Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida pada Kawasan Hutan Lindung Simancik II di Taman Hutan Raya Bukit Barisan

(1)

EKSPLORASI TUMBUHAN BERACUN SEBAGAI

BIOPESTISIDA

PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG SIMANCIK II

DI TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN

SKRIPSI

Oleh :

BENYAMIN OSENTA SINURAYA 091201044/TEKNOLOGI HASIL HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

ABSTRAK

BENYAMIN OSENTA SINURAYA. Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida pada Kawasan Hutan Lindung Simancik II di Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Dibimbing oleh YUNUS AFIFUDDIN dan LAMEK MARPAUNG.

Kawasan Hutan Lindung Simancik II Tahura Bukit Barisan memiliki keanekaragaman tumbuhan yang tinggi. Keanekaragaman tumbuhan merupakan sumber senyawakimia yang penting yang perlu dieksplorasi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi tumbuhan beracun yang teradapat padaka wasan ini. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan beracun, menganalisis kandungan metabolit sekunder dari jenis-jenis tumbuhan beracun dan menganalisis peluang pengembangan budidaya tumbuhan beracun dan manfaat potensialnya sebagai biopestisida. Metode yang digunakan adalah purposive sampling dengan petak ukur berbentuk plot lingkaran berukuran luas 0,05 hektar.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat 17 jenis tumbuhan beracun yang diskrining fitokimia untuk mengetahui kandungan metabolit sekundernya, diantaranya 10 jenis yang mengandung Flavonoid, 12 jenis yang mengandung Alkaloid, 10 jenis yang mengandung steroid-terpenoid, dan 11 jenis yang mengandung saponin. Berdasar kan analisis vegetasi, diketahui jenis yang memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi adalah jenis Kalincayo (Angelesia splendens Korth.) sedangkan jenis yang memiliki Indeks Nilai Penting terendah adalah Takur-takur gara (NephentesTobaica). Dari data analisis vegetasi tersebut juga diperoleh indeks keanekaragaman jenis sebesar 1,97 dari jenis tumbuhan bawah dan 1,39 dari jenis semai pohon. Tumbuhan beracun yang paling berpeluang dibudidayakan sebagai sumber biopestisida adalah yang memiliki kandungan metabolit sekunder kompleks seperti jenis Sanggubuh (Licania splendens Korth.), Rancang daluna (Rubia sp), Mbetung (Ficus grossularioides Burm.f.), Ingul kerangen (Smecarpus sp), dan Sukul-sukul (Macaranga depressa Mull.Arg.).


(3)

ABSTRACT

BENYAMIN OSENTA SINURAYA. Exploration of Poisonous Plants as Biopesticide in Protected Forest Simancik II in Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Supervised by YUNUS AFIFUDDIN and LAMEK MARPAUNG.

Protected Forest Simancik II of Tahura Bukit Barisan has high plant diversity. The plant diversity is important source of chemical compound that need to be explored. Therefore, this study was did to exploring poisonous plants that contained in that area. This study aimed to identify the species of poisonous plants, analyze the secondary metabolites of the poisonous plants and analyze the cultivation raising opportunities of the poisonous plants and the potential benefits as biopesticide. The method used was purposive sampling plots with circle plot with an areas 0.05 hectare.

The results obtained from this study was, there were 17 species of poisonous that phytochemicals screened to know the content of secondary metabolites, 10 species that containing flavonoids, 12 species that containing Alkaloids,10 species containing Steroids-terpenoids, and 11 species containing Saponins. Based on the analysis of vegetation, was know that species which have the highest importance value indexis Kalincayo (Angelesia splendens Korth.), while the species which have the lowest importance value index is Takur-takur gara (Nephentes Tobaica). According with the data analysis of vegetation were also obtained the index diversity at 1,97 of undergrowth species and 1,39 of tree species. The poisonous plants that most likely to be cultivated as biopesticide sources is which one that containing complex secondary metabolites like Sanggubuh (Licania splendens Korth.), Rancang daluna (Rubia sp), Mbetung (Ficus grossularioides Burm.f.), Ingul kerangen (Smecarpus sp), and Sukul-sukul (Macaranga depressa Mull.Arg.).


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lau Simomo pada tanggal 20Agustus 1990. Penulis adalah anak ketujuh dari tujuh bersaudara, anak dari pasangan Alm. Patuh Sinuraya dan Tentu br Ginting

Penulis memulai pendidikan di SD 040466 Lausimomo, lulus tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP N1 Kabanjahe dan lulus tahun 2006. Tahun 2009, penulis lulus dari SMU Negeri 1 Kabanjahe dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk USU melalui jalur UMB-SPMB. Penulis memilih Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian dengan minat studi Teknologi Hasil Hutan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif disejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA) Pertanian USU tahun 2009-2013. Pada tahun 2012-2013 penulis menjadi koordinator Nursery, Himpunan Mahasiswa Sylva (Himas) USU. Pada tahun 2013 menjadi peserta Lintas Nusantara Remaja Pemuda Bahari/Kapal Pemuda Nusantara dalam Sail Komodo sebagai delegasi Sumatera Utara di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penulis menjadi penghuni sah lautan serta bebas mengarungi segenap samudera raya yang disahkan di geladak KRI MAKASSAR-590 dalam Sail Komodo 2013.

Penulis telah melaksanakan Praktikum Pengenalan dan Pengolahan Ekosistem Hutan (P2EH) selama 10 hari di Tahura Bukit Barisan, Tongkoh. Penulis juga melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta Utara selama 1 bulan.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida pada Kawasan Hutan Lindung Simancik II di Taman Hutan Raya Bukit Barisan”

Skripsi ini berisi tentang data tumbuhan beracun beserta kandungan metabolit sekundernya. Jenis-jenis tumbuhan beracun ini ditemukan melalui eksplorasi di Hutan Lindung Simancik II, Taman Hutan Raya Bukit Barisan.

Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tinginya kepada :

1. Yunus Afifuddin, S.Hut., M.Si sebagai ketua komisi pembimbing dan Lamek Marpaung, M.Phil, Ph.D, sebagai anggota komisi pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi.

2. Ayahanda Alm. Patuh Sinuraya, dan ibunda tercinta Tentu br Ginting serta ke-enam kakak perempuan dan Abang ipar saya yang senantiasa memberikan dukungan, semangat dan doa untuk penulis selama kuliah.

3. Alm. Iting Mirsol br Ginting, dan Mdp. Sirait yang membantu dalam penentuan dan pengambilan sampel di lapangan.

4. Abang dan teman-teman yaitu Tommy Rayandra Sitanggang, Bastanta Ginting, Felix Samisara Perangin-angin, Esra Barus, Joel E P Tarigan, dan Joy Simyu yang banyak membantu dalam penelitian.

5. Teman-teman Kehutanan’09 yaitu Esthy Aknesya Simorangkir, Badia Tarigan, AikoBancin, Susan Meliala, Sabda, Sondang, Christine Tarigan, Meidita Purba, Dutinov Surbakti, Guido, Riris, Lasmaria, Linda, Icut, Donni


(6)

Pakpahan, Frans Galung, Frans Soit, Pandapotan, Purnama, Robert Panjaitan, Samuel, Kaya Lubis, Syahroni, Doni Siregar, Monnica Zalukhu, Tabita, Maria Panggabean dan teman lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.

Penulis mengharapkan agar karya ilmiah ini dapat menjadi panduan belajar dan bacaan yang bermanfaat bagi mahasiswa/i kehutanan secara khusus dan masyarakat secara umum. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.


(7)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

TujuanPenelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Pestisida ... 7

Pestisida organik ... 6

Komponen Senyawa Beracun dalam Tumbuhan ... 9

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 12

METODE PENELITIAN WaktudanTempat Penelitian ... 14

AlatdanBahan ... 14

ProsedurPenelitian ... 15

Aspek Pengetahuan Lokal ... 15

Aspek keanekaragaman ... 15

AspekFitokimia ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Pengetahuan Lokal……….. ... 22

DeskripsiTumbuhanBeracun di HutanLindung Simancik II ... 23

Tingkat KeanekaragamanTumbuhanBeracun di Hutan Lindung Simancik II ... 42

PengujianFitokimiaTumbuhanBeracun di Hutan Lindung Simancik II ... 44

Aktivitas Tanin dan flavonoid ... 46

Aktivitas Terpen ... 47

Aktivitas Alkaloid ... 47


(8)

Manfaat PotensialTumbuhanBeracun di HutanLindung

Simancik II ... 49 Peluang Pengembangan Budidaya Tumbuhan Beracun di

Hutan Lindung Simancik II ... 51 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 54 Saran ... 55 DAFTAR PUSTAKA ... 56 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Contoh Racun yang Terkandung pada Tanaman dan Fungsinya 6 2. Analisi Tumbuhan Beracun (tumbuhan bawah) di Hutan

Lindung Simancik II ... 42 3. Analisi Tumbuhan Beracun ( semai pohon) di Hutan Lindung

Simancik II ... 42 4. Data Hasil Uji Fito Kimia Tumbuhan Beracun di Hutan


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Skema Pengujian Alkaloid. ... 17

2. Skema Pengujian Triterpen-Steroid ... 18

3. Skema Pengujian Flavonoid. ... 20

4. Tedek-tedek. ... 22

5. Takur-takurgara . ... 23

6. Ndulpak. ... 24

7. Sukul-sukul ... 25

8. Mbetung. ... 26

9. Uak-Uak. ... 27

10.Silawir Buluh. ... 29

11.Rancang daluna. ... 30

12.Ingul kerangen. ... 31

13.Takur-takur ratah. ... 32

14.Gujera. ... 33

15.Tabar-tabar ... 34

16.Sanggubuh ... 35

17.Kalincayo ... 36

18.Bedi-bedi ... 37

19.Silantam ruhi ... 38


(11)

ABSTRAK

BENYAMIN OSENTA SINURAYA. Eksplorasi Tumbuhan Beracun Sebagai Biopestisida pada Kawasan Hutan Lindung Simancik II di Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Dibimbing oleh YUNUS AFIFUDDIN dan LAMEK MARPAUNG.

Kawasan Hutan Lindung Simancik II Tahura Bukit Barisan memiliki keanekaragaman tumbuhan yang tinggi. Keanekaragaman tumbuhan merupakan sumber senyawakimia yang penting yang perlu dieksplorasi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi tumbuhan beracun yang teradapat padaka wasan ini. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan beracun, menganalisis kandungan metabolit sekunder dari jenis-jenis tumbuhan beracun dan menganalisis peluang pengembangan budidaya tumbuhan beracun dan manfaat potensialnya sebagai biopestisida. Metode yang digunakan adalah purposive sampling dengan petak ukur berbentuk plot lingkaran berukuran luas 0,05 hektar.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat 17 jenis tumbuhan beracun yang diskrining fitokimia untuk mengetahui kandungan metabolit sekundernya, diantaranya 10 jenis yang mengandung Flavonoid, 12 jenis yang mengandung Alkaloid, 10 jenis yang mengandung steroid-terpenoid, dan 11 jenis yang mengandung saponin. Berdasar kan analisis vegetasi, diketahui jenis yang memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi adalah jenis Kalincayo (Angelesia splendens Korth.) sedangkan jenis yang memiliki Indeks Nilai Penting terendah adalah Takur-takur gara (NephentesTobaica). Dari data analisis vegetasi tersebut juga diperoleh indeks keanekaragaman jenis sebesar 1,97 dari jenis tumbuhan bawah dan 1,39 dari jenis semai pohon. Tumbuhan beracun yang paling berpeluang dibudidayakan sebagai sumber biopestisida adalah yang memiliki kandungan metabolit sekunder kompleks seperti jenis Sanggubuh (Licania splendens Korth.), Rancang daluna (Rubia sp), Mbetung (Ficus grossularioides Burm.f.), Ingul kerangen (Smecarpus sp), dan Sukul-sukul (Macaranga depressa Mull.Arg.).


(12)

ABSTRACT

BENYAMIN OSENTA SINURAYA. Exploration of Poisonous Plants as Biopesticide in Protected Forest Simancik II in Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Supervised by YUNUS AFIFUDDIN and LAMEK MARPAUNG.

Protected Forest Simancik II of Tahura Bukit Barisan has high plant diversity. The plant diversity is important source of chemical compound that need to be explored. Therefore, this study was did to exploring poisonous plants that contained in that area. This study aimed to identify the species of poisonous plants, analyze the secondary metabolites of the poisonous plants and analyze the cultivation raising opportunities of the poisonous plants and the potential benefits as biopesticide. The method used was purposive sampling plots with circle plot with an areas 0.05 hectare.

The results obtained from this study was, there were 17 species of poisonous that phytochemicals screened to know the content of secondary metabolites, 10 species that containing flavonoids, 12 species that containing Alkaloids,10 species containing Steroids-terpenoids, and 11 species containing Saponins. Based on the analysis of vegetation, was know that species which have the highest importance value indexis Kalincayo (Angelesia splendens Korth.), while the species which have the lowest importance value index is Takur-takur gara (Nephentes Tobaica). According with the data analysis of vegetation were also obtained the index diversity at 1,97 of undergrowth species and 1,39 of tree species. The poisonous plants that most likely to be cultivated as biopesticide sources is which one that containing complex secondary metabolites like Sanggubuh (Licania splendens Korth.), Rancang daluna (Rubia sp), Mbetung (Ficus grossularioides Burm.f.), Ingul kerangen (Smecarpus sp), and Sukul-sukul (Macaranga depressa Mull.Arg.).


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis yang sangat luas. Hutan tropis tersebut memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Soejarto et al., (1991) luas daerah hutan tropis diperkirakan 7% dari luas permukaan bumi tapi lebih dari 50% spesies organisme berada di hutan tropis.

Keanekaragaman hayati yang dimiliki hutan tropis Indonesia menjadikan negara ini menjadi lokasi penelitian yang sangat penting. Jenis-jenis tumbuhan yang beraneka ragam yang sebagian besar belum teridentifikasi menjanjikan peluang yang besar sebagai sumber senyawa kimia yang berguna. Biopestisida sebagai salah satu produk dari tumbuhan tersebut dapat menjadi alternatif penggunaan pestisida kimia yang membahayakan.

Biopestisida merupakan pestisida yang menggunakan bahan alami atau kandungan senyawa kimia dari tumbuhan yang bersifat racun terhadap suatu jenis hama. Biopestisida mudah terurai dan tercuci oleh air hujan sehingga sangat aman jika digunakan sebagai pengendali hama pada daerah pertanian. Berbeda dengan pestisida kimia yang lebih sulit terurai dan tercuci air hujan dan membahayakan manusia serta dapat merusak keseimbangan hara tanah.

Masyarakat sekitar hutan khususnya sekitar kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan umumnya bekerja sebagai petani. Petani-petani tersebut menggunakan pestisida kimia dalam pengendalian hama di lahan pertanian mereka. Penggunaan pestisida ini cukup berbahaya baik bagi kesehatan manusia dan juga pencemaran lingkungan. Untuk itu perlu dicari alternatif lain seperti


(14)

penggunaan biopestisida sehingga hasil pertanian mereka lebih aman dikonsumsi karena biopestisida relatif lebih mudah tercuci oleh air dan mudah terdekomposisi sehingga lebih ramah terhadap lingkungan.

Taman Hutan Raya (Tahura) merupakan bentuk pelestarian alam terkombinasi, antara pelestarian ek-situ dan in-situ. Tahura dapat ditetapkan baik dari hutan alam maupun hutan buatan. Fungsi yang jelas sebuah hutan raya adalah sebagai etalase keanekaragaman hayati, tempat penelitian, tempat penangkaran jenis, serta juga sebagai tempat wisata.Tahura Bukit Barisan mempunyai maksud dan tujuan utama yakni sebagai sumber genetik dan plasma nutfah, pusat informasi dan penelitian peranan flora dan fauna bagi generasi kini dan mendatang. Selain itu juga memiliki fungsi perlindungan hidrologi, bahwa kawasan Tahura Bukit Barisan merupakan sumber mata air bersih bagi warga kota Medan, pencegah erosi dan banjir daerah pantai timur Sumatera Utara, peredam polusi kendaraan dan industri kota Medan dan sekitarnya, lokasi penyuluhan dan pendidikan konservasi.

Kegiatan pelacakan atau penjelajahan guna mencari, mengumpulkan, dan meneliti jenis plasma nutfah tertentu untuk mengamankan dari kepunahan merupakan kegiatan eksplorasi. Langkah pertama pengeksplorasian adalah mencari informasi ke dinas-dinas dan instansi terkait lainnya untuk memperoleh informasi tentang jenis dan habitat tumbuhnya. Informasi dari masyarakat lokal juga merupakan hal yang sangat penting untuk memudahkan kegiatan ekplorasi tersebut. Informasi ini kemudian dimanfaatkan dan dikembangkan pada saat eksplorasi ke lokasi sasaran.


(15)

Melihat keanekaragaman tumbuhan yang dimiliki oleh hutan tropis Indonesia khususnya Tahura Bukit Barisan kawasan hutan lindung Simancik II yang berpotensi mengandung racun dan pernyataan diatas maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian mengenai eksplorasi dan manfaat potensial dari tanaman beracun yang ada pada daerah tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilaksanakan pada Kawasan Hutan Lindung Simancik II Di Taman Hutan Raya Bukit Barisan ini antara lain:

1. Identifikasi jenis-jenis tumbuhan beracun

2. Analisis kandungan metabolit sekunder dari jenis-jenis tumbuhan beracun 3. Analisis jenis tumbuhan beracun yang paling berpotensi sebagai sumber

biopestisida

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberi informasi mengenai jenis-jenis tumbuhan beracun yang terdapat di Taman Hutan Raya dan potensi pemanfaatannya bagi masyarakat sebagai biopestisida sehingga dapat mengurangi nilai-nilai negatif mengenai jenis-jenis tumbuhan beracun dan dapat mengajak masyarakat mengupayakan pelestarian keanekaragaman hayati.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan tropis Indonesia memiliki berbagai jenis tumbuhan yang merupakan sumber daya alam hayati sekaligus sebagai penyedia senyawa kimia yang berkhasiat sebagai obat atau racun.Walaupun luas daerah hutan tropis diperkirakan 7% dari luas permukaan bumi tapi lebih dari 50% spesies organisme berada di hutan tropis. Sebagai contoh saat ini satu dari dua belas obat-obatan dari tanaman yang di pasarkan di Amerika Serikat mengandung derivat dari hutan tropis dan satu dari tiga obat-obatan dari tanaman berasal dari hutan tropis. Sungguhpun demikian baru sebagian kecil saja potensi dari hutan tropis tersebut yang sudah diinventarisasi sebagai obat. Disisi lain kita berpacu dengan kepentingan ekonomi, dimana hutan-hutan juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri atau diubah fungsinya sebagai lahan pertanian(Soejarto et al., 1991).

Racun adalah zat atau senyawa yang dapat masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Umumnya berbagai bahan kimia yang mempunyai sifat berbahaya atau bersifat racun, telah diketahui. Namun, tidak demikian halnya dengan beberapa jenis hewan dan tumbuhan, termasuk beberapa jenis tanaman pangan yang ternyata dapat mengandung racun alami, walaupun dengan kadar yang sangat rendah. Tanaman pangan seperti sayuran dan buah-buahan memiliki kandungan nutrien, vitamin, danmineral yang berguna bagi kesehatan manusia serta merupakan komponen penting untuk diet sehat. Meskipun demikian, beberapa jenis sayuran dan buah-buahan dapat mengandung racun alami yang berpotensi membahayakan kesehatan


(17)

manusia. Racun alami adalah zat yang secara alami terdapat pada tumbuhan, dan sebenarnya merupakan salah satu mekanisme dari tumbuhan tersebut untuk melawan serangan jamur, serangga, serta predator (BPOM, 2008).

Keracunan dapat diidentifikasi dari berbagai macam tumbuhan beracun, dan dapat dikelompokkan menurut senyawa racun. Sejumlah tumbuhan mengandung unsur-unsur yang unik. Sebagian besar dan berbagai macam kelompok tumbuhan mengandung racun alami yang belum diketahui atau kerugian yang ditimbulkan. Sebagian tanaman mengandung dua atau lebih senyawa racun yang berbeda satu dengan yang lainnya (Kingsbury, 1964).

Samsudin (2008) mengatakan kadar racun pada tanaman dapat sangat bervariasi. Hal itu dipengaruhi antara lain oleh perbedaan keadaan lingkungan tempat tanaman tumbuh (kelembaban, suhu atau kadar mineral) serta penyakit yang potensial. Varietas yang berbeda dari spesies tanaman yang sama juga mempengaruhi kadar racun dan nutrien yang dikandungnya. Beberapa contoh kandungan racun pada tanaman dapat di lihat pada tabel 1.


(18)

Tabel 1. Contoh Racun yang Terkandung pada Tanaman dan Fungsinya

Racun Terdapat pada tanaman Potensi

Terpen (Angelesia

splendens)1(Mussaenda

glabra, Strobilanthes paniculata, Didymocarpus corchorifolia)²

Antibakteri, antivirus, dan insektisida, anti mikroba, , pertahanan tubuh dari herbivora.

Alkaloid (Eugenia densiflora, Rubus rosifolius, Angelesia splendens, Cinchona ledgeriana, Trema virgata, Melastoma malabathricum)1

(Trevesia cheirantha, Psychotaria

stipulaceae,Achimenes

longiflora, Balanophora fungosa,Mussaenda glabra)²

antibakteri dan antifungi, insektisida ataupun fungisida

Saponin (Pogonanthera pulverulenta,

Angelesia splendens, Cinchona

ledgeriana)1(Begonia

muricata, Trevesia cheirantha,Mussaenda glabra,Strobilanthes

paniculata, Achimenes longiflora, Didymocarpus corchorifoliaBalanophora fungosa

antimikroba, fungisida, antibakteri, antivirus, piscisida, molluscisida dan insektisida

Flavonoid (Eugenia densiflora, Rubus rosifolius, Pogonanthera pulverulenta, Angelesia splendens, Cinchona ledgeriana, Trema virgata, Melastoma malabathricum)1

(Begonia muricata, Homalonema singaporensis, Aeschynanthus parvifolia,Strobilanthes paniculata, Achimenes longiflora, Didymocarpus corchorifolia, Balanophora fungosa)²

sebagai pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus, antibiotik terhadap kanker dan ginjal,menghambat perdarahan,


(19)

Pestisida

Pestisida merupakan substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik maupun virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Hama yang dimaksud di sini memiliki makna sangat luas yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria, virus, nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Sedangkan hama yang dimaksud bagi kehidupan rumah tangga adalah meliputi semua hewan yang mengganggu kesejahteraan hidup seperti lalat, nyamuk, kecoak, ngengat, kumbang, siput, kutu, tungau, ulat, rayap, ganggang serta kehidupan lainnya yang terbukti mengganggu kesejahteraan (Novizan, 2002).

Pestisida yang digolongkan berdasarkan cara penggunaannya dapat berupa Atraktan (zat kimia pembau sebagai penarik serangga dan menangkapnya dengan perangkap), Kemosterilan (zat yang berfungsi untuk mensterilkan serangga serta hewan bertulang belakang), Defoliant (zat yang dipergunakan untuk menggugurkan daun supaya memudahkan panen pada tanaman kapas dan kedelai), Desiccant (zat yang digunakan untuk mengeringkan daun atau bagian tanaman lainnya), Disinfektan (zat yang digunakan untuk membasmi mikroorganisme), Zat pengatur tumbuh (zat yang dapat memperlambat atau mempercepat pertumbuhan tanaman), Repellent (zat yang berfungsi sebagai penolak atau penghalau serangga atau hama yang lainnya; contohnya kamper untuk penolak kutu, minyak sereb untuk penolak nyamuk), Sterilan tanah (zat yang berfungsi untuk mensterilkan tanah dari jasad renik atau biji gulma), Pengawet kayu (biasanya digunakan pentaclilorophenol / PCP), Stiker (zat yang


(20)

berguna sebagai perekat pestisida supaya tahan terhadap angin dan hujan), Surfaktan / agen penyebar (zat untuk meratakan pestisida pada permukaan daun), Inhibitor (zat untuk menekan pertumbuhan batang dan tunas) dan Stimulan tanaman (zat yang berfungsi untuk menguatkan pertumbuhan dan memastikan terjadinya buah) (Martono et al., 2004).

Untung (2001) menyatakan bahwa prinsip penggunaan pestisida adalah harus kompatibel dengan komponen pengendalian lain seperti komponen hayati, efisien untuk mengendalikan hama tertentu, harus minim residu, tidak persistent / harus mudah terurai, dalam perdagangan (transport, penyimpanan, pengepakan, labeling) harus memenuhi persyaratan keamanan yang maksimum, harus tersedia antidote untuk pestisida tersebut, sebisa mungkin aman bagi lingkungan fisik dan biota, relatif aman bagi pemakai (LD 50 dermal dan oral relatif tinggi) dan harga terjangkau bagi petani.

Pestisida Organik

Pestisida organik adalah pestisida yang bahan aktifnya barasal dari tanaman atau tumbuhan, hewan dan bahan ogranik lainnya yang berkhasiat mengendalikan serangan hama pada tanaman. Pestisida organik tidak meninggalkan residu yang berbahaya pada tanaman maupun lingkungan serta dapat dibuat dengan mudah menggunakan bahan yang murah dan peralatan yang sederhana (Komdasulsel, 2012).

Pestisida organik memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai repelan/ repellent yaitu menolak kehadiran serangga (misalnya dengan bau yang menyengat), sebagai antifidan yaitu mencegah serangga memakan tanaman yang telah diberi pestisida, sebagai penghambat reproduksi serangga betina, sebagai


(21)

racun syaraf, sebagai pengacau sistem hormon di dalam tubuh serangga, sebagai atraktan yaitu pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga, sebagai pengendali pertumbuhan jamur/bakteri dan sebagai perusak perkembangan telur, larva dan pupa (Lestarimandiri, 2007).

Komponen Senyawa Beracun dalam Tumbuhan

Racun dapat diidentifikasi pada tumbuhan beracun dan kemungkinan dapat disebabkan oleh hasil metabolisme sekunder yang terkandung di dalam tumbuhan beracun tersebut. Setiap jenis tumbuhan beracun pada umumnya mengandung zat-zat atau senyawa kimia yang berbeda-beda. Senyawa racun yang bersifat alami dalam tumbuhan beracun belum sepenuhnya diketahui dan belum semuanya dimanfaatkan secara aplikatif. Beberapa jenis tumbuhan beracun mengandung dua atau lebih senyawa racun yang berbeda komponen kimianya satu dengan lainnya. Hanenson (1980) menyatakan bahwa komponen-komponen kimia yang dihasilkan tumbuhan beracun melalui metabolisme sekunder terbagi atas beberapa macam seperti alkaloid, glikosida, asam oksalat, resin, phytotoxin, tanin, saponin, polipeptida dan asam amino serta mineral lainnya.

1. Alkaloid

Kandungan alkaloid dalam setiap tumbuhan 5-10% dan efek yang ditimbulkan hanya dalam dosis kecil. Kadar alkaloid pada tumbuhan berbeda-beda sesuai kondisi lingkungannya dan alkaloid umunya tersebar di seluruh bagian tumbuhan. Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi alkaloid adalah pupil yang membesar, kulit terasa panas dan memerah, jantung berdenyut kencang, penglihatan menjadi gelap dan menyebabkan susah buang air.


(22)

2. Glikosida

Glikosida adalah salah satu komponen yang dihasilkan melalui proses hidrolisis yang biasa dikenal dengan sebutan aglikon. Glikosida merupakan senyawa yang paling banyak terdapat dalam tumbuhan bahkan lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah alkaloid yang terkandung. Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi glikosida adalah iritasi pada mulut dan perut serta diare.

3. Asam oksalat

Kadar asam oksalat pada tumbuhan tergantung dari tempat tumbuh dan iklim.Kadar asam oksalat paling tinggi ada pada saat akhir musim panas dan musim gugur. Hal ini disebabkan oleh asam oksalat yang dihasilkan tumbuhan terakumulasi selama masa tumbuhan produktif pada musim-musim itu. Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi asam oksalat adalah mulut beserta kerongkongan terasa terbakar, lidah membengkak hingga menyebabkan kehilangan suara sekitar selama dua hari dan bahkan dapat menyebabkan kematian jika terkontaminasi terlalu banyak.

4. Resin

Resin dan resinoid termasuk ke dalam kelompok asam polycyclic, fenol, alkohol dan zat-zat netral lainnya yang mempunyai karakteristik fisis tertentu. Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi resin adalah iritasi langsung terhadap tubuh atau otot tubuh, gejala muntah-muntah, bengkak dan kulit melepuh.


(23)

5. Phytotoxin

Phytotoxinadalah protein kompleks terbesar yang dihasilkan oleh bagian kecil tumbuhan dan memiliki tingkat keracunan yang tinggi. Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi phytotoxin adalah iritasi hingga menyebabkan luka berdarah dan pembengkakan organ tubuh setelah terkontaminasi.

6. Tanin

Tanin adalah senyawa polifenol yang bersifat terhidrolisa dan kental. Senyawa ini telah dikembangkan oleh tanaman sebagai bentuk pertahanan terhadap serangan eksternal dari predator yang memiliki rasa sangat pahit ataukelat. Jika terkonsumsi lebih dari 100 mg bisa menghasilkan masalah pada saluran pencernaan seperti diare, sakit perut, urin bercampur darah, sakit kepala, kurang nafsu makan dan lain-lain.

7. Saponin

Saponin adalah glikosida tanaman yang ditandai dengan munculnya busa di permukaan air bila dicampur atau diaduk, yang telah dikenal serta diakui sebagai sabun alami dan telah menyebabkan beberapa tanaman seperti soapwort (Saponaria officinalis) umum digunakan sebagai sabun untuk waktu yang lama. Saponin ketika dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar daripada yang diizinkan, senyawa ini menjadi tergolong beracun. Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila saponin dikonsumsi secara berlebihana dalah dapat menyebabkan kerusakan pada mukosa pencernaan sehingga menderita muntah-muntah, sakit perut, perdarahan, pusing, maag dan begitu terkontaminasi ke sistem peredaran


(24)

darah, senyawa ini dapat merusak ginjal dan hati serta mempengaruhi sistem saraf bahkan dapat menghasilkan serangan jantung

8. Polipeptida dan asam amino

Polipeptida dan asam amino hanya sebagian kecil yang bersifat racun. Gejala yang ditimbulkan bagi manusia apabila terkontaminasi polipeptida (hypoglycin)adalah akan menyebabkan reaksi hypoglycemic.

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Tahura Bukit Barisan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 48 Tahun 1988 dengan luas ± 51.600 Ha. Tahura Bukit Barisan secara geografis terletak pada 0º1’16"-0º19’37" Lintang Utara dan 98º12’16"-98º41’00" Bujur Timur, sedangkan secara administratif termasuk Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Tanah Karo, Propinsi Sumatera Utara (Dephut, 2007)

Kawasan Tahura Bukit Barisan memiliki dua buah Gunung yaitu Gunung Sibayak (2.211 mdpl) dan Gunung Sinabung (2.451 mdpl). Gunung-gunung ini sering menjadi tantangan bagi para pendaki untuk menaklukkannya. Jika ingin mendaki gunung-gunung ini, dianjurkan untuk meminta izin lebih dahulu kepada instansi yang berwenang untuk persiapan segala sesuatu serta sangat diperlukan adanya pemandu keselamatan (Dephut,2007).

Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson Tahura Bukit Barisan termasuk ke dalam klasifikasi tipe B dengan curah hujan rata-rata 2.000 mm sampai dengan 2.500 mm per tahun. Suhu udara minimum 13°C dan maksimum 25°C dengan kelembaban rata-rata berkisar 90% (Dephut, 2007)


(25)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai dengan bulan Oktober 2013. Pengambilan sampel di kawasan Hutan Lindung Simancik II, Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Analisis fitokimia dilaksanakan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Pengidentifikasian jenis tumbuhan beracun dilaksanakan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : alat tulis, beaker glass, gelas ukur, kalkulator, kamera, kantung plastik, kertas label, kertas saring, oven, penangas air, pipet tetes, saringan, shaker, spatula, tabung reaksi, dan timbangan analitik, buku identifikasi tanaman.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : HCl 2 N, HCl 10%, Pereaksi Lieberman-Bouchard, Pereaksi Wagner, Pereaksi Maeyer, Pereaksi Dragendorff, Pereaksi Salkowsky, Cerium Sulfat 1%, H2SO4 10%, NaOH 10%,


(26)

Prosedur Penelitian

1. Aspek Pengetahuan Lokal

Survei pengetahuan lokal dilakukan untuk mengetahui pengaruh adanya tumbuhan beracun bagi masyarakat yang diperoleh dari hasil wawancara. Informan kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pemandu Balai Tahura, pimpinan masyarakat setempat, dan ahli pengobatan tradisional. Data yang diperoleh dari hasil wawancara bersama informan kunci ahli pengobatan tradisional disampaikan kepada Pemandu Balai Tahura yang ikut kelapangan dalam pengambilan sampel.

2. Aspek Keanekaragaman

Pengumpulan data analisis vegetasi tumbuhan beracun menggunakan metode purposive sampling dengan plot lingkaran berukuran luas 0,05 hektar (Soetarahardja, 1997).Jumlah plot lingkaran yang di buat adalah 86 plot. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus:

a. Kerapatan suatu jenis (K)

contoh petak Luas jenis suatu Individu K =∑

b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)

100% jenis Seluruh K jenis Suatu K KR × ∑ =

c. Frekuensi suatu jenis (F)

petak sub Seluruh jenis suatu ditemukan petak Sub F ∑ ∑ =


(27)

% 100 jenis Seluruh F

jenis Suatu F

FR ×

∑ =

Indeks Nilai Penting (INP) pada tingkat tumbuhan bawah (under stories), semai (seedling), dan pancang (sapling) dihitung dari nilai kerapatan relatif (KR) dan frekuensi relatif (FR) :

INP = KR + FR

Keanekaragaman spesies dapat dihitung dengan indeks Shanon atau Shanon Indeks of General Diversity(H’) dalam analisis komunitas tumbuhan. RumusIndeks Keanekaragaman Shanon-Wienner atau Shanon Indeks of General Diversity(H’) :

H’ = - ∑ (ni/N) ln (ni/N) Keterangan :

H’ = indeks Shannon = indeks keanekaragaman Shannon Ni = jumlah individu dari suatu jenis i

N = jumlah total individu seluruh jenis

Menurut Indriyanto (2006), besarnya indeks keanekaragaman jenis menurut Shannon-Wiener didefenisikan sebagai berikut :

a. Nilai H’ > 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah melimpah tinggi

b. Nilai H’ 1 < H’ < 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies padasuatu transek sedang melimpah

c. Nilai H’ < 1 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek adalah sedikit atau rendah


(28)

3.Aspek Fitokimia

Aspek fitokimia mengacu kepada pendeteksian kandungan metabolit sekunder yang berpotensi sebagai biopestisida. Jenis-jenis tumbuhan beracun dideteksi kandungan senyawanya yang tergolong metabolit sekunder yaitu senyawa alkaloid, terpen, tanin dan saponin. Prosedur pengujian fitokimia yang dilakukan berdasarkan Diktat Praktikum Kimia Bahan Alam (Barus et al., 2014) adalah sebagai berikut:

a. Pengujian Alkaloid

Sampel diiris halus lalu dimasukkan ke dalam beaker glass sebanyak 10 gram.Selanjutnya direndam dengan HCl 2 N dandipanaskan di atas penangas air selama 2 jam pada suhu 60oC. Hasilnya didinginkan dan disaring. Filtrat akan diujikan sebagai berikut :

• Filtrat sebanyak 3 tetes

• ditambah dengan 2 tetes pereaksi Maeyer. Jika mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih kekuningan.

• Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorff.Jika mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan terbentuk endapan berwarna merah bata.

• Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Bouchardart.Jika mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan terbentuk endapan berwarna cokelat kehitaman.


(29)

• Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Wagner. Jika mengandung senyawa golongan alkaloid maka akan terbentuk endapan berwarna cokelat

Gambar 1. Skema Pengujian Alkaloid HCl 2 N Sampel (10 gr)

Pemanasan 2 jam (60oC)

Pendinginan

Penyaringan Filtrat

Endapan putih kekuningan Pengendapan

Filtrat (3 tetes)

Pereaksi Maeyer (2 tetes)

Filtrat (3 tetes) Filtrat (3 tetes) Filtrat (3 tetes)

Pereaksi Wagner (2 tetes) Pereaksi Bouchardart

(2 tetes) Pereaksi Dragendorff

(2 tetes)

Pengendapan Pengendapan Pengendapan

Endapan merah bata

Endapan cokelat kehitaman

Endapan cokelat


(30)

b. Pengujian Terpen

Sampel diiris halus lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC. Selanjutnya ditimbang sebanyak 2-3 gram, dimasukkan ke dalam beaker glass dan diekstraksi dengan 10 mL metanol. Ekstrak dipanaskan selama 15 menit di atas penangas air kemudian disaring. Filtrat akan diujikan sebagai berikut :

• Filtrat di totolkan ke plat TLC, kemudian di fiksasi dengan CeSo4

1% dalam H2So4 10%.

• Kemudian plat dipanaskan di hotplate pada temperatur 110oC.

• Bila ada perubahan warna cokelat kemerahan menunjukkan bahwa adanya senyawa terpen.


(31)

Gambar 2. Skema Pengujian Triterpen-Steroid

c. Pengujian Flavonoid

Sampel diiris halus lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC. Selanjutnya ditimbang sebanyak 2-4 gram, dimasukkan ke dalam beaker glass dan diekstraksi dengan 20 mL metanol.Ekstrak dapat diekstraksi dalam kondisi panas maupun dingin kemudian disaring. Filtrat akan diujikan sebagai berikut :

• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes larutan FeCl3 1%.Jika mengandung senyawa golongan tanin maka akan tampak perubahan warna larutan menjadi warna hitam.

Ekstrak Metanol (10 mL) Sampel (2-3 gram)

Pemanasan (15 menit)

Filtrat Penyaringan

Filtrat di totolkan ke plat TLC Filtrat (1 tetes)

Pereaksi Salkowsky (3 tetes)

Fiksasi denganCeSO4 1% dalam H2SO4

10% (3 tetes)

Larutan merah pekat

Pemanasan 110oC


(32)

• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes larutan NaOH 10%.Jika mengandung senyawa golongan tanin maka akan tampak perubahan warna larutan menjadi warna ungu kemerahan.

• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes Mg-HCl encer. Jika mengandung senyawa golongan tanin maka akan tampak perubahan warna larutan menjadi warna merah jambu.

• Filtrat sebanyak 1 tetes ditambah dengan 3 tetes larutan H2SO4.Jika

mengandung senyawa golongan tanin maka akan tampak perubahan warna larutan menjadi warna merah intensif

Gambar 3. Skema Pengujian Flavonoid

Sampel (2-4 gram) Ekstrak Metanol (20 mL)

Penyaringan

Filtrat (1 tetes)

H2SO4

(3 tetes) Mg-HCl cair

(3 tetes) NaOH 10%

(3 tetes) FeCl3 1%

(3 tetes)

Warna hitam / kehitaman

Warna ungu kemerahan

Warna merah muda

Warna jingga kekuningan


(33)

d. Pengujian Saponin

Sampel diekstraksi dengan alkohol-air di atas penangas air. Ekstrak dim asukkan ke dalam tabung reaksi lalu dibiarkan hingga suhu semula. Hasilnya dikocok selama 2-3 menit kemudian busa yang terbentuk didiamkan selama 1 menit. Selanjutnya dilakukan pengujian busa permanen dengan penambahan 1-3 tetes HCl 10%.


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Pengetahuan Lokal

Informan kunci yang dipilih dalam penelitian ini adalah ibu Iting Mirsol br Ginting yang merupakan seorang tabib berumur 97 tahun dari desa Paribun, Kab. Simalungun.Informan lainnya adalah bapak Sirait yang merupakan pemandu balai Tahura Bukit Barisan yang ikut kelokasi pengambilan sampel sehingga mempemudah pengambilan Sampel .

Hasil wawancara dengan Iting Mirsol br Ginting, maka diperoleh beberapa jenis tanaman yang diduga mengandung racun. Nama lokal tumbuhan beracun yang diperoleh antara lain adalah Mbetung, Ndulpak, Gujera, Tedek tedek, Takur-takur, Bedi-bedi, Kalincayo, Silawir buluh, Tabar-tabar dan beberapa jenis tanaman lainnya yang tidak ditemukan pada saat dieksplorasi.

Ciri-ciri tanaman beracun yang dimaksudkan oleh informan kunci dijelaskan kepada pemandu Tahura Bukit Barisan sehingga jenis ini dapat dikenali pada saat eksplorasi. Berdasarkan informasi ini maka tanaman tersebut dijadikan sampel pada saat pengeksplorasian dilapangan. Tanaman lain yang dicurigai mengandung racun berdasarkan aroma, warna, ciri fisik dan kandungan getahnya juga ikut dijadikan sampel untuk selanjutnya diuji di Laboratoratorium Kimia Bahan Alam, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara.


(35)

Deskripsi Tumbuhan Beracun Yang Di Temukan Di Hutan Lindung Simancik II

1. Tedek-tedek (Euphorbia sp.)

Tumbuhan ini memilki kandungan getah pada daunnya. Tumbuhan ini hanya ditemukan di daerah terbuka yang mendapat cahaya matahari penuh. Gambar Tedek-tedek dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Tedek-tedek

Kandungan kimia : Kandungan kimia yang terkandung adalah dari golongan Flavonoid dan Alkaloid.

Daun : Tata daun alternate, daun tunggal, bangun daun menjari (palmatipartipus), permukaan daun berbulu sedikit (scabrous), tepi daun rata (entire), ujung anak daun membulat (rounded), pertulangan daun menjari (palminervis) ,

Bunga : Bunga tidak ditemukan saat diidentifikasi.

Biji : Biji tidak ditemukana saat identifkasi, dari tipe perakaran dan tipe daunnya maka bijinya merupakan biji berkeping ganda/dikotil.


(36)

2. Takur- takur gara (Nephentes tobaica)

Daun tumbuhan ini memiliki ciri khas yang berupa alat tambahan atau accsesoria pada bagian ujung daunnya berupa piala atau kantung. Tumbuhan ini sering digunakan sebagai obat mata oleh masyarakat setempat. Air yang ada dalam kantungnya diambil dan diteteskan ke mata yang sakit. Ciri Tumbuhan ini dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Takur-takur gara

Kandungan kimia : Kandungan kimia yang terkandung pada tumbuhan ini adalah golongan Flavonoid dan Saponin.

Daun : Tata daun alternate, bangun daun lanset (lanseolatus), daun tunggal, pangkal daun duduk (sessile), tepi daun rata (entire), ujung daun berpiala, permukaan daun licin (laevis),pertulangan daun sejajar (recctinervis), pialanya berwana coklat kemerahan dengan sedikit warna kekuningan dibagian mulu kantung dengan ukuran tinggi 7-9 cm

Bunga : Bunga tidak ditemukan saat identifikasi. Biji : Biji tidak ditemukan saat identifikasi. Akar : Tipe perakarannya merupakan akar serabut.


(37)

3. Ndulpak (Endospermum diadenum Miq.)

Tumbuhan ini digunakan masyarakat sebagai obat bisul dan kudis. Bagian daun dari tanaman ini diambil dan ditumbuk halus dan dioleskan di sekeliling bisul dan kudis. Ciri daun yang berbentuk mirip hati menjadi ciri tumbuhan ini dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Ndulpak

Kandungan kimia : Kandungan kimia yang terkandung dalam tumbuhan ini adalah golongan Alkaloid dan Saponin.

Daun : Tata daun alternate, daun tunggal, bangun daun delta (deltoideus), pangkal daun rompang (truncatus), tepi daun rata (entire), ujung daun meruncing (acuminatus), permukaan daun licin (laevis), pertulangan daun menyirip(penninervis).

Bunga : Bunga tidak ditemukan saat diidentifikasi.

Biji : Biji tidak ditemukan saat diidentifikasi. Berdasarkan tipe daun dan tipe akar maka jenis bijinya merupakan biji berkeping dua/dikotil.

Akar : Tipe perakaran tumbuhan ini adalah tipe perakaran tunggang.


(38)

4. Sukul-sukul (Macaranga depressa Mull.Arg.)

Tumbuhan ini berasal dari keluarga macaranga. Tumbuhan ini dapat tumbuh dengan tinggi hingga 4 m. Bentuk daun menjari tiga dan warna pucuknya yang kemerahan menjadi ciri khasnya dapat dilihat dalam gambar 7.

Gambar 7. Sukul-sukul

Kandungan kimia : Kandungan kimia yang terkandung dalam tumbuhan ini adalah golongan Flavonoid, Alkaloid dan Saponin.

Daun : Tata daun alternate, daun tunggal, pangkal daun membulat (oblique), tepi daun bergerigi (palmatifid), ujung daun runcing(acutus), permukaan daun licin (laevis), pertulangan daun menjari (Palmately netted). Bunga : Bunga tidak ditemukan saat diidentifikasi.

Biji : Biji tanaman tidak ditemukan pada saat identifikasi. Dari bentuk daun dan tipe perakaran maka tipe biji tumbuhan ini merupakan tipe biji berkeping dua/dikotil.

Bunga : Bunga tidak ditemukan pada saat identifikasi.


(39)

5. Mbetung (Ficus grossularioides Burm.f.)

Tumbuhan ini merupakan pohon yang dapat tumbuh hingga ketinggian 10 m. Pohon ini memiliki getah dan pada bagian kuncupnya memiliki stipulate yang berfungsi melindungi pucuk muda.Daunnya sering dimanfaatkan masyarakat setempat sebagai pembungkus tapai dan kulitnya juga digunakan sebagai obat sakit perut. Gambar Mbetung dapat dilihat dalam gambar 8.

8

Gambar 8. Mbetung

Kandungan kimia : Kandungan kimi yang terkandung dalam Tumbuhan ini adalah golongan Flavonoid, Terpen, Alkaloid dan, Saponin.

Daun : Tata daun alternate, daun tunggal,bangun daun oval (ovali), pangkal daun berlekuk (emargintus), pinggir daun bergerigi halus (serratus),ujung daun meruncing


(40)

(opacus),pertulangan daun menyirip (penninervis),bagian bawah daun berwarna putih keperakan.

Bunga : Bunga tidak ditemukan pada saat identifikasi.

Biji : Biji tumbuhan ini tidak ditemukan pada saat diidentifikasi. Dari jenis daun dan perakarannya maka tipe biji tumbuhan ini merupakan tipe biji berkeping dua/dikotil.

Akar : Tipe perakaran tumbuhan ini merupakan tipe perakaran tunggang

6. Uak-uak (Ficus sp.)

Tumbuhan ini memiliki ciri khas dengan pucuk daun berwarna coklat kemerahan. Pucuk ini kemudian berangsur berubah menjadi hijau, dapat dilihat dalam gambar 9.


(41)

Kandungan kimia : Kandungan kimia yang terkandung dalam tumbuhan ini adalah golongan Alkaloid.

Daun : Tata daun alternate, daun tunggal, bangun daun lanset (lanseolatus), pangkal daun runcing (acuminatus), tepi daun beringgit (Crenatus), ujung daun mengekor (caudatus), permukaan daun gunndul (glaber), pertulangan daun menyirip (penninervis). Warna daun muda kuning kemerahan dan berangsur berubah menjadi warna hijau.

Bunga : Bunga tidak ditemukan pada saat identifikasi.

Biji : Biji tidak ditemukan pada saat identifikasi. Dari tipe daun dan tipe perakaran maka tipe biji tumbuhan ini adalah tipe biji berkeping dua/dikotil.

Akar : Tipe perakaran tumbuhan ini adalah tipe perakaran tunggang.

7. Silawir buluh (Scheflera sp.)

Tumbuhan ini merupakan tumbuhan perdu yang dapat tumbuh hingga hingga 2,5 meter memiliki aroma mint yang menyengat. Tumbuhan ini sering digunakan penduduk setempat sebagai campuran kuning atau obat param. Daun tumbuhan ini bergerigi halus pada bagian pinggirnya dengan jumlah anak daun 5 hingga 7 anak daun. Batang tumbuhan ini juga terlihat berbuku-buku. Gambar Silawir buluh dapat dilihat pada gambar 10.


(42)

Gambar 10. Silawir buluh

Kandungan kimia : Kandungan kimia yang terkandung dalam tumbuhan ini adalah golongan Terpen, Alkaloid dan golongan Saponin.

Daun : Tata daun alternate, daun majemuk menjari (palmatus), anak daun memiliki jumlah yang bervariasi anatara lima dan tujuh, bangun daun bulat memanjang (oblongus), ujung daun meruncing (aristate), pangkal daun membulat (oblique), pinggir daun begerigi halus (serratus), permukaan daun gundul (glaber), pertulangan daun menyirip (penninervis).

Bunga : Bunga tidak ditemukan pada saat diidentifikasi

Biji : Biji tidak ditemukan pada saat identifikasi. Berdasarkan tipe daun dan tipe perakaran maka tipe biji tumbuhan ini merupakan tipe biji berkeping ganda/dikotil.


(43)

Akar : Tipe perakaran tumbuhan ini merupakan tipe perakaran tunggang.

8. Rancang daluna (Rubia sp.)

Tumbuhan ini merupakan tumbuhan bawah. Memiliki batang yang berbuku-buku dan buah terdapat pada ujung batang. Daun juga bergerigi pada bagian pinggirnya, dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Rancang daluna

Kandungan kimia : Kandungan kimia tumbuhan ini adalah kandungan kimia dari golongan Flavonoid, Terpen, Alkaloid dan Saponin. Daun : Tata daun decusate, daun tunggal, bangun daun lanset

(lanseolatus), pangkal daun meruncing (acutus), tepi daun bergerigi kasar (serraatus). ujung daun meruncing (acutus), permukaan daun gundul (glaber) pertulangan daun menyirip (penninervis).


(44)

Biji : Tipe biji tumbuhan ini merupakan tipe biji berkeping dua.

Bunga : Bunga tidak ditemukan pada saat diidentifikasi. Akar : Tipe perakarannya adalah tipe perakaran tunggang. 9. Ingul kerangen (Smecarpus sp.)

Penamaan tumbuhan ini oleh masayarakat setempat mirip dengan suren yang nama lokalnya adalah ingul. Tumbuhan ini memiliki bentuk dan warna daun yang mirip dengan pohon suren dapat dilihat pada gambar 12.

Gambar 12. Ingul kerangen

Kandungan kimia : Kandungan kimia tumbuhan ini adalah kandungan kimia yang berasal dari golongan Terpen dan Flavonoid.

Daun : Tata daun alternate, daun tunggal, bangun daun lanset (lanseolatus), pangkal daun duduk (sessile), tepi daun bergerigi (serratus), ujung daun runcing


(45)

(acuminatus),permukaan daun licin (laevis), pertulangan daun menyirip (penninervis).

Bunga : Bunga tidak ditemukan pada saat diidentifikasi.

Biji : Biji tidak ditemukan pada saat identifikasi. Dari Tipe daun dan tipe perakaran maka tipe biji merupakan tipe biji berkeping dua/dikotil.

Akar : Tipe perakaran tumbuhan ini adalah tipe perkaran tunggang.

10. Takur-takur ratah (Nephenthes reinwardtiana)

Tumbuhan ini sering digunakan sebagai obat mata oleh masyarakat setempat. Air didalam kantung di teteskan ke mata yang sakit. Daun tumbuhan ini memiliki ciri khas yang berupa alat tambahan atau accsesoria pada bagian ujung daunnya berupa piala atau kantung, dapat dilihat pada gambar 13.


(46)

Kandungan kimia : Kandungan kimia yang terkandung pada tumbuhan ini adalah golongan Flavonoid dan Saponin.

Daun : Tata daun alternate, bangun daun lanset (lanseolatus), daun tunggal, pangkal daun duduk (sessile), tepi daun rata (entire), ujung daun berpiala, permukaan daun licin (laevis), pertulangan daun sejajar (recctinervis), pialanya berwana hijau dengan sedikit warna kecoklatan dengan ukuran tinggi 4-6 cm.

Bunga : Bunga tidak ditemukan saat identifikasi.

Biji : Biji tidak ditemukan saat identifikasi. Berdasarkan tipe daun dan tipe akar, biji tumbuhan ini merupakan tipe biji berkeping tunggal/monokotil.

Akar : Tipe perakarannya merupakann akar serabut. 11. Gujera (Mahonia aquifolium)

Tumbuhan ini merupakan jenis tumbuhan bawah yang dapat tumbuh 1 hingga 2 meter. Tumbuhan ini memiliki duri pada bagian pinggir daunnya, dapat dilihat pada gambar 14.


(47)

Kandungan kimia : Kandungan kimia yang terkandung adalah golongan Terpen dan Saponin.

Daun : Tata daun oposite, daun majemuk menyirip gasal (imparipinatus), pangkal anak daun menempel/duduk pada tangkai daun (sessilis),tepi daun berduri(spinose), ujung daun meruncing berduri (spinose), bagian permukaan daun mengkilat (nitidus), daun bertulang menyirip.

Bunga : Bunga tidak ditemukan saat diidentifikasi.

Biji : Biji tidak ditemukan saat diidentifikasi, berdasarkan tipe daun dan tipe akar yang merupakan akar tunggang maka tumbuhan ini termasuk biji berkeping ganda atau dikotil. Akar : Tipe perakaran tunggang.

12. Tabar-tabar (Pseuderanthemum sp.)


(48)

Kandungan kimia : Kandungan kimia tumbuhan ini adalah senyawa kimia yang dari golongan Terpen, Alkaloid dan Saponin.

Daun : Tata daun alternate, daun tunggal, bangun daun membulat (ovatus), pangkal daun membulat (rotundatus), pingir daun rata (entire), ujung daun meruncing (acuminatus), permukaan daun gundul (glaber), pertulangan daun menyirip (penninervis).

Bunga : Letak bunga pada ujung (flos terminalis), berbunga banyak (multiflora), bunga majemuk, warna bunga merah jambu.

Biji : Biji tidak ditemukan pada saat diidentifikasi

Akar : Tipe perakaran tumbuhan ini adalah tipe perakaran tunggang.

13. Sanggubuh (Licania splendens Korth.)

Tumbuhan ini merupakan jenis pohon yang tumbuh pada daerah yang tinggi pada lokasi penelitian. Buahnya berwarna kuning kemerahan dan berangsur-angsur berubah menjadi warna hitam dapat dilihat pada gambar 16.


(49)

Kandungan kimia : Kandungan kimia yang terkandung pada tumbuhan ini adalah golongan Flavonoid, Terpen dan Saponin.

Daun : Tata daun alternate , daun tunggal, bangun daun lanset (lanseolatus), pangkal daun merruncing (acutus), pinggir daun beringgit (crenatus), ujung daun runcing (acutus), permukaan daun berlapis lilin (pruinosus), pertulangan daun menyirip (penninervis).

Bunga : Bunga tidak ditemukan saat diidentifikasi.

Biji : Tipe biji tumbuhan ini adalah tipe biji berkeping dua/dikotil.

Akar : Tipe perakaran tunggang. 14. Kalincayo (Angelesia splendens Korth.)

Tumbuhan ini memiliki aroma khas mirip aroma minyak angin. Tumbuhan ini sering digunakan masyarakat sebagi campuran kuning atau obat luar param dan juga digunakan sebagaicampuran minyak urut tradisional tumbuhan ini memiliki buah berwarna hijau kemerahan, dapat dilihat pada gambar 17.

Gambar 17. Kalincayo

Kandungan kimia : Kandungan kimia yang terkandung adalah senyawa Terpen, Alkaloid serta senyawa golongan Saponin.


(50)

Daun : Tata daun alternate, berdaun tunggal, bentuk daun bulat telur (ovali), ujung daun runcing (acutus), pangkal daun membulat (rounded/cordate), tepi daun rata (entire), permukaan daun gundul (glaber), pertulangan daun menyirp (penninervis).

Bunga : Tidak ada bunga yang ditemukan saat diidentifikasi. Biji : Tergolong grup tumbuhan biji berkeping dua/dikotil. Akar : Tipe perakaran tunggang.

15. Bedi-bedi (Callicarpa dichotoma)

Masyarakat setempat menyebut tumbuhan ini dengan nama bedi-bedi, dapat tumbuh pada daerah dengan kelembaban sedang dan basah memiliki ciri buah berwarna ungu. Tumbuhan ini dapat tumbuh dengan ketinggian 1 hingga 2 meter.Buah dari tumbuhan ini juga sering dijadikan makanan oleh burung. Buah tumbuh dari ketiak daun baru, buah biasanya berada di sepanjang dahan di setiapketiak daun baru pada tumbuhan yang sudah dewas, dapat dilihat pada gambar 18.

Gambar 18. Bedi-bedi

Kandungan kimia : Kandungan kimia tanaman ini berasal dari golongan Flavonoid, Terpen, Alkaloid, dan Saponin.


(51)

Daun : Tata daun oposite, daun majemuk, bangun daun lanset(lanseolatus), pangkal daun duduk (sessile), pinggir daun berberigi (serrastus), ujung daun sungut (aristatus), permukaan daun berbulu halus (villosus), pertulangan daun menyirip (penninervis),

Bunga : Bunga tidak ditemukan saat diidentifikasi.

Biji : Tipe biji tumbuhan ini merupakan tipe biji berkeping ganda/dikotil.

Akar : Tipe perakarannya merupakan tipe perakaran tunggang 16. Silantam ruhi (Dysoxylum rugulosum King.)

Tumbuhan ini dapat tumbuh hingga ketinggian 18 m dengan diameter 39 cm dbh. Tumbuh hingga ketinggian 2200 mdpl. Tumbuhan ini juga dapat tumbuh pada lereng bukit dan pegunungan dan juga pada sekitar daerah aliran sungai. Dapat tumbuh pada tanah berpasir dan juga tanah berliat. Tumbuhan ini ditemukan di daerah Peninsular Malaysia, Sumatera dan Kalimantan. Gambar tumbuhan ini dapat dilihat pada gambar 19.


(52)

Kandungan kimia : Kandungan kimia yang terkandung dalamn tumbuhan ini adalah golongan Terpen, Alkaloid dan Saponin

Daun : Tata daun alternate, daun tunggal, bangun daun oval (ovali), pangkal daun runcing (acutus), ujung daun meruncing (acumiatus) dan pinggir daun rata (entire).Pertulangan daun menyirip (penninervis).

Bunga : Letak bunga pada ketiak daun (flos lateris),bunga majemuk, berbunga banyak (multiflora), warna bunga merah muda.

Biji : Biji tumbuhan ini merupakan tipe biji berkeping dua/dikotil

Akar : Tipe perakaran tumbuhan ini merupakan tipe perakaran tunggang.

17. Cep-cepen (Saurauia maderensis B.T Keller dan D.E.Breedlove)

Tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang buahnya sering dimakan oleh masyarakat. Lendir pada kambiumnya digunakan oleh masyarakat setempat sebagai obat anti belatung pada luka di bagian tubuh manusia atau hewan. Gambar tumbuhan ini dapat dilihat pada gambar 20.


(53)

Kandungan kimia : Kandungan kimia yang terkadung dalam tumbuhan ini adalah golongan Terpen dan Alkaloid.

Daun : Tata daun alternate, daun tunggal, bangun daun oval (ovalis), pangkal daun membulat (rotundatus), tepi daun bergerigi halus (serratus), ujung daun meruncing (mucronatus),permukaan daun berbulu halus (pilosus), pertulangan daun menyirip (penninervis), daun muda/pucuk berwarna merah.

Bunga : Bunga tidak ditemukan pada saat identifikasi.

Biji : Biji tidak ditemukan pada saat identifikasi. Dari tipe akar dan tipe daun maka tipe biji tumbuhan ini adalah biji berkeping dua.


(54)

Tingkat Keanekaragaman Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Simancik II

Tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Simancik II ada tujuh belas jenis tumbuhan. Data analisis tumbuhan beracun dapat ditunjukkan dalam tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis vegetasi tumbuhan beracun (tumbuhan bawah) di Hutan Lindung Simancik II

Jenis tumbuhan K

(ind/ha)

KR

(%) F

FR

(%) INP H'

Tedek-tedek 400 1,88 0,08 4,32 6,20 Takur-takur gara 120 0,56 0,04 2,16 2,73 Ndulpak 2660 12,48 0,33 17,84 30,31 Sukul-sukul 3040 14,26 0,27 14,59 28,85 Silawir buluh 3000 14,07 0,19 10,27 24,34 Rancang daluna 1480 6,94 0,18 9,73 16,67 Takur-takur ratah 200 0,94 0,12 6,49 7,42 Gujera 440 2,06 0,11 5,95 8,01 Tabar-tabar 1740 8,16 0,2 10,81 18,97 Kalincayo 6840 32,08 0,24 12,97 45,06

Bedi-bedi 1400 6,57 0,09 4,86 11,43 1,97 Total 21320 100 1,85 100 200 1,97

Tabel 3. Hasil analisis vegetasi tumbuhan beracun (semai pohon) di Hutan Lindung Simancik II

Jenis tumbuhan K

(ind/ha)

KR

(%) F

FR

(%) INP H'

Mbetung 2260 28,75 0,31 32,63 61,38 Silantam ruhi 2280 29,01 0,19 20,00 49,01 Uak-uak 140 1,78 0,04 4,21 5,99 Ingul kerangen 420 5,34 0,17 17,89 23,24 Sanggubuh 160 2,04 0,05 5,26 7,30

Cep-cepen 2600 33,08 0,19 20,00 53,08 1,39 Total 7860 100 0,95 100 200 1,39

Jenis Kalincayo merupakan jenis dengan nilai KR yang paling tinggi dari golongan tumbuhan bawah yaitu 32,08% ditunjukkan pada tabel 2 dan jenis Cep-cepen dari golongan semai pohon yaitu 33,08% pada tabel 3.Nilai ini menunjukkan bahwa jenis Kalincayo dan Cep-cepen banyak tumbuh di Hutan Lindung Simancik II. Sedangkan nilai KR terendah adalah pada jenis Takur-takur gara dengan nilai sebesar 0,41% dari golongan tumbuhan bawah dan jenis Uak-uak sebesar 1,78 dari golongan semai pohon. Beragamnya nilai KR dapat


(55)

disebabkan oleh kondisi hutan yang memiliki beragam kondisi lingkungan dan kemampuan beradaptasi tumbuhan. Sehingga jenis-jenis tertentu yang mampu beradaptasi cenderung banyak tumbuh. Sebagian tumbuhan dapat berhasil tumbuh dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam sehingga tumbuhan tersebut cenderung tersebar luas (Loveless,1989).

Frekuensi relatif (FR)yang paling tinggi terdapat pada jenis Ndulpak yaitu 17,84% dari golongan tumbuha bawah dan jenis Mbetung yaitu 32,63 dari golongan semai pohon yang menjukkan bahwa jenis ini adalah jenis yang penyebarannya paling luas. Frekuensi jenis ndulpak terdapat banyak pada petak contoh yaitu terdapat pada 28 petak contoh. Sedangkan frekuensi relatif yang paling kecil terdapat pada jenis Takur-takur gara yaitu sebesar 2,16% dan hanya terdapat pada 3 petak contoh. Nilai ini menunjukkan bahwa jenis Takur-takur gara hanya tumbuh sedikit pada lokasi penelitian.Frekuensi kehadiran sering dinyatakan dengan konstansi. Suin (2002) menyatakan bahwa konstansi atau frekuensi kehadiran organisme dapat dikelompokkan atas empat kelompok yaitu jenis aksidental (frekuensi 0-25%), jenis aksesori (25- 50%), jenis konstan (50-75%), dan jenis absolut (di atas 75%). Data dalam tabel 2 menunjukkan bahwa 16 jenis tumbuhan beracun yang ditemukan pada di Hutan Lindung SimancikII tergolong ke dalam kategori jenis aksidental dan satu jenis yaitu jenis Mbetung termasuk kedalam jenis aksesori yaitu 32,63%. Jenis tumbuhan ini hanya menyebar terbatas pada daerah daerah tempat tumbuhnya.

Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi yang ditunjukkan pada tabel 2 adalah jenis Kalincayo yaitu 45,06 dan pada tabel 3 jenis Mbetung 61,38. Besarnya nilai ini menujukkan kepentingan jenis tumbuhan dan peranannya terhadap


(56)

komunitasnya. Jenis Kalincayo dan Mbetung yang memiliki INP paling tinggi menunjukkan bahwa jenis ini berperan penting dalam komunitasnya.

Indeks Keanekaragaman Shannon-Winner (H`) menurut Indriyanto (2006) tumbuhan beracun di Hutan Lindung Simancik II yang ditunjukkan pada tabel 2 adalah sebesar 1,97 dan pada tabel 3 sebesar1,39. Nilai ini menujukkan bahwa keragaman tumbuhan beracun pada transek sedang melimpah dimana Indeks keanekaragaman Shanon-Wiener (H’) dengan H’ lebih besar dari 1dan lebih kecil dari 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu transek sedang melimpah.

Pengujian Fitokimia Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Sibayak I

Kandungan senyawa metabolit sekunder yang diuji pada tumbuhan sebagai indikator adanya racun di dalam tubuh tumbuhan ada 4 golongan yang umum diuji yaitu senyawa tanin, terpen, alkaloid dan saponin. Data hasil pengujian fitokimia tumbuhan beracun dapat ditunjukkan dalam tabel 4.


(57)

Tabel4. Data Hasil Uji Fitokimia Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Simancik II

Jenis Tumbuhan

Fenolik/ Flavonoid/Tanin

Terpen/Steroid Alkaloid Saponin

FeCl3 CeSo4 Bouchardad Wagner Meyer Dragendrof

Tedek-tedek +++ - ++ - - - -

Takur-takur gara ++++ - - - ++

Ndulpak - - ++ - - - -

Sukul-sukul + - ++ ++ - - ++++

Mbetung +++ +++ +++ - - +++ +++

Uak-uak - - - +++ -

Silawir buluh - ++ ++ - - - +++

Rancang daluna ++++ +++ ++++ - - - ++++

Ingul kerangen ++++ +++ ++ - - ++ ++

Takur-takur ratah +++++ - - - -

Gujera - ++++ - - - - ++

Tabar-tabar - - - +++ ++

Sanggubuh ++++ ++++ +++ - - - +++++

Kalincayo +++++ +++++ - - - - ++

Bedi-bedi ++ +++++ - - - - -

Silantam ruhi - ++++ +++ - - - ++

Cep-cepen - +++ +++ - - - -

Keterangan: CeSo4

Bouchardart : KI + Aquadest + Iodium Wagner : KI + Aquadest + Iodium Maeyer : HgCl

2+ Aquadest + KI Dragendorff : BiNO

3 + HNO3 + KI + Aquades

+ : Cukup reaktif terhadap pereaksi +++ : Reaktif terhadap pereaksi

+++++ : Sangat reaktif terhadap pereaksi

- : Bereaksi negatif terhadap pereaksi (tidak mengandung senyawa metabolit sekunder)


(58)

Aktivitas Tanin dan Flavonoid

Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri, dan anti oksidan. Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks, terdiri dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal, mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut (Desmiaty et al., 2008)

Senyawa Tanin dan Flavonoid adalah senyawa turunan fenolik. Struktur senyawa fenolik salah satu gugus pembentuknya adalah senyawa Tanin atau Flavonoid. Fungsi aktivitas senyawa Tanin menurut Goldstein dan Swain (1965) adalah sebagai penghambat enzim hama. Fungsi aktivitas senyawa Flavonoid adalah sebagai antimikroba (Leo et al, 2004), antibakteri (Schütz et al, 1995) dan antifungi (Tahara et al., 1994).

Pengujian Tanin dan Flavonoid menggunakan pereaksi FeCl

3. Kandungan

Tanin yang terkandung dalam tumbuhan bereaksi dengan FeCl

3ditandai dengan

munculnya perubahan warna menjadi hitam. Berdasarkan dari data hasil pengujian pada tabel4, Tumbuhan Tedek-tedek, Takur takur, Sukul-sukul, Mbetung, Rancang daluna, Ingul kerangen, Takur-takur ratah, Sanggubuh, Kalincayo, dan Bedi-bedi mengandung Tanin karena pada saat direaksikan berubah menjadi hitam. Tumbuhan yang mengandung Tanin paling tinggi adalah jenis Takur-takur ratah dan Kalincayo, dan kandungan Tanin paling rendah adalah jenis Sukul-sukul. Sampel yang mengandung senyawa golongan Tanin merupakan jenis-jenis yang berpotensi sebagai pestisida.


(59)

Aktivitas Terpen

Terpen adalah suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan terutama terkandung pada getah serta vakuola selnya. Modifikasi dari senyawa golongan Terpen, yaitu terpenoid, merupakan metabolit sekunder tumbuhan. Selain telah ditemukannya kamper melalui peneltian mengenai Terpen, telah banyak juga ditemukan bahan aktif ideal sebagai pestisida alami. Fungsi aktivitas senyawa Terpen adalah sebagai antibakteri (Wang et al., 1997), antivirus (Nakatani et al., 2002), pestisida dan insektisida (Ragasa et al., 1997; Siddiqui et al., 2002).

Pereaksi yang digunakan dalam pengujian Terpen adalah Lieberman-Bouchard dan CeSO

4. Kandungan Terpen pada tumbuhan ditandai dengan

munculnya warna cokelat kemerahan saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi CeSO

4. Berdasarkan dari data hasil pengujian pada tabel 4,

tumbuhan yang mengandung Terpen adalah Kalincayo, Bedi-bedi, Sanggubuh, Silantam ruhi, Gujera, Rancang daluna, Ingul kerangen, Mbetung, Cep-cepen, dan Mbetung. Jenis-jenis tubuhan ini berpotensisebagai biopestisida karena senyawa tanin yang dikandungnya.

Aktivitas Alkaloid

Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik dan banyak terdapat pada tumbuhan. Fungsi Alkaloid yang dikenal sebagian besar terkait pada sistem perlindungan, misalnya senyawa aporphine alkaloid liriodenine dihasilkan oleh pohon tulip untuk melindunginya dari serangan jamur parasit dan senyawa Alkaloid lainnya pada tumbuhan tertentu untuk mencegah serangga memakan bagian tubuh tumbuhan. Fungsi aktivitas


(60)

senyawa Alkaloid menurut Atta-ur-Rahman et al (1997) adalah sebagai antibakteri dan antifungi.Pereaksi dalam pengujian alkaloid adalah Bouchardart, Wagner, Maeyer dan Dragendorff. Uji skrining menunjukkan adanya kandungan Alkaloid ditandai dengan munculnya endapan berwarna coklat saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi Bouchard serta Wagner, endapan berwarna putih saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi Maeyer dan endapan berwarna merah bata saat sampel tanaman direaksikan dengan senyawa pereaksi Dragendorff. Berdasarkan dari data hasil pengujian pada tabel 4, tumbuhan jenis Tedek-tedek, Ndulpak, Silawir buluh, Rancang daluna, Sanggubuh, Silantam ruhi, dan Cep-cepen bereaksi dengan pereaksi Bouchardat. Tanaman jenis mbetung dan Ingul kerangen bereaksi dengan pereaksi Bouchardart dan pereaksi Dragendrof. Tumbuhan jenis Tabar-tabar bereaksi dengan pereaksi Dragendrof. Tanaman jenis Sukul-sukul bereaksi dengan pereaksi Wagner. Jenis tanam tersebut semuanya mengandung senyawa Alkaloid dengan konsentrasi yang berbeda. Jenis tanaman yang mengandung golongan Alkaloid merupakan jenis-jenis yang berpotensi sebagai insektisida ataupun fungisida.

Aktivitas Saponin

Saponin adalah sebuah kelas senyawa kimia, salah satu dari banyak metabolit sekunder yang dapat ditemukan di sumber-sumber alam, ditemukan berlimpah dalam berbagai jenis tumbuhan. Senyawa ini bersifat amfipatik, disusun oleh satu atau lebih gugus glikosida hidrofilik yang dikombinasikan dengan turunan triterpen lipofilik dan menghasilkan buih saat diguncang dalam larutan air. Saponin yang umumnya larut dalam air beracun bagi ikan dan kebanyakan jenis tumbuhan beracun mematikan mengandung racun golongan


(61)

senyawa Saponin. Hostettmann dan Marston (1995) mengatakan bahwa fungsi aktivitas senyawa Saponin adalah sebagai antimikroba, fungisida, antibakteri, antivirus, piscisida, molluscisida dan insektisida.

Pereaksi dalam pengujian saponin adalah HCl 10%. Uji skrining menunjukkan adanya kandungan Saponin ditandai dengan munculnya buih permanen saat sampel tanaman dicampur dan diguncangkan bersama dengan senyawa pereaksi. Berdasarkan dari data hasil pengujian pada tabel 4, tumbuhan jenis Takur-takur gara, Sukul-sukul, Mbetung, Silawir buluh, Rancang daluna, Ingul kerangen, Gujera, Tabar-tabar, Sanggubuh, Kalincayo, dan Silantam ruhimengandung senyawa golongan Saponin maka semua jenis ini berpotensi sebagai pestisida.

Manfaat Potensial Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Simancik II

Data hasil pengujian pada tabel 4 menunjukkan bahwa semua jenis tanaman racun yang ditemukan di Hutan Lindung Simancik II berpotensi sebagai pestisida, insektisida ataupun fungisida tetapi belum dapat ditentukan sasaran hama secara spesifik.Kandungan metabolit sekunder tumbuhan beracun dengan konsentrasi atau kadar yang tinggi serta kandungan metabolit sekunder yang lebih lengkap memiliki potensi yang lebih besar dibanding dengan tumbuhan beracun dengan kadar metabolit skunder yang rendah serta kandungan metabolit yang tidak lengkap.

Kandungan metabolit sekunder yang kompleks dan kadar yang tinggi terdapat pada tumbuhan jenis Sanggubuh, Rancang daluna dan Ingul kerangen. Jenis Sukul-sukul juga memiliki kandungan metabolit skunder yang kompleks tetapi kandungan Flavonoidnya rendah. Kandungan Flavonoid paling tinggi


(62)

terkandung pada jenis Kalincayo dan Takur-takur ratah yaitu positif 5. Jenis rancang daluna memiliki kandungan Alkaloid yag paling tinggi yaitu postif 4, sedangkan kandungan Saponin paling tinggi terdapat pada jenis sanggubuh yaitu positif 5. Keenam jenis tumbuhan ini adalah yang paling berpotensi sebagai pestisida baik insektisida ataupun fungisida.

Tumbuhan jenis Takur-takur gara juga memiliki kandungan Flavonoid yang tinggi yaitu positif empat dan jenis Mbetung dan Tedek-tedek memiliki kandungan Flavonoid yang reaktif yaitu positif tiga. Ketiga jenis tumbuhan ini juga memiliki postensi yang besar sebagai biopestisida jika dilihat dari kandungan flavoidnya. Jenis tumbuhan Bedi-bedi dan Sukul-sukul juga mempunyai kandungan Flavonoid namun memiliki kadar yang rendah tetapi tetap memiliki potensi sebagai biopestisida walupun lebih kecil potensinya daripada jenis tanaman lain yang memiliki kandungan Flavonoid dengan kadar yang lebih tinggi. Tumbuhan yang mengandung Saponin yang tinggi selain tumbuhan berpotensi lainnya yang diatas adalah jenis Silawir buluh yaitu positif tiga yang berarti reaktif terhadap pereaksi. Sebelas jenis tumbuhan beracun yang ditemukan mengandung Saponin, dan enam jenis lainnya tidak mengandung Saponin. Kandungan Saponin yang memiliki kadar paling tinggi terdapat pada jenis Sanggubuh, Rancang daluna dan Sukul-sukul. Kandungan Saponin dengan kadar paling rendah terdapat pada tumbuhan jenis Takur-takur gara, Ingul kerangen, Gujera, Tabar-tabar, Kalincayo, dan Silantam ruhi. Semua jenis tersebut memiliki kadar Saponin positif dua. Semua jenis ini berpotensi menjadi biopestisida.

Kandungan Alkaloid yang paling tinggi terdapat pada jenis Rancang daluna dengan pereaksi Bouchardard. Sepuluh jenis tumbuhan berekasi dengan


(63)

pereaksi Bouchardad, satu jenis dengan pereaksi Bouchardard dan Wagner, dua jenis berekasi dengan pereaksi Bouchardad dan Dragendrof, dua jenis berekasi dengan pereaksi Dragendrof saja. Jumlah tumbuhan beracun yang mengandung alkaloid ada 12 jenis dan ini menandakan bahwa keduabelas jenis ini memiliki potensi sebagai biopestisida walaupun potensinya berbeda-beda.

Jenis-jenis tumbuhan beracun yang diteliti masih memiliki manfaat potensi lainnya seperti Takur-takur ratah dan Takur-takur gara sebagai obat mata. Jenis Cep-cepen sebagai obat anti belatung pada luka di bagian tubuh manusia atau hewan. Cep-cepen juga sudah diteliti sebagai obat kanker. Ndulpak sebagai obat bisul dan kudis. Daun Mbetung juga digunakan sebagai pembungkus makan tapai. Kulit Mbetung yang di haluskan dan dicampur dengan gula aren digunakan sebagai obat sakit perut

Potensi Pengembangan Budidaya Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Simancik II

Data yang diperoleh dalamtabel 2dan tabel 3 menunjukkan bahwa semua jenis tumbuhan beracun yang ditemukan di Hutan Lindung Simancik II menunjukkan daya sebar yang rendah. Hal ini mengasumsikan bahwa tumbuhan tersebut dapat tumbuh baik pada lokasi tumbuh yang sesuai dan kondisi yang mendukung saja.

Jenis Kalincayo, Bedi-bedi, Tedek-tedek dan Takur takur gara hanya di temukan pada lokasi yang tidak memiliki naungan atau terbuka. Hal ini kemungkinan dikarenakan jenis tumbuhan ini membutuhkan sinar matahari dengan jumlah yang cukup agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.Jenis kalincayo ditemukan cukup banyak pada lokasi petak contoh awal. Lokasi petak


(64)

contoh ini berada pada lokasi yang terbuka. Hal ini menujukkan bahwa jenis Kalincayo memiliki kemungkinan besar mudah untuk dibudidayakan karena jumlahnya yang cukup banyak serta kondisi tempat tumbuh yang kurang subur mengindikasikan jenis ini sangat adaptif, dengan tingkat kerapatan tertinggi dan tingkat frekuensi terdominan dibandingkan jenis tumbuhan beracun lainnya yang diteliti. Selain itu tumbuhan ini mengandung tanin yang sangat tinggi dan memiliki kandungan saponin juga, sehingga peluang jenis ini cukup besar bila dijadikan sebagai sumber biopestisida .

Jenis Mbetung merupakan jenisdengan hasil uji skrining kompleks dengan konsentrasi metabolit skunder yang cukup tinggi. Kerapatan dan frekuensinya cukup rendah, namun jenis ini cukup berpeluang dibudidayakan sebagai sumber biopestisida karena kandungan metabolit sekundernya yang kompleks. Tumbuhan jenis Mbetung jika dibandingkan dengan jenis Sanggubuh memiliki kandungan metabolit yang sama kopleksnya namun konsentrasi kandungan sanggubuh jauh lebih tinggi. Data pada tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah Mbetung yang ditemukan lebih banyak daripada jenis Sanggubuh. Hal ini mengindikasikan bahwa Mbetung lebih mudah dibudidayakan. Namun dari kandungan metabolitnya, tumbuhan jenis Sanggubuh memiliki peluang yang lebih besar sebagai sumber berbagai macam biopestisida karena konsentrasi metabolit sekundernya yang lebih tinggi.

Jenis Rancang daluna merupakan jenis yang memiliki kandungan metabolit sekunder yang kompleks dan kosentrasi yang tinggi untuk semua jenis metabolitnya. Jenis ini memiliki peluang yang besar sebagai sumber biopestisida yang beragam. Tabel 2 menujukkan bahwa jenis Rancang daluna memiliki


(65)

kerapatan dan ferekuensi yang rendah. Membudidayakan jenis ini kemungkinan tidak mudah jika dilihat dari data pada tabel 2, namun jika dilihat dari kandungan metabolit sekundernya Rancang daluna sangat layak untuk dibudidayakan sebagai sumber biopestisida.

Jenis Takur-takur gara dan Takur-takur ratah merupakan keluarga Nephentes. Kedua jenis ini memiliki kandungan tanin yang tinggi namun Takur takur gara mengandung Saponin dengan kadar yang rendah sedangkan Takur-takur ratah tidak mengandung Saponin. Kedua jenis ini berpeluang besar sebagai sumber biopestisida namun jika dilihat dari penyebarannya yang sangat rendah dan jumlah yang ditemukan sangat sedikit mengindikasikan bahwa jenis ini sulit untuk dibudidayakan walaupun tidak menutup kemungkinannya.


(66)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Eksplorasi tumbuhan beracun yang telah dilakukan di Hutan Lindung Simancik II mendapatkan tujuh belas jenis tumbuhan beracun. Tumbuhan tersebut adalah Tedek-tedek (Euphorbia sp), Takur-takur gara (Nephentes Tobaica), Ndulpak (Endospermum diadenum Miq.), Sukul-sukul (Macaranga depressa Mull.Arg.), Mbetung(Ficus grossularioides Burm.f.), Uak-uak (Ficus sp), Silawir buluh (Scheflera sp), Rancang daluna (Rubia sp), Ingul kerangen (Smecarpus sp), Takur-takur ratah (Nepenthes reinwardtiana), Gujera (Mahonia aquifolium), Tabar-tabar (Pseuderanthemum sp), Sanggubuh (Licania splendensKorth.), Kalincayo (Angelesia slendens Korth.), Bedi-bedi (Callicarpa dichotoma), Silantam ruhi (Dysoxilum roulosum King.), Cep-cepen (Saurauia maderensis B.T Keller& D.E.Breedlove).

2. Kandungan metabolit sekunder yang terkandung dalam tumbuhan beracun yang diteliti antara lain adalah Tanin terkandung dengan pada tumbuhan jenis Takur-takur ratah dan Kalincayo dengan konsentrasi +5. Jenis Takur-takur gara, Rancang daluna, Ingul kerangen dan Sanggubuh dengan konsentrasi +4. Jenis Tedek-tedek dan Mbetung dengan konsentrasi +3. Jenis Bedi-bedi dengan konsentrasi +2 dan Mbentung dengan konsentrasi +1. Alkaloid terkandung pada jenis Rancang daluna dengan konsentrasi +4. Jenis Mbetung, Sanggubuh, Uak-uak, Tabar-tabar,Silantam ruhi, dan Cep-cepen dengan kandungan konsentrasi +3. Jenis Tedek-tedek, Ndulpak, Sukul-sukul, Silawir


(67)

buluh, dan Ingul kerangen dengan konsentrasi +2. Saponin terkandung pada jenis sanggubuh dengan konsentrasi +5. Jenis Sukul-sukul dan Rancang daluna dengan konsentrasi +4. Jenis Mbetung dan Silawir buluh dengan konsentrasi +3. Jenis Takur-takur gara, Ingul kerangen, Gujera, Tabar-tabar, Kalincayo, dan Silantam ruhi dengan konsentrasi +2. Terpen terkandung pada jenis Bedi-bedi dan Kalincayo dengan konsentrasi +5. Jenis Silantam ruhi, Sanggubuh, Gujera dengan konsentrasi +4. Jenis Cep-cepen, Rancang daluna, ingul kerangen, dan Mbetung dengan konsentrasi +3. Jenis Silawir buluh dengan konsentrasi +2.

3. Tumbuhan yang mengandung metabolit sekunder kompleks adalah jenis Sanggubuh, Rancang daluna, Mbetung, Ingul kerangen, dan Sukul-sukul. Kelima jenis ini merupakan tumbuhan yang memiliki potensi yang paling besarsebagai sumber biopestisida.

Saran

1. Penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi pemanfaatan tumbuhan beracun sebagai biopestisida dan penanggulangan hamaperlu dilakukan agar penerapannya tepat sasaran.

2. Upaya budidaya terhadap jenis-jenis tumbuhan beracun yang diteliti pada Kawasan Hutan Lindung Simancik II di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Perlu dilakukan Sehingga jenis-jenis ini dapat dimanfaatkan dan dilestarikan.

3. Dibutuhkan eksplorasi lebih lanjut agar dapat menemukan


(1)

Lampiran

Data Potensi Populasi Sampel Jenis Tumbuhan Beracun yang Diteliti pada Kawasan Hutan Lindung Sibayak I di Taman Hutan Raya Bukit Barisan

Nomor plot

Nama jenis Jumlah individu Jumlah per

plot

1 Bedi-bedi 8 22

Kalincayo 14

2 Bedi-bedi 10 26

Kalincayo 16

3 Bedi-bedi 8 31

Kalincayo 20

Tedek-tedek 3

4 Bedi-bedi 7 19

Kalincayo 18

Takur-takur ratah 1

5 Bedi-bedi 10 23

Kalincayo 13

6 Bedi-bedi 6 21

Kalincayo 15

7 Bedi-bedi 7 22

Kalincayo 15

8 Takur-takur ratah 1 16

Kalincayo 15

9 Takur-takur ratah 1 8

Bedi-bedi 8

10 Kalincayo 15 15

11 Kalincayo 19 21

Tedek-tedek 2

12 Kalincayo 17 20

Tedek-tedek 3

13 Kalincayo 15 21

Tedek-tedek 4

Takur-takur gara 2

14 Kalincayo 17 22

Tedek-tedek 3

Takur-takur gara 2

15 Kalincayo 19 24

Tedek-tedek 2

Takur-takur gara 2

Takur-takur ratah 1

16 Kalincayo 18 18

17 Kalincayo 21 21

18 Kalincayo 20 23

Tedek-tedek 3


(2)

Takur-takur ratah 2

20 Kalincayo 18 18

21 Kalincayo 22 22

22 Sukul-sukul 6 6

23 Sukul-sukul 7 7

24 Sukul-sukul 6 6

25 Sukul-sukul 3 3

26 Sukul-sukul 5 5

27 Sukul-sukul 5 5

28 Sukul-sukul 7 9

Ingul kerangen 2

29 Sukul-sukul 8 9

Ingul kerangen 1

30 Sukul-sukul 4 5

Ingul kerangen 1

31 Sukul-sukul 8 16

Ingul kerangen 3

Mbetung 5

32 Sukul-sukul 5 7

Sanggubuh 1

Takur-takur ratah 1

33 Sukul-sukul 6 9

Sanggubuh 2

Takur-takur ratah 1

34 Sukul-sukul 4 4

35 Sukul-sukul 7 9

Ingul kerangen 2

36 Sukul-sukul 8 10

Ingul kerangen 2

37 Sukul-sukul 6 10

Mbetung 3

Sanggubuh 1

38 Sukul-sukul 9 15

Sanggubuh 3

Mbetung 2

Ingul kerangen 1

39 Mbetung 3 3

40 Mbetung 4 10

ndulpak 6

41 Mbetung 3 10

ndulpak 6

Ingul kerangen 1

42 ndulpak 6 6

43 ndulpak 8 8

44 ndulpak 5 8


(3)

45 Takur-takur ratah 1 9

Sukul-sukul 8

46 Mbetung 2 10

Sukul-sukul 8

47 Sukul-sukul 7 9

Ingul kerangen 2

48 Sukul-sukul 10 17

Ingul kerangen 3

Mbetung 4

49 ndulpak 3 15

Sukul-sukul 7

Mbetung 5

50 Ingul kerangen 2 11

Sukul-sukul 8

Takur-takur ratah 1

51 ndulpak 5 8

Mbetung 3

52 ndulpak 6 10

Mbetung 4

53 ndulpak 6 10

Mbetung 3

Ingul kerangen 1

54 ndulpak 7 22

gujera 3

Tabar-tabar 4

Silawir buluh 8

55 ndulpak 3 15

gujera 2

Tabar-tabar 7

Cep-cepen 3

56 ndulpak 2 18

gujera 2

Silantam ruhi 8

Silawir buluh 6

57 ndulpak 5 21

Cep-cepen 4

Mbetung 6

Silawir buluh 6

58 Tabar-tabar 6 28

Silantam ruhi 10

Mbetung 3

Silawir buluh 9

59 Cep-cepen 5 29

Rancang daluna 7

ndulpak 4


(4)

60 Cep-cepen 4 26

Rancang daluna 6

ndulpak 5

Silawir buluh 11

61 Cep-cepen 6 23

Rancang daluna 4

Silawir buluh 13

62 Cep-cepen 7 16

Rancang daluna 3

ndulpak 6

63 Mbetung 7 19

Rancang daluna 3

gujera 3

Tabar-tabar 6

64 Silantam ruhi 7 19

Rancang daluna 4

Tabar-tabar 8

65 Cep-cepen 12 25

Tabar-tabar 5

ndulpak 8

66 Cep-cepen 8 25

Tabar-tabar 6

Mbetung 7

ndulpak 4

67 Cep-cepen 8 17

Rancang daluna 4

ndulpak 5

68 Cep-cepen 11 32

Silantam ruhi 9

Tabar-tabar 8

ndulpak 4

69 Silantam ruhi 9 19

ndulpak 4

Tabar-tabar 6

70 Silantam ruhi 7 14

Tabar-tabar 2

ndulpak 5

71 Silantam ruhi 6 24

Tabar-tabar 7

ndulpak 3

Silawir buluh 8

72 Silantam ruhi 8 40

Cep-cepen 13

Tabar-tabar 6

Rancang daluna 6


(5)

73 Cep-cepen 10 37

Silantam ruhi 7

gujera 2

Mbetung 6

Rancang daluna 4

Silawir buluh 8

74 Cep-cepen 14 37

gujera 3

Mbetung 7

Silawir buluh 8

Rancang daluna 5

75 Silantam ruhi 7 28

Cep-cepen 8

Mbetung 3

Silawir buluh 10

76 Silantam ruhi 7 19

gujera 3

Tabar-tabar 5

ndulpak 4

77 Cep-cepen 8 16

gujera 1

Ingul kerangen 1

Rancang daluna 6

78 Silantam ruhi 3 19

gujera 2

Rancang daluna 6

Mbetung 8

79 ndulpak 6 35

Silantam ruhi 8

Cep-cepen 9

Silawir buluh 12

80 Tabar-tabar 7 31

Ingul kerangen 2

Mbetung 4

ndulpak 4

Silawir buluh 14

81 Silantam ruhi 8 28

Mbetung 5

Rancang daluna 6

Silawir buluh 9

82 Silantam ruhi 2 22

Rancang daluna 7

Mbetung 6

ndulpak 3

Tabar-tabar 4


(6)

Tabar-tabar 7

Mbetung 3

ndulpak 6

84 Tabar-tabar 7 22

Rancang daluna 3

Mbetung 4

Silawir buluh 8

85 Tabar-tabar 8 46

Cep-cepen 13

Mbetung 6

Rancang daluna 8

Silawir buluh 11

86 ndulpak 7 41

Rancang daluna 3

Mbetung 6

Cep-cepen 10