Resolusi Konflik Pada Anak dan Remaja
RESOLUSI KONFLIK
PADA ANAK DAN REMAJA
Nama kelompok :
Rahmad Dwi Purnama Putra 11320009
Sarah Faulia Sari
12320098
Linda Indah Asriani
12320108
Nur Chasanah
12320205
Hani Nurul Hikmah
12320222
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2014
1.
Pendahuluan
a) Latar Belakang
Manusia tanpa masalah atau konflik nampaknya tidak mungkin. Karena
masalah akan selalu ada, serta memiliki pola berulang dari generasi ke generasi.
Hal ini sudah merupakan hal lumrah yang dialami oleh seseorang. Dengan kata
lain, konflik tidak bisa dihindari. Begitu pula yang terjadi pada anak dan remaja.
Meskipun usia mereka terbilang muda, tetapi bisa jadi mereka juga mengalami
konflik yang sejenis dengan dewasa lain. Seharusnya anak dan remaja mampu
mengembangkan diri serta meraih prestasi cemerlang, tetapi konflik yang dialami
sebagian besar dari mereka justru menghambat pencapaian prestasi. Banyak
dari mereka yang akhirnya menjadi anak “nakal”. Beberapa anak di Indonesia
bahkan harus tinggal di dalam sel karena perbuatan mencuri atau melakukan
perkelahian. Seperti yang di posting oleh UNICEF dalam webnya “Kebanyakan
dari ribuan anak Indonesia saat ini berada di balik jeruji besi, dikirim ke penjarapenjara yang penuh sesak dengan pelaku kekerasan dewasa dan tanpa fasilitas
khusus untuk memenuhi kebutuhan mereka”. Sebagian besar masalah pada
anak-anak yang diproses dalam sistem peradilan seringkali mengaku menderita
akibat tindakan kekerasan terhadap mereka.
Kemudian seorang ahli seperti Stanley Hall dalam Mappiare (1982) , yang
disebut sebagai Bapak Psikologi
Remaja ilmiah menyebutkan masa remaja
sebagai " storm dan stress". Masa peralihan ini banyak menimbulkan kesulitankesulitan dalam penyesuaian terhadap dirinya maupun terhadap lingkungan
sosialnya. Hal ini disebabkan karena remaja bukan kanak-kanak lagi tetapi juga
belum dewasa dan remaja ingin diperlakukan sebagai orang dewasa, sedangkan
lingkungan menganggap bahwa remaja belum waktunya untuk diperlakukan
sebagai orang dewasa.
Seseorang akan mengalami konflik ketika mengalami perbedaan paham
serta pemikiran. Namun situasi yang tidak nyaman juga mampu menjadi salah
satu penyebab munculnya konflik dalam diri individu. Misalnya saat orang
tersebut berada ditengah suatu konflik diantara orang lain, maka bisa jadi konflik
tersebut muncul pada dirinya. Menurut Deutsch (1973), konflik terjadi ketika ada
aktivitas yang tidak selaras terjadi. Sedangkan menurut Coser (1967), konflik
adalah hal yang berisi pertikaian karena nilai, status, power, atau sumber yang
terbatas di mana tujuan pada kelompok atau pihak yang berkonflik tidak hanya
untuk mendapatkan keinginannya tetapi juga untuk menyakiti atau menghabisi
lawannya.
Dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan masalah yang timbul dari pikiran
atau persepsi manusia. Oleh sebab itu, perlunya edukasi untuk mengenali jenisjenis konflik sangat diperlukan supaya kita dapat memahami pola konflik terjadi
yang terjadi pada anak maupun remaja. Mereka berhak untuk dapat
mengembangkan dirinya dengan baik dalam hal pendidikan demi kualitas
hidupnya seperti yang dilansir dari laman www.bappenas.go.id sesuai dengan
UUD 1945 Pasal 28B ayat (1). Dengan demikian, konflik diharapkan dapat
diselesaikan atau setidaknya diusahakan supaya tidak mengganggu kegiatan
akademik anak dan remaja.
b) Landasan Teori
Konflik berasal dari bahasa latin yaitu configere yang berarti memukul
(etimologi). Menurut Antonius, dkk (2002: 175) konflik adalah
suatu tindakan
salah satu pihak yang berakibat menghalangi, menghambat, atau mengganggu
pihak lain dimana hal ini dapat terjadi antar kelompok masyarakat ataupun
dalam hubungan antar pribadi. Sedangkan menurut Scannell (2010: 2) konflik
adalah suatu hal alami dan normal yang timbul karena perbedaan persepsi,
tujuan atau nilai dalam sekelompok individu.
Dalam Power Point mata kuliah Resolusi Konflik Anak dan Remaja
Universitas Indonesia menyebutkan adanya 3 jenis konflik. Pertama yaitu marital
conflict,
konflik
terjadi
akibat
adanya
pertikaian
antar
orangtua
yang
mempengaruhi gaya pengasuhannya dan berpengaruh pada interaksi anak
dengan orang lain. Kedua yaitu sibling conflict, konflik ini bersumber pada
perlakuan yang berbeda, perhatian, iklim keluarga, serta penguatan dan
modeling dari orangtua. Kemudian pada konflik saudara juga dilihat dari usia
anak, rentang usia anak dengan saudara kandungnya, jenis kelamin, serta ada
tidaknya saudara kandung dengan kebutuhan khusus. Ketiga peer conflict, yaitu
konflik yang terjadi pada anak maupun remaja dengan teman sebayanya serta
ditandai adanya pertikaian.
Hunt
and Metcalf
(1996: 97) membagi konflik menjadi dua jenis, yaitu
intrapersonal conflict (konflik intrapersonal) dan interpersonal conflict (konflik
interpersonal). Konflik intrapersonal
adalah konflik yang terjadi dalam diri
individu sendiri, misalnya ketika keyakinan yang dipegang individu bertentangan
dengan nilai budaya masyarakat, atau keinginannya tidak sesuai dengan
kemampuannya. Konflik intrapersonal ini bersifat psikologis, yang jika tidak
mampu diatasi dengan baik dapat menggangu bagi kesehatan psikologis atau
kesehatan mental (mental hygiene) individu yang bersangkutan. Sedangkan
konflik interpersonal ialah konflik yang terjadi antar individu. Konflik ini terjadi
dalam setiap lingkungan sosial, seperti dalam keluarga, kelompok teman sebaya,
sekolah, masyarakat dan negara. Konflik ini dapat berupa konflik antar individu
dan kelompok, baik di dalam sebuah kelompok
(intragroup conflict) maupun
antar kelompok (intergroup conflict). Dalam penelitian ini titik fokusnya adalah
pada konflik sosial remaja, dan bukan konflik dalam diri individu.
2.
Identitas Responden
A.
B.
C.
3.
Nama responden : GD
Usia
: 12 tahun
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Sekolah
: SDN Krawitan
Kelas
: 4 SD
Nama responden : KK
Usia
: 11 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Sekolah
: SDN Krawitan
Kelas
: 5 SD
Nama responden : RW
Usia
: 11 tahun
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Sekolah
: SDN Krawitan
Kelas
: 4 SD
Identifikasi Masalah
A. Responden pertama
GD seorang siswa kelas 4 sd berusia 12 tahun. Di usianya yang sudah 12
tahun GD masih duduk di bangku kelas 4 SD karena sudah beberapa kali tidak
naik kelas. Menurut pengakuan teman dan guru, perilaku GD juga tergolong
nakal, rambut GD pun diwarnai, dikelas ia mengganggu teman lainnya saat
sedang pelajaran bahkan GD menunjukan perilaku tidak patuh dengan tidak
mengenakan sepatu ketika pelajaran berlangsung. Saat ditanya alasannya GD
tidak mau menjawab mengapa ia mewarani rambutnya dan tidak mengenakan
sepatu. Setelah ditanyakan kepada guru ternyata diketahui bahwa ayah dan
kakak GD sudah meninggal ketika GD kelas 2 SD. Sejak saat itu GD mulai
jarang masuk sekolah dan beberapa kali tidak naik kelas. Ibu GD menikah lagi,
GD memiliki 2 kakak tetapi menurutnya hubungannya kurang begitu dekat. GD
kurang mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya dan keluarga besarnya
yang menjadi pemicu timbulnya perilaku GD.
B. Responden kedua
Respinden kedua bernama KK, seorang siswa kelas 5 SD. Anak bungsu dari
3 bersaudara, orang tua KK adalah seorang guru olahraga di SDN Krawitan.
Menurut pengakuannya, KK sering bertengkar dengan kakak keduanya yang
memiliki rentang usia cukup jauh. Kakaknya sudah kuliah sedangkan KK masih
duduk di kelas 5 SD. Kakak KK sering mengganggunya yang menyebabkan
mereka bertengkar. Mereka sering berkonflik karena berebut kamar padahal
mereka sudah memiliki kamar masing-masing. Kakak KK juga sering tidak mau
mengalah dengan KK dalam hal apapun. Menurut pengakuan KK sendiri, ketika
mereka tengah bertengkar, kerap sekali orang tuanya menyalahkan KK
ketimbang menyalahkan kakaknya. Darisinilah KK mulai merasa jengkel
terhadap kakaknya sendiri.
C. Responden ketiga
RW adalah seorang siswa kelas 4 SD. Disekolah RW termasuk anak yang
aktif dan lumayan bandel. RW beberapa kali terlibat perkelahian dengan
temannya disekolah bahkan sampai membuat temannya menangis. RW juga
sering dimarahi oleh kakaknya yang memiliki rentang usia cukup jauh
dengannya. Tetapi ketika dimarahi oleh kakaknya RW tidak berani melawan
karena takut. Ketika berkelahi disekolah RW awalnya hanya bercanda tetapi
malah jadi berkelahi sungguhan. Ketika terjadi perkelahian tersebut RW dan
temannya dipanggil guru dan diberi nasihat. Setelah itu RW dan temannya
langsung berbaikan kembali.
4.
Dinamika Konflik
A. Responden pertama
Jenis Konflik
: Marital konflik
-
Ayah meninggal ketika GD masih kelas 2 SD
-
Ibu menikah lagi
-
Kurang mendapatkan perhatian
Origins
Unmed basic needs
belonging
Perilaku GD timbul karena ia kurang mendapatkan perhatian dari orangtuanya. Terutama
dari ayahnya yang sudah meninggal ditambag sekarang GD memiliki ayah tiri.
Conflict
Konflik konseptual
Karena GD kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tua yang seharusnya ia dapatkan
di usianya. Sehingga GD menyimpulkan bahwa dirinya berbeda dari teman-teman lain dan
berusaha menarik perhatian lingkungannya.
Response to conflict
Aggression
GD beruhasa mencari perhatian dari lingkungannya dengan cara memberontak, mewarnai
rambutnya dan mengganggu teman-temannya. Bahkan ketika di kelas GD tidak pernah
memperhatikan guru dan tidak pernah memakai sepatu.
B. Responden kedua
Jenis Konflik : Konflik Saudara Kandung (rentang usia yang cukup jauh).
Rentang usia saudara kandung terpaut jauh
Pemahaman dan keinginan yang berbeda
Origins
Limited Resources
Konflik yang terjadi terhadap responden kedua ini termasuk dalam Limited Resources yang
disebabkan oleh pihak-pihak yang kurang bisa membagi sumber-sumber yang diinginkan
oleh masing-masing dari mereka. Pihak tersebut adalah kakak KK sendiri.
Conflict
Konflik kontroversi
Dimana gagasan dan keinginan dari kk tidak sejalan dengan saudara kandungnya sendiri.
Response to conflict
Withdrawl
Responden yang kedua ini lebih memilih diam atau menarik diri (tidak melakukan
perlawanan) karena kk tidak mungkin melawan terhadap kakaknya yang berusia jauh diatas
usianya.
C. Responden Ketiga
Jenis Konflik : Konflik teman sebaya
Perbedaan pendapat dan keinginan
Origins
Unmet Basic Needs - Fun
Konflik pada responden ketiga ini termasuk pada unmet basic needs – fun dikarenakan
konflik yang terjadi seputar pertikaian teman sebaya yang berbeda pendapat atas dasar
kebutuhan mereka untuk bersenang-senang.
Conflict
Konflik kepentingan
Konflik yang terjadi pada responden ketiga termasuk dalam konflik kepentingan dimana
individu terlibat dalam hubungan pertemanan yang memiliki keinginan yang beragam di
masa perkembangan pemahaman mereka. Kemudian mereka memilih bertikai untuk
mendapatkan keinginan mereka yang berbeda-beda.
Response to conflict
Resolusi
RW lebih memilih memberi resolusi terhadap konfliknya, hal ini ditunjukan RW ketika dia
lebih memilih bermaafan untuk menghadapi konfliknya tersebut
5. Kesimpulan
Konflik adalah hal yang mustahil dihindari oleh setiap individu, artinya
setiap individu dalam masa perkembangannya akan selalu dipertemukan
dalam situasi dimana konflik itu berada. Letak permasalahannya adalah
ketika individu belum mampu mengatasi konfliknya sendiri karena dapat
berdampak pada kondisi Psikologis serta perkembangannya ke tahap
selanjutnya. Di sisi lain, konflik juga dapat dipandang sebagai proses belajar
seorang individu untuk tumbuh-kembang. Hal tersebut tergantung bagaimana
individu tersebut dapat bertahan dan mengatasi konfliknya sendiri dengan
kata lain perilaku nakal atau tidak nakal bagi seorang individu tidak dapat
dijadikan indikator apakah seorang individu tersebut memiliki perilaku baik
atau buruk. Tinggal bagaimana mereka bisa atau tidak mengatasi konfliknya
sendiri.
Daftar Pustaka
http://www.unicef.org/indonesia/id/reallives_19909.html
http://eprints.uny.ac.id/9882/3/BAB%202%20-%2008104241005.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3520/3/psikologi-vivi%20gusrini.pdf.txt
www.bappenas.go.id
PADA ANAK DAN REMAJA
Nama kelompok :
Rahmad Dwi Purnama Putra 11320009
Sarah Faulia Sari
12320098
Linda Indah Asriani
12320108
Nur Chasanah
12320205
Hani Nurul Hikmah
12320222
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2014
1.
Pendahuluan
a) Latar Belakang
Manusia tanpa masalah atau konflik nampaknya tidak mungkin. Karena
masalah akan selalu ada, serta memiliki pola berulang dari generasi ke generasi.
Hal ini sudah merupakan hal lumrah yang dialami oleh seseorang. Dengan kata
lain, konflik tidak bisa dihindari. Begitu pula yang terjadi pada anak dan remaja.
Meskipun usia mereka terbilang muda, tetapi bisa jadi mereka juga mengalami
konflik yang sejenis dengan dewasa lain. Seharusnya anak dan remaja mampu
mengembangkan diri serta meraih prestasi cemerlang, tetapi konflik yang dialami
sebagian besar dari mereka justru menghambat pencapaian prestasi. Banyak
dari mereka yang akhirnya menjadi anak “nakal”. Beberapa anak di Indonesia
bahkan harus tinggal di dalam sel karena perbuatan mencuri atau melakukan
perkelahian. Seperti yang di posting oleh UNICEF dalam webnya “Kebanyakan
dari ribuan anak Indonesia saat ini berada di balik jeruji besi, dikirim ke penjarapenjara yang penuh sesak dengan pelaku kekerasan dewasa dan tanpa fasilitas
khusus untuk memenuhi kebutuhan mereka”. Sebagian besar masalah pada
anak-anak yang diproses dalam sistem peradilan seringkali mengaku menderita
akibat tindakan kekerasan terhadap mereka.
Kemudian seorang ahli seperti Stanley Hall dalam Mappiare (1982) , yang
disebut sebagai Bapak Psikologi
Remaja ilmiah menyebutkan masa remaja
sebagai " storm dan stress". Masa peralihan ini banyak menimbulkan kesulitankesulitan dalam penyesuaian terhadap dirinya maupun terhadap lingkungan
sosialnya. Hal ini disebabkan karena remaja bukan kanak-kanak lagi tetapi juga
belum dewasa dan remaja ingin diperlakukan sebagai orang dewasa, sedangkan
lingkungan menganggap bahwa remaja belum waktunya untuk diperlakukan
sebagai orang dewasa.
Seseorang akan mengalami konflik ketika mengalami perbedaan paham
serta pemikiran. Namun situasi yang tidak nyaman juga mampu menjadi salah
satu penyebab munculnya konflik dalam diri individu. Misalnya saat orang
tersebut berada ditengah suatu konflik diantara orang lain, maka bisa jadi konflik
tersebut muncul pada dirinya. Menurut Deutsch (1973), konflik terjadi ketika ada
aktivitas yang tidak selaras terjadi. Sedangkan menurut Coser (1967), konflik
adalah hal yang berisi pertikaian karena nilai, status, power, atau sumber yang
terbatas di mana tujuan pada kelompok atau pihak yang berkonflik tidak hanya
untuk mendapatkan keinginannya tetapi juga untuk menyakiti atau menghabisi
lawannya.
Dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan masalah yang timbul dari pikiran
atau persepsi manusia. Oleh sebab itu, perlunya edukasi untuk mengenali jenisjenis konflik sangat diperlukan supaya kita dapat memahami pola konflik terjadi
yang terjadi pada anak maupun remaja. Mereka berhak untuk dapat
mengembangkan dirinya dengan baik dalam hal pendidikan demi kualitas
hidupnya seperti yang dilansir dari laman www.bappenas.go.id sesuai dengan
UUD 1945 Pasal 28B ayat (1). Dengan demikian, konflik diharapkan dapat
diselesaikan atau setidaknya diusahakan supaya tidak mengganggu kegiatan
akademik anak dan remaja.
b) Landasan Teori
Konflik berasal dari bahasa latin yaitu configere yang berarti memukul
(etimologi). Menurut Antonius, dkk (2002: 175) konflik adalah
suatu tindakan
salah satu pihak yang berakibat menghalangi, menghambat, atau mengganggu
pihak lain dimana hal ini dapat terjadi antar kelompok masyarakat ataupun
dalam hubungan antar pribadi. Sedangkan menurut Scannell (2010: 2) konflik
adalah suatu hal alami dan normal yang timbul karena perbedaan persepsi,
tujuan atau nilai dalam sekelompok individu.
Dalam Power Point mata kuliah Resolusi Konflik Anak dan Remaja
Universitas Indonesia menyebutkan adanya 3 jenis konflik. Pertama yaitu marital
conflict,
konflik
terjadi
akibat
adanya
pertikaian
antar
orangtua
yang
mempengaruhi gaya pengasuhannya dan berpengaruh pada interaksi anak
dengan orang lain. Kedua yaitu sibling conflict, konflik ini bersumber pada
perlakuan yang berbeda, perhatian, iklim keluarga, serta penguatan dan
modeling dari orangtua. Kemudian pada konflik saudara juga dilihat dari usia
anak, rentang usia anak dengan saudara kandungnya, jenis kelamin, serta ada
tidaknya saudara kandung dengan kebutuhan khusus. Ketiga peer conflict, yaitu
konflik yang terjadi pada anak maupun remaja dengan teman sebayanya serta
ditandai adanya pertikaian.
Hunt
and Metcalf
(1996: 97) membagi konflik menjadi dua jenis, yaitu
intrapersonal conflict (konflik intrapersonal) dan interpersonal conflict (konflik
interpersonal). Konflik intrapersonal
adalah konflik yang terjadi dalam diri
individu sendiri, misalnya ketika keyakinan yang dipegang individu bertentangan
dengan nilai budaya masyarakat, atau keinginannya tidak sesuai dengan
kemampuannya. Konflik intrapersonal ini bersifat psikologis, yang jika tidak
mampu diatasi dengan baik dapat menggangu bagi kesehatan psikologis atau
kesehatan mental (mental hygiene) individu yang bersangkutan. Sedangkan
konflik interpersonal ialah konflik yang terjadi antar individu. Konflik ini terjadi
dalam setiap lingkungan sosial, seperti dalam keluarga, kelompok teman sebaya,
sekolah, masyarakat dan negara. Konflik ini dapat berupa konflik antar individu
dan kelompok, baik di dalam sebuah kelompok
(intragroup conflict) maupun
antar kelompok (intergroup conflict). Dalam penelitian ini titik fokusnya adalah
pada konflik sosial remaja, dan bukan konflik dalam diri individu.
2.
Identitas Responden
A.
B.
C.
3.
Nama responden : GD
Usia
: 12 tahun
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Sekolah
: SDN Krawitan
Kelas
: 4 SD
Nama responden : KK
Usia
: 11 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Sekolah
: SDN Krawitan
Kelas
: 5 SD
Nama responden : RW
Usia
: 11 tahun
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Sekolah
: SDN Krawitan
Kelas
: 4 SD
Identifikasi Masalah
A. Responden pertama
GD seorang siswa kelas 4 sd berusia 12 tahun. Di usianya yang sudah 12
tahun GD masih duduk di bangku kelas 4 SD karena sudah beberapa kali tidak
naik kelas. Menurut pengakuan teman dan guru, perilaku GD juga tergolong
nakal, rambut GD pun diwarnai, dikelas ia mengganggu teman lainnya saat
sedang pelajaran bahkan GD menunjukan perilaku tidak patuh dengan tidak
mengenakan sepatu ketika pelajaran berlangsung. Saat ditanya alasannya GD
tidak mau menjawab mengapa ia mewarani rambutnya dan tidak mengenakan
sepatu. Setelah ditanyakan kepada guru ternyata diketahui bahwa ayah dan
kakak GD sudah meninggal ketika GD kelas 2 SD. Sejak saat itu GD mulai
jarang masuk sekolah dan beberapa kali tidak naik kelas. Ibu GD menikah lagi,
GD memiliki 2 kakak tetapi menurutnya hubungannya kurang begitu dekat. GD
kurang mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya dan keluarga besarnya
yang menjadi pemicu timbulnya perilaku GD.
B. Responden kedua
Respinden kedua bernama KK, seorang siswa kelas 5 SD. Anak bungsu dari
3 bersaudara, orang tua KK adalah seorang guru olahraga di SDN Krawitan.
Menurut pengakuannya, KK sering bertengkar dengan kakak keduanya yang
memiliki rentang usia cukup jauh. Kakaknya sudah kuliah sedangkan KK masih
duduk di kelas 5 SD. Kakak KK sering mengganggunya yang menyebabkan
mereka bertengkar. Mereka sering berkonflik karena berebut kamar padahal
mereka sudah memiliki kamar masing-masing. Kakak KK juga sering tidak mau
mengalah dengan KK dalam hal apapun. Menurut pengakuan KK sendiri, ketika
mereka tengah bertengkar, kerap sekali orang tuanya menyalahkan KK
ketimbang menyalahkan kakaknya. Darisinilah KK mulai merasa jengkel
terhadap kakaknya sendiri.
C. Responden ketiga
RW adalah seorang siswa kelas 4 SD. Disekolah RW termasuk anak yang
aktif dan lumayan bandel. RW beberapa kali terlibat perkelahian dengan
temannya disekolah bahkan sampai membuat temannya menangis. RW juga
sering dimarahi oleh kakaknya yang memiliki rentang usia cukup jauh
dengannya. Tetapi ketika dimarahi oleh kakaknya RW tidak berani melawan
karena takut. Ketika berkelahi disekolah RW awalnya hanya bercanda tetapi
malah jadi berkelahi sungguhan. Ketika terjadi perkelahian tersebut RW dan
temannya dipanggil guru dan diberi nasihat. Setelah itu RW dan temannya
langsung berbaikan kembali.
4.
Dinamika Konflik
A. Responden pertama
Jenis Konflik
: Marital konflik
-
Ayah meninggal ketika GD masih kelas 2 SD
-
Ibu menikah lagi
-
Kurang mendapatkan perhatian
Origins
Unmed basic needs
belonging
Perilaku GD timbul karena ia kurang mendapatkan perhatian dari orangtuanya. Terutama
dari ayahnya yang sudah meninggal ditambag sekarang GD memiliki ayah tiri.
Conflict
Konflik konseptual
Karena GD kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tua yang seharusnya ia dapatkan
di usianya. Sehingga GD menyimpulkan bahwa dirinya berbeda dari teman-teman lain dan
berusaha menarik perhatian lingkungannya.
Response to conflict
Aggression
GD beruhasa mencari perhatian dari lingkungannya dengan cara memberontak, mewarnai
rambutnya dan mengganggu teman-temannya. Bahkan ketika di kelas GD tidak pernah
memperhatikan guru dan tidak pernah memakai sepatu.
B. Responden kedua
Jenis Konflik : Konflik Saudara Kandung (rentang usia yang cukup jauh).
Rentang usia saudara kandung terpaut jauh
Pemahaman dan keinginan yang berbeda
Origins
Limited Resources
Konflik yang terjadi terhadap responden kedua ini termasuk dalam Limited Resources yang
disebabkan oleh pihak-pihak yang kurang bisa membagi sumber-sumber yang diinginkan
oleh masing-masing dari mereka. Pihak tersebut adalah kakak KK sendiri.
Conflict
Konflik kontroversi
Dimana gagasan dan keinginan dari kk tidak sejalan dengan saudara kandungnya sendiri.
Response to conflict
Withdrawl
Responden yang kedua ini lebih memilih diam atau menarik diri (tidak melakukan
perlawanan) karena kk tidak mungkin melawan terhadap kakaknya yang berusia jauh diatas
usianya.
C. Responden Ketiga
Jenis Konflik : Konflik teman sebaya
Perbedaan pendapat dan keinginan
Origins
Unmet Basic Needs - Fun
Konflik pada responden ketiga ini termasuk pada unmet basic needs – fun dikarenakan
konflik yang terjadi seputar pertikaian teman sebaya yang berbeda pendapat atas dasar
kebutuhan mereka untuk bersenang-senang.
Conflict
Konflik kepentingan
Konflik yang terjadi pada responden ketiga termasuk dalam konflik kepentingan dimana
individu terlibat dalam hubungan pertemanan yang memiliki keinginan yang beragam di
masa perkembangan pemahaman mereka. Kemudian mereka memilih bertikai untuk
mendapatkan keinginan mereka yang berbeda-beda.
Response to conflict
Resolusi
RW lebih memilih memberi resolusi terhadap konfliknya, hal ini ditunjukan RW ketika dia
lebih memilih bermaafan untuk menghadapi konfliknya tersebut
5. Kesimpulan
Konflik adalah hal yang mustahil dihindari oleh setiap individu, artinya
setiap individu dalam masa perkembangannya akan selalu dipertemukan
dalam situasi dimana konflik itu berada. Letak permasalahannya adalah
ketika individu belum mampu mengatasi konfliknya sendiri karena dapat
berdampak pada kondisi Psikologis serta perkembangannya ke tahap
selanjutnya. Di sisi lain, konflik juga dapat dipandang sebagai proses belajar
seorang individu untuk tumbuh-kembang. Hal tersebut tergantung bagaimana
individu tersebut dapat bertahan dan mengatasi konfliknya sendiri dengan
kata lain perilaku nakal atau tidak nakal bagi seorang individu tidak dapat
dijadikan indikator apakah seorang individu tersebut memiliki perilaku baik
atau buruk. Tinggal bagaimana mereka bisa atau tidak mengatasi konfliknya
sendiri.
Daftar Pustaka
http://www.unicef.org/indonesia/id/reallives_19909.html
http://eprints.uny.ac.id/9882/3/BAB%202%20-%2008104241005.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3520/3/psikologi-vivi%20gusrini.pdf.txt
www.bappenas.go.id