TUGAS HUKUM PENGURUSAN HAK ATAS TANAH

TUGAS HUKUM PENGURUSAN HAK ATAS TANAH

STATUS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH PADA SATUAN RUMAH SUSUN

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Maksud dan Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Penjelasan proses Pengalihan, Pembebanan, Pendaftaran HMSRS
2.2. Beda Hak milik dengan Hak milik atas satuan rumah susun
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah
Susun merumuskan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat
yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian bagian
yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun
vertikal dan merupakan satuan satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan
digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi
dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.Disamping
Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 pemerintah telah menerbitkan Peraturan
Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. Dalam penjelasan umum
dari Peraturan Pemerintah ini disebutkan bahwa untuk pelaksanaan dari
Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang rumah susun, yang memberikan
aturan penerapan dalam rangka memecahkan semua permasalahan hukum
yang mengandung ìSistem pemilikan perseorangan dan hak bersama
(condominium), baik terhadap rumah susun sebagai tempat hunian dan bukan
hunian, baik yang telah dibangun atau diubah peruntukannya maupun sebagai
landasan bagi pembangunan baru.
kemudian Pasal 46 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang
Rumah Susun (“UU Rumah Susun”) berbunyi:

“Hak kepemilikan atas satuan rumah susun merupakan hak milik atas satuan
rumah susun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama
atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.”
1. Tanah bersama adalah sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan
yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya
berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin
mendirikan bangunan. (lihat Pasal 1 angka 4 UU Rumah Susun).
2. Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak
terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuansatuan rumah susun. (lihat Pasal 1 angka 5 UU Rumah Susun). Yang
dimaksud dengan “bagian bersama”, antara lain, adalah fondasi, kolom, balok,
dinding, lantai, atap, talang air, tangga, lift, selasar, saluran, pipa, jaringan
listrik, gas, dan telekomunikasi (Penjelasan Pasal 25 ayat [1] UU Rumah
Susun).
3. Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah
susun melainkan bagian yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk
pemakaian bersama. (lihat Pasal 1 angka 6 UU Rumah Susun). Yang
dimaksud dengan “benda bersama”, antara lain, adalah ruang pertemuan,

tanaman, bangunan pertamanan, bangunan sarana sosial, tempat ibadah,
tempat bermain, dan tempat parkir yang terpisah atau menyatu dengan struktur

bangunan rumah susun (Penjelasan Pasal 25 ayat [1] UU Rumah Susun).
hak milik dalam UUPA adalah hak terkuat dan terpenuh yang dimiliki
orang atas tanah. Sedangkan, yang dimaksud dengan hak milik dalam UU
Rumah Susun adalah Hak Milik Atas Rumah Susun (HMRS), yakni
kepemilikan yang terpisah dari tanah bersama, bagian bersama, dan benda
bersama. Dengan demikian, kepemilikan yang dimaksud adalah kepemilikan
perseorangan yang didapat dari membeli satuan unit rumah susun (sarusun).

1.2. Maksud dan Tujuan
1. Mengetahui gimana proses pengalihan,pembebanan serta pendaftaran hak
milik satuan rumah susun
2. Dapat Membedakan hak milik dengan hak milik atas satuan rumah susun

BAB II
PEMBAHASAN

Pengalihan

Menurut penjelasan Pasal 54 ayat (3) Undang-undang Nomor 20 tahun 2011 tentang
Rumah Susun (“UU No.20/2011”), yang dimaksud dengan “pengalihan” adalah

pengalihan pemilikan yang dibuktikan dengan akta yang dibuat:
1.

Oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) untuk Sertifikat Hak Milik
(“SHM”) satuan rumah susun (“sarusun”); dan

2.

Oleh notaris untuk Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (“SKBG”)
sarusun.

Dalam hal pengalihan hak atas sarusun melalui jual beli, diatur dalam Pasal 44 ayat
(1) UU No.20/2011. Proses jual beli, yang dilakukan sesudah pembangunan rumah
susun selesai, harus dilakukan melalui akta jual beli (“AJB”). AJB dibuat di hadapan
PPAT untuk SHM sarusun dan notaris untuk SKBG sarusun sebagai bukti peralihan
hak.
Pengalihan sarusun umum, yaitu sarusun yang diperuntukan untuk Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (“MBR”) sehingga mendapat dukungan/subsidi dari
pemerintah, secara khusus diatur dalam Pasal 54 ayat (2) UU No.20/2011. Pengalihan
atas sarusun umum, hanya dapat dilakukan dengan:

a. Pewarisan
b. Perikatan kepemilikan rumah susun setelah jangka waktu 20 (dua puluh) tahun;
atau
c. Pindah tempat tinggal yang dibuktikan dengan surat keterangan pindah dari yang
berwenang.
Untuk pengalihan sarusun umum dengan cara seperti dalam poin (b) dan (c) di atas,
hanya dapat dilakukan melalui badan pelaksana, yaitu suatu badan yang dibentuk oleh
Pemerintah yang mempunyai fungsi untuk melakukan pelaksanaan pembangunan,
pengalihan kepemilikan, dan distribusi rumah susun umum dan rumah susun khusus
secara terkoordinasi dan terintegrasi.
Menurut Pasal 103 UU No.20/2011, setiap orang dilarang menyewakan atau
mengalihkan kepemilikan sarusun umum kepada pihak lain, kecuali dengan cara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) yang telah dijelaskan diatas.
Ketentuan pidananya diatur dalam Pasal 115 UU No.20/2011, yang menyatakan
bahwa setiap orang yang menyewakan atau mengalihkan kepemilikan sarusun umum

kepada pihak lain, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp150.000.000,00
(seratus lima puluh juta Rupiah).
Pembebanan
UU No.20/2011 mengatur mengenai pembebanan hak atas sarusun sebagai berikut:

1.

SHM sarusun dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan (Pasal 47 ayat 5 UU
No.20/2011);

2.

SKBG sarusun dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan (Pasal 48 ayat 4 UU
No.20/2011). SKBG sarusun yang dijadikan jaminan utang secara fidusia harus
didaftarkan ke kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum (Pasal 48 ayat 5 UU No.20/2011).

Pendaftaran
Sebagai tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas tanah hak milik, hak guna
bangunan, atau hak pakai di atas tanah negara, hak guna bangunan atau hak pakai di
atas tanah hak pengelolaan diterbitkan SHM sarusun. (Pasal 47 ayat 1 UU
No.20/2011). Untuk bisa memiliki SHM sarusun, harus dipenuhi syarat sebagai
pemegang hak atas tanah (Pasal 47 ayat 2 UU No.20/2011). SHM sarusun diterbitkan

oleh kantor pertanahan kabupaten/kota (Pasal 47 ayat 4 UU No.20/2011).
Pelaku pembangunan (developer) wajib memisahkan rumah susun atas sarusun,
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama dalam bentuk gambar dan uraian.
Dan selanjutnya gambar dan uraian tersebut dituangkan dalam bentuk akta pemisahan
yang disahkan oleh bupati/walikota, khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, akta
pemisahan disahkan oleh Gubernur. Untuk mendapatkan SHM sarusun, perlu dibuat
akta pemisahan, lalu dibuat Buku Tanah, dan setelah itu dilakukan penerbitan SHM
Sarusun tersebut. SHM sarusun terjadi sejak didaftarkannya akta pemisahan dengan
dibuatnya Buku Tanah untuk setiap satuan rumah susun yang bersangkutan (Pasal 39
Ayat 5 PP No. 4 Tahun 1988). Jadi Pendaftaran Hak atas Satuan Rumah Susun
bertujuan untuk memiliki SHM Sarusun.
SHM Sarusun di buat dengan cara:
1.

Membuat salinan dari Buku Tanah yang bersangkutan;

2.

Membuat salinan surat ukur atas tanah bersama;


3.

Membuat gambar denah satuan rumah susun yang bersangkutan. (Pasal 7 ayat
2 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1989).

2.2. Beda Hak milik dengan Hak milik satuan rumah susun

Pengertian Hak milik dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) diatur dalam Pasal 20 ayat
(1) yang berbunyi:
“Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah …”
Penjelasan Pasal 20 UUPA mengatakan bahwa hak milik adalah hak yang "terkuat
dan terpenuh" yang dapat dipunyai orang atas tanah. Kata-kata "terkuat dan terpenuh"
itu bermaksud untuk membedakannya dengan hak guna-usaha, hak guna-bangunan,
hak pakai dan lain-lainnya, yaitu untuk menunjukkan, bahwa di antara hak-hak atas
tanah yang dapat dipunyai orang hak miliklah yang "ter" (artinya: paling)-kuat dan
terpenuh.
Menurut Prof. Boedi Harsono dalam bukunya yang berjudul Hukum Agraria
Indonesia menjelaskan bahwa hak milik adalah hak yang turun-temurun, terkuat dan

terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dan memberikan kewenangan untuk
menggunakannya bagi segala macam keperluan selama waktu yang tidak terbatas,
sepanjang tidak ada larangan khusus untuk itu.
Sedangkan Mengenai kepemilikan atas satuan rumah susun, bentuk
kepemilikan yang dikenal adalah Sertifikat Hak Milik atas Rumah
Susun (“SHMRS”). SHMRS adalah bentuk kepemilikan yang diberikan terhadap
pemegang hak atas Rumah Susun. Bentuk Hak milik atas rumah susun ini harus
dibedakan dengan jenis hak milik terhadap rumah dan tanah pada umumnya.
Pasal 46 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
(“UU Rumah Susun”)berbunyi:
“Hak kepemilikan atas satuan rumah susun merupakan hak milik atas satuan
rumah susun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama
atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.”
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hak milik dalam UUPA adalah hak
terkuat dan terpenuh yang dimiliki orang atas tanah. Sedangkan, yang dimaksud
dengan hak milik dalam UU Rumah Susun adalah Hak Milik Atas Rumah Susun
(HMRS), yakni kepemilikan yang terpisah dari tanah bersama, bagian bersama, dan
benda bersama. Dengan demikian, kepemilikan yang dimaksud adalah kepemilikan
perseorangan yang didapat dari membeli satuan unit rumah susun.


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

3.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
1. https://www.hukumproperti.com/rumah-susun/pengalihan-pembebanan-dan-

pendaftaran-hak-atas-satuan-rumah-susun/
2. Boedi Harsono. 1997. Hukum Agraria Indonesia. Djambatan: Jakarta.
3.

Erwin Kallo dkk. 2009. Panduan Hukum untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun
(Kondominium, Apartemen, dan Rusunami). Minerva Athena Pressindo: Jakarta.