I. PENDAHULUAN - Kandungan Klorofil Beberapa Jenis Tumbuhan Obat di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda Bandung Jawa Barat

ISBN: 978-602-72412-0-6

  

Kandungan Klorofil Beberapa Jenis Tumbuhan Obat di Taman Hutan

Raya Ir. H. Djuanda Bandung Jawa Barat

Asep Zainal Mutaqin, Mohamad Nurzaman, Viona Wulandita

  Program Studi Biologi FMIPA Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor 45363 Kabupaten Sumedang Email

  Abstrak

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui kandungan klorofil pada beberapa

jenis tumbuhan obat di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda Bandung Jawa Barat.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kuantitatif dengan pendekatan

deskripitif. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan survey. Analisis kadar

klorofil menggunakan metode spektrofotometri. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa ada perbedaan kadar klorofil pada 15 jenis tanaman obat yang ditemukan,

yaitu Ageratum conyzoides (Babadotan) 37,11 mg/L, Pometia pinnata (Matoa) 45,50

mg/L, Arcangelisia flava (Kalpanak) 9,21 mg/L, Chrysophyllum cainito (Sawo duren)

13,50 mg/L, Coleus scutellariioides (Jawer kotok) 9,78 mg/L, Costus speciosus

(Pacing) 36,91 mg/L, Diospyros blancoi (Bisbul) 8,31 mg/L, Elaeocarpus ganitrus

(Ganitri) 22,81 mg/L, Euphorbia hirta (Nanangkaan) 25,12 mg/L, Ficus benjamina

(Beringin) 19,48 mg/L, Garcinia dulcis (Mundu) 22,26 mg/L, Hopea odorata

(Cengal Pasir) 31,17 mg/L, Pachystacys lutea (Bunga lilin) 19,03 mg/L, Plantago

mayor (Ki Urat) 14,17 mg/L, dan Trema orientalis (Kuray) 34,39 mg/L. Kadar

klorofil tertinggi terdapat pada Pometia pinnata (Matoa) dan kadar klorofil terendah

pada Diospyros blancoi (Bisbul).

  Kata kunci: Klorofil, Tanaman Obat, Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda I.

   PENDAHULUAN

  Tumbuhan sangat penting bagi kehidupan manusia. Tumbuhan adalah produsen primer energi, sedangkan manusia sebagai konsumen energi. Berbagai jenis tumbuhan dimanfaatkan manusia untuk berbagai keperluan hidupnya seperti untuk dijadikan sumber pangan, sandang, papan, atau obat (Mangkoedihardjo dan Samudro, 2010).

  Tumbuhan obat adalah tumbuhan yang digunakan dalam penyembuhan atau pencegahan penyakit. Manusia sudah lama memanfaatkan tumbuhan sebagai obat. Indonesia dengan luas hutan 120,35 juta hektar ditumbuhi oleh sekitar 80 % dari total spesies tumbuhan yang berkahsiat obat (Heryanto, 2006 dalam Kinho dkk, 2011).

  Semua tumbuhan berhijau daun dapat melakukan fotosintesis karena memiliki klorofil. Fotosintesis adalah proses pengubahan energi cahaya menjadi energi kimiawi yang disimpan dalam glukosa atau senyawa organik. Klorofil dalam proses fotosintesis berfungsi untuk menyerap energi cahaya untuk menggerakan sintesis molekul makanan dalam kloroplas yang ada di daun (Campbell et. al, 1999).

  

Kandungan Klorofil Beberapa Jenis Tumbuhan Obat

  Setiap jenis tumbuhan mempunyai kandungan klorofil yang berbeda-beda. Semakin usianya bertambah suatu jenis tumbuhan, maka kandungan klorofilnya semakin tinggi pula. Perbedaan kandungan klorofil pada tumbuhan juga disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi morfologi dan anatomi daun. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kandungan klorofil tumbuhan adalah intensitas cahaya, pH tanah, kandungan hara, suhu, dan cuaca (Suwarto, 2013). Selanjutnya, Nobel (2005) menyatakan bahwa perbedaan kadar klorofil pada tumbuhan disebabkan oleh kadar pigmen lain yang ada pada daun, lingkungan, dan faktor adaptasi. Tumbuhan yang hidup di daerah dengan lingkungan yang berbeda, memiliki kadar klorofil yang berbeda pula. Sebagai contoh, tumbuhan yang hidup di daerah dengan tingkat pencemaran udara yang tinggi, memiliki kandungan klorofil yang rendah. Hal ini karena polutan udara menyebabkan klorosis, nekrosis, atau perubahan morfologi lainnya. Polutan udara juga mempengaruhi anatomi daun seperti kadar klorofil dan fisiologi seperti perubahan metabolisme (Karliansyah, 1997).

  Klorofil berkhasiat dalam penyembuhan luka, membantu perbaikan jaringan tubuh, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, serta kandungan magnesium dalam klorofil dapat membantu mengangkut oksigen ke semua sel atau jaringan tubuh. Klorofil juga mengandung antioksidan dan antiinflamasi. Klorofil banyak dikembangkan untuk suplemen makanan yang dikemas dalam bentuk ekstrak, cairan, atau tablet. Salah satu contohnya adalah produk minuman kesehatan yang diekstrak dari daun Alfalfa (Medicago sativa), di mana tumbuhan ini memiliki kandungan klorofilnya yang sangat tinggi. Satu sendok klorofil Alfalfa yang dikonsumsi setara dengan satu kilogram sayuran segar (Yudiati, 2010).

  Berdasarkan beberapa hal di atas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kadar klorofil dari berbagai jenis tumbuhan obat yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Penelitian dilakukan di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda Bandung Jawa Barat dengan dasar masih banyaknya tumbuhan obat yang ada di kawasan pelestarian ini.

II. METODE

  Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode survey. Kadar klorofil dihitung dengan spektrofotometer. Selain itu dilakukan juga penghitungan luas daun dengan metode gravimetri, tebal daun dengan mikrometer sekrup, dan penentuan tipe stomata melalui studi literatur. Adapun terkait dengan alat, bahan, dan cara kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.

  Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, alumunium foil, botol fial, cuvet spektrofotometer, gelas ukur, kertas label, kertas milimeter blok, kertas saring, lux

  meter, mikrometer sekrup, mortar, soil tester, spektrofotometer, dan termometer air raksa.

  Bahan-bahan yang digunakan adalah akuades untuk membersihkan daun dari kotoran, alkohol 96% sebagai pelarut, dan daun tumbuhan obat yang ingin diketahui kadar klorofilnya.

  2. Cara kerja: (i) Pengitungan kadar klorofil: Sampel daun masing-masing tumbuhan obat dipotong kecil-kecil dengan gunting, lalu digerus dengan mortar hingga halus. Setelah itu, daun ditimbang sebanyak 0,1 gram dan dicampur dengan alkohol 96% sebanyak 10 ml. Ekstrak larutan yang ada disaring dengan kertas saring, dimasukkan ke dalam botol fial, lalu dibungkus dengan alumunium foil dan diberi label. Perhitungan kadar klorofil

ISBN: 978-602-72412-0-6

  dilakukan di laboratorium menggunakan alat spektrofotometer. Sebelum dilakukan pengukuran, alat harus dikalibrasi terlebih dahulu. Larutan yang digunakan sebagai pelarut untuk kalibrasi adalah alkohol 96% (kuvet blanko diisi dengan alkohol 96%). Ekstrak daun yang ada di botol fial diambil sebanyak 2 ml, lalu dimasukkan ke dalam cuvet. Kemudian cuvet dimasukkan ke alat spektrofotometer yang dipasang pada panjang gelombang 665 nm dan 649 nm secara bergantian. Hasil yang tertera pada multimeter merupakan nilai absorbansi (Optical Density). Perhitungan kadar klorofil dapat menggunakan rumus yang diadopsi dari Winstermans & Mots (1995 dalam Parman, 2008) sebagai berikut ini: Klorofil total ( mg/l) = (20,0 X OD649) + (6,1 X OD665). (ii) Penghitungan luas daun: Daun dibersihkan dari berbagai kotoran. Selanjutnya ketebalan daun diukur dan dilanjutkan dengan pembuatan replika daun di atas kertas milimeter blok. Luas daun diukur dengan menggunakan metode gravimetri, dimana replika daun digunting dan ditimbang beratnya, lalu dibandingkan dengan berat kertas standar. Luas daun dihitung berdasarkan persamaan (Sitompul dan Guritno, 1995):

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran kadar klorofil pada berbagai tanaman obat di Taman Hutan Raya Ir.

2. Arcangelisia flava (L.) Merr.

  6. Diospyros blancoi A. DC (Bisbul) 8,31 5,56 0,19 Anomocytic (Basahona, 2010)

  12. Pachystacys lutea (Bunga lilin) 19,03 2,44 0,11 Diacytic (Perveen, 2007)

  (Cengal Pasir) 31,17 4,00 0,12 Paracytic (Srinual, 2008)

  10 Garcinia dulcis (Mundu) 22,26 5,72 0,22 Anomocytic (Utami, 2009)

  9. Ficus benjamina (Beringin) 19,48 2,59 0,20 Aktinocytic (Alfin, 2010)

  8. Euphorbia hirta (Nanangkaan) 25,12 0,64 0,12 Anomocytic (Perveen, 2007)

  7. Elaeocarpus ganitrus (Ganitri) 22,81 4,30 0,18 Anomocytic (Bharti, 2014)

  5. Costus speciosus (Koen.) J.E.Smith (Pacing) 36,91 10,29 0,18 Paracytic (Watson, 1992)

  LD = x LK dimana, LD= luas daun; Wr= berat kertas replika daun; Wt= berat kertas standar; LK= luas kertas standar

  ( Watson, 1992)

  4. Coleus scutellariioides (Jawer kotok) 9,78 6,12 0,21 Diacytic

  (Sawo duren) 13,50 9,26 0,18 Anomocytic ( Amron, 2007)

  (Kalpanak) 9,21 1,78 0,09 Anomocytic (Perveen, 2007) 3. Chrysophyllum cainito L.

  1. Ageratum conyzoides (Babadotan) 37,11 3,45 0,06 Diacytic (Adedeji, 2008)

  ( ) Ketebalan Daun (cm) Tipe Stomata

  Kadar Klorofil Total (mg/L) Luas Daun

  Tabel 1. Kadar Klorofil, Luas Daun, Ketebalan Daun, dan Tipe Stomata Tanaman Obat di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda No Jenis Tumbuhan

  H. Djuanda dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:

11. Hopea odorata Roxb.

  

Kandungan Klorofil Beberapa Jenis Tumbuhan Obat

  13. Plantago mayor 14,17 5,83 0,15 Anomocytic (Ki Urat) ( Watson, 1992)

  14. Pometia pinnata 45,50 7,83 0,02 Anomocytic (Leungsir/ Matoa) (Watson, 1992)

  15. Trema orientalis 34,39 12,22 0,16 Anomocytic (Kuray) (Watson, 1992) Tabel 2 Parameter Lingkungan Lokasi Sampling di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda

  Lokasi Sampling Intensitas Cahaya (Lux) Suhu (ºC) pH Tanah

Titik I 6755,6 25,3 5,6

Titik II 27371,1 26,7 5,6

Titik III 561,9 25,0 6,0

  

Titik IV 428,6 25,7 5,8

Titik V 2203,3 27,0 5,5

  Pada Tabel 1 terlihat bahwa kadar klorofil yang terkandung dalam daun tanaman obat yang diteliti adalah tidak sama. Hasil perhitungan kadar klorofil total tertinggi terdapat pada

  

Pometia pinnata (Matoa), yaitu sebesar 45,50 mgl/L, sedangkan kadar klorofil total terendah

terdapat pada Diospyros blancoi (Bisbul), yaitu hanya sebesar 8,31 mg/L.

  Pada umumnya perbedaan kadar klorofil disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain pewarnaan, cahaya, air, karbohidrat, dan temperatur (Dwidjosoeputro, 1991). Sementara itu Hendriyani (2009) menyatakan bahwa jumlah klorofil yang berbeda untuk tiap spesies dipengaruhi oleh faktor genetik. Selain itu perbedaan kadar klorofil pada setiap jenis tumbuhan juga dipengaruhi oleh umur daun tumbuhan tersebut. Semakin tua umur daun, maka semakin tinggi pula kadar klorofilnya. Beberapa spesies dengan umur yang sama memiliki kandungan kimia dan jumlah genom yang berbeda. Hal ini menyebabkan metabolisme yang terjadi berbeda juga, terkait dengan jumlah substrat atau enzim metabolismenya (Salisbury dan Ross, 1995; Biber, 2007 dalam Setiari dan Nurchayati, 2009).

  Proses fotosintesis yang terkait dengan klorofil tidak terlepas dari peranan cahaya. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menurunkan kadar klorofil (Salisbury dan Ross, 1995; Marjenah, 2001). Hal ini disebabkan adanya fotooksidasi klorofil yang berlangsung cepat, sehingga merusak klorofil (Treshow, 1970). Pradnyawan dkk (2005) menyebutkan bahwa kandungan klorofil daun Gynura procumbens (Lour) Merr. pada perlakuan dengan naungan 70% lebih besar dibandingkan pada perlakuan dengan naungan 40% dan 0%.

  Berdasarkan data parameter lingkungan di titik lokasi pengambilan sampel (Tabel 2), terlihat bahwa pada titik ke dua rata-rata intensitas cahaya sebesar 27371,1 lux, atau lebih tinggi dibandingkan intensitas cahaya pada titik pengambilan sampel lainnya. Dengan kata lain lokasi titik dua terpapar cahaya matahari secara langsung. Berdasarkan hasil penelitian dapat dimungkinkan bahwa salah satu faktor penyebab kadar klorofil pada tumbuhan Diospyros

  

blancoi (Bisbul) lebih rendah dibandingkan kadar klorofil sampel tumbuhan lainnya adalah

  karena intensitas cahaya yang terlalu tinggi di lokasi di mana Diospyros blancoi (Bisbul) tumbuh. Selain itu, tumbuhan Bisbul yang dijadikan sampel memiliki daun yang berwarna hijau, namun di pinggir daun tersebut terdapat warna merah kecoklatan dan bintik-bentik merah. Seharusnya Bisbul memiliki daun yang berwarna hijau tua mengkilap di bagian atas dan bagian bawahnya berbulu halus keperakan. Warna dan bintik merah tersebut bisa diduga karena penyakit tumbuhan yang mempengaruhi kadar klorofil. Selain itu, kadar klorofil yang

ISBN: 978-602-72412-0-6

  rendah disebabkan pula oleh suhu yang terlalu tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Handayani dkk (2013) yang menyebutkan bahwa kadar klorofil tanaman kentang pada suhu 27 ºC lebih kecil dibanding pada suhu 20 ºC.

  Suhu yang paling baik untuk pembentukan klorofil adalah antara 26 - 30

  C. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan desintegrasi klorofil (Lambers, 2008). Berdasarkan hasil pengukuran data fisik, rata-rata suhu lingkungan pada lokasi pengambilan sampel berkisar diantara 25

  C. Dengan kata lain suhu tersebut sangat menunjang proses pembentukan

  • – 27 klorofil. Kunarso dkk (2011) menyatakan bahwa suhu berpengaruh terhadap jumlah klorofil. Kandungan klorofil lebih tinggi pada suhu kisaran 24,31-27,47 C dibandingkan pada kisaran 26,59-29,62 C.

  Luas daun berpengaruh terhadap kandungan klorofil, yang berkorelasi positif dengan laju fotosintesis (Giannokoula, 2012). Namun Suhadiyah dkk (2014) menyatakan bahwa tidak ada korelasi positif antara kadar klorofil, luas daun, dan jumlah stomata. Demikian juga hubungan antara kadar klorofil dengan tebal daun belum diketahui secara pasti atau langsung. Hasil penelitian (Tabel 1) menunjukan bahwa Pometia pinnata (Matoa) yang memiliki kandungan klorofil tertinggi (45,50 mg/L) mempunyai luas daun yang lebih kecil (7,83 ) dibanding dengan Tremalis orientalis (Kuray) yang memiliki luas daun 12,22 dengan kandungan klorofil (34,39 mg/L). Begitu juga dengan Diospyros blancoi (Bisbul) yang memiliki kandungan klorofil terendah (8,31mg/L) ternyata mempunyai luas daun (5,56 ) yang lebih besar dibanding dengan Ageratum conyzoides (Babadotan) yang miliki luas daun (3,45 ) dengan kandungan klorofil (37,11 mg/L).

  Stomata terdapat hampir pada semua bagian permukaan tumbuhan. Stomata terdiri dari lubang (porus) yang dikelilingi oleh dua sel penutup. Pada daun, stomata terdapat pada permukaan atas maupun bawah. Fungsi utama stomata adalah sebagai tempat pertukaran gas seperti CO2, yang diperlukan tumbuhan untuk melangsungkan proses fotosintesis. Selain sebagai pertukaran gas CO2, stomata juga secara langsung dapat berinteraksi dengan jaringan mesofil dimana terdapatnya klorofil (Gostin, 2009). Kondisi stomata dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya intensitas cahaya. Haryanti (2010) menyimpulkan bahwa jumlah, panjang, dan lebar stomata dipengaruhi oleh naungan. Secara tidak langsung, kondisi stomata mempunyai hubungan dengan kandungan klorofil daun terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti intensitas cahaya atau suhu. Namun secara spesifik, hubungan antara tipe stomata dengan kandungan klorofil belum diketahui secara pasti. Hasil identifikasi tipe stomata daun tumbuhan obat yang diteliti dengan menggunakan metode studi literatur adalah Diacytic (pada Babadotan, Jawer Kotok, dan Bunga Lilin), Anomocytic (pada Kalpanak, Sawo Duren, Bisbul, Ganitri, Nanangkaan, Mundu, Ki Urat, Matoa, dan Kuray), Paracytic (pada Cengal Pasir dan Pacing), serta Aktinocytic (pada Beringin).

  Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan klorofil diantaranya cahaya, suhu, oksigen, air, karbohidrat, nitrogen (N), fospor (P), kalium (K), magnesium (Mg), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), dan seng (Zn) (Dwidjosoeputro, 1991). Unsur hara didapatkan oleh tumbuhan dari dalam tanah. Ketersediaan unsur hara tergantung kondisi pH atau derajat keasaman tanah. Ada unsur hara yang melimpah pada kisaran pH netral seperti unsur P, namun ada juga yang cenderung banyak pada pH yang agak asam seperti unsur Fe atau pH yang agak basa seperti unsur K. Derajat keasaman tanah juga merupakan faktor penting

  

Kandungan Klorofil Beberapa Jenis Tumbuhan Obat

  pendukung pertumbuhan. Akar tumbuhan akan mudah menyerap unsur hara atau pupuk yang diberikan jika pH dalam tanah cenderung netral. Tumbuhan akan tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki pH antara 5,8-6,5 (Munawar, 2011). Jika pH tanah semakin tinggi maka unsur hara akan semakin sulit diserap tumbuhan. Sebaliknya, jika larutan tanah terlalu asam, tumbuhan tidak dapat memanfaatkan N, P, K dan zat hara lain yang dibutuhkan (Harjadi, 1984). Namun hasil penelitian Proklamasiningsih dkk (2012) menunjukan bahwa kedelai pada media tanam dengan pH 4 memiliki kandungan klorofil lebih besar dibanding pada media tanam dengan pH 5 dan 6. Derajat keasaman atau pH tanah pada lokasi pengambilan sampel berkisar diantara 5,5 sampai 6 atau tergolong tidak terlalu rendah dan tidak tinggi. Jadi dengan kondisi pH tanah yang demikian, tumbuhan dapat menyerap unsur hara dengan baik, dan secara tidak langsung dapat mendukung pembentukan klorofil. Hal ini sejalan dengan penelitian Marjenah dan Panduwinata (2008), di mana pemupukan berpengaruh terhadap kandungan klorofil. Suharja (2009) lebih spesifik menyimpulkan bahwa perlakukan berbagai pemupukan berpengaruh terhadap kandungan klorofil tanaman cabe sakti.

  IV. KESIMPULAN

  Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu terdapat perbedaan kadar klorofil pada 15 jenis tumbuhan obat yang diteliti. Kadar klorofil tertinggi terdapat pada daun Pometia pinnata (Matoa), yaitu sebesar 45,50 mg/L dan yang terendah terdapat pada Diospyros blancoi (Bisbul), yaitu hanya sebesar 8,31 mg/L.

  V. DAFTAR PUSTAKA

Adedeji. 2008. Importance of Leaf Epidermal Characters in the Asteraceae Family. Notulae

  Botanicae Horti Agrobotanici. 36 (2): 7-16 Alfin. 2010. Ekofisiologi. http://sweetchocolatos.blogspot.com/, diakses 9 Juni 2014

Amron. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Air dan Metanol Beberapa Varian Buah Kenitu.

  Berk. Penel. Hayati. 13: 45 –50

Basahona. 2010. Deskripsi Tumbuhan Berdasarkan Suku. blogspot.com

/2010/12/deskripsi-tumbuhan-berdasarkan-family.html, diakses 12 Juni 2014

Bharti. 2014. Elaeocarpus ganitrus Roxb. (Family: Elaeocarpaceae).

org/articles/pharmacognostic-investigation-elaeocarpus-ganitrus-roxb-leaf-seed, diakses 12 Juni 2014.

  

Campbell, N. A., Reece, J. B., & Mitchell, L. G. 1999. Biologi. Edisi ke lima. Jilid 1. Terjemahan oleh

Rahayu Lestari, Ellyzar I. M. Adil, dan Nova Anita. 2002. Jakarta: Erlangga Dwidjoseputro, D. 1991. Pengantar fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia

Giannokoula. 2012. The Effects of Plant Growth Regulators on Growth, Yield, and Phenolic Profile

of Lentil Plants. Journal of Food Composition and Analysis. 28 (1): 46-53.

Gostin, I.N. 2009. Air Pollution Effect on the Leaf Structure of Some Fabaceae Species. Not Bot Hort

  Agrobot Cluj. 37: 57-63

Handayani, T., Basunanda, P., Murti, HR., dan Sofiari, E. 2013. Pengujian Stabilitas Membran Sel dan

Kandungan Klorofil untuk Evaluasi Toleransi Suhu Tinggi pada Tanaman Kentang. J. Hort. 23

  (1): 28-35

Harjadi, S. S.1984. Pengantar Agronomi. Depatermen Agronomi Fakultas Pertanian IPB. Jakarta:

Gramedia

Haryanti, S. 2010. Pengaruh Naungan yang Berbeda terhadap Jumlah Stomata dan Ukuran Porus

Stomata Daun Zephyranthes rosea Lindl. Buletin Anatomi dan Fisiologi. XVIII (1)

ISBN: 978-602-72412-0-6

  Jurnal Ilmiah Kehutanan “Rimba Kalimantan”.

  Utami., N. 2009. Garcinia dulcis (Mundu). Berita Biologi. 9 (6)

Watson. 1992. The Families of Flowering Plants. http://delta-intkey.com/angio /www/labiatae.htm,

diakses pada 13 Juni 2014.

  Klorofil Daun Hibiscus tiliaceus dan Swietenia macrophylla King di Kampus Universitas Hasanuddin Makassar . Repository.unhas.ac.id, diakses 19 Maret 2015

Suharja, 2009. Biomassa, Kandungan Klorofil, dan Nitrogen Daun Dua Varietas Cabai (Capsicum

annum L.) pada Berbagai Perlakukan Pemupukan . Tesis tidak dipublikasikan. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

Suwarto. 2013. Perubahan Klorofil, Luas Daun Spesifik, dan Efisiensi Penggunaan Cahaya Ubi Kayu

pada Sistem Tumpang Sari dengan Jagung. Bul. Agrohorti. 1 (1): 135-139 Treshow, M. 1970. Environmental and Plant Respond. New York: Mc Graw Hill Company

  Journal of Chulalongkorn University. 8(2): 121-134

Suhadiyah, S., Barkey, R. A., dan Tambaru, E. 2014. Korelasi Kondisi Daun terhadap Kadar Pb dan

  Garam Aluminium. Agrotrop. 2 (1): 17-24 Salisbury, J.W. dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: ITB

Setiari, N. dan Nurchayati, Y. 2009. Eksplorasi Kandungan Klorofil pada Beberapa Sayuran Hijau

sebagai Alternatif Bahan Dasar Foof Supplement. Bioma. 11 (1): 6-10

Sitompul, S.M. dan Guritno, B. 1995. Analisa Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press

Srinual. 2008. Leaf Anatomy of Vatica L. (Dipterocarpaceae) in Thailand. The Natural History

  Biofarmasi. 3 (1): 7-10

Proklamasiningsih, E., Prijambada, I. D., Rachmawati, D., Sancayaningsih, R. P. 2012. Laju

Fotosintesis dan Kandungan Klorofil Kedelai pada Media Tanam Masam dengan Pemberian

  13(2): 112-116 Munawar, A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Cetakan pertama. Bogor: IPB Press Nobel, P. S. 2005. Physicochemical and Environmental Plant Physiology. Burlington: Elsevier Inc.

Parman, S. 2008. Pertumbuhan, Kandungan Klorofil dan Serat Kasar pada Defoliasi Pertama Alfalfa

(Medicago sativa L ) Akibat Pemupukan Mikorisa. Buletin Anatomi dan Fisiologi. XVI (2)

Perveen. 2007. Stomatal Types of Some Dicots Within Flora of Karachi, Pakistan. Pak. J. Bot. 39(4):

1017-1023.

Pradnyawan, S. W. H., Mudyantini, W., dan Marsusi. Pertumbuhan, Kandungan Nitrogen, Klorofil,

dan Karotenoid Daun Gynura procumbens (Lour) Merr. pada Tingkat Naungan Berbeda.

  

Hendriyani. 2009. Kandungan Klorofil dan Pertumbuhan Kacang Panjang (Vigna sinensis) pada

Tingkat Penyediaan Air yang Berbeda. Jurnal Sains dan Matematika. 17 (3): 145-150

Karliansyah, N. S. W. 1997. Kerusakan Daun Tanaman sebagai Bioindikator Pencemaran Udara

  (Studi Kasus Tanaman Peneduh Jalan Angsana dan Mahoni dengan Pencemar Udara NO dan SO) . Tesis tidak dipublikasikan. Jakarta: Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia.

  Yogyakarta: Graha Ilmu

Marjenah, 2001. Pengaruh Perbedaan Naungan di Persemaian terhadap Pertumbuhan dan Respon

Morfologi Dua Jenis Semai Meranti.

  

Mangkoedihardjo, S. dan Samudro, Ganjar. Fitokimia Terapan. Edisi Pertama. Cetakan Pertama.

  Upwelling pada Variasi Kejadian ENSO dan IOD di Perairan Selatan Jawa sampai Timor. Jurnal Ilmu Kelautan. 16 (3): 171-180 Lambers, H. 2008. Plant Pysiologycal Ecology. The University of Western Australia. Australia.

  Manado: Balai Penelitian Kehutanan Manado Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kementerian Kehutanan

Kunarso, Hadi, S., Sariningsih, N., Baskoro, M. S. 2011. Variabilitas Suhu dan Klorofil-a di Daerah

  Tumbuhan Obat Tradisional di Sulawesi Utara. Jilid 1.

  

Kinho, J., Arini, D. I. D., Tabba, S., Kama, H., Kafiar, Y., Shabri, S., dan Karundeng, M. C. 2011.

  Jurnal Ilmiah Kehutanan “Rimba Kalimantan”. 6 (2)

Marjenah dan Panduwinata, H. 2008. Pengaruh Pemupukan dan Naungan terhadap Perubahan Warna

Daun dan Kandungan Klorofil Semai Jati.

  

Kandungan Klorofil Beberapa Jenis Tumbuhan Obat

Yudiati, R. 2010. Zat Hijau Daun. ndex. php?option=com_

content&view=article&id=45:manfaat-zat-hidjau-daun, diakses 3 Juni 2010.