MAKALAH MSDML TENTANG KEPUASAN KERJA
MAKALAH MSDML
KEPUASAN KERJA
Disusun Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
Adityo Triakoso
Dayinta Setya W.
Dewi Aprilia
Lilis Novika Sari
M. Ardiansyah A.L.
(B.141.12.0042)
(B.141.13.0028)
(B.131.10.0136)
(B.141.13.0033)
(B.141.13.0036)
UNIVERSITAS SEMARANG TAHUN AJARAN
2015/2016
-1-
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………………………… 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………………………………………………………… 3
..
B. Permasalahan ……………………………………………………………………………………………… 3
C. Sistematis Penulisan …………………………………………………………………………………….. 3
BAB II KEPUASAAN KERJA DALAM ORGANISASI
A. Tinjauan Teoritis tentang Kepuaan Kerja ………………………………………………………… 4
B. Relevansi Kepuasan Kerja dalam Organisasi Pendidikan …………………………………… 8
PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………… 9
B. Rekomendasi ……………………………………………………………………………………………… 9
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………………………… 10
-2-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap anggota organisasi dalam mencapai tujuan organisasi timbul adanya perasaan
kepuasan kerja dan ketidak puasan. Oleh karena itulah setiap pimpinan atau manajer suatu
organisasi perlu menciptakan suatu iklim yang sehat secara etis bagi anggotanya atau
pegawainya, dimana mereka melakukan pekerjaan secara maksimal dan produktif. Hal ini sudah
barang tentu adanya perilkau individu dalam organisasi yang merupakan interaksi antara
karakteristik individu dan karakteristik organisasi ( Thoha.1998).
Perilaku organisasi merupakan suatu perilaku terapan yang dibangun atas sumbangan
dari sejumlah disiplin perilkau, seperti yang menonjol psokologi, sosiologi, psikologi sosial,
antropologi dan ilmu politik ( Robbins.2001). sedangkan yang menyangkut kepuasan kerja (job
satisfaction) merupakan yang disumbangkan dalam psikologi. Selain itu diperluas juga yang
mencangkup pembelajaran, persepsi, kepribadian, pelatihan, keefektifan kepemimpinan,
kebutuhan dan kekuatan motivasi, proses pengambilan keputusan, penilaian kinerja,
pengukuran sikap, teknik seleksi pegawai, desain pekerjaan dan stres kerja.
Demikian pula organisasi pendidikan sebagai institusi penyelenggaraan pendidikan
mengharapkan suatu outcome atau produktivitas yang memuaskan sebagaimana yang
ditetapkan dalam tujuan pendidikan outcome atau produktivitas itu ditentukan baik oleh
teknologi (sistem, kurikulum, sarana prasarana, pembiayaan dan manajemen) maupun tenaga
kependidikan. Disini kepuasan kerja atau kepuasaan belajar mengajar merupakan salah satu
indikator dari seperangkat kebutuhan manusia dalam organisasi pendidikan. Dengan perkataan
lain kepuasaan harus menjadi tujuan utama organisasi setelahnya produktivitas.
-3-
B. Permasalahan
Permasalahan yang dikemukakan dalam makalah ini adalah bagaimana memahami
konsep kekuatan kerja (job satisfaction) dalam perilaku organisasi, berkaitan pula dengan
relevansi dalam organisasi pendidikan.
C. Sistimatika Penulisan
Dalam rangka mempermudah pemahaman isi makalah ini, maka penulis menetapkan
sistimatika penulisan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan meliputi latar belakang, permasalahan dan sistimatika penulisan.
Bab II Kepuasan Kerja dalam Organisasi, meliputi tinjauan teoritis tentang kepuasan kerja
dan relevansi dengan organisasi pendidikan.
Bab III Penutup, meliputi kesimpulan dan rekomendasi.
-4-
BAB II
KEPUASAN KERJA DALAM ORGANISASI
A. Tinjauan Teoritis tentang Kepuasan Kerja.
Pada kesempatan ini dikemukan beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian
kepuasan kerja diantaranya apa yang dikemukakan Robbins (2001) bahwa kepuasan kerja
adalah sikap suatu umum terhadap suau pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya
ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka
terima. Pendapat lain bahwa kepuasaan kerja merupakan suatu sikap yang dimiliki oleh para
individu sehubungan dengan jabatan atau pekerjaan mereka ( Winardi.1992). juga pendapat
Siagian (1999) bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seorang yang bersifat
positif maupun negatif tentang pekerjaannya. Pendapat lain bahwa kepuasan kerja yaitu
keadaan emosional yang meyenangkan dan yang tidak menyenangkan dengan mana para
pegawai memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja ini mencerminkan perasaan seseorang
terhadap pekerjaannya (Handoko.2000). selain itu pendapat Indrawidjaja (2000) bahwa
kepuasan kerja secara umum menyangkut sika seseorang mengenai pekerjaannya. Karena
menyangkut sikap, maka pengertian kepuasan kerja menyangkut berbagai hal seperti kognisi,
emosi dan kecendrungan perilaku seseorang.
Apa yang menetukan kepuasan kerja sebagaimana dikemukakan oleh Robbins (2001)
adalah Pertama Kerja yang secara mental menantang pegawai yang cenderung menyukai
pekerjaan yang memberikan kesempatan menggunakan ketrampilan dan kemampuan dalam
bekerja. Kedua Gagasan yang pantas pegawai menginginkan sistem upah/gaji dan kebijakan
promosi yang adil, tidak meragukan dan sesuai degan pengharapan mereka. Ketiga Kondisi
kerja yang mendukung pegawai peduli lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi
maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Keempat Rekan sekerja yang
mendukung adanya interaksi sosial antara sesama pegawai yang saling mendukung menghatar
meningkatkan kepuasan kerja. Kelima Jangan lupakan kesesuaian antara kepribadian
pekerjaan. Holand dalam Robbins (2001) mengemukakan bahwa kecocokan yang tinggi antara
kepribadian seorang pegawai dan pengharapan akan menghasilkan individual yang lebih
terpuaskan. Keenam Ada dalam gen bahwa 30 % dari kepuasan individual dapat dijelaskan
-5-
oleh keturunan. Hasil riset lainnya megemukakan bahwa sebagian besar kepuasan beberapa
orang diketemukan secara genetis.
Mengenai efek kepuasan kerja pada kinerja pegawai sebagaimana dikemukakan Robbins
(2001) sebagai berikut :Kesatu Kepuasan dan produktivitas.hakikatnya
Bahwa seseorang pekerja yang bahagia adalah seorang pekerja yang produktif. Kedua
Kepuasan dan kemangkiran, kepuasan berkolerasi secara negatif dengan kemangkiran
( Ketidakhadiran).Dalam studi bahwa bekerja dengan skor kepuasan tinggi mempunyai
kehadiran yang jauh lebih tinggi dibandingkan pekerja dengan tingkat kepuasan lebih
rendah. Ketiga Kepuasan dan tingkat keluar masuknya pegawai/karyawan , kepuasan yang
dihubungkan yang dihubungkan secara negatif dengan keluarnya pegawai namun korelasi
ini lebih kuat daripada kemangkiran. Dalam hubungaN kepuasan keluarnya pegawai adalah
tingkat kinerja pegawai itu.
Selain itu ada 5 (lima) dimensi yang berkaitan dengan kepuasan kerja ( Winardi.1992) yaitu :
1. Gaji dan upah yang diterima ( Jumlah gaji atau upah yang diterima dan kelayakan
imbalan tersebut)
2. Pekerjaan (Tugas Pekerjaan dianggap menarik dan memberikan peluang untuk belajar
dan menerima tanggung jawab).
3. Peluang promosi.( Terjadinya peluang untuk mencapai kemajauan dalam jabatan).
4. Supervisor
(
Kemampuan
untuk
menunjukkan
perhatian
terhadap
para
pegawai/karyawan)
5. Para rekan sekerja.( dimana rekan sekerja bersikap bersahabat, kompeten, saling Bantu
membantu, dan berkomitmen untuk mencapai misi dan visi organisasi.
Pemahaman yang lebih tepat tentang kepuasan kerja dapat terwujud jika analisa
tentang kepuasan kerja dihubungkan dengan prestasi kerja, tingkat kemangkiran, keinginan
pindah, usia pekerja, tingkat jabatan dan besar kecilnya organisasi ( Siagian.1999). Untuk lebih
jelasnya hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : Kesaatu Kepuasan kerja dan preastasi ,
menjadikan kepuasan untuk memacu prestasi kerja yang lebih baik. Kedua Kepuasan kerja dan
kemangkiran artinya bahwa karyawan/ pegawai yang tinggi tingkat kepuasan
kerja akan
rendah tingkat kemangkirannya. Ketiga Kepuasan kerjja dan keinginan pindah, salah satu
penyebab timbulnya keinginan pindah kerja adalah ketidakpuasan pada tempat bekerja saat
-6-
ini.Keempat kepuasan kerja dan usia , kecndrungan yang terlihat bahwa semakin lanjut usia
pegawai tingkat kepuasan kerjanya semakin tinggi. Kelima Kepuasan kerja dan tingkat jabatan ,
semakin tinggi tingkat kedudukan seseorang dalam suatu organisasi pada umumnya semakin
tingkat kepuasannya cendrung lebih tinggi pula. KeenamKepuasan kerja dan besar kecilnya
organisasi , Jika karena besarnya organisasi para pegai terbenam dalam masa kerja yang
jumlahnya besar sehingga jati diri dan identitasnya menjadi kabur, karena hanya dikenal nomor
pegawainya saja. Hal tersebut berdampak negatif pada kepuasan kerja.
Dalam mengelola personalia (kepegawaian) harus senantiasa memonitor kepuasan
kerja, karena hal itu akan mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat
kerja, keluhan keluhan dan masalah personalia vital lainnya ( Handoko.2000). Oleh karena itu
fungsi personalia mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung, selain itu
berbagai kebijakan dalam kegiatan personalia berdampak pada iklim organisasi memberikan
suatu lingkungan kerja yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan bagi anggota
organisasi itu yang akhirnya memenuhi kepuasan kerja anggota organisasi (pegawai) untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.
Langsung
Latihan &
Pengembangan
Konseling Dll
Fungsi
Personalia
Penyelia
Karyawan
Tidak Langsung
Kepuasan
Kerja
Kebijakan &
Praktek Personalia
Gambar 1
Pengaruh Fungsi Personalia pada Kepuasan Kerja
(Handoko.2001)
Hubungan kepuasan kerja sebagaimana dikemukakan Handoko (2001) yaitu :
1. Prestasi, kepuasan kerja yang lebihtinggi terutama yang dihasilkan oleh prestasi kerja,
bukan sebaliknya. Seperti ditunjukkan dalam gambar 2, bahwa prestasi kerja lebih baik
menaakibatkan penghargaan yang lebih tinggi, jika penghargaan dirasakan adil dan
memadai maka kepuasan pegawai /karyawan akan meningkat.sebaliknya jika
penghargaan dipandang tidak mencukupi untuk suatu tingkat prestasi kerja
pegawai/karyawanmaka ketidakpuasan kerja cendrung terjadi.kondisi kepuasan atau
-7-
ketidakpuasan kerja selanjutnya menjadi umpan balik ( feed back ) yang akan
mempengaruhi prestasi kerja di waktu mendatang . Oleh karena itu hubungan prestasi
dan kepuasan kerja menjadi suatu sistem yang berkelanjutan.
Umpan Balik
Prestasi
Kerja
Penghargaan
Persepsi
Keadilan
terhadap
Penghargaan
Kepuasan
Kerja
Gambar 2
Hubungan antara Prestasi dan Kepuasan Kerja
(Handoko.2001)
2. Perputaran pegawai dengan absensi.Perusahaan atu organisasi senantiasa
mengharapkan kepuasan kerja meningkat perputaran karyawan dan absensi menurun
bukan sebaliknya.Sebagaimana dapat dilihat dalam gambar 3: bahwa kepuasan kerja
yang lebih rendah baisanya akan mengakibatkan perputaran karyawan /pegawai lebih
tinggi.Yang bersangkutan lebih mudah meninggalkan perusahaan dan mencari
kesempatan di perusahaan lainnya.Hubungan ini berlaku juga untik absensi
( Kemangkiran ). Para karyawan yang kurang memperoleh keouasan kerja akan
cendrung lebih sering absent.
Tinggi
Perputaran
Kepuasan kerja
Absensi
Rendah
Rendah
Perputaran & Absensi
Tinggi
Gambar 3
Model Umum Hubungan Antara Kepuasan Kerja
Dengan Perputaran Pegawai dan Absensi
(Handoko.2001)
3. Umur dan jenjang pekerjaan, bahwa semakin tua umur karyawan/pegawai mereka cenrung
lebih terpuaskan dengan pekerjaan-pekerjaannya. Dengan alasanseperti : Pengharapan
-8-
yang lebih rendah dan penyesuaian lebih baik terhadap situasi kerja dan lebih
berpengalaman. Sedangkan pegawai/karyawan yang lebih muda cendrung kurang
terpuaskan karena berbagai harapan yang lebih tinggi kurang penyesuian dan alasan
lainnya. Hubungan tersebut dapat dilihat dalam gambar 4
Umur
Tinggi
Kepuasan kerja
Jenjang Pekerjaan
Rendah
Rendah
Umur & jenjang Pekerjaan
Tinggi
Gambar 4
Model Umum Hubungan Antara Kepuasan Kerja
Dengan Umur & Jenjang Pekerjaan
(Handoko.2001)
Dari gambar diatas menunjukan juga bahwa orang dengan jenjang pekerjaan yang lebih tinggi
cenderung lebih mendapatkan kepuasan kerja, misalnya pegawai yang mempunyai kemampuan
dan ketrampilan tinggi cenderung memperoleh kepuasan kerja lebih besar dari pada yang tidak
berkemampuan dan tidak terampil.
4. Besar
organisasi,
bahwa
ukuran
organisasi
cedrung
mempunyai
hubungan
berlawanandengan kepuasan kerja yaitu semakin besarorganisasi kepuasan kerja cenrung turun
secara moderat kecuali manajemen mengambil tindakan korektif. Tanpa tindsakan korektif
organisasi besar tersebut akan
menenggelamkan anggotanya dan berbagai proses seperti
halnya partisipasi, komunikasi dan koordinasi kurang
lancer.Oleh karena terdapat adanya
hubungan antara besarnya organisasi dan kepuasan kerja maka fungsi personalia dalam
organisasi besar kemungkinan menghadapi kesulirtan dalam mempertahankan kepuasan kerja
pegawainya/anggotanya.
Pendapat Siagian dan Handoko tersebut kiranya adanya kesamaan yang berkaitan
dengan kepuasan kerja berhubungan dengan Prestasi, Usia, Mutasi Pegawai dan Absensi,
Tingkat Jabatan serta besar kecilnya organisasi.
Sebenarnya ada beberapa alasan lain yang dapat menimbulkan dan mendorong
kepuasan kerja (Indrawijaya.2000) yaitu :
-9-
1. Pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan keahlian
2. Pekerjaan yang menyediakan perlengkapan yang cukup
3. Pekerjaan yang menyediakan informasi yang cukup lengkap
4. Pimpinan yang lebih banyak mendorong tercapainya suatu hasil yang tidak terlalu banyak
atau ketat melakukan pengawasan.
5. Pekerjaan yang memberikan penghasilan yang cukup memadai.
6. Pekerjaan yang memberikan tantangan untuk lebig mengembangkan diri.
7. Pekerjaan yang memberikan rasa aman dan ketenangan.
8. Harapan yang dikandung pegawai itu sendiri.
Kepuasan kerja berkaitan pula dengan teori motivasi salah satunya yang dikemukakan
oleh
Herzberg dalam Hicks dan Guliet (1996) yaitu teori motivasi hygiene, teori
motivasi/pemeliharaan dan teori kedua faktor merupakan teori motivasi eksternal, karena
manajer mengendalikan faktor yang menghasilkan kepuasaan atau ketidakpuasan pekerjaan.
Dari penelitian Herzberg bahwa faktor hygiene yang mempengaruhi ketidakpuasan kerja dan
para motivator yang mempengaruhi kepuasan kerja seperti halnya faktor hygiene membantu
individu dalam menghindarkan individu merasa senang dengan ekerjaannya. Sedangkan faktor
yang menyebabkan ketidakpuasan tidak secara langsung akan menimbulkan kepuasan kerja
(Indrawijaya.2000).
Selain kepuasan kerja para pegawai atau anggota organisasi dapat menyatakan
ketidakpuasan dengan sejumlah cara misalnya mengeluh, tidak patuh dan mengelak dari
tanggung jawab. Ada 4 (empat) respon dari ketidakpuasan baik yang konstruktif/destruktif
maupun aktif/pasip (Robbins.2001) yaitu :
1. Eksit, Ketidakpuasan yang diungkapkan melalui prilaku yang mengarah untuk meninggalkan
organisasi( Mencari formasi baru atau berhenti ).
2. Suara, Ketidakpuasan yang diungkapkan dengan usaha aktif dan kontruktifmencoba
memperbaiki kondisi organisasi ( mencakup saran perbaikan, membahas masalah
dengan atasan dan beberapa bentuk kegiatan )
3. Kesetiaan Ketidakpuasan yang diungkapkan secara pasif, menunggu membaiknya kondisi
organisasi ( berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan mempercayai
organisasi dan manajemen untuk melakukan hal yang tepat).
- 10 -
4. Pengabaian, ketidakpuasan yang dinyatakan dengan membiarkan kondisi memburuk
( termasuk kemangkiran atau dating terlambatsecara kronis, upaya yang dikurangi dan
tingkat kekeliruan yang meningkat).
Keempat respon itu digabarkan sebagaimana pada gambar 5.
Aktif
EKSIT
SUARA
Destruktif
Konstruktif
PENGABAIAN
KESETIAAN
Pasif
Gambar 4
Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja
(Robbins.2001)
B. Relevansi Kepuasan Kerja dalam Organisasi Pendidikan.
Organisasi pendidikan sebagai institusi penyelenggara pendidikan mengharapkan suatu
outcome pendidikan yang memuaskan yang meliputi antara lain :
1. Pemerataan Pendidikan
2. Kualitas Pendidikan
3. Relevansi Pendidikan
4. Efisiensi Pendidikan
5. Efektivitas Pendidikan
Organisasi penyelenggara pendidikan sudah barang tentu melibatkan masyarakat,
pemerintah dan orang tua di dalam memperoleh outcome atau produktivitas pendidikan
sbagaimana tersebut diatas. Hal ini apabila outcome tersebut diperoleh dengan memuaskan
maka yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan akan timbul kepuasan. Khusus bagi
ketenagaan pendidikan dan non ketenagaan kependidikan (birokrasi pendidikan) merupakan
suatu kepuasan kerja yang positif dan sebaliknya apabila outcome tersebut diperoleh kurang
memuaskan maka akan timbul ketidakpuasan.
- 11 -
Kepuasan
kerja
dan
ketidakpuasan
dalam
penyelenggaraan
pendidikan
akan
menimbulkan perilaku individu dalam organisasi. Yang merupakan interaksi dari karakteristik
individu dan karakteristik organisasi pendidikan. Dengan perkataan lain kepuasan harus menjadi
tujuan utama organisasi setelahnya produktivitas atau outcome pendidikan.
Selaras dengan era Otonomi Daerah (Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999) maka
bergulir pula era Otonomi Pendidikan (desentralisasi) yang sudah barang tentu merubah
paradigma pendidikan lama ke paradigma pendidikan baru yang meliputi berbagai aspek
sebagai berikut (Jalal dan Supriadi.2001) :
Paradigma Lama
Sentralistik
Paradigma Baru
Desentralistik
Kebijakan yang top down
Kebijakan yang bottom up
Orientasi pengembangan parsial
Orientasi pengembangan holistik pendidikan
pendidikan untuk pertumbuhan
untuk mengembangkan kesadaran untuk
ekonomi, stabilitas politik dan
bersatu
teknologi perakitan
menjunjung tinggi moral, kemanusiaan dan
Peran serta pemerintah sangat
agama,
dominan
kesadaran hukum.
Lemahnya
peran
instusi
non
dalam
kemajemukan
kesadaran
Meningkatkan
peran
kreatif,
serta
budaya
produktif,
masyarakat
secara kualitatif dan kuantitatif.
sekolah
Pemberdayaan
institusi
masyarakat,
keluarga, LSM, pesantren dan dunia usaha
Demikian pula peneraan konsep manajeen berbasis sekolah ( school based management) yang
selaras dengan otonomi pendidikan merupakan kegiatan (action) dalam rangka memperoleh
outcome seperti halnya kualitas pendidikan. Dengan diperolehnya kualitas pendidikan maka
kepuasan yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan persekolahan akan merasakan pula.
Apabila dengan penerapan program life skill dengan pendekatan Brood Based education (BBE).
Selain masih menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun.
BAB III
- 12 -
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang yang bersifat positif
maupun negatif tentang pekerjaannya. Yang sudah barang tentu akan mempengaruhi
perilaku organisasi, termasuk ketidakpuasan kerja
2. Bahwa kepuasan nerja berkaitan dengan organisasi pendidikan akan terlihat dari
outcome atau produktivitas pendidikan yang diperoleh memuaskan atau tidak
memuaskan sehingga sudah barang tentu akan mempengaruhi juga perilaku organisasi
pendidikan
B.
Rekomendasi
1. Hendaknya hubungan antara kepuasan kerja dengan prestasi senantiasa harus dijadikan
suatu sistem yang berkelanjutan. Dengan tidak melupakan hubungan dengan usia,
mutasi pegawai dan absensi, tingkat jabatan serta besar kecilnya organisasi.
2. Hendaknya kepuasan kerja dalam kaitannya dengan organisasi pendidikan senantiasa
harus melibatkan selain unsur pemrintah, orang tua murid juga masyarakat
(stakeholders) guna memperoleh outcome yang memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA
- 13 -
Handoko, Hani (2001), Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia . Yogyakarta.BPFE
Hick, Herbert G dan Gullet GR (1996), Organisasi Teori dan Tingka Laku. Jakarta, Bumi Aksara
Imron, Ali (1995), Kebijakan Pendidikan di Indonesia. Jakarta, Bumi Aksara
Indrawijaya, Adam (2000), Perilaku Organisasi. Bandung, Sinar Baru Algesindo
Jalal, Fasli dan Supriadi, Dedi (2001), Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah .
Yogyakarta, Adicita
Robbins, Stephen P (1994), Teori Organisasi Struktur, Desain & Aplikasi . Jakarta, Arcen
Siagian, Sondang P (1999), Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta, Bumi Aksara
Syarief, Miftah (2000), Desentralisasi Pendidikan dan Otonomi Daerah, Jakarta, Sekretariat
Jenderal Depdiknas
Thoha, Miftah (1998), Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya . Jakarta, PT.Raja
Grafindo Persada
Tilaar (1999), Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung, PT.Remaja Rosda Karya
Winardi (1992), Manajemen Perilaku Organisasi. Bandung, PT.Citra Aditya Bakti
- 14 -
A. Kepuasan Kerja
Paling tidak ada tiga alasan mengapa kepuasan kerja dalam organisasi penting. Pertama,
terdapat bukti yang jelas bahwa karyawan yang tak terpuaskan lebih sering melewatkan kerja
dan lebih besar kemungkinan mengundurkan diri. Kedua, telah diperagakan bahwa karyawan
yang terpuaskan mempunyai kesehatan yang lebih baik dan usia yang lebih panjang. Ketiga,
kepuasan pada pekerjaan di bawa ke kehidupan di luar pekerjaan (Stephen Robinson, 1996 :
187).
Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai sistem nilai yang
berlaku dalam dirinya. Menurut Wexley dan Yukl (1996 : 129), kepuasan kerja terkait dengan
cara seorang pekerja merasakannya pekerjaannya. Kemudian Werther dan Davids (1996 : 501),
melihat kepuasan kerja sebagai suatu pemikiran karyawan mengenai seberapa jauh pekerjaanya
secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhanya. Atau dengan kata lain, kepuasan kerja
merupakan perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Sedangkan bagi Ivancevich (1995 : 308),
kepuasan kerja adalah hal yang sangat menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi karyawan
dalam melihat pekerjaannya. Sementara itu Jewell dan Siegall (1998 : 529) menyatakan bahwa
kepuasan kerja merupakan sikap yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Secara
sederhana, kita dapat mengatakan bahwa karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya
dari pada tidak menyukainya.
Handoko (2000 : 193) memberikan batasan kepuasan kerja sebagai keadaan emosional
yang menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan
kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap positif
karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
Sedangkan Hasibuan (1995 : 45) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap
emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral
- 15 -
kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja ini dinikmati dalam pekerjaan, luar
pekerjaan, dan kombinasi dalam luar pekerjaan.
Menurut Robins (1996 : 156), kepuasan terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu
sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan pegawai; sehingga
kepuasan merupakan sikap umum yang dimiliki oleh pegawai yang erat kaitannya dengan
imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan sebuah
pengorbanan.
Berdasarkan hasil penelitian Bavendam Research Incoporated (2005 : 1), karyawan yang
memiliki kepuasan tinggi dalam bekerja dicirikan oleh lima hal, yaitu: (1) percaya bahwa
organisasi akan dapat memuaskan dalam jangka panjang, (2) menjaga kualitas kerjanya, (3)
komitmen pada organisasi, (4) memiliki ingatan yang tinggi, dan (5) lebih produktif.
Kepuasan kerja tergantung atau dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Menurut Syptak,
Marsland dan Ulmer, kepuasan kerja diantaranya dipengaruhi oleh: kebijakan perusahaan dan
administratif, supervisi, gaji, hubungan interpersonal, kondisi kerja, pekerjaan itu sendiri,
prestasi, pengenalan, tanggung jawab, dan kemajuan.
Sedangkan menurut Robbins (1996 : 181), paling tidak ada lima hal yang memengaruhi
kepuasan kerja, yakni:
1) Kerja yang secara mental menantang
Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan
untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dalam mengerjakan tugas,
kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini
membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang
menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan
gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami
kesenangan dan kepuasan.
2) Ganjaran yang pantas
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan
sebagai adil, tidak kembar arti, dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat
sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan
standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Tentu saja,
tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih
- 16 -
kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang
menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan
dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang manautkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah
mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan.
3) Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk
memudahkan mengerjakan tugas. Sejumlah Studi memperlihatkan karyawan lebih menyukai
keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya,
kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).
4) Rekan kerja yang mendukung
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari
dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial.
Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan
mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Perilaku atasan seorang juga
merupakan determinan utama dari kepuasan. Beberapa studi menunjukkan bahwa kepuasan
karyawan ditingkatkan bila penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memahami,
menawarkan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan
menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka.
5) Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan
Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan
pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan
kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian
akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini,
mempunyai kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam
kerja mereka.
Kemudian menurut Schermerhorn (1995 : 45), ada lima aspek yang dapat mempengaruhi
kepuasan kerja, antara lain:
a.
Pekerjaan itu sendiri (Work It self). Setiap pekerjaan memerlukan suatu ketrampilan
tertentu. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya
dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi
kepuasan kerja.
- 17 -
b.
Penyelia (Supervision). Penyelia yang baik berarti mau menghargai pekerjaan
bawahannya. Bagi bawahan, penyelia sering dianggap sebagai figur ayah/ibu dan sekaligus
atasannya.
c.
Teman sekerja (Workers); merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial
sebagai pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang ama maupun yang
berbeda jenis pekerjaannya.
d.
Promosi (Promotion); merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya
kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja.
e.
Gaji/Upah (Pay); merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap
layak atau tidak.
Sedangkan Harold Burt mengidentifikasi tiga faktor yang menimbulkan kepuasan kerja,
yaitu:
a. Faktor hubungan antar karyawan, yang meliputi: hubungan antara manajer dengan karyawan,
faktor fisik dan kondisi kerja, hubungan sosial diantara karyawan, sugesti dari teman sekerja,
emosi dan situasi kerja.
b. Faktor individual, mencakup: sikap terhadap pekerjaan, umur orang sewaktu bekerja, jenis
kelamin.
c. Faktor-faktor luar, yang meliputi: keadaan keluarga karyawan, rekreasi, pendidikan (Jerald
Greenberg and Robert A. Baron, 1997 : 182).
Bagi Megginson, Banfield, dan Matthews (2001 : 88), kepuasan individual dipengaruhi
oleh tujuan utama, pendelegasian, program kerja, diklat bagi pemula, fasilitas, umpan balik,
pemantauan, pengembangan, penilaian, kompensasi/imbalan dan rencana kerja individu.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi ketidakpuasan kerja yang dapat dirasakan oleh karyawan
sendiri, misalnya kondisi kerja yang buruk, pekerjaan yang monoton, hubungan antar manusia
yang tidak serasi, tidak adanya pengakuan prestasi kerja dan tidak diperlakukan adil oleh
pimpinan.
Merujuk pada uraian mengenai kepuasan kerja di atas dapat disintesiskan bahwa
kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan karena kondisi kerja yang
mendukung, rekan kerja yang mendukung, kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, kebijakan
perusahaan dan administratif, supervisi (penyelia), dan promosi.
- 18 -
KEPUASAN KERJA
Disusun Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
Adityo Triakoso
Dayinta Setya W.
Dewi Aprilia
Lilis Novika Sari
M. Ardiansyah A.L.
(B.141.12.0042)
(B.141.13.0028)
(B.131.10.0136)
(B.141.13.0033)
(B.141.13.0036)
UNIVERSITAS SEMARANG TAHUN AJARAN
2015/2016
-1-
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………………………… 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………………………………………………………… 3
..
B. Permasalahan ……………………………………………………………………………………………… 3
C. Sistematis Penulisan …………………………………………………………………………………….. 3
BAB II KEPUASAAN KERJA DALAM ORGANISASI
A. Tinjauan Teoritis tentang Kepuaan Kerja ………………………………………………………… 4
B. Relevansi Kepuasan Kerja dalam Organisasi Pendidikan …………………………………… 8
PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………………………………………………… 9
B. Rekomendasi ……………………………………………………………………………………………… 9
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………………………… 10
-2-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap anggota organisasi dalam mencapai tujuan organisasi timbul adanya perasaan
kepuasan kerja dan ketidak puasan. Oleh karena itulah setiap pimpinan atau manajer suatu
organisasi perlu menciptakan suatu iklim yang sehat secara etis bagi anggotanya atau
pegawainya, dimana mereka melakukan pekerjaan secara maksimal dan produktif. Hal ini sudah
barang tentu adanya perilkau individu dalam organisasi yang merupakan interaksi antara
karakteristik individu dan karakteristik organisasi ( Thoha.1998).
Perilaku organisasi merupakan suatu perilaku terapan yang dibangun atas sumbangan
dari sejumlah disiplin perilkau, seperti yang menonjol psokologi, sosiologi, psikologi sosial,
antropologi dan ilmu politik ( Robbins.2001). sedangkan yang menyangkut kepuasan kerja (job
satisfaction) merupakan yang disumbangkan dalam psikologi. Selain itu diperluas juga yang
mencangkup pembelajaran, persepsi, kepribadian, pelatihan, keefektifan kepemimpinan,
kebutuhan dan kekuatan motivasi, proses pengambilan keputusan, penilaian kinerja,
pengukuran sikap, teknik seleksi pegawai, desain pekerjaan dan stres kerja.
Demikian pula organisasi pendidikan sebagai institusi penyelenggaraan pendidikan
mengharapkan suatu outcome atau produktivitas yang memuaskan sebagaimana yang
ditetapkan dalam tujuan pendidikan outcome atau produktivitas itu ditentukan baik oleh
teknologi (sistem, kurikulum, sarana prasarana, pembiayaan dan manajemen) maupun tenaga
kependidikan. Disini kepuasan kerja atau kepuasaan belajar mengajar merupakan salah satu
indikator dari seperangkat kebutuhan manusia dalam organisasi pendidikan. Dengan perkataan
lain kepuasaan harus menjadi tujuan utama organisasi setelahnya produktivitas.
-3-
B. Permasalahan
Permasalahan yang dikemukakan dalam makalah ini adalah bagaimana memahami
konsep kekuatan kerja (job satisfaction) dalam perilaku organisasi, berkaitan pula dengan
relevansi dalam organisasi pendidikan.
C. Sistimatika Penulisan
Dalam rangka mempermudah pemahaman isi makalah ini, maka penulis menetapkan
sistimatika penulisan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan meliputi latar belakang, permasalahan dan sistimatika penulisan.
Bab II Kepuasan Kerja dalam Organisasi, meliputi tinjauan teoritis tentang kepuasan kerja
dan relevansi dengan organisasi pendidikan.
Bab III Penutup, meliputi kesimpulan dan rekomendasi.
-4-
BAB II
KEPUASAN KERJA DALAM ORGANISASI
A. Tinjauan Teoritis tentang Kepuasan Kerja.
Pada kesempatan ini dikemukan beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian
kepuasan kerja diantaranya apa yang dikemukakan Robbins (2001) bahwa kepuasan kerja
adalah sikap suatu umum terhadap suau pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya
ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka
terima. Pendapat lain bahwa kepuasaan kerja merupakan suatu sikap yang dimiliki oleh para
individu sehubungan dengan jabatan atau pekerjaan mereka ( Winardi.1992). juga pendapat
Siagian (1999) bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seorang yang bersifat
positif maupun negatif tentang pekerjaannya. Pendapat lain bahwa kepuasan kerja yaitu
keadaan emosional yang meyenangkan dan yang tidak menyenangkan dengan mana para
pegawai memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja ini mencerminkan perasaan seseorang
terhadap pekerjaannya (Handoko.2000). selain itu pendapat Indrawidjaja (2000) bahwa
kepuasan kerja secara umum menyangkut sika seseorang mengenai pekerjaannya. Karena
menyangkut sikap, maka pengertian kepuasan kerja menyangkut berbagai hal seperti kognisi,
emosi dan kecendrungan perilaku seseorang.
Apa yang menetukan kepuasan kerja sebagaimana dikemukakan oleh Robbins (2001)
adalah Pertama Kerja yang secara mental menantang pegawai yang cenderung menyukai
pekerjaan yang memberikan kesempatan menggunakan ketrampilan dan kemampuan dalam
bekerja. Kedua Gagasan yang pantas pegawai menginginkan sistem upah/gaji dan kebijakan
promosi yang adil, tidak meragukan dan sesuai degan pengharapan mereka. Ketiga Kondisi
kerja yang mendukung pegawai peduli lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi
maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Keempat Rekan sekerja yang
mendukung adanya interaksi sosial antara sesama pegawai yang saling mendukung menghatar
meningkatkan kepuasan kerja. Kelima Jangan lupakan kesesuaian antara kepribadian
pekerjaan. Holand dalam Robbins (2001) mengemukakan bahwa kecocokan yang tinggi antara
kepribadian seorang pegawai dan pengharapan akan menghasilkan individual yang lebih
terpuaskan. Keenam Ada dalam gen bahwa 30 % dari kepuasan individual dapat dijelaskan
-5-
oleh keturunan. Hasil riset lainnya megemukakan bahwa sebagian besar kepuasan beberapa
orang diketemukan secara genetis.
Mengenai efek kepuasan kerja pada kinerja pegawai sebagaimana dikemukakan Robbins
(2001) sebagai berikut :Kesatu Kepuasan dan produktivitas.hakikatnya
Bahwa seseorang pekerja yang bahagia adalah seorang pekerja yang produktif. Kedua
Kepuasan dan kemangkiran, kepuasan berkolerasi secara negatif dengan kemangkiran
( Ketidakhadiran).Dalam studi bahwa bekerja dengan skor kepuasan tinggi mempunyai
kehadiran yang jauh lebih tinggi dibandingkan pekerja dengan tingkat kepuasan lebih
rendah. Ketiga Kepuasan dan tingkat keluar masuknya pegawai/karyawan , kepuasan yang
dihubungkan yang dihubungkan secara negatif dengan keluarnya pegawai namun korelasi
ini lebih kuat daripada kemangkiran. Dalam hubungaN kepuasan keluarnya pegawai adalah
tingkat kinerja pegawai itu.
Selain itu ada 5 (lima) dimensi yang berkaitan dengan kepuasan kerja ( Winardi.1992) yaitu :
1. Gaji dan upah yang diterima ( Jumlah gaji atau upah yang diterima dan kelayakan
imbalan tersebut)
2. Pekerjaan (Tugas Pekerjaan dianggap menarik dan memberikan peluang untuk belajar
dan menerima tanggung jawab).
3. Peluang promosi.( Terjadinya peluang untuk mencapai kemajauan dalam jabatan).
4. Supervisor
(
Kemampuan
untuk
menunjukkan
perhatian
terhadap
para
pegawai/karyawan)
5. Para rekan sekerja.( dimana rekan sekerja bersikap bersahabat, kompeten, saling Bantu
membantu, dan berkomitmen untuk mencapai misi dan visi organisasi.
Pemahaman yang lebih tepat tentang kepuasan kerja dapat terwujud jika analisa
tentang kepuasan kerja dihubungkan dengan prestasi kerja, tingkat kemangkiran, keinginan
pindah, usia pekerja, tingkat jabatan dan besar kecilnya organisasi ( Siagian.1999). Untuk lebih
jelasnya hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : Kesaatu Kepuasan kerja dan preastasi ,
menjadikan kepuasan untuk memacu prestasi kerja yang lebih baik. Kedua Kepuasan kerja dan
kemangkiran artinya bahwa karyawan/ pegawai yang tinggi tingkat kepuasan
kerja akan
rendah tingkat kemangkirannya. Ketiga Kepuasan kerjja dan keinginan pindah, salah satu
penyebab timbulnya keinginan pindah kerja adalah ketidakpuasan pada tempat bekerja saat
-6-
ini.Keempat kepuasan kerja dan usia , kecndrungan yang terlihat bahwa semakin lanjut usia
pegawai tingkat kepuasan kerjanya semakin tinggi. Kelima Kepuasan kerja dan tingkat jabatan ,
semakin tinggi tingkat kedudukan seseorang dalam suatu organisasi pada umumnya semakin
tingkat kepuasannya cendrung lebih tinggi pula. KeenamKepuasan kerja dan besar kecilnya
organisasi , Jika karena besarnya organisasi para pegai terbenam dalam masa kerja yang
jumlahnya besar sehingga jati diri dan identitasnya menjadi kabur, karena hanya dikenal nomor
pegawainya saja. Hal tersebut berdampak negatif pada kepuasan kerja.
Dalam mengelola personalia (kepegawaian) harus senantiasa memonitor kepuasan
kerja, karena hal itu akan mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat
kerja, keluhan keluhan dan masalah personalia vital lainnya ( Handoko.2000). Oleh karena itu
fungsi personalia mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung, selain itu
berbagai kebijakan dalam kegiatan personalia berdampak pada iklim organisasi memberikan
suatu lingkungan kerja yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan bagi anggota
organisasi itu yang akhirnya memenuhi kepuasan kerja anggota organisasi (pegawai) untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.
Langsung
Latihan &
Pengembangan
Konseling Dll
Fungsi
Personalia
Penyelia
Karyawan
Tidak Langsung
Kepuasan
Kerja
Kebijakan &
Praktek Personalia
Gambar 1
Pengaruh Fungsi Personalia pada Kepuasan Kerja
(Handoko.2001)
Hubungan kepuasan kerja sebagaimana dikemukakan Handoko (2001) yaitu :
1. Prestasi, kepuasan kerja yang lebihtinggi terutama yang dihasilkan oleh prestasi kerja,
bukan sebaliknya. Seperti ditunjukkan dalam gambar 2, bahwa prestasi kerja lebih baik
menaakibatkan penghargaan yang lebih tinggi, jika penghargaan dirasakan adil dan
memadai maka kepuasan pegawai /karyawan akan meningkat.sebaliknya jika
penghargaan dipandang tidak mencukupi untuk suatu tingkat prestasi kerja
pegawai/karyawanmaka ketidakpuasan kerja cendrung terjadi.kondisi kepuasan atau
-7-
ketidakpuasan kerja selanjutnya menjadi umpan balik ( feed back ) yang akan
mempengaruhi prestasi kerja di waktu mendatang . Oleh karena itu hubungan prestasi
dan kepuasan kerja menjadi suatu sistem yang berkelanjutan.
Umpan Balik
Prestasi
Kerja
Penghargaan
Persepsi
Keadilan
terhadap
Penghargaan
Kepuasan
Kerja
Gambar 2
Hubungan antara Prestasi dan Kepuasan Kerja
(Handoko.2001)
2. Perputaran pegawai dengan absensi.Perusahaan atu organisasi senantiasa
mengharapkan kepuasan kerja meningkat perputaran karyawan dan absensi menurun
bukan sebaliknya.Sebagaimana dapat dilihat dalam gambar 3: bahwa kepuasan kerja
yang lebih rendah baisanya akan mengakibatkan perputaran karyawan /pegawai lebih
tinggi.Yang bersangkutan lebih mudah meninggalkan perusahaan dan mencari
kesempatan di perusahaan lainnya.Hubungan ini berlaku juga untik absensi
( Kemangkiran ). Para karyawan yang kurang memperoleh keouasan kerja akan
cendrung lebih sering absent.
Tinggi
Perputaran
Kepuasan kerja
Absensi
Rendah
Rendah
Perputaran & Absensi
Tinggi
Gambar 3
Model Umum Hubungan Antara Kepuasan Kerja
Dengan Perputaran Pegawai dan Absensi
(Handoko.2001)
3. Umur dan jenjang pekerjaan, bahwa semakin tua umur karyawan/pegawai mereka cenrung
lebih terpuaskan dengan pekerjaan-pekerjaannya. Dengan alasanseperti : Pengharapan
-8-
yang lebih rendah dan penyesuaian lebih baik terhadap situasi kerja dan lebih
berpengalaman. Sedangkan pegawai/karyawan yang lebih muda cendrung kurang
terpuaskan karena berbagai harapan yang lebih tinggi kurang penyesuian dan alasan
lainnya. Hubungan tersebut dapat dilihat dalam gambar 4
Umur
Tinggi
Kepuasan kerja
Jenjang Pekerjaan
Rendah
Rendah
Umur & jenjang Pekerjaan
Tinggi
Gambar 4
Model Umum Hubungan Antara Kepuasan Kerja
Dengan Umur & Jenjang Pekerjaan
(Handoko.2001)
Dari gambar diatas menunjukan juga bahwa orang dengan jenjang pekerjaan yang lebih tinggi
cenderung lebih mendapatkan kepuasan kerja, misalnya pegawai yang mempunyai kemampuan
dan ketrampilan tinggi cenderung memperoleh kepuasan kerja lebih besar dari pada yang tidak
berkemampuan dan tidak terampil.
4. Besar
organisasi,
bahwa
ukuran
organisasi
cedrung
mempunyai
hubungan
berlawanandengan kepuasan kerja yaitu semakin besarorganisasi kepuasan kerja cenrung turun
secara moderat kecuali manajemen mengambil tindakan korektif. Tanpa tindsakan korektif
organisasi besar tersebut akan
menenggelamkan anggotanya dan berbagai proses seperti
halnya partisipasi, komunikasi dan koordinasi kurang
lancer.Oleh karena terdapat adanya
hubungan antara besarnya organisasi dan kepuasan kerja maka fungsi personalia dalam
organisasi besar kemungkinan menghadapi kesulirtan dalam mempertahankan kepuasan kerja
pegawainya/anggotanya.
Pendapat Siagian dan Handoko tersebut kiranya adanya kesamaan yang berkaitan
dengan kepuasan kerja berhubungan dengan Prestasi, Usia, Mutasi Pegawai dan Absensi,
Tingkat Jabatan serta besar kecilnya organisasi.
Sebenarnya ada beberapa alasan lain yang dapat menimbulkan dan mendorong
kepuasan kerja (Indrawijaya.2000) yaitu :
-9-
1. Pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan keahlian
2. Pekerjaan yang menyediakan perlengkapan yang cukup
3. Pekerjaan yang menyediakan informasi yang cukup lengkap
4. Pimpinan yang lebih banyak mendorong tercapainya suatu hasil yang tidak terlalu banyak
atau ketat melakukan pengawasan.
5. Pekerjaan yang memberikan penghasilan yang cukup memadai.
6. Pekerjaan yang memberikan tantangan untuk lebig mengembangkan diri.
7. Pekerjaan yang memberikan rasa aman dan ketenangan.
8. Harapan yang dikandung pegawai itu sendiri.
Kepuasan kerja berkaitan pula dengan teori motivasi salah satunya yang dikemukakan
oleh
Herzberg dalam Hicks dan Guliet (1996) yaitu teori motivasi hygiene, teori
motivasi/pemeliharaan dan teori kedua faktor merupakan teori motivasi eksternal, karena
manajer mengendalikan faktor yang menghasilkan kepuasaan atau ketidakpuasan pekerjaan.
Dari penelitian Herzberg bahwa faktor hygiene yang mempengaruhi ketidakpuasan kerja dan
para motivator yang mempengaruhi kepuasan kerja seperti halnya faktor hygiene membantu
individu dalam menghindarkan individu merasa senang dengan ekerjaannya. Sedangkan faktor
yang menyebabkan ketidakpuasan tidak secara langsung akan menimbulkan kepuasan kerja
(Indrawijaya.2000).
Selain kepuasan kerja para pegawai atau anggota organisasi dapat menyatakan
ketidakpuasan dengan sejumlah cara misalnya mengeluh, tidak patuh dan mengelak dari
tanggung jawab. Ada 4 (empat) respon dari ketidakpuasan baik yang konstruktif/destruktif
maupun aktif/pasip (Robbins.2001) yaitu :
1. Eksit, Ketidakpuasan yang diungkapkan melalui prilaku yang mengarah untuk meninggalkan
organisasi( Mencari formasi baru atau berhenti ).
2. Suara, Ketidakpuasan yang diungkapkan dengan usaha aktif dan kontruktifmencoba
memperbaiki kondisi organisasi ( mencakup saran perbaikan, membahas masalah
dengan atasan dan beberapa bentuk kegiatan )
3. Kesetiaan Ketidakpuasan yang diungkapkan secara pasif, menunggu membaiknya kondisi
organisasi ( berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan mempercayai
organisasi dan manajemen untuk melakukan hal yang tepat).
- 10 -
4. Pengabaian, ketidakpuasan yang dinyatakan dengan membiarkan kondisi memburuk
( termasuk kemangkiran atau dating terlambatsecara kronis, upaya yang dikurangi dan
tingkat kekeliruan yang meningkat).
Keempat respon itu digabarkan sebagaimana pada gambar 5.
Aktif
EKSIT
SUARA
Destruktif
Konstruktif
PENGABAIAN
KESETIAAN
Pasif
Gambar 4
Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja
(Robbins.2001)
B. Relevansi Kepuasan Kerja dalam Organisasi Pendidikan.
Organisasi pendidikan sebagai institusi penyelenggara pendidikan mengharapkan suatu
outcome pendidikan yang memuaskan yang meliputi antara lain :
1. Pemerataan Pendidikan
2. Kualitas Pendidikan
3. Relevansi Pendidikan
4. Efisiensi Pendidikan
5. Efektivitas Pendidikan
Organisasi penyelenggara pendidikan sudah barang tentu melibatkan masyarakat,
pemerintah dan orang tua di dalam memperoleh outcome atau produktivitas pendidikan
sbagaimana tersebut diatas. Hal ini apabila outcome tersebut diperoleh dengan memuaskan
maka yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan akan timbul kepuasan. Khusus bagi
ketenagaan pendidikan dan non ketenagaan kependidikan (birokrasi pendidikan) merupakan
suatu kepuasan kerja yang positif dan sebaliknya apabila outcome tersebut diperoleh kurang
memuaskan maka akan timbul ketidakpuasan.
- 11 -
Kepuasan
kerja
dan
ketidakpuasan
dalam
penyelenggaraan
pendidikan
akan
menimbulkan perilaku individu dalam organisasi. Yang merupakan interaksi dari karakteristik
individu dan karakteristik organisasi pendidikan. Dengan perkataan lain kepuasan harus menjadi
tujuan utama organisasi setelahnya produktivitas atau outcome pendidikan.
Selaras dengan era Otonomi Daerah (Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999) maka
bergulir pula era Otonomi Pendidikan (desentralisasi) yang sudah barang tentu merubah
paradigma pendidikan lama ke paradigma pendidikan baru yang meliputi berbagai aspek
sebagai berikut (Jalal dan Supriadi.2001) :
Paradigma Lama
Sentralistik
Paradigma Baru
Desentralistik
Kebijakan yang top down
Kebijakan yang bottom up
Orientasi pengembangan parsial
Orientasi pengembangan holistik pendidikan
pendidikan untuk pertumbuhan
untuk mengembangkan kesadaran untuk
ekonomi, stabilitas politik dan
bersatu
teknologi perakitan
menjunjung tinggi moral, kemanusiaan dan
Peran serta pemerintah sangat
agama,
dominan
kesadaran hukum.
Lemahnya
peran
instusi
non
dalam
kemajemukan
kesadaran
Meningkatkan
peran
kreatif,
serta
budaya
produktif,
masyarakat
secara kualitatif dan kuantitatif.
sekolah
Pemberdayaan
institusi
masyarakat,
keluarga, LSM, pesantren dan dunia usaha
Demikian pula peneraan konsep manajeen berbasis sekolah ( school based management) yang
selaras dengan otonomi pendidikan merupakan kegiatan (action) dalam rangka memperoleh
outcome seperti halnya kualitas pendidikan. Dengan diperolehnya kualitas pendidikan maka
kepuasan yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan persekolahan akan merasakan pula.
Apabila dengan penerapan program life skill dengan pendekatan Brood Based education (BBE).
Selain masih menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun.
BAB III
- 12 -
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang yang bersifat positif
maupun negatif tentang pekerjaannya. Yang sudah barang tentu akan mempengaruhi
perilaku organisasi, termasuk ketidakpuasan kerja
2. Bahwa kepuasan nerja berkaitan dengan organisasi pendidikan akan terlihat dari
outcome atau produktivitas pendidikan yang diperoleh memuaskan atau tidak
memuaskan sehingga sudah barang tentu akan mempengaruhi juga perilaku organisasi
pendidikan
B.
Rekomendasi
1. Hendaknya hubungan antara kepuasan kerja dengan prestasi senantiasa harus dijadikan
suatu sistem yang berkelanjutan. Dengan tidak melupakan hubungan dengan usia,
mutasi pegawai dan absensi, tingkat jabatan serta besar kecilnya organisasi.
2. Hendaknya kepuasan kerja dalam kaitannya dengan organisasi pendidikan senantiasa
harus melibatkan selain unsur pemrintah, orang tua murid juga masyarakat
(stakeholders) guna memperoleh outcome yang memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA
- 13 -
Handoko, Hani (2001), Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia . Yogyakarta.BPFE
Hick, Herbert G dan Gullet GR (1996), Organisasi Teori dan Tingka Laku. Jakarta, Bumi Aksara
Imron, Ali (1995), Kebijakan Pendidikan di Indonesia. Jakarta, Bumi Aksara
Indrawijaya, Adam (2000), Perilaku Organisasi. Bandung, Sinar Baru Algesindo
Jalal, Fasli dan Supriadi, Dedi (2001), Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah .
Yogyakarta, Adicita
Robbins, Stephen P (1994), Teori Organisasi Struktur, Desain & Aplikasi . Jakarta, Arcen
Siagian, Sondang P (1999), Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta, Bumi Aksara
Syarief, Miftah (2000), Desentralisasi Pendidikan dan Otonomi Daerah, Jakarta, Sekretariat
Jenderal Depdiknas
Thoha, Miftah (1998), Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya . Jakarta, PT.Raja
Grafindo Persada
Tilaar (1999), Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung, PT.Remaja Rosda Karya
Winardi (1992), Manajemen Perilaku Organisasi. Bandung, PT.Citra Aditya Bakti
- 14 -
A. Kepuasan Kerja
Paling tidak ada tiga alasan mengapa kepuasan kerja dalam organisasi penting. Pertama,
terdapat bukti yang jelas bahwa karyawan yang tak terpuaskan lebih sering melewatkan kerja
dan lebih besar kemungkinan mengundurkan diri. Kedua, telah diperagakan bahwa karyawan
yang terpuaskan mempunyai kesehatan yang lebih baik dan usia yang lebih panjang. Ketiga,
kepuasan pada pekerjaan di bawa ke kehidupan di luar pekerjaan (Stephen Robinson, 1996 :
187).
Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai sistem nilai yang
berlaku dalam dirinya. Menurut Wexley dan Yukl (1996 : 129), kepuasan kerja terkait dengan
cara seorang pekerja merasakannya pekerjaannya. Kemudian Werther dan Davids (1996 : 501),
melihat kepuasan kerja sebagai suatu pemikiran karyawan mengenai seberapa jauh pekerjaanya
secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhanya. Atau dengan kata lain, kepuasan kerja
merupakan perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Sedangkan bagi Ivancevich (1995 : 308),
kepuasan kerja adalah hal yang sangat menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi karyawan
dalam melihat pekerjaannya. Sementara itu Jewell dan Siegall (1998 : 529) menyatakan bahwa
kepuasan kerja merupakan sikap yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Secara
sederhana, kita dapat mengatakan bahwa karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya
dari pada tidak menyukainya.
Handoko (2000 : 193) memberikan batasan kepuasan kerja sebagai keadaan emosional
yang menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan
kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap positif
karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
Sedangkan Hasibuan (1995 : 45) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap
emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral
- 15 -
kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja ini dinikmati dalam pekerjaan, luar
pekerjaan, dan kombinasi dalam luar pekerjaan.
Menurut Robins (1996 : 156), kepuasan terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu
sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan pegawai; sehingga
kepuasan merupakan sikap umum yang dimiliki oleh pegawai yang erat kaitannya dengan
imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan sebuah
pengorbanan.
Berdasarkan hasil penelitian Bavendam Research Incoporated (2005 : 1), karyawan yang
memiliki kepuasan tinggi dalam bekerja dicirikan oleh lima hal, yaitu: (1) percaya bahwa
organisasi akan dapat memuaskan dalam jangka panjang, (2) menjaga kualitas kerjanya, (3)
komitmen pada organisasi, (4) memiliki ingatan yang tinggi, dan (5) lebih produktif.
Kepuasan kerja tergantung atau dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Menurut Syptak,
Marsland dan Ulmer, kepuasan kerja diantaranya dipengaruhi oleh: kebijakan perusahaan dan
administratif, supervisi, gaji, hubungan interpersonal, kondisi kerja, pekerjaan itu sendiri,
prestasi, pengenalan, tanggung jawab, dan kemajuan.
Sedangkan menurut Robbins (1996 : 181), paling tidak ada lima hal yang memengaruhi
kepuasan kerja, yakni:
1) Kerja yang secara mental menantang
Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan
untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dalam mengerjakan tugas,
kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini
membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang
menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan
gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami
kesenangan dan kepuasan.
2) Ganjaran yang pantas
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan
sebagai adil, tidak kembar arti, dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat
sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan
standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Tentu saja,
tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih
- 16 -
kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang
menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan
dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang manautkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah
mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan.
3) Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk
memudahkan mengerjakan tugas. Sejumlah Studi memperlihatkan karyawan lebih menyukai
keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya,
kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).
4) Rekan kerja yang mendukung
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari
dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial.
Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan
mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Perilaku atasan seorang juga
merupakan determinan utama dari kepuasan. Beberapa studi menunjukkan bahwa kepuasan
karyawan ditingkatkan bila penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memahami,
menawarkan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan
menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka.
5) Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan
Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan
pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan
kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian
akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini,
mempunyai kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam
kerja mereka.
Kemudian menurut Schermerhorn (1995 : 45), ada lima aspek yang dapat mempengaruhi
kepuasan kerja, antara lain:
a.
Pekerjaan itu sendiri (Work It self). Setiap pekerjaan memerlukan suatu ketrampilan
tertentu. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya
dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi
kepuasan kerja.
- 17 -
b.
Penyelia (Supervision). Penyelia yang baik berarti mau menghargai pekerjaan
bawahannya. Bagi bawahan, penyelia sering dianggap sebagai figur ayah/ibu dan sekaligus
atasannya.
c.
Teman sekerja (Workers); merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial
sebagai pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang ama maupun yang
berbeda jenis pekerjaannya.
d.
Promosi (Promotion); merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya
kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja.
e.
Gaji/Upah (Pay); merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap
layak atau tidak.
Sedangkan Harold Burt mengidentifikasi tiga faktor yang menimbulkan kepuasan kerja,
yaitu:
a. Faktor hubungan antar karyawan, yang meliputi: hubungan antara manajer dengan karyawan,
faktor fisik dan kondisi kerja, hubungan sosial diantara karyawan, sugesti dari teman sekerja,
emosi dan situasi kerja.
b. Faktor individual, mencakup: sikap terhadap pekerjaan, umur orang sewaktu bekerja, jenis
kelamin.
c. Faktor-faktor luar, yang meliputi: keadaan keluarga karyawan, rekreasi, pendidikan (Jerald
Greenberg and Robert A. Baron, 1997 : 182).
Bagi Megginson, Banfield, dan Matthews (2001 : 88), kepuasan individual dipengaruhi
oleh tujuan utama, pendelegasian, program kerja, diklat bagi pemula, fasilitas, umpan balik,
pemantauan, pengembangan, penilaian, kompensasi/imbalan dan rencana kerja individu.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi ketidakpuasan kerja yang dapat dirasakan oleh karyawan
sendiri, misalnya kondisi kerja yang buruk, pekerjaan yang monoton, hubungan antar manusia
yang tidak serasi, tidak adanya pengakuan prestasi kerja dan tidak diperlakukan adil oleh
pimpinan.
Merujuk pada uraian mengenai kepuasan kerja di atas dapat disintesiskan bahwa
kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan karena kondisi kerja yang
mendukung, rekan kerja yang mendukung, kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, kebijakan
perusahaan dan administratif, supervisi (penyelia), dan promosi.
- 18 -