Penanggulangan Kemiskinan Di Indonesia (1)

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang memang memiliki banyak isu dan
permasalahan terkait sosial dan ekonomi yang perlu diamati lebih lanjut.Salah satunya adalah
kemiskinan.Perdebatan terjadi ketika teori, konsep, serta pengaplikasian untuk menanggulangi
kemiskinan dirasa hanya berpengaruh sedikit dalam upaya mengentasan kemiskinan.Alhasil
hanya menjadi alat menghambur-hambur biaya dengan hasil yang dirasa minim.
Indonesia sebagai negara berkembang memiliki potensi untuk terus maju mengingat letak
geografisnya yang menunjang tersedianya kekayaan alam yang melimpah, tanah yang subur,
potensi bahari yang besar, serta keanekaragaman hayati yang hanya bisa dibandingkan oleh
beberapa negara saja.Optimisme muncul dengan banyaknya kekayaan yang Indonesia miliki
sebagai sebuah jembatan dari jawaban pengentasan kemiskin seperti dengan membuka lapangan
kerja baru, pemerataan pendapatan, dll.
Namun kini muncul sebuah fenomena dimana kemiskinan bukan hanya sebuah keadaan
tentang ketidak mampuannya seseorang untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi juga kegagalan
negara dalam memenuhi hak-hak seorang manusia untuk sejahtera.Sebenarnya Indonesia
memiliki cita-cita luhur untuk membuat semua rakyatnya mampu merasakan kekayaan negara
ini.Hal tersebut terpampang di dalam batang tubuh pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang
mengamanatkan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menguasai seluruh

kekayaan alam untuk dipergunakan sepenuhnya bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Kemiskinan merupakan sebuah masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai
sumber yang saling berkaitan, antara lain tingkat pendidikan masyarakat, pendapatan,
pengangguran, geografis, karakter, budaya, dan lainnya. Tidak hanya di desa, di kota pun
fenomena kemiskinan bisa dengan mudah ditemukan.

Tabel 1. 1
Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia (5 tahun terakhir)

1

Jumlah Penduduk Miskin
(Juta Orang)
Kota+Des
Kota
Desa
a
1
2
32


Tahun

2009
2010
Mar-11
Sep-11
Mar-12
Sep-12
Mar-13

1,91
1

0,62
1

,53
31


1,10
1

9,93
1

,02
30

1,05
1

8,97
1

,02
29

0,95
1


8,94
1

,89
29

0,65
1

8,49
1

,13
28

0,51
1

8,09

1

,59
28

0,33

7,74

,07

Sumber : Badan Pusat Statistik

Dari data di atas terlihat bahwa kecendrungan jumlah penduduk miskin di kota dan di
desa adalah menurun. Sejak tahun 2009, hampir tiap tahun menunjukkan penurunan jumlah
orang miskin hampir satu juta orang.Namun hal tersebut bukan berarti Indonesia mengalami
perbaikkan secara signifikan meskipun jumlah penduduk miskin berkurang.Potensi untuk
kembali miskin tetap besar, apalagi memasuki zaman global yang menuntut seseorang untuk
bersaing dengan kemampuan intelektual, tidak hanya berat tapi juga mahal.
2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari kemiskinan?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Indonesia?
3. Bagaimana upaya pemerintah Indonesia menganggulangi kemiskinan?
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari kemiskinan
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Indonesia
3. Untuk mengetahui upaya yang pemerintah Indonesia lakukan dalam menanggulangi
kemiskinan

2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Kemiskinan

3

Kemiskinan secara umum dipahami dengan suatu permasalahan yang dikaitkan dengan
sektor ekonomi masyarakat. Menurut ahli kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang
hidup dibawah standar kebutuhan minimum yang telah ditetapkan berdasarkan kebutuhan pokok

pangan yang membuat seseorang cukup untuk bekerja dan hidup sehat berdasarkan kebutuhan
beras dan gizi (Sajogyo).
Secara ekonomi kemiskinan mempunyai definisi sebagai kekurangan sumber daya yang
dapat digunakan untuk meningkatkan taraf hidupnya menjadi lebih baik. Manusia (masyarakat)
dikatakan miskin karena alasan ekonomi biasanya berkaitan dengan kemiskinan yang diperoleh
tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Kemiskinan yang rendah sering kali
berkaitan dengan pendidikan yang juga rendah. Suryahadi dan Sumarto, (2001) mengemukakan
orang dengan pendidikan yang lebih tinggi maka akan memberikan peluang untuk mendapatkan
pekerjaan yang baik dan gaji yang tinggi. Dengan memiliki kemiskinan yang tinggi maka daya
beli masyarakat akan menjadi tinggi.
Berdasarkan pengertian diatas maka kemiskinan dapat terjadi dikarenakan beberapa
penyebab, Menurut Sharp et al. (2000), kemiskinan terjadi dikarenakan beberapa sebab yaitu:

1. Rendahnya kualitas angkatan kerja.
2. Akses yang sulit terhadap kepemilikan modal.
3. Rendahnya masyarakat terhadap penguasaan teknologi.
4. Penggunaan sumber daya yang tidak efisien.
5. Tingginya pertumbuhan penduduk.
Nugroho & Dahuri, 2004: 165 – 168 menyatakan kemiskinan merupakan kondisi absolut
dan relatif yang menyebabkan seseorang atau kelompok masyarakat dalam suatu wilayah tidak

mempunyai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan dasarnya sesuai dengan tata nilai atau
norma tertentu yang berlaku di dalam masyarakat karena penyebab natural, kultural dan
struktural. Kemiskinan natural disebabkan keterbatasan kualitas sumber daya alam maupun
sumber daya manusia. Kemiskinan struktural disebabkan secara langsung maupun tidak
langsung oleh berbagai kebijakan, peraturan, keputusan dalam pembangunan, kemiskinan ini
umunya dapat dikenali dari transformasi ekonomi yang berjalan tidak seimbang. Kemiskinan
kultural adalah kemiskinan yang lebih banyak disebabkan sikap individu dalam masyarakat yang
4

mencerminkan gaya hidup, perilaku, atau budaya yang menjebak dirinya dalam kemiskinan.
Dengan kata lain seseorang dikatakan miskin jika tingkat pendapatannya tidak memungkinkan
orang tersebut untuk mentaati tata nilai dan norma dalam masyarakatnya.
Terdapat dua cara untuk mengukur tingkat kemiskinan, pertama pendekatan yang
memandang kemiskinan dalam suatu ukuran yang bersifat mutlak yang bermuara atau berwujud
sebagai garis, titik, atau batas kemiskinan. Seseorang atau masyarakat yang tidak mampu keluar
dari ukuran-ukuran tersebut dikelompokan sebagai miskin. Ukurannya antara lain berupa tingkat
pendapatan, pengeluaran atau konsumsi, atau kalori seseorang atau keluarga dalam satu waktu
tertentu dan hal-hal yang disetarakan dengan ukuran tersebut. Pendekatan ini lebih mudah
diterapkan karena hanya membandingkan saja dengan batasan yang dikehendaki (Nugroho &
Dahuri, 2004 : 169). Kemiskinan ini dapat diartikan pula sebagai suatu keadaan dimana tingkat

pendapatan dari suatu orang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti
pangan, sandang, pemukinan, kesehatan dan pendidikan. Besarnya atau dimensi masalah
kemiskinan absolut tercermin dari jumlah penduduk yang tingkat pendapatan atau tingkat
konsumsinya berada di bawah “tingkat minimum” yang telah ditetapkan (Ahluwalia, 1974 : 10
dalam Wie, 1981 : 6).
Kedua, pendeatan yang memandang kemiskinan dalam suatu ukuran yang dipengaruhi
ukuran-ukuran lainnya yang berhubungan dengan proporsi atau distribusi. Misalnya garis
kemiskinan adalah 20% pendapatan terendah, median dari distribusi pendapatan dan lain-lain
(Nugroho & Dahuri, 2004 : 169). Berdasarkan konsep kemiskinan ini garis kemiskinan akan
mengalami perubahan bila sekiranya seluruh tingkat kehidupan masyarakat mengalami
perubahan. Hal ini jelas merupakan perbaikan dari konsep kemiskinan mutlak/absolut.
Kelemahan konsep ini justru terletak pada sifatnya yang dinamis. Secara implisit akan terlihat
bahwa “kemungkinan kemiskina akan selalu berada di antara kita”. Dalam setiap waktu akan
selalu terdapat sejumlah penduduk dari total penduduk yang dapat dikategorikan sebagai miskin.
Sehingga berbeda dengan konsep kemiskinan absolut jumlah orang miskin tidak mungkin habis
sepanjang zaman (Esmara, 1986 : 293).

2.2. Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Di Indonesia
Ada 5 faaktor yang mempengruhi Kemiskinan Di Indonesia, antara lain :


5

1. Pendapatan Per Kapita Penduduk
Tingginya pertumbuhan pendapatan per kapita tidak akan terlalu berdampak apabila tidak
disertai dengan perbaikan dalam hal distribusi pendapatan. Perubahan pendapatan per kapita
mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kemiskinan. Peningkatan pendapatan per kapita dan
pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai oleh Indonesia hanya dinikmati oleh sebagian kecil
penduduk. Sementara sebagian besar penduduk yang saat ini hidup dalam kemiskinan tidak
menikmati capai tersebut. Dengan kata lain meskipun ekonomi tumbuh dengan baik, tetapi
mereka tetap berada dalam kemiskinan. Peningkatan kontra prestasi (gaji, honor, upah, dan
bentuk lain) yang selama ini terjadi di Indonesia hanya dinikmati oleh sebagian orang.
Peningkatan kontra prestasi tersebut tidak sampai menyentuh pada kelompok yang berada pada
garis kemiskinan.
2. Rasio Ketergantungan Penduduk
Kemiskinan juga dipengaruhi oleh rasio ketergantungan penduduk. Besarnya penduduk yang
beraktifitas sebagai ibu rumah tangga, menganggur, dan sedang sekolah akan semakin
memperbesar rasio ketergantungan penduduk. Tingkat pendidikan tidak berpengaruh signifikan
terhadap pengurangan faktor penyebab kemiskinan. Artinya jikalau nantinya penduduk yang saat
ini sedang sekolah (SMP/SMA/Diploma/Sarjana) telah lulus, maka kehadira mereka tidak akan
membantu mengurangi faktor penyebab kemiskinan. Tetapi kehadiran mereka justru akan

menambah besar nilai rasio ketergantungan. Dengan kata lain kemungkinan mereka untuk
menjadi pengangguran lebih besar karena sistem pendidikan yang tidak memiliki link and match
dan miskin praktek/ keterampilan.
Meningkatnya rasio ketergantungan akan meningkatkan proporsi populasi yang hidup dalam
kemiskinan. Angka kelahiran yang tinggi berimplikasi pada tingginya rasio ketergantungan.
Negara-negara berkembang di Asia yang sukses mengurangi angka kelahiran, maka rasio
ketergantungannya relatif rendah. Kemiskinan akan meningkat seiring dengan meningkatnya
rasio ketergantungan.

6

Faktor penyebab munculnya rasio ketergantungan adalah adanya tingkat kelahiran yang
tinggi. Penyebab kemiskinan adalah adanya ledakan penduduk yang tidak terkendali karena
ledakan penduduk akan menimbulkan pola hidup yang serba pas-pasan. Masyarakat miskin tidak
akan pernah berhasil mencapai taraf hidup yang lebih tinggi dari tingkat subsiten, kecuali apabila
mereka mengadakan pemeriksaan pengendalian preventif terhadap pertumbuhan populasi
mereka, atau dengan menerapkan pengendalian kelahiran. Apabila setiap keluarga memiliki tiga
orang anak yang berarti dalam satu keluarga akan terdiri dari lima jiwa. Semakin besar jumlah
anak maka semakin besar jumlah tanggungan yang harus di tanggung oleh kepala keluarga.
Selanjutnya semakin besar jumlah penduduk yang berusia tidak produktif makan semakin besar
tanggungan yang harus di tanggung oleh penduduk usia produktif.
3. Pertumbuhan Ekonomi
Tidak ada korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kemiskinan. Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi tidak mampu mengurangi munculnya kemiskinan. Karena pertumbuhan
ekonomi yang tinggi justru hanya memicu munculnya kesenjangan pendapatan dan in-equality.
Pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap upaya menaikkan pendapatan penduduk
miskin serta pertumbuhan ekonomi tidak bisa mengurangi ketimpangan pendapatan antara orang
kaya dan orang miskin. Tingginya pertumbuhan pendapatan per kapita tidak akan terlalu
berdampak apabila tidak disertai dengan perbaikan dalam hal distribusi pendapatan. Perubahan
pendapatan per kapita mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kemiskinan dan semakin
besar ketimpangan distribusi pendapatan (gini ratio) maka semakin besar tingkat kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang selama ini dicapai oleh Indonesia ternyata tidak
mampu mengurangi faktor penyebab kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi tersebut
hanya bisa dinikmati oleh sebagian kecil orang di Indonesia. Efeknya akan memunculkan
kemiskinan struktural dimana pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya bisa dinikmati oleh
sebagian kecil orang kaya, sementara bagian terbesar masyarakat yang tetap miskin.
Pengurangan kemiskinan di suatu negara dan di waktu tertentu ditentukan secara penuh oleh
tingkat pertumbuhan ekonomi dan perubahan distribusi pendapatan. Hubungan ini sesuai dengan
7

teori “tricle down effect” dimana bila ekonomi tumbuh, maka secara otomatis akan terjadi
pemerataan hasil-hasil pembangunan atau perembesan ke bawah sehingga hasil-hasil
pembangungan dapat dinikmati oleh kelompok miskin. Dengan demikian kaum miskin dapat
keluar dari kemiskinannya.
4. Persentase Tenaga Kerja Di sektor Pertanian
Kemiskinan di pedesaan di Indonesia dapat berkurang dengan meningkatkan nilai tambah
hasil pertanian. Sehingga pembangunan pedesaan dan pertanian, dimana ada kenaikan
produktivitas per hektar atau pada rumah tangga, seharusnya diprioritaskan untuk bagian pulau
di luar Jawa dan Bali dimana tingkat kemiskinannya yang tinggi. Persentase tenaga kerja di
sektor pertanian tidak mampu mengurangi faktor penyebab kemiskinan karena sektor pertanian
dan mempunyai tingkat pendidikan SD kebawah. Oleh karena itu program pengentasan
kemiskinan di sektor pertanian perlu diprioritaskan. Pembangunan sektor pertanian melalui
perbaikan lahan pertanian, perikanan, dan kehutanan serta pembangunan masyarakat pedesaan
perlu menjadi pijakan untuk membawa masyarakat Indonesia keluar dari permasalahan
kemiskinan.
5. Pengaruh Penghasilan Terhadap Kemiskinan
Menurut Sumardi (1983 : 65), penghasilan adalah uang yang diterima dan diberikan kepada
subyek ekonomi berdasarkan prestasinya yang diserahkan yaitu berupa pendapatan dari
pekerjaan yang telah dilakukannya, pendapatan dari profesi yang dilakukan sendiri atau usaha
perorangan dan pendapatan dari kekayaan serta dari sektor subsistem.
Penghasilan merupakan pendapatan yang berbentuk uang. Seseorang yang memiliki
penghasilan rendah maka akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
seperti, kebutuhan pangan, papan, maupun sandang. Seseorang yang memiliki pendapatan yang
tinggi dapat menyisakan hasil pendapatannya untuk memutar kembali uang yang telah diperoleh
agar dapat menghasilkan tambahan pendapatan. Sedangkan seseorang yang memiliki pendapatan

8

rendah tidak dapat menyisakan ataupun memutar kembali uang yang diperoleh, karena untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah sangat kesulitan.
Seseorang orang yang pekerjaan jauh lebih ringan dan santai justru mendapatkan pendapatan
yang tinggi karena lebih memiliki tanggung jawab yang besar. Berbeda dengan seseorang yang
pekerjaannya jauh lebih berat malah mendapatkan penghasilan yang rendah, padahal sudah
mengeluarkan tenaga yang cukup besar.
Menurut Djojohadikusumo (1989 : 20), pendapatan per kapita menunjukan tingkat hidup
masyarakat dalam suatu wilayah. Dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,
maka kesejahteraan masyarakat dalam suatu wilayah tersebut juga akan meningkat. Oleh karena
itu pendapatan per kapita suatu wilayah sering kali menjadi tolak ukur dari ketidak berhasilan
suatu daerah untuk menciptakan pembangunan yang pesat.
2.3. Upaya Yang Pemerintah Indonesia Lakukan Dalam Menanggulangi Kemiskinan

Era Orde Lama
Di Era Orde Lama pengentasan kemiskinanbukan prioritas.Pemerintah saat itu lebih fokus
kepada pembangunan karakter bangsa dan stabilitas politik dalam negeri.Strategi pembangunan
ekonomi model Orde Lama bersifatforward-looking dan nasionalistik.Pemerintahan Orde Lama
ingin menanamkan fondasi berorientasi kedepan karena krisis identitas bangsa yang baru saja
lepas dari penjajahan dari sangat genting untuk di tata kembali.
Sebenarnya, ada beberapa kebijakan pengentasan kemiskinan yang cukup baik dijalankan
yakni reformasi lahan.Walaupun didorong oleh sentiment sosialisme yang ingin menghapuskan
feodalisme gaya barat, namun hal ini patut di apresiasi karena pada saat itu sulit melihat
seseorang tanpa melihat statusnya, dan peraturan ini menunjang siapapun yang ingin bekerja dan
memperbaiki kehidupan perekonomiannya. Namun di akhir pemerintahan, tepatnya tahun 1966,
terjadi gejolak krisis politik yang menyebabkan pendapatan per kapita menurun tajam.

9

Usaha pengentasan kemiskinan pada era pemerintahan Soekarno (orde lama) dimulai tahun
1960-an melalui strategi pemenuhan kebutuhan pokok rakyatyang tertuang dalam Pembangunan
Nasional Berencana Delapan Tahun (Penasbede). Berdasarkan TAP MPRS No.II/MPRS/1960
tentang Garis-garis Besar Pola PembangunanNasional Semesta Berencana Tahapan Pertama
1961-1969, pola pembangunan pada masa itu, lebih ditujukan untuk mewujudkan
pemerataankesejahteraan rakyat.
Pada masa itu, pembangunan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nasional.Namun
pada

pelaksanaannya,

pembangunan

justru

terhenti

dan

penduduk

miskin

malah

bertambah.Krisis politik pada tahun 1965 dan berdampak pada inflasi yang mencapai
650%.Namun, penyebabnya buakan hanya itu saja, melainkan pula beberapa faktor lainnya,
yaitu:


Kurangnya pemahaman akaan pembangunan yang memberdayakan masyarakat (tidak




berbasis rakyat)
Rakyat dijadiakn basis ideologi politik
Kurangnya kecakapan

Pemerintahan Orde Baru
Orde Baru mulai menjalankan roda pemerintahannya dengan warisan kemiskinan yang
tinggi.Namun seiring waktu, situasi politik bisa dikendalikan dan mulai stabil kembali.Setelah itu
mucullah kebijakan Pelita (Pembangunan Lima Tahun).Pelita adalah upaya untuk meningkatkan
taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap
berikutnya.Pelita berganti sesuai dengan bergantinya kabinetPresiden Soeharto.







Kabinet Pembangunan II atau Pelita II
Kabinet Pembangunan III atau Pelita III
Kabinet Pembangunan IV atau Pelita IV
Kabinet Pembangunan V atau Pelita V
Kabinet Pembangunan VI atau Pelita VI
Kabinet Pembangunan VII atau Pelita VII

Tujuan tiap Pelita tidak semuanya sama. seperti Repelita

I



IV

adalah

peningkatan

kesejahteraan melalui program Sektoral & Regional.
10

Sedangkan Repelita IV – V adalah peningkatan kesejahteraanmelalui program Inpres Desa
Tertinggal. Selain itu ada beberapa program lain yang dibuat di zaman ini, yaitu:







Program Pembangunan Keluarga Sejahtera
Program Kesejahteraan Sosial
Tabungan Keluarga Sejahtera
Kredit Usaha Keluarga Sejahtera
GN-OTA
Kredit Usaha Tani

Pemerintahan Era Reformasi
Selepas krisis tahun 1998 yang melanda Indonesia, tidak banyak program yang pemerintah
canangkan.Dari kepemimpinan Habibie hingga Megawati, kebijakan yang dibuat memiliki
kecendrungan yang sama, yaitu pengentasan kemiskinan di daerah perkotaan.
Presiden BJ Habibie, Progam Jaring Pengaman Sosial, memperbesar pos subsidi dalam
APBN melalui beras bersubsidi untuk masyarakat miskin, menyediakan dana pendidikan untuk
anak dari keluarga pra sejahtera dan sejahtera 1, beasiswa mahasiswa pada keluarga miskin
sebanyak Rp. 500. 000, program padat karya, kenaikan gaji.
Berikut ini adalah program pengentasan kemiskinan era Habibie.





Jaring Pengaman Sosial
Program Penanggulangan Kemiskinan & Perkotaan
Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal
Program Pengembangan Kecamatan

Presiden Abdul Rahman Wahid, penyediaan kebutuhan pokok bagi keluarga miskin melalui
penyediaan pelayanan kesehatan dan pendidikan dan perbaikan lingkungan rumah tinggal,
pengembangan budaya usaha bagi masyarakat miskin, kenaikan gaji, pengadaan air bersih
sebagai konpensasi kenaikan BBM pada masyarakat miskin kota, kompensasi di bidang
pendidikan, kesehatan, OPK, beras murah, dan pelayanan angkutan umum akibat kenaikan
BBM.
Secara umum program pengentasan kemiskinan era Abdul Rahman Wahid adalah sebagai
berikut:
11





Jaring Pengaman Sosial
Kredit Ketahanan Pangan
Program Penangggulangan Kemiskinan & Perkotaan

Presiden Megawati, Pada tahun 2003 menganggarkan 23,3 trilliun untuk orang miskin, tarip
listrik rendah bagi rumah tangga miskin, subsidi bunga murah untuk usaha mikro, memberi
bantuan usaha kecil bagi rumah murah, subsidi pupuk agar terjangkau petani, peningkatan
pelayanan gizi bagi keluarga miskin, kelompok rentan, pengungsi dan korban bencana. 1
Berikut ini adalah program pengentasan era Megawati:



Pembentukan Komite Penganggulangan Kemiskinan
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan

Pemerintahan Era Demokrasi
Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dibentuk sebuah lembaga
penganggulangan kemiskinan bernama Pembentukan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K).Pemerintahan SBY menargerkan penurunan angka kemiskinan secara
nasional sebesar 8 – 10 % pada akhir tahun 2014.Maka dari itu, pemerintah menurunkan
Peraturan Presiden No. 15 tentang Percepatan Penanggualangan Kemiskinan yang didalamnya
berisi pembentukan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).TNP2K
merupakan tim lintas sector dan lintas pemangku kemiskinan di tingkat pusat untuk
penanggulangan kemiskinan.
TNP2K dalam penanggulangan kemiskinan bersasaran dengan membentuk beberapa
program klaster, yaitu klaster I, klaster II, klaster III, dan klaster IV.
Sasaran klaster I berbasis rumah tangga atau keluarga. . Program-program Penanggulangan
Kemiskinan Klaster I
1.
2.
3.
4.
5.

Program Keluarga Harapan (PKH)
Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Program Bantuan Siswa Miskin (BSM)
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)
Program Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN)

1

12

Sasran kalster II adalah komunitas.Programnya berlandaskan prinsip pemberdayaan
masyarakat.Program-program Penanggulangan Kemiskinan Klaster II
1. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
a. PNPM Mandiri Perdesaan
b. PNPM Perdesaan R2PN (Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias)
c. PNPM Mandiri Agribisnis/SADI (Smallholder Agribusiness Development
d.
e.
f.
g.

Initiative)
PNPM Generasi Sehat Dan Cerdas
PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan (PNPM-LMP)
Program Pengembangan Sistem Pembangunan Partisipatif (P2SPP)
PNPM Mandiri Respek (Rencana Strategis Pengembangan Kampung) Bagi

h.
i.
j.
k.
l.

Masyarakat Papua
PNPM Mandiri Perkotaan
PNPM Mandiri Infrastruktur Perdesaan
Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW)
Program Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS)
PNPM-Mandiri Daerah Tertinggal Dan Khusus/Percepatan Pembangunan Daerah

Tertinggal Dan Khusus (P2DTK)
m. PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanann (PNPM Mandiri-KP)
n. PNPM-Mandiri Pariwisata
o. PNPM-Mandiri Perumahan dan Permukiman (PNPM-Mandiri Perkim)
2. Program Perluasan Dan Pengembangan Kesempatan Kerja/Padat Karya Produktif
Saran klaster III adalah usaha mikro dan kecil.Program ini bertujuan untuk memberikan
akses penguatan ekonomi bagi pelaku usaha mikro dan kecil.Program-program Penanggulangan
Kemiskinan Klaster III yaitu:
1. Kredit Usaha Rakyat (KUR)
2. Kredit Usaha Bersama (KUBE)
Sasaran kalaster IV adalah perluasan program pro rakyat yang brtujuan meningkatkan
akses terhadap ketersediaan pelayanan dasar dan peningkatan kualitas hidup masyarakat miskin.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Program Rumah Sangat Murah.
Program Kendaraann Angkutan Umum Murah.
Program Air Bersih Untuk Rakyat.
Program Listrik Murah dan Hemat.
Program Peningkatan Kehidupan Nelayan.
Program Peningkatan Kehidupan Masyarakat Miskin Perkotaan.

Menurut Nugroho & Dahuri, (2004 : 169) , ada 5 cara menanggulangi kemiskinan, yaitu :
13

1. Pemerintah harus mengurangi rasio ketergantungan penduduk. Peningkatan rasio
ketergantungan salah satunya dapat terjadi karena ledakan penduduk yang tidak
terkendali. Ledakan penduduk akan menimbulkan rasio ketergantungan anak. Rasio
ketergantungan anak merupakan persentase penduduk usia belum produktif (usia 0-14
tahun) terhadap penduduk usia peoduktif (usia 14-64 tahun). Rasio ketergantungan anak
digunakan untuk menunjukan besarnya beban tanggungan penduduk usia produktif
terhadap anak-anak di suatu daerah pada suatu waktu tertentu. Oleh karena itu penurunan
rasio ketergantungan anak dapat dilakukan dengan mengendalikan tingkat kelahiran,
misalnya melalui intensifikasi program KB, intensifikasi perawatan ibu hamil dan
menyusui, pengaturan kelahiran, pengaturan batas usia menikah, dll.
Peningkatan rasio ketergantungan juga dapat disebabkan karena ledakan penduduk usia
lanjut (usia 65 tahun keatas). Ledakan penduduk lanjut usia akan menimbulkan rasio
ketergantungan lanjut usia. Rasio ketergantungan lanjut usia merupakan persentase
penduduk usia lanjut (usia 65 tahun ke atas) terhadap penduduk usia produktif (usia 1464 tahun). Indikator ini digunakan untuk menggambarkan besarnya beban tanggungan
penduduk usia produktif terhadap pendudukan lanjut usia di suatu daerah pada suatu
waktu tertentu. Penurunan rasio ketergantungan lanjut usia dapat dilakukan dengan
“menjaga” agar usia produktif penduduk semakin panjang. Tindakan yang dilakukan
misalnya dengan memberikan keterampilan kepada penduduk, peningkatan kesehatan
penduduk, perbaikan gizi sejak usia dini, dll. Penurunan rasio ketergantungan ini bersifat
jangka panjang.
2. Pemerintah harus meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat. Upaya peningkatan
pendapatan per kapita masyarakat harus diikuti dengan pemerataan pendapatan. Karena
pendapatan tanpa pemerataan justru akan menimbulkan ketimpangan. Upaya peningkatan
pendapatan per kapita masyarakat dapat dilakukan misalnya dengan perluasan lapangan
kerja, pemberian bantuan usaha, perbaikan aturan pengupahan, dll.

14

3. Pemerintah harus meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Upaya peningkatan pertumbuhan
ekonomi dapat dilakukan misalnya dengan perbaikan sarana dan prasarana usaha,
pemberian bantuan usaha, penjaminan kepastian usaha, dll.
4. Pemerintahan harus meningkatkan persentase tenaga kerja di sektor pertanian (TKP).
Peningkatan persentase tenaga kerja di sektor pertanian dilakukan dengan cara membuat
sektor pertanian dapat menjadi tempat untuk menggantungkan hidup sehingga sektor
tersebut menjadi lebih menarik untuk dimasuki pekerja/calon pekerja. Cara tersebut dapat
ditempuh dengan caraintensifikasi sektor pertanian, ekstensifikasi sektor pertanian,
peningkatan/perbaikan nilai tukar petani, melibatkan petani dalam bisnis melalui kegiatan
agro industri, dll. Pemerintah harus mampu merubah image bahwa sektor pertanian
merupakan sektor tradisional yang kental dengan istilah produktifitas tenaga kerjanya
rendah, upah rendah, sumber kemiskinan, konsumsi tenaga kerja sektor-sektor pertanian
lebih rendah dibandingkan konsumsi tenaga kerja sektor industri, sektor subsisten yang
kelebihan penduduk, dll. Sektor pertanian harus diciptakan lebih “sexy” agar menarik
untuk dimasuki dan layak dijadikan sebagai gantungan hidup. Pemerintah harus
melakukan pembangunan sektor pertanian melalui revitalisasi pertanian, perikanan, dan
kehutanan serta pembangunan masyarakat pedesaan sebagai pijakan untuk membawa
masyarakat Indonesia keluar dari permasalahan kemiskinan.
5. Pemerintah harus meningkatkan persentase tenaga kerja di sektor industri (TKI). Selama
ini sektor industri dianggap lebih menarik di banding sektor pertanian. Sektor industri
juga lebih memberikan jaminan pendapatan per kapita yang lebih tinggi. Sektor industri
juga lebih banyak menghasilkan jumlah konsumsi yang lebih tinggi. Namun serapan
tenaga kerja sektor industri lebih kecil dibandingkan sektor pertanian. Salah satu
penyebabnya adalah sektor ini memerlukan persyaratan khusus yaitu keterampilan (skill)
bagi tenaga kerjanya. Oleh karena itu upaya peningkatan persentase tenaga kerja di sektor
industri dapat dilakukan dengan cara intensifikasi balai latihan kerja (BLK), intensifikasi
sekolah-sekolah yang secara nyata memiliki kompetensi keterampilan bagi lulusan
(sekolah kejuruan), pendidikan vokasi, dll. Jika calon tenaga kerja ini dibekali dengan
skill tertentu, maka diharapkan tenaga kerja akan lebih mudah diserap oleh dunia industri.
15

BAB III
KESIMPULAN
3.1.

Kesimpulan
Kesimpulan dari pembahasan diatas yaitu, kemiskinan di Indonesia bukanlah hal yang

sepele melainkan sudah menjadi permasalahan yang cukup besar. Semakin maju negara
Indonesia bukannya semakin berkurang masyarakat miskin namun akan semakin bertambah.
Banyak hal yang dapat menimbulkan kemiskinan yaitu, kurangnya pendidikan,
pendapatan yang rendah, serta pengeluaran-pengeluaran pemerintahan yang lainnya yang justru
semakin meningkatkan tingkat kemiskinan di Indonesia.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan salah satunya
dengan menaikan pendapatan masyarakat miskin atau melakukan pemerataan pendapatan per
kapita agar masyarakat miskin bisa lebih sejahtera lagi kehidupannya, meningkatkan taraf
pendidikan bagi warga miskin, dll.

16

DAFTAR PUSTAKA
https://laelyrakhmawati.wordpress.com/2014/04/21/faktor-faktor-yang-mempengaruhikemiskinan/
http://www.landasanteori.com/2015/08/pengertian-kemiskinan-jenis-faktor.html
Nugroho, Iwan dan Dahuri, Rochmin.(2004). Pembangunan Wilayah, Perspektif Ekonomi,
Sosial dan Lingkungan.Jakarta: LP3ES.
Suharto, E. (2008). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: Refika Aditama
Sukirno, Sadono. (2004). Makro Ekonomi.Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sukirno, Sadono. (2007). Ekonomi Pembangunan Jakarta: Penerbit Kencana
Suparlan, Parsudi. (1993). Kemiskinan di Perkotaan.Jakarta: Yayasan Obor Jakarta

17

Dokumen yang terkait

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL AGRIBISNIS PERBENIHAN KENTANG (Solanum tuberosum, L) Di KABUPATEN LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

27 309 21

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

47 440 21

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5