601~164 t C/ha (setara

dengan emisi kebakaran total biomas hutan sekunder);

Tingkat kerusakan karena kebakaran, terbagi menjadi:

a. Ringan: Hutan terbakar/dibakar karena

Emmy Hafild: Yayasan Indonesia

dan tanggung jawab; Proses dan mekanisme

Hijau, Pengamat dan Praktisi

pengambilan keputusan cepat, tanggap dan

efektif; Akuntabilitas; Eisien dan Efektif; Partisipasi dan Transparansi;

Lingkungan Hidup

Pemetaan Stakeholder: (1). Pemerintah: pusat, provinsi, kabupaten, desa, BNPB; (2). Swasta : Penyebab – pengelola kebun sawit, HTI, penambang, koperasi, calo tanah : buka, tanam dan jual, pabrik kelapa sawit dan lembaga keuangan; (3). Masyarakat: korban tapi sekaligus pencetus karena tidak peka – adat, petani, penggarap dan petani kelapa sawit; (4). LSM: lingkungan, kemiskinan/ kesejahteraan masyarakat; serta (5). Pakar/ Ilmuwan: pro pemanfaatan, pro konservasi;

Pemetaan Aspirasi/Persepsi Stakeholder:

(1). Pemerintah: obsesi kelapa sawit dan

ata kelola pemerintahan dan pencegahan T HTI – masih mau membuka 5 juta hektar

kebakaran gambut; untuk kelapa sawit, solusi nanggung, tidak Tahun 2007 pertama kali dilakukan blocking tuntas dan tidak efektif, tersandera birokrasi canal di sekitar PT. Duta Palma, oleh Green – tidak eisien, lambat, bertele-tele, Abai Peace; sebelumnya pada masa pemerintahan (negligence), tidak peduli, korup; (2). Swasta: rezim Soeharto (Tahun 1997), WALHI yang tidak peduli dengan eksternalitis, economic pertama melakukan pembagian masker animal (calo tanah), abai, penghematan. kepada warga, sebagai akibat dari adanya Rekomendasi Kebijakan: Moratorium kabut asap;

Total Pembukaan Lahan Baru di Gambut, Governance → bicara mengenai kebangsaan; Penegakan total zero burning dengan mengedepankan desa, Kompensasi dana

Prinsip-prinsip pencegahan dan bantuan masyarakat, Struktur Baru dengan

penanggulangan kebakaran : Mengedepankan BNPB, serta Akuntabilitas

1. Pencegahan: teknis, sosiologis, tata kelola pemerintah daerah: pembekuan DAU dan pemerintahan (governance) serta sarana dan DAK. prasarana;

2. Penanggulangan Dini: padamkan sebelum besar, lokal: yang paling dekat yang mencegah dan memadamkan;

Prinsip pencegahan kebakaran untuk gambut: ZERO BURNING – kesadaran, kepekaan dan kewaspadaan, perijinan, pengawasan, dan penegakan hukum → Peat Swamp Governance;

Tata kelola pencegahan: Pembagian peran

Januminro: Kabupaten Pulang Pisau

3. Tim serbu api desa kesulitan biaya operasional (BBM, biaya makan minum), uang saku, peralatan mesin sudah tua, dsb.;

4. Pemadaman menggunakan pesawat udara tidak efektif (hanya memadamkan bagian permukaan) memacu peningkatan kepekatan asap dan tidak efesien (biaya); (5). Anggaran yang minim dalam APBD, bencana yang berulang tidak menjadi prioritas Anggaran.

Pengembangan Hutan Hak Milik untuk Mendukung Kalteng sebagai Provinsi REDD+;

Rekomendasi:

a. Perlu ada penjelasan dari Pemerintah terkait dengan operasi kanalisasi yang

C “Jumpun Pambelom dan Pertanian trauma kanalisasi ex PLG yang nyata- Terpadu di Lahan Gambut “Tane Pambelom”;

egah Api Pola Hutan Gambut Hak Milik sedang dilakukan untuk menghindari

nyata menimbulkan dampak. Lahan Gambut identik dengan lahan terlantar

b. Perlu ada sosialisasi terkait konsep dan tidak produktif → Kondisi Awal Ex PLG kanalisasi dengan komunitas lokal paska kebakaran tahun 1997 → Lahan (tokoh masyarakat Dayak terutama para Gambut Potensi Lokal yang harus dipelihara pakar, LSM lokal untuk menghindari dan dioptimalkan; trauma kanalisasi ex PLG yang nyata-

Luas gambut hanya 17,2 % wilayah nyata menimbulkan dampak. Kalimantan Tengah, tapi titik panas yang

c. Untuk menaikan muka air di kawasan terjadi di gambut sampai 59,5 % dari hotspots gambut dilakukan penutupan kanal di Kalimantan Tengah, dan sekitar 29,0 % primer ex PLG maupun kanal yang dibuat terjadi di gambut dalam; oleh masyarakat, serta penutupan pada

Kenapa bencana selalu berulang: beberapa titik parit disepanjang jalan

1. Kawasan ex PLG terlantar dan dikapling- lintas Kalimantan yang terhubung ke kapling;

kanal primer dan anak sungai.

2. Kegiatan Penanggulangan bersifat

d. Kegiatan yang saat ini dilakukan di komando (Posko terpadu), dan bergerak

Tumbang Nusa dilakukan dengan saat memasuki tahapan tanggap darurat/

menutup parit dan melakukan siaga (kondisi kebakaran sdh diluar

pemompaan dari sungai Kahayan. kendali). Hal itu terjadi akibat tidak adanya

Pemompaan disarankan menggunakan Rencana Mitigasi, Kontijensi, Rencana

pipa dari pinggir sungai Kahayan, tidak Operasi dan Rencana Pemulihan Paska

dengan membuka kanal baru. Bencana;

e. Pemompaan air dilakukan dari sungai Sebangau yang memiliki karateristik e. Pemompaan air dilakukan dari sungai Sebangau yang memiliki karateristik

f. Selain operasi darat diikuti dengan segera melakukan operasi hujan buatan.

g. Pemerintah Pusat sangat diperlukan untuk mendorong dan mendampingi Pemda dalam menyiapkan Rencana Mitigasi, Kontijensi, Rencana Operasi dan rencana pemulihan paska bencana.

h. Mendorong Pemda untuk menyediakan anggaran terkait bencana kebakaran dan asap sebagai salah satu prioritas, dan menyisihkan kucuran Dana Desa untuk operasional Tim Serbu Api/MPA, dll.

i. Peran Tim Serbu Api/Masyarakat Peduli Api dijadikan sebagai garda depan untuk pencegahan dan penanggulangan kebakaran.

j. Pembuatan jalan lintas Kalimantan merupakan salah satu faktor tambahan terjadinya kebakaran lahan. Untuk menurunkan resiko, maka perlu tindakan untuk melakukan penyekatan parit di kiri-kanan jalan lintas yang lansung menuju ke kanal PLG maupun kanal yang dibuat oleh masyarakat.

k. Untuk tingkat tapak upaya-upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan dapat dilakukan dengan melakukan pertahanan api terpadu salah satunya membuat sumur bor.

l. Sumur bor dapat disiapkan di kiri-kanan jalan yang memiliki resiko kebakaran yang tinggi.

m. Pola suksesi alami dengan perkayaan dapat menjadi solusi untuk rehabilitasi kawasan gambut terbakar.

PEMBAHAS KELOMPOK TATA KELOLA EKOSISTEM GAMBUT

28 September 2015 PEMBAHAS KELOMPOK TATA KELOLA EKOSISTEM GAMBUT

Chairil Anwar:

Pembuatan kanal asal dengan desain yang

BaLitbang Inovasi, KLHK

benar sehingga kanal air bisa dijadikan sebagai irigasi.

Saran dalam hal pengelolaan ekosistem gambut adalah:

1. Pembuatan Peta topograi.

2. Pengaturan tinggi muka air.

3. Pilih tanaman yang sesuai dengan

ekosistem gambut.

4. Jangan ada kebakaran. Bagaimana kita menetapkan law enforcement

terhadap kegiatan usaha/kegiatan di ekosistem gambut karena secara umum penyebab kebakaran lahan gambut sudah diketahui.

ona kubah gambut harus merupakan zona Z Ada peneliti yang pro konservasi dan pro

konservasi. pemanfaatan, seharusnya para peneliti Zona buffer / penyangga harus diawasi termasuk pro konservasi dan pro pemanfaatan dengan serius.

dalam waktu yang bersamaan. Zona pemanfaatan: inti dari penggunaan zona

pemanfaatan adalah menjaga tinggi muka air (tidak terlalu dangkal dan tidak terlalu dalam). Jika tinggi air terlalu dangkal, maka pertumbuhan akar akan tidak bagus.

Permukaan gambut akan kering jika tidak ada hujan selama >75 hari, dan masih bisa dikendalikan tinggi muka air sampai 62cm.

Tinggi maksimal muka air adalah 85cm (air kapiler masih bisa bergerak ke atas) dan permukaan tanah masih mengandung kadar air sebesar 200-300%.

Peat soil terbentuk dari bakteri anaerob (hanya menghasilkan 37 kal/atp) yang jauh lebih kecil dari bakteri aerob.

Kesalahan pada masa lampu dan masih sampai kini dalam mengelola ekosistem gambut adalah perusahaan tidak memiliki peta topograi sehingga bisa dilihat arah air dan bisa membuat desain drainase yang lebih baik.

Wahyu Indraningsih: Dir. PKG, KLHK

Pemetaan KHG yang berisi info kedalaman, penggunaaan lahan, dengan kriteria yang terdapat di dalam PP No. 71 / 2014, maka luasan wilayah di Kubu Raya 35% adalah merupakan ekosistem gambut yang harus dilindungi, di Bengkalis sekitar 66.5% merupakan kawasan lindung.

PR adalah bagaimana kita memetakan karakteristik ekosistem gambut, siapa yang melakukan pemetaan, dan diperlukan kebijakan yang lebih tegas.

E kosistem gambut dipandang sebagai

sebuah ekosistem utuh yang berada dalam satu kesatuan hidrologis gambut.

Luas KHG di beberapa pulau di Indonesia sampai 32 juta Ha (32.656.106).

PR di dalam PP No. 71 / 2014 adalah menetapkan fungsi lindung.

Dibutuhkan kerja sama berbagai pihak untuk melindungi ekosistem gambut.

Kita telah meminta kepada perusahaan yang memiliki kegiatan di lahan gambut untuk membuat peta topograi.

Water management yang perlu dilakukan adalah di kawasan masyarakat yang perlu difasilitasi oleh pemerintah.

Preview Hasil inventarisasi di Kubu Raya. Peta KHG perlu dijadikan landasan untuk

kegiatan selanjutnya seperti tata kelola air.

Arief Yuwono: SAM, KLHK

pengawasan, sanksi administratif. Perencanaan di dalam ekosistem gambut

harus disesuaikan untuk penggunaannya. Angka 30% sebagai fungsi ekosistem gambut

adalah masih kurang, tetapi disesuaikan dengan angka realitasnya.

Tindakan preventif perlu dilakukan untuk mencegah Karhutla, tetapi belum ada strukturnya.

Kita harus bisa mengembangkan semua tanggung jawab kepada semua pihak yang terlibat dan punya kewajiban untuk melakukan tanggung jawab.

Kedalaman muka air tanah masih pro kontra yang terdapat di dalam PP No. 71 / 2014.

Pembuatan drainase di lahan gambut pada perusahaan-perusahaan adalah

pabila gambut diintervensi maka akan bertujuan sebagai sarana transportasi, dan

A terjadi kerusakan.

menjaga akar gambut agar tidak basah dan Control burning dan zero burning perlu mengalirkannya ke laut. Apabila terjadi over dilakukan.

drainage maka akan terjadi kekeringan yang menyebabkan kebakaran.

Bagaimana kita bisa mengatur kegiatan masyarakat selaras dengan kebijakan Ada beberapa pertimbangan di dalam pemerintah.

pembuatan drainase di lahan gambut seperti Untuk semua perusahaan yang memiliki seperti water balance.

usaha/kegiatan harus mengikuti zero burning. Harus diteliti pohon dan tanaman apa yang tumbuh secara alami di lahan gambut.

Peraturan yang berlaku mengenai pemanfaatan lahan gambut:

PPLH bisa melakukan pengawasan

1. UU No. 32 / 2009. lingkungan di perusahaan-perusahaan yang

2. UU No. 41 / 2009. melakukan kegiatan/usaha di lahan gambut.

3. Moratorium Presiden. Ada syarat-syarat sebelum perusahaan mendapatkan izin penggunaan lahan gambut

Yang disebut kanalisasi adalah kanal bloking seperti harus membuat peta topograi. yang berfungsi sebagai drainase yang bisa menjamin water balance.

PP No. 71 / 2014 berlaku 2 tahun setelah ditetapkan.

Persoalan yang terjadi adalah kendala di administrasi.

HTI wajib melakukan tindakan penanggulangan dan pemulihan terhadap

Dalam PP No. 71 / 2014 ada sistematika yang lahan gambut yang berpotensi mengalami sudah termuat di dalamnya perencanaan,

kerusakan.

pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaaan,

Hanni Adiati: SAM, KLHK

8. Memperhatikan kesejahteraan masya- rakat miskin dengan program hasil hutan bukan kayu selain perkebunan sawit.

9. Penegakan hukum bagi semua yang melakukan pelanggaran hukum.

Upaya rehabilitasi

1. Moratorium izin pada HRG.

2. Moratorium sawit.

3. Moratorium logging. Rehabilitasi HRG:

1. Bersama Pemda dan masyarakat mengadakan gerakan penanaman kembali pada lokasi-lokasi yang terdegradasi.

Upaya pencegahan

2. Bekerja sama dengan berbagai pihak

1. Pencegahan lebih bersifat operasional (balai penilitian, masyarakat adat, di lapangan jika kita bersandar kepada

akademisi, lembaga donor, perusahaan, peran masyarakat dan Pemda setempat.

dll) untuk pengadaan bibit tanaman lokal

2. Mencermati pengetahuan masyarakat

untuk pemulihan HRG.

3. Menggalakkan pembibitan 2 di tingkat bagaimana memelihara HRG nya.

lokal yang terkait budaya lokal masyarakat

desa.

4. Pemerintah pusat mengedukasi Pemda kembali yang diikuti dengan penanaman

3. Revitalisasi kanal air dengan pembasahan

dalam merumuskan politik anggarannya. kayu lokal HRG.

5. Koreksi kanal-kanal yang memotong

4. Bekerja sama dengan masyarakat lokal

kubah gambut.

untuk pembibitan kayu lokal untuk

6. Pola pertahanan api dengan membuat pemulihan.

sumur bor setiap 100m.

5. Menguatkan kembali komitmen Pemda

7. Menambah tanaman-tanaman alami di dalam penganggarannya untuk pos

area kawasan semak gambut. pencegahan kerusakan HRG. Melakukan

sinergitas antara program Pemda dan Pusat (KemenLHK, Kemenkes, Kementan, BNPB).

6. Membangun pemahaman bersama atas pengertian status tanggap darurat.

7. ZERO BURNING. Kondisi sekarang sudah berbeda, maraknya perambahan, adanya perubahan iklim. Perlu dilakukan untuk daerah yang tidak bisa dilakukan CONTROL BURNING.

Nurwadjedi: BIG

Perlu dilakukan inventarisasi dan perlu ditindaklanjuti.

Terkait dengan inventarisasi harus ada langkah monitoring dengan saran:

1. Pembuatan peta neraca tutupan lahan (bisa mendeteksi penggunaan lahan).

2. Pembuatan peta neraca air di KHG.

3. Pembuatan peta neraca kerusakan ekosistem gambut.

Kelemahan kita di dalam moratorium adalah kurangnya perangkat data:

1. Data layer HGU (hanya berupa polygon) perkebunan dan belum termasuk atributnya yang sangat penting dalam usaha pencegahan.

K 2. Belum memiliki peta gambut yang bagus.

ata kunci adalah Tata Kelola Pemerintahan

(Governance). Peta yang sudah dimiliki adalah peta Pengendalian lahan gambut dimulai dari

gambut dari Kementan berkisar 15 juta dikeluarkannya moratorium Inpres tahun

Ha.

2011. Tantangan ke depan adalah memetakan

Sedang dilakukan pembuatan peta lahan gambut dengan skala 1:50.000 yang moratorium revisi ke delapan.

sesuai dengan one map policy. Terjadinya kebakaran karena ingin melakukan

Ada kesempatan membuat peta kawasan kegiatan di lahan gambut, sehingga gambut dengan adanya perlombaan

perangkat peraturannya harus diperkuat pembuatan peta kawasan gambut yang untuk mencegah terjadinya kebakaran.

melibatkan pakar-pakar global dimana hasilnya bisa dijadikan untuk memperbaiki

Diperlukan layer data: SNI pemetaan lahan gambut ke depannya.

1. Data layer kawahan hutan. Peta RBI dengan skala 1:50.000 sudah

2. Layer lahan gambut. selesai. Bisa didownload dengan gratis di

3. Layer HGU.

website BIG.

Layer kehutanan yang dipergunakan untuk Yang perlu dilakukan ke depannya adalah monitor sebagai penundaan izin terkait di revisi peta RTRW dan pembuatan peta lahan gambut.

tutupan lahan.

Pemberian izin banyak diberikan oleh Pemda. PIPIB perlu diperkuat. Peta KHG adalah peta yang sangat strategis

dalam hal menjaga kawasan ekosistem gambut.

DISKUSI DAN SARAN KELOMPOK TATA KELOLA EKOSISTEM GAMBUT

DISKUSI DAN SARAN KELOMPOK TATA KELOLA EKOSISTEM GAMBUT

Teguh Surya: Greenpeace

2. Memulihkan kawasan yang rentan

pada kawasan gambut.

3. Perusahaan dengan desakan pemerintah harus menghentikan konsesi hutan.

4. Pemerintah harus segera mencanangkan program restorasi ekosistem gambut secara massif yang bersifat nasional.

5. Regulasi yang jelas menuju akhir

deforestasi.

6. Perlu tanggung jawab dari perusahaan- perusahaan yang memiliki izin usaha di kawasan ekosistem gambut dengan

• Kebakaran hutan yang terjadi sekarang

menegakkan hukum.

sudah semakin parah. • Perlu langkah-langkah emergency response

Robianto Susanto: UNSRI

untuk dapat bantuan kesehatan dan upaya evakuasi.

• Fokus bagaimana cara untuk memperbaiki lahan gambut yang sudah rusak. • Gambut adalah ekosistem unik yang sepanjang tahun harus tetap basah, jadi tidak cocok untuk dilakukan penanaman sawit.

• Komitmen bersama untuk menjaga ekosistem gambut.

• Kejahatan terorganisir yang menyebabkan kebakaran hutan yang bersifat global perlu dilakukan penegakan hukum yang tegas.

• Peta tata ruang sangat penting. • Kesalahan mendasar adalah kesalahan tata • 2 (dua) pendekatan dalam pengelolaan

kelola pada ekosistem gambut.

gambut adalah:

• Pemerintah memberikan izin pada lahan

a. Shallow water table.

gambut sebelum memiliki data yang lengkap

b. Drainase.

mengenai ekosistem gambut. • Kedepannya diharapkan tidak ada lagi • Usul:

mungkin untuk pembukaan konsesi pada lahan gambut.

sebanyak

mengikutsertakan institusi lokal. • Ingin menawarkan 6 solusi:

• Action: perlu dibuat action plan untuk

1. Prinsip mencegah adalah hal yang lokasi-lokasi kritis (pendekatannya multi utama dari pada memadamkan api.

dimensi, multi stakeholders).

Menjaga hutan gambut yang tersisa • Contoh

harus adalah prioritas. disebarluaskan agar bisa menjadi contoh.

keberhasilan

Supiandi Sabiham: IPB, Ketua HGI

Kiki Taufik: Greenpeace

• Perlu adanya peta dasar yang bisa menjadi • Bencana asap di Sumatera dan dasar untuk pengembangan selanjutnya.

Kalimantan berdampak sangat besar bagi • Seringnya peta RTRW tidak sesuai dengan masyarakat.

peta TGHK. • Bantuan yang ditawarkan dari pemerintah luar negeri seharusnya diterima untuk

• Perlu peta topograi yang betul-betul real menyelamatkan masyarakat dari dampak

dengan kondisi gambut sebenarnya di

asap kebakaran.

lapangan. • Tidak ada pergerakan yang signiikan dari

• Kita memiliki program mencegah kebakaran, tetapi ada UU yang Pemda.

memperbolehkan kebakaran, perlu • Peta KHG dan peta degradasi gambut adanya tambahan peraturan di dalam

perlu dibuka ke publik agar masyarakat peraturan peralihan dalam PP No. 71 /

tau dan bertujuan sebagai monitoring. 2014.

• Proteksi gambut harus total demi • Mencegah lebih baik dari pada

menyelamatkan ekosistem gambut yang memperbaiki.

tersisa.

• Lokal pengetahuan perlu diperhatikan • Pemerintah Indonesia harus bisa sebagai masukan dalam aspek-aspek

memfasilitasi bagi pihak-pihak yang kebijakan.

berjuang dalam penanganan Karhutla.

Marinus: Balitbang Banjarbaru Januminro: Kabupaten Pulang Pisau

• Pengelolaan lahan gambut harus mampu • Di dalam UU No. 24 / 2007 pada Pasal menjaga dari subsidence dan kekeringan.

1.2 kebakaran belum termasuk ke dalam • Teknik-teknik apa yang bisa dilakukan ranah bencana, perlu dibuatkan Perpu.

dalam hal menjaga ekosistem gambut • Kasus kebakaran perlu menjadi perhatian seperti pembuatan kanal-kanal dan

penting dan melibatkan Menteri pembahasan kembali lahan gambut.

Kesehatan, saat ini terutama untuk kasus Palangkaraya.

• Siapa yang melakukan 5W1H. • Forum diskusi ini perlu menghimbau

• Perlu dilakukan penegasan metode Kapolri dan Panglima TNI agar tidak control burning atau zero burning yang hanya membeli peralatan perang tetapi akan ditaati oleh berbagai pihak. juga menyediakan peralatan pemadaman

• Perlu sosialisasi PP No. 71 / 2014, sudah

kebakaran.

sampai mana kemajuan pelaksanaannya. • Tanaman gaharu bagus ditanam di lahan

gambut, dan sudah ada contoh di beberapa daerah yang akan melakukan panen raya.

Ibu Siti Nurbaya: Menteri LHK

10. Perlu adanya monitoring yang berkesinambungan baik oleh pemerintah, masyarakat, pakar dan pihak lainnya.

11. Perlu adanya evivac yang merecord segala kegiatan di lahan gambut.

12. Immediate policy perlu segera dibuat.

13. Spec biodiversity.

14. Antisipasi pola kerja yang dilakukan oleh

masyarakat.

15. Insentif dan disinsentif untuk masyarakat dan swasta.

16. Governance adalah sebuat entitas yang Notulen harus sesuai dengan manuskrip

dioperasikan oleh pemerintah dan rekaman.

bertanggung jawab kepada masyarakat. Kita akan mendapatkan referensi kebijakan

17. Pengawasan perizinan.

dari pertemuan diskusi pakar ini.

18. Pengelolaan di kawasan gambut yang

bisa produktif.

Highlight:

19. Menyangkut kelembagaan seperti

1. Mengenali ciri ekosistem gambut.

stakeholders.

2. Confirm dan justify untuk melakukan

20. Yang menjadi konsen setelah pertemuan pencegahan kebakaran lahan gambut. ini yang paling penting adalah

3. Perlu pengaturan water level yang terkait memberangkatkan PPLH sehingga akhir pengelolaan atau water management

Desember 2015 diharapkan sudah selesai. (water system, water balance, water

management).

4. Harus ada zona lindungnya (fungsi lindung).

5. Selanjutnya harus ada 8 Eselon 1 dan 2 Eselon 2 yang selanjutnya akan melakukan perumusan.

6. System mosaic di dalam layout land use yang sudah dibuat.

7. Bagaimana melakukan kontrol terhadap kanal-kanal.

8. Perlu review pabrik-pabrik yang melakukan kegiatan/usaha di lahan gambut.

9. Atensi khusus gambut pada pulau kecil.

Emmy Hafild: Walhi Culture

Sarwono Kusumaatmaja:

Mantan Menteri KLH

• Governance adalah apa dan melakukan

apa, jadi tidak tepat polisi dan TNI • Pada tahun 1997 ada laporan bahwa ilter diberikan alat pemadaman kebakaran

udara power plant milik PLN Kalteng karena tidak sesuai dengan tupoksi.

mengalami kerusakan disebabkan oleh • Evakuasi perlu dilakukan kepada Balita asap.

karena ISPA adalah pembunuh no. 2 bagi • Karena tidak tersedia spare part ilter di Balita di Indonesia.

PLN maka power plant PLN mati. • Segera perlu dilakukan prioritas • Saran : mengundang BUMN agar

sehingga semua anggaran dan tenaga melaksanakan manajemen krisis untuk melakukan prioritas tersebut yang

sehingga kejadian serupa tidak terulang. berupa pencegahan.

• Akuntabilitas Pemda termasuk di dalam UU No. 23 / 2013, sehingga apabila Pemda gagal melakukan pencegahan asap akan mendapat sanksi.

• Evakuasi harus dilakukan oleh BNPB karena merupakan komando.

PRESENTASI KELOMPOK TATA KELOLA AIR

Aspek Pengelolaan Ekosistem Gambut dengan Penataan Hidrologi (Ecohydro)

PRESENTASI KELOMPOK TATA KELOLA AIR Aspek Pengelolaan Ekosistem Gambut dengan Penataan Hidrologi (Ecohydro)

Budi Indra: IPB, TAM Kementan

- Negara harus mengembalikan kerugian perusahaan untuk mengembalikan fungsi ekosistem gambut ke fungsi lindung.

- Kawasan lindung tidak boleh ada kegiatan budidaya apapun.

c. Tata kelola lahan dan air berwawasan lingkungan (ekohidro) : konsep, teori, aplikasi dan diseminasi:

- Konsep rancangan dengan bagi zonasi (zona atas, zona bawah, jalan).

- Tujuan mengelola adalah menjaga kelembaban gambut pada kisaran

a. Masalah umum penggunaan lahan optimum agar tanaman tumbuh gambut:

maksimum dan gambut tidak mudah terbakar.

- Pemetaan di lahan gambut

oleh perkebunan sawit tanpa - Gambut terhindar dari deformasi tidak memperhatikan peta kontur apalagi

balik.

kedalaman gambut. - Emisi karbon dalam batas alamiah.

- Konsesi diberikan tanpa - Sasaran adalah Kelembapan gambut

memperhatikan kawasan hidrologis di daerah perakaran berada di sekitar gambut.

kapasitas lapang (pF 3.2). - Kenapa kita memberikan konsesi

- Muka air tanah berada di bawah daerah kepada perusahaan yang tidak

perakaran (tidak bisa diukur rata). memiliki kemampuan menata air dan

lainnya.

d. Neraca air untuk rancangan drainase: - Memiliki data kedalaman gambut,

- Masalah disemanisasi. memiliki data mineral layer dan

b. Gambaran umum kawasan gambut: memiliki data water table. - Kawasan hidrologis gambut berada di

- Hujan, air masuk dari hulu, ada antara 2 sungai. Selama ini kita belum

groundwater, ada evaporasi dan ada mendapatkan peta kawasan hidrologis

terpolasi dan kemudian ada air keluar gambut.

baik dari sungai maupun rembesan ke - Kedalaman perlu diketahui dengan

dalam tanah (disebut debit drainase). cara transect. Harus ada metodologi

Semua terjadi secara alamiah, tidak mengetahui kedalaman gambut

bisa dikendalikan oleh manusia. dengan cara mengetahui dari kondisi

- Kurva retensi air gambut bisa dipakai morfologi.

untuk indeks kekeringan lahan yang - Setiap kawasan hidrologis gambut

berkaitan dengan kekuatan menahan memiliki karakteristik yang berbeda.

api yang bisa dipakai untuk mencegah kebakaran.

6. Analisis neraca air per zona lahan - Tatakan sawit disesuaikan dengan

e. Aplikasi dan diseminasi

dan seluruh kawasan. kontur seperti yang terjadi di

7. Perancangan jaringan drainase Semenanjung Kampar, Teluk Meranti.

antar dua zona lahan. - Transect dilakukan dengan cara

8. Perancangan bangunan tabat air memotong kontur agar dapat memiliki

dilengkapi parit sisir. data tertinggi dan terendah.

9. Pembuatan pos jaga + pos ukur di - Perhitungan emisi gambut tergantung

setiap zona lahan.

kondisi cuaca dan kondisi kelembaban

10. Pemantauan iklim di KHG (minimal (disebut emisi sesaat).

1 hari sekali).

- Subsidence rata-rata 1.9 cm - 3.8cm/

11. Pemantauan level air dan tahun

kelembaban gambut secara - Hujan dan muka air tanah dan air

intensif.

gambut sangat berhubungan satu - Perusahaan melaksanakan sendiri

sama lain.

dikawal pemerintah.

- Kita harus mengintegrasikan semua - Masyarakat dibantu perusahaan dalam data dengan menggunakan persamaan

KHG dan pemerintah.

tertentu. - Pengelolaan terpadu berbasis KHG.

- Perlu dilakukan pelatihan kepada masyarakat atau tenaga karyawan yang bekerja di lahan gambut serta manajemennya untuk menjaga ekosistem gambut.

- Saluran perimeter berfungsi sebagai indikator terdapatnya air di lahan gambut.

f. Rekomendasi - Perbaikan tata kelola air dengan cara:

1. Delineasi kawasan hidrologis gambut.

2. Pembuatan peta topograi elevasi gambut (interval 50cm).

3. Pembuatan peta kontur ketebalan gambut (interval 50cm).

4. Zona lahan beda elevasi (interval 1m).

5. Pembagian blok lahan searah garis kontur.

Dony Rachmanadi: BPK Puslitbang

- 50% lahan gambut berada di bawah

Banjarbaru

permukaan. - Usaha perbaikan adalah dengan cara

implementasi dengan mengumpulkan database yang betul-betul menggambarkan kondisi lahan gambut dan veriikasi.

- Perubahan isik, kimia dan biologi tanah: nilai Mg > Ca, sehingga pertumbuhan tanaman stagnan.

- Perubahan nilai hidrolik konduktivitas:

5.76 - Kalimantan Tengah memiliki data yang

paling lengkap di dunia mengenai lahan gambut, tetapi tidak diketahui siapa yang menyimpan datanya dan bagaimana mengaksesnya.

- Perubahan ekosistem gambut akan - Evaluasi tinggi muka air tanah masih menyebabkan perubahan kondisi air di

dilakukan di desa Tumbang Nusa, Kab. ekosistem gambut.

Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. - Gambut adalah satu ekosistem yang - Tanaman tidak bisa tumbuh karena

rapuh dan dinamis. perubahan isik, kimia dan biologi pada

ekosistem gambut.

- Komponen hutan rawa gambut adalah gambut, vegetasi, dan hidrologi yang - Gambut yang tidak memiliki vegetasi akan merupakan satu kesatuan terpadu.

menyebabkan tinggi muka air tanah akan menurun.

- Fungsi gambut sebagai penyimpan dan pengatur tata air.

- Dampak perubahan hidrologi lahan gambut:

1. Kekeringan dan kebakaran.

2. Pembatas revegetasi.

3. Kualitas air.

4. Gambut menjadi sumber bahan bakar.

5. Lahan gambut menjadi sumber emisi.

6. Percepatan subsiden.

7. Ancaman biodiversitas.

8. Livelihood dan kesehatan.

- Rewetting (pompa) hanya bisa dilakukan dalam jangka pendek dalam hal pemadaman kebakaran.

- Pemompaan akan bisa meningkatkan tinggi muka air tanah.

- Pemilihan jenis yang tepat kondisi:

1. Kondisi tergenang (survival tinggi, tumbuh cepat: Combretocarpus rotundus, survival tinggi, tumbuh lambat: Campnosperma coriceum (terentang).

2. Kondisi tidak tergenang (survival tinggi, tumbuh cepat: cratoxylon galucum.

- Restorasi adalah “cost” (investasi) yang harus kita keluarkan dan kita lakukan dengan keyakinan.

Aspek Pendekatan Pengembangan Tata Air (Sistem Drainase) dalam Kawasan Ekosistem Gambut untuk Solusi Kebakaran Lahan Gambut serta Pemanfaatannya

Aspek Pendekatan Pengembangan Tata Air (Sistem Drainase) dalam Kawasan Ekosistem Gambut untuk Solusi Kebakaran Lahan Gambut serta Pemanfaatannya

1. Rawa di luar kawasan hutan (penetapan

Andi Sudirman: Direktorat Irigasi dan

oleh Menteri).

Rawa, Kemen PUPR

2. Rawa bergambut di luar kawasan hutan (penetapan oleh Menteri rekomendasi Menteri LHK).

3. Rawa dalam kawasan hutan (penetapan oleh Menteri rekomendasi Menteri LHK).

4. Rawa bergambut dalam kawasan hutan (penetapan oleh Menteri rekomendasi Menteri LHK).

- Hasil penetapan dicantumkan dalam rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota yang bersangkutan.

- Permen PU No. 29 / 2015 mengenai rawa - Jangka waktu penetapan paling lama

3 tahun setelah PERMEN No. 29/ secara substansi isinya sama dengan PP PRT/M/2015 tentang rawa ditetapkan. No. 73 / 2012. - 3 kegiatan utama dalam pengelolaan rawa: - Rawa adalah wadah air beserta air dan

1. Konservasi rawa.

daya air yang terkandung di dalamnya, tergenang secara terus menerus atau

2. Pengembangan rawa.

musiman, terbentuk secara alami di

3. Rencana pengelolaan rawa pasang lahan yang relatif datar atau cekung

surut, yang disusun berdasarkan dengan endapan mineral atau gambut,

kesatuan hidrologi rawa pasang surut.

dan ditumbuhi vegetasi, yang merupakan - 3 kegiatan utama dalam pengelolaan rawa: suatu ekosistem.

1. Konservasi rawa.

- Rawa pasang surut adalah rawa yang

2. Pengembangan rawa.

terletak di tepi pantai, dekat pantai, muara

3. Pengendalian daya rusak air pada rawa. sungai, atau dekat muara sungai yang

tergenang air akibat pengaruh pasang - Konservasi rawa dilakukan dengan cara: surut air laut.

1. Perlindungan dan pelestarian rawa. - Kesatuan hidrologi dibatasi oleh sungai

2. Pengawetan air pada rawa. yang dipengaruhi oleh pasang surut harian.

3. Pencegahan pencemaran air pada rawa. - Rawa Lebak adalah rawa yang terletak - Pengembangan rawa hanya dapat jauh dari pantai dan berada pada

dilakukan pada rawa dengan ekosistem kawasan tanah rendah yang tergenang air

fungsi budidaya.

akibat luapan air sungai dan hujan yang

1. Amdal.

tergenang secara periodik atau menerus.

2. Izin lingkungan sesuai dengan - Penetapan rawa untuk mengetahui

ketentuan peraturan perundang- apakah rawa berfungsi sebagai fungsi

undangan.

lindung atau fungsi budidaya:

- Pengendalian daya rusak air pada rawa - Pengelolaan rawa sangat terkait dengan yang masih alami adalah dengan cara

isu lingkungan hidup dan kehutanan pengawasan dan pemantauan rawa.

mengingat pada sebagian rawa terdapat - Prinsip pengembangan dan pengelolaan

gambut dan / atau berada pada kawasan rawa adalah dengan tata kelola air.

hutan.

- Pada pengelolaan rawa, wajib - Fungsi rawa adalah sebagai drainase air, memperhatikan pengaturan muka air dan

retensi air dan navigasi air.

sirkulasi air. - Arahan kebijakan ke depan adalah - Tahap pengembangan daerah rawa di

akan dilakukan penetapan rawa oleh Indonesia:

Menteri PUPR dengan memperhatikan rekomendasi Menteri LHK pada rawa

1. Tahap pengembangan I (membangun bergambut dan rawa yang berada di

drainase terbuka, produktivitas lahan

kawasan hutan.

tidak terlalu tinggi, 1.5 – 2.5 ton/Ha).

2. Tahap pengembangan II (jaringan - Dalam waktu dekat akan dilakukan dranase dilengkapi dengan bangunan-

penyusunan peta rawa sebagai bangunan pengatur air sederhana,

perwujudan UU no. 4 /2011.

meningkatkan mutu lahan guna - Untuk rawa yang telah dikembangkan mewujudkan produksi pertanian yang

namun sebenarnya berada di kawasan lebih baik untuk menunjang kehidupan

konservasi, pengelolaannya dilaksanakan petani secara layak 2.5 – 3.5 ton/Ha).

melalui pendekatan pengelolaan adaptif. Sebagai contoh, lahan pertanian

3. Tahap pengembangan III (pengelolaan yang sudah dikembangkan pada areal

air terkendali penuh, umumnya gambut yang seharusnya dikonservasi,

mengacu kepada system polder, pengelolaan adaptifnya adalah pengaturan

produktivitas lahan yang tinggi). muka air tanah tidak lebih dalam dari 20 - Pada pengelolaan rawa, wajib

– 30 cm; atau jika usaha pertanian pada memperhatikan pengaturan muka air dan

lahan tersebut terlantar maka akan sirkulasi air.

dikembalikan menjadi area/kawasan - Kesatuan Hidrologi adalah suatu kawasan

konservasi.

dengan batas hidrologi yang jelas, seperti - Upaya pengaturan muka air dan sirkulasi pantai, sungai utama, batas dataran tinggi

air dengan pembuatan pintu dan jalan dengan kondisi hidrologi independen dari