HUKUM INTERNASIONAL Tanggung Jawab Neg

TANGGUNG JAWAB NEGARA
(STATE RESPONSIBILITY)
a. Textbook of International Law, Dixon
b. Aspek-aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Huala Adolf

A. PENDAHULUAN
1. State:
a. Recognition / pengakuan
b. Penduduk
c. Wilayah
d. Pemerintah
Responsibility / Liability / Accountability
a. RESPONSIBILITY
Adalah

kemampuan

untuk

menjawab


atau

keterjawaban.

State

responsibility berarti tanggung jawab Negara atas tindakan-tindakan
publik yang dilakukan oleh Negara.
b. LIABILITY
Terjadi ketika terdapat kompensasi atau tindakan nyata untuk memenuhi
tanggung jawab.
c. ACCOUNTABILITY
Tanggung jawab suatu jeabatan resmi, misalnya perbuatan pejabat
publik.
2. Hukum tentang tanggung jawab Negara atau yang disebut dengan jurisdiksi
Negara adalah hukum yang mengatur kekuasaan Negara untuk melakukan
suatu tindakan. Hukum tentang tanggung jawab Negara itu sendari berarti
hukum mengenai kewajiban Negara yang timbul ketika Negara telah atau
tidak melakukan suatu tindakan.
Rossalyn


Higgins

menggunakan

istilah

accountability

disamping

responsibility yang berarti terdapat liability untuk tindakan Negara yang
melanggar hukum internasional dan harus dilaksanakan. Negara memiliki

keinginan

untuk

melaksanakan


perbuatan

atau

mental

capacity

perbuatannya.
3. Dixon

memberikan

pengertian

“State

Responsibility”

kedalam


dua

pengertian:
a. untuk

menunjukkan

pembentukan

aturan-aturan

tanggung

jawab

prosedural

atas


yang

pelanggaran

berlaku

dalam

terhadap

setiap

kewajiban internasional apapun.
b. untuk menunjukkan aturan prosedural dan substantif yang berkaitan
dengan kasus tertentu yang mengakibatkan tanggung jawab terhadap
pelanggaran hak warga negara asing.
4. Lahirnya Tanggung Jawab
Menurut Shaw, karakteristik penting lahirnya tanggung jawab negara ini
berdasarkan faktor-faktor adanya:
1. Suatu kewajiban hukum internasional yang berlaku antara dua negara

tertentu;
2. Suatu perbuatan atau kelalaian yang melanggar kiewajiban hukum
internasional; dan
3. Suatu kerusakan atau kerugian sebagai akibat adanya tindakan yang
melanggar hukum atau suatu kelalaian.
Sementara Dixon berpendapat elemen-elemen untuk menyatakan suatu
negara bertanggung jawab ialah:
1. Internationally wrongful act. Dalam hal ini standar yang digunakan adalah
hukum nasional tidak sama dengan hukum internasional.
2. Tindakan negara tersebut harus pada posisi dimana negara sebagai
insititusi publik yang tidak sedang melaksanakan tugas kenegaraan
sehingga bersifat kebal.
3. Harus ada kerugian atau damage,
Tetapi elemen ketiga bukan merupakan prasyarat awal yang harus dipenuhi
terlebih dahulu sebelum menyatakan suatu negara adalah bertanggung
jawab. Cukup dengan terdapat elemen pertama maka dapat dikatakan
negara tersebut “responsible”.

Karakteristik ini sering digunakan atau dinyatakan dalam praktek pengadilan
dalam menangani sengketa yang berkaitan dengan tanggung jawab negara.


B. PENGATURAN TANGGUNG JAWAB NEGARA
1. Pengaturan Parsial
Tanggung jawab negara menurut Mohammed Bedjaovi adalah “one of the
most complex in the general theory of international law”. Parsial karena
pengaturannya

tersebar

di

berbagai

instrumen

hukum

internasional

(konvensi atau perjanjian yang khusus mengatur objek-objek tertentu)

2. ILC Draft Articles
ILC hanya memperhatikan prinsip-prinsip umum saja, meskipun ILC juga
bermaksud untuk mencoba mengkodifkasi aspek lain dari tanggung jawab
negara akibat tindakan tertentu.
ILC berada dibawah PBB dan dibuat oleh International Law Comission, dimulai
pada tahun 1949 dan selesai pada tahun 1996 kemudian disahkan pada
tahun 2001. ILC Draft Articles memuat 59 pasal dalam 4 bagian :
1. The internationally wrongful act of a state (tindakan suatu negara yang
salah secara internasional)
Dixon mengatakan kriteria dari “internationally wrongful act” adalah:
a. Harus melanggar menurut hukum internasional (tidak hanya hukum
nasional)
b. Harus ada tingkat keterikatan atau terkait dengan negara tersebut
(attributability).
-

Activities of organs of the states (eksekutif, legislatif, yudikatif, dll.)
sehingga dapat dikatakan bahwa aktivitas organ negara ini adalah
tindakan yang mewakili negara.


-

Individu dari negara tersebut yang menjelaskan bahwa negara tidak
bertanggung jawab apaibla bisa dibuktikan tidak ada atribusi dari
negara, dan bertanggung jawab apabila bertaribusi kepada negara
dan diakui oleh hak nasional negara atau diketahui oleh negara
tetapi tidak dihentikan.

-

Tindakan dari kelompok pemberontak di negara tersebut.

-

Individu suatu negara yang melanggar hukum internasional di
negara lain.

2. The content of the international responsibility of a state (muatan
tanggung jawab internasional suatu negara)
3. The


implementation

of

the

international

responsibility

of

a

state

(implementasi tanggung jawab internasional suatu negara)
4. General provisions (aturan-aturan umum).
Cassese mengatakan Draft Articles pada garis besar memuat 6 aturan

hukum, yaitu:
1. Aturan tentang perlakuan terhadap orang asing
Aturan Primer : aturan-aturan hukum kebiasaan dan perjanjian yang
mewajibkan negara terkait imunitas, kekebalan, dll.
Aturan tambahan : a) kondisi dan syarat terjadinya pelanggaran terhadap
aturan primer; b) akibat hukum dari a).
2. Draft Articles memperjelas dan mengklarifkasi beberapa pengaturan yang
sebelumya masih kontroversial (mengenai fault atau kesalahan, sifat
perusakan yang dianggap dirugikan oleh wrongful act, dll.)
3. Draft Articles menegaskan perlunya pembedaan antara dua bentuk “state
accountability” (akuntabilitas negara)
a) Tanggung jawab negara untuk pelanggaran biasa terhadap hukum
internasional
b) Tanggung

jawab

negara

untuk

pelanggaran

berat

(aggravated

responsibility)
4. Terjadinya perbuatan salah internasional (international wrongdoing)
5. Perluasan pengaturan mengenai tanggung jawab individu
Individu dianggap dapat bertanggungjawab untuk pelanggaran serius
(kejahatan perang, terhadap kemanusiaan, genosida, terorisme, dll.)
6. Draft articles memungkinkan negara bertanggungjawab atas tindakantindakan yang sah (accountable for lawful actions)
Suatu negara yang melakukan suatu tindakan yang sah dapat diminta
tanggung jawabnya apabila merugikan negara lainnya.

C. TEORI KESALAHAN
Adalah suatu doktrin hukumi nternasional mengenai apakah perlu atau tidaknya
unsur keselahan dalam melahirkan tanggung jawab negara. Terdapat dua teori,
yaitu:
1. Teori subyektif (school of liability for fault)
Tanggung jawab negara ditentukan oleh adanya unsur kesalahan (fault),
yaitu adanya keinginan atau maksud untuk melakukan suatu perbuatan
(kesengajaan atau dolus) atau kelalaian (culpa) pada pejabat atau agen
negara.
2. Teori obyektif (school of causal liability)
Tanggung jawab negara adalah selalu mutlak (strict). Unsur kesalahan bukan
prasyarat untuk terjadinya tindakan atau perbuatan yang salah secara
objektif.
Draft articles ILC mengenai tanggung jawab negara tidak menyatakan jelas
menganut teori subyektif atau obyektif. Hanya menggunakan pendekatan unsurunsur “internationally wrongful act of a state”. Pasal 2 Draft Articles berbunyi:
“there is an internationally wrongfull act of a state when conduct consisting of an
action or omission:
a) Is attributed to the state under international law; and
b) Constitutes a breach of an international obligation of the state.”

D. MACAM-MACAM TANGGUNG JAWAB NEGARA
1. Tanggung jawab perbuatan melawan hukum (Delictual Liability)
Lahir dari setiap kesalahan atau kelalaian suatu negara terhadap orang asing
di dalam wilayahnya atau wilayah negara lain, yang timbul karen:
a. Eksproriasi ruang angkasa
Negara

peluncur

satelit

selalu

bertanggungjawab

terhadap

setiap

kerugian yang disebabkan oleh satelit terhadap objek di negara lain dan
tanggung jawab bersifat absolut (absolute liability).

b. Kegiatan terkait dengan nuklir
Negara bertanggungjawab terhadap setiap kerusakan yang disebabkan
karena kegiatan-kegiatannya terkait dengan nuklir dan tanggung jawab
absolut karena kegiatan ini mengandung resiko bahaya yang sangat
tinggi.
c. Kegiatan-kegiatan lintas batas
Setiap

negara

harus

mengawasi

dan

mengatur

setiap

kegiatan

wilayahnya, baik publik maupun perdata, yang tampaknya kegiatan
tersebut dapat melintasi batas negaranya dan merugikan negara lain.
2. Tanggung jawab atas pelanggaran perjanjian (contractual liability)
Dapat terjadi terhadap suatu negara manakala ia melanggar suatu perjanjian
atau kontrak.
a. Pelanggaran perjanjian
Pelanggaran terhadap perjanjian melahirkan suatu kewajiban untuk
membayar ganti rugi yang ditentukan oleh Mahkamah Internasional,
pengadilan, peradilan arbitrase, atau melalui perundingan. Pelanggaran
seperti ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap prinsip
pacta sun servada atau bona fdes dalam hukum Internasional.
b. Pelanggaran kontrak (internasional)
Ketika suatu negara melanggar kontrak, maka pihak lainnya dapat
menuntut negara tersebut untuk membayar ganti rugi atas kerugian yang
dideritanya. Suatu negara yang melanggar kontrak internasional (atau
komersial) tidak menghasilkan tanggung jawab negara.
Namun dalam pelanggaran kontrak ini peran Hukum Internasional adalah:
1. Para pihak (negara dengan negara atau negara dengan perusahaan asing)
sepakat

untuk

memilih

dan

memberlakukan

prinsip-prinsip

hukum

internasional dalam kontak mereka.
2. Ketika suatu negara melakukan tindakan-tindakan yang melanggar
kontrak menurut hukum internasional.

E. PENGECUALIAN TANGGUNG JAWAB NEGARA

Dalam keadaan-keadaan tertentu, suatu pelanggaran terhadap suatu kewajiban
internasional

tidak

mengakibatkan

negara

tersebut

bertanggungjawab

terhadapnya. Keadaan-keadaan yang dimaksud secara umum adalah:
1. Adanya persetujuan dari negara yang dirugikan (consent)
Persetujuan ini harus diberikan sebelum atau saat pelanggaran terjadi.
Persetujuan yang diberikan setelah terjadi pelanggaran berarti penanggalan
hak

untuk

mengklaim

ganti

rugi,

tetapi

tidak

menghilangkan

unsur

pelanggaran hukum internasional.
2. Tindakan mempertahankan diri (self defense)
Yang menjadi tolak ukur adalah bahwa tindakan tersebut harus sesuai
dengan piagam PBB.
3. Keadaan memaksa (force majeure)
Pasal 23 ILC Draft Articles on Responsibility of States for Internationally
Wrongful Act (2001) yang mengatakan kesalahan negara dapat dihindari
apabila tindakan itu disebabkan karena adanya kekuatan yang tak dapat
diduga sebelumnya di luar kontrol atau pengawasan suatu negara yang
membuatnya

secara

materiil

tidak

mungkin

memenuhi

kewajiban

internasional tersebut.
4. Keadaan yang berbahaya (distress)
Tindakan yang oleh si pelaku memang tidak ada cara lain karena alasan yang
berbahaya guna menyelamatkan jiwanya atau keselamatan jiwa orang lain
yang berada di bawah pengawasannya.
5. Keadaan yang sangat diperlukan (necessity)
Seutu negara dapat melakukan suatu tindakan yang “merupakan satusatunya jalan untuk menyelamatkan kepentingan yang esensil terhadap
bahaya yang sangat besar”.
Perbedaan antara Doctrine of Necessity dengan Force Majeure adalah, dalam
Doctrine of Necessity tindakan pelanggaran dilakukan karena tindakan
tersebut adalah satu-satunya cara untuk melindungi kepentingan vitalnya,
sedangkan Force Majeure adalah keadaan dimana kekuatan yang bersifat di
luar kemampuan dan tidak dapat dihindari.
F. EXHAUSTION OF LOCAL REMEDIES
1. Pengertian

Hukum kebiasaan internasional menetapkan bahwa sebelum diajuukannya
klaim

atau

tuntutan

ke

pengadilan

internasional,

langkah-langkah

penyelesaian sengketa (“local remedies rule”) yang tersedia atau yang
diberikan

oleh

negara

tersebut

harus

terlebih

dahulu

ditempuh

(“exhausted”). Hal ini dilakukan untuk memberi kesempatan kepada negara
itu untuk memperbaiki kesalahannya menurut sistem hukumnya dan
mengurangi tuntutan-tuntutan internasional.
2. Pengecualian
a. Suatu negara telah melakukan pelanggaran langsung hukum internasional
yang menyebabkan kerugian.
b. Ketentuan local remedies dapat ditarik berdasarkan suatu perjanjian
internasional.
c. Local remedies tidak perlu dipergunakan manakala pengadilan setempat
nampaknya tidak menunjukkan akan memberi ganti kerugian.
d. Local remedies tidak perlu digunakan apabila hasil atau putusan
pengadilan setempat sudah dipastikan akan memberikan putusan yang
sama dengan putusan-putusan sebelumnya.
e. Local remedies tidak perlu dilakukan mankala upaya tersebut memang
tidak tersedia.
f. Apabila suatu pelanggaran dilakukan oleh pemerintah yang tidak tunduk
kepada yurisdiksi pengadilan.
g. Negara-negara

dapat

menyepakati

untuk

menanggalkan

upaya

penyelesaian setempat (local remedies).
G. DOKTRIN IMPUTABILITAS
1. Pengertian
Latar belakang dari timbulnya doktrin ini ialah negara sebagai suatu
kesatuan hukum yang abstrak tidak dapat melakukan “tindakan-tindakan
yang nyata”
“states

can

only

act

by

and

through

their

agents-agents

and

representatives.”
Negara tidak bertanggung jawab menurut hukum internasional atas semua
tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh warga negaranya.
2. Pasal 4 ILC Draft Articles 2001

Imputabilitas

dari

suatu

tindakan

organ

atau

pejabat

negara

tidak

bergantung kepada:
a. Kelembagaan suatu negara, apakah ia dari legislatif, eksekutif, atau
yudikatif.
b. Besar kecilnya jabatan (pangkat) suatu organ, apakah ia pegawai sipil
berpangkat rendah atau jendral dalam militer.
c. Kedudukan pegawai yang bersangkutan, apakah ia pegawai pusat atau
daerah.
d. Status lainnya yang menurut hukum nasionalnya dianggap sebagai
pegawai atau pejabat negara.

H. EKSPROPRIASI (NASIONALISASI)
1. Pengertian
Pengambil-alihan perusahaan asing oleh suatu negara (baik aset maupun
industri keseluruhan).
2. Syarat-syarat “lawful expropriation”
Pengambil-alihan sautu perusahaan asing adalah suatu pelanggaran hukum,
tapi dibenarkan dengan syarat:
a. Untuk kepentingan umum (public purposes)
b. Ganti rugi yang layak (appropriate compensation)
Ganti rugi yang layak dalam hal ini yang memenuhi “Formula Hull”, yaitu
prompt, adequate, dan effective.
Adequate, berarti jumlah ganti ruginya adalah mempunyai nilai yang
sama dengan usahanya pada waktu dinasionalisasi, ditambah dengan
bunganya sampai keputusan pengadilan dikeluarkan.
Prompt, berarti pembayaran yang dibayarkan secepat mungkin.
Effective, berarti pihak yang menerima pembayaran tersebut harus dapat
memanfaatkannya.
c. Non-diskriminasi (non-discrimination)
d. Berdasarkan undang-undang

I. TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP ORANG ASING

1. Pendahuluan
Pada dasarnya setiap negara berkewajiban untuk tidak memperlakukan
buruk warga negara asing yang tinggal di dalam batas wilayah negaranya.
Apabila negara melanggar kewajiban ini dalam cara apapun, hal ini dapat
mengakibatkan tanggung jawab internasional kepada negara yang kepada
negara tersebut orang yang dilanggar haknya berkewarganegaraan.
2. Contoh dari perlakuan buruk yang mengakibatkan tanggung jawab
a. Penganiayaan

atas

warga

negara

asing

selama

menjadi

tahanan

kekuasaan kehakiman.
b. Nasionalisasi atas perusahaan ataupun properti milik warga negara asing
yang tidak sah.
c. Kegagalan untuk menghukum para individu yang bertanggung jawab atas
penyerangan kepada warga negara asing.
d. Cedera langsung kepada warga negara asing oleh pejabat negara.
3. Pandangan negara berkembang dan negara maju.
Negara Berkembang:
-

Tidak mengakui perlakuan khusus kepada warga negara asing dalam
negerinya.

Negara maju:
-

Menginginkan

perlindungan

yang

lebih

besar

terhadap

warga

negaranya di luar negeri.
Latar belakangnya adalah doktrin tentang tanggung jawab negara yang
terkait dengan kebangsaan (nationality of claims).
4. Standar perlakuan
a. International minimum standard
Standar dalam hal ini berarti tidak hanya standar dengan hukum
internasional tetapi juga standar dalam arti penegakan hukumnya
(enforcement). Hal ini bertujuan untuk perlindungan efektif menurut
ketentutan hukum internasional. Perlakuan terhadap warga negara asing
juga harus sesuai dengan norma-norma internasional, meskipun Dixon
sendiri mengatakan bahwa tidak ada kesepakatan terhadap isi dari
seperti apakah “International minimum standard” itu sendiri.

b. National treatment standard
Orang harus diperlakukan sama seperti halnya negara memperlakukan
warga negaranya.
Negara penganut paham ini biasanya menggunakan standar ini sebagai
cara untuk menghindari intervensi yang tidak diinginkan dalam kontrak
mereka oleh negara-negara yang lebih kuat.
-

“foreigners may not claim rights different from, or more extensive
than, those enjoyed by nationals.” (usulan pasal 7 ILC Draft Articles)

c. Jalan tengah
1. Bahwa orang asing harus menikmati hak-hak serta jaminan yang sama
dengan warga negara bersangkutan, yakni penghormatan terhadap
hak-hak asasi atau fundamental manusia yang diakui dan diterapkan
dalam hukum internasional.
2. Tanggung jawab internasional suatu negara akan timbul apabila hakhak asasi atau fundamental manusia tersebut dilanggar.
Gracia Anador merangkum bahwa standar minimum tindakan negara adalah
perlindungan atas hak asasi manusia.
5. Doktrin Calvo
a. Latar belakang
Doktrin ini menegaskan prinsip non-intervensi yang disertai penegasan
bahwa orang asing hanya berhak diperlakukan seperti halnya warga
negaranya.
Doktrin ini digunakan sebagai cara untuk menangkal campur tangan
dalam urusan-urusan dalam negeri.
-

Setiap orang asing yang mengklaim hak perlindungan yang lebih besar
daripada yang diberikan oleh negara dimana ia tinggal adalah
bertentangan dengan hak persamaan antara negara.

6. Pengusiran Orang Asing
a. Hak negara
Goodwin-Gill menemukan beberapa alasan substansif bagi kekuasaan
negara

untuk

mengusir

pengusiran ini, bila:

orang

asing.

Praktek

negara

mengakui

1. Masuk ke dalam suatu negara dengan cara melanggar hukum
2. Melanggar syarat-syarat izin masuk
3. Terlibat dalam tindakan kriminal
4. Berdasarkan

pertimbangan

politik

dan

keamanan

orang

asing

tersebut harus diusir
b. Pembatasan hak negara
1. Tidak semena-mena
Seperti misalnya menggunakan senjata yang berlebihan, menganiaya
orang tersebut, atau dengan tidak memberi kesempatan kepadanya
untuk mengurus atau menyelamatkan harta bendanya.
2. Perlindungan HAM
Mislanya orang yang diusir tersebut, dari segi kesehatan atau
keselamatannya, tidak mungkin diusir dan dapat membahayakan
nyawa orang tersebut.