PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK (1)

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

Oleh

Kelompok 6

Firdaus Bagus Bayu Kresna
Fajar Tri Kuncoro

1219103010
121910301055

Dani Pradana

121910301070

Bhisma Yugawinarta Sulaiman

UNIVERSITAS JEMBER
2013


KATA PENGANTAR

121910301084

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya
berhasil menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul
“BAGAIMANA

REALISASI

ETIKA

POLITIK

DALAM

KEHIDUPAN


BERNEGARA”.Makalah ini berisikan tentang informasi Etika politik yang
sedang terjadi sekarang ini dikalangan masyarakat Indonesia.Di harapkan
Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Etika
politik.
Saya menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu saya harapkan demi kesempurnaan Makalah ini. Akhir kata, saya
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita.Amin.

BAB II
PEMBAHASAN
PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

2.1 Pengertian
Etika Politik adalah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia.
Bidang pembahasan dan metode etika politik. Pertama etika politik ditempatkan ke
dalam kerangka filsafat pada umumnya. Kedua dijelaskan apa yang dimaksud
dengan dimensi politis manusia. Ketiga dipertanggungjawabkan cara dan metode

pendekatan etika politik terhadap dimensi politis manusia itu.

2.2 Tujuan Etika Politik
Tujuan etika politik adalah mengarahkan ke hidup baik, bersama dan untuk
orang lain, dalam rangka memperluas lingkup kebebasan dan membangun institusiinstitusi yang adil (Paul Ricoeur, 1990). Definisi etika politik ini membantu untuk
menganalisa korelasi antara tindakan individual, tindakan kolektif dan stukturstruktur yang ada.

2.3 Pancasila sebagai Etika Politik dalam Mewujudkan Kehidupan Kekaryaan
Sesudah membetulkan paham tentang arti kemajuan yang sebenarnya,
berikut ini kami mengajukan lima sikap batin yang menurut kami harus mendasari
suatu etika kekaryaan :
a) Hormat terhadap alam
Sikap pertama yang perlu kita tumbuhkan kembali adalah sikap hormat
yang mendalam terhadap alam, terhadap proses-proses yang sedang
tumbuh, terhadap apa saja yang ada. Suatu sikap yang dapat melihat,
mengagumi, yang dapat gembira karena dapat menikmati keindahan tanpa
langsung mempertanyakan manfaatnya.

Sikap ini menuntut suatu perubahan mendalam dalam mentalitas
manusia modern, dalam segala arti. Daripada mau mengubah, menaklukkan,

menguasai, memperkosa alam, sebaiknya kita harus mau memelihara,
menerima, mendukung, membiarkannya. Paham bahwa manusia harus
menang atas alam tidak cocok lagi. Kita tidak mencari kemenangan,
melainkan keselarasan. Kita tetap mempergunakan alam bagi tujuan-tujuan
kita, tetapi bukan dari atas, bukan secara sombong, melainkan sebagai
bagian dari alam, dengan seakan-akan memasuki proses-proses alam
sendiri.
Sikap itu bertentangan dengan sikap technokratis yang memandang
alam semata-mata sebagai alat untuk mencapai tujuan konsumsi manusia,
akan tetapi tidak bertentangan dengan suatu kebudayaan teknologis dan
tidak berarti bahwa kita hendakny kembali ke jaman batu. Justru dengan
mengikuti alam, kita akan sanggup untuk membangun suatu kehidupan
bersama yang cukup lestari, cocok dengan lingkungan dan menjamin tingkat
hidup yang memuaskan.
b) Tanggung jawab terhadap biosfer
Sikap kedua erat hubunganny dengan sikap hormat terhadap alam. Kita
harus merasa bertanggung jawab terhadapnya. Bertanggung jawab terhadap
lingkungan kita adalah bagiannya. Kita merasa bersatu dengannya. Setiap
kerusakan lingkungan. Kita rasakan sebagai kerusakan pada diri kita sendiri.
Tanggung jawab itu tumbuh dari pengalaman baru, bahwa sistem pelayanan

planet bumi tidak terbatas, melainkan merupakan suatu keseimbangan peka
yang telah tumbuh selama 3 miliyar tahun, dimana manusia muncul pada
akhir perkembangan dan sebagai hasilnya. Manusia hanya mengisi 3 juta dari
2,5 miliyar tahun sejarah kehidupan di bumi ini. Betapa tragisnya apabila
manusia selama 200 tahun hanya seperduabelas ribu dari sejarah manusia
merusakkan itu semuanya dan membuat bumi menjadi planet mati seperti
bulan. Rasa tanggung jawab itu termasuk tanggung jawab akan nasib
generasi-generasi yang akan datang. Eksistensi kita baru bersifat manusiawi
apabila kita bertanggung jawab terhaddap ekosistem kita, terhadap alam
dimana kita menjadi bagiaannya, terhadap masa depan spesies kita, bahkan
terhadap masa depan kehidupan seluruhnya.

Kami ingin menuangkan tanggung jawab itu ke dalam suatu prinsip
tanggung jawab : Bertindaklah sedemikian rupa sehingga akibat-akibat
tindakanmu tidak dapat merusak ataupun hanya membahayakan atau
menguraangi

kemungkinan-kemungkinan

kehidupan


manusia

dalam

lingkungannya, sekarang dan di masa yang akan datang! Prinsip tanggung
jawab itu dapat kita pakai di semua bidang perencanaan, perubahan,
pembangunan dan sebagainya. Justru dalam suatu kebudayaan dimana kita
tidak lagi menyesuaikan diri dengan irama alam, dimana hampir segala patokpatok hidup alamiah telah dicabut, jadi dimana segala segi kehidupan perlu
kita tentukan sendiri, prinsip tanggung jawab itu sangat perlu kita batinkan.
c) Larangan untuk merusak
Dua sikap dasar tadi : sikap hormat terhadap alam dan sikap mau
tanggung jawab sebagai bagian dalam ekosistem bumi, mestinya melahirkan
beberapa larangan sebagai unsur ketiga suatu etika teknologis baru : kita
tidak akan merusak, mematikan, menghabiskan, mengotori, menyia-nyiakan,
melumpuhkan, membuang begitu saja alam atau sebagiannya. Kita tidak
pernah begitu saja akan merusak atau mengotori lingkungan kita dimanapun.
Bukan hanya tidak di hutan atau di taman, melainkan juga tidak di rumah, di
sekitar rumah, di jalan, di tempat kerja. Tidak perlu nama kita tergores di
mana-mana. Kita tidak membuang kertas, plastik, sepuntung rokok pun tidak.

Seharusnya secara spontan kita merasa jijik terhadap segala apa yang
memperkosa alam.
Jadi perlu dibangun tekad untuk menolak segala bentuk kemajuan
yang harus dibayar dengan merusak, mengotori, mengurangi kemungkinan
hidup manusia lain. Maju dengan merusak bukan maju namanya. Bukannya
seakan-akan kita dapat membiarkan alam begitu saja. Membentuk alam agar
cocok dengan kebutuhan manusia berarti mengubah alam. Membangun
tanpa membongkar tidak mungkin. Tetapi bukan itulah masalahnya. Yang
perlu ialah agar kita mengembangkan suatu kepekaan baru terhadap
lingkungan yang ada, baik lingkungan alamiah maupun lingkungan sosial.
Dalam setiap perencanaan harus diperhatikan apakah langkah-langkah
proporsional, apakah segala yang mau kita bangun seimbang dengan apa
yang kita rusak.
d) Membatasi diri

Sebagai ciri keempat dapat dikatakan bahwa suatu etika teknologis
baru tidak akan berhasil kalau kita tidak dapat bersedia untuk membatasi diri.
Selama kita terus terbawa oleh nafsu mau memiliki lebih banyak, tidak pernah
puas selalu memerlukan sesuatu yang baru lagi, kita akan terus mengotori,
meracuni dan merusak sistem lingkungan kita. Kita harus tahu diri : tahu diri

sebagai warga ekosistem bumi, sebagai bagian masyarakat alam. Kita tidak
pernah bertindak seakan-akan yang lain tidak ada. Bukan kemiskinan yang
dituntut. Bukan suatu hidup dengan bertapa dengan berkorban. Bukan juga
suatu kehidupan yang hanya menjamin kebutuhan-kebutuhan saja walaupun
banyak orang akan gembira andai kata saja kebutuhan-kebutuhan dasar
mereka terpenuhi melainkan untuk hidup sederhana, untuk puas dengan apa
adanya. Gembira dengan suatu tingkat hidup yang lumayan tetapi tidak
berlebihan.
e) Solidaritas antar sesama manusia
Sikap kelima dan pengunci suatu etika baru adalah solidaritas antar
sesama umat manusia. Sikap ini dapat diungkapkan melalui suatu prinsip
dalam etika dikenal sebagai “peraturan emas” : “sebagaimana engkau
mengharapkan agar kebutuhan-kebutuhan, kepentingan-kepentingan, dan
keprihatinan-keprihatinan

diperhatikan,

begitu

pula


engkau

harus

memperhatikan kebutuhan, kepentingan, dan keprihatinan orang lain!” Prinsip
ini menuntut agar kita jangan membuat kepentingan kita menjadi satusatunya dasar kemampuan kita. Solider berarti kesetiakawan, dan itu berarti :
kita tidak kerasan dalam menikmati kemungkinan hidup yang enak selama
saudara kita tidak juga dapat menikmaatinya; kita tidak akan merebut
prasarana-prasarana kenikmatan tambahan sebelum saudara kita menikmati
kesempatan yang sama.
Kalau kesetiakawanan itu tidak berhasil kita wujudkan, umat manusia
tetap akan terpecah antara yang berkuasa dan yang dikuasai, antara yang
kaya dan yang miskin, antara hidup berlebihan dan berkekurangan. Kita akan
hidup dalam masyarakat yang tidak adil. Akibatnya adalah rasa iri hati dan
benci di satu pihak, rasa cemas dan takut di lain pihak, dan perasaanperasaan itu akan melahirkan kecurigaan, penindasan, kekerasan, dan
peperangan.

Kesetiakawanan itu mengenai empat lingkungan. Pertama mengenai
lingkungan dekat : para tetangga, kawan sekampung, mereka yang hidup

disekitar tempat kita kerja. Lingkungan kedua adalah antar golongan dan
antar kelas; dalam lingkungan ini terutama dituntut agar semua golongan
sama-sama dapat mengambil bagian dalam kekuasaan untuk mengurus
kehidupan bersama dalam suatu masyarakat. Lingkungan ketiga adalah
lingkungan internasional: hubungan antara bangsa dan benua. Lingkungan
keempat adalah umat manusia di masa depan: kita jangan melakukan
sesuatu yang mengurangi kemungkinan hidup generasi-generasi yang akan
datang.

2.4

Pancasila

sebagai

Etika

Politik

dalam


Mewujudkan

Kehidupan

Kemsyarakatan
Hal ini dalam arti bahwa nilai-nilai, pandangan-pandangan, dan harapanharapan yang terungkap dalam Pancasila dan sudah sejak sedia kala dihayati oleh
masyarakat, sekarang disadari, dilaksanakan, dan dihayati menurut implikasiimplikasi bagi kehidupan bersama bangsa Indonesia sekarang. Kepribadian suatu
bangsa dan nilai-nilai yang dihayati oleh masyarakat bukanlah sesuatu yang statis
tak berubah, melainkanselalu berkembang berhadapan dengan tantangan-tantangan
yang dihadapi bangsa itu pada setiap zaman. Hal ini berarti bahwa bangsa
Indonesia pun selalu harus memantapkan kembali identitas kepribadiannya
berhadapan dengan tantangan-tantangan baru. Dan oleh karena itu maka nilai-nilai
yang terungkap dengan pancasila belum tentu seluruhnya masyarakat menurut
implikasi-implikasinya pada zaman sekarang. Situasi sekarang adalah situasi
Indonesia sebagai negara modern yang terdiri dari sekian banyak suku,
agama,kebudayaan, dan golongan yang memperoleh kemerdekaannya dalam suatu
perjuangan berat melawan penjajah, yang sekarang berhadapan dengan tantangantantangan pembangunan yang dulu sama sekali belum terimpikan.

2.5 Pancasila sebagai Etika Politik dalam Mewujudkan Kehidupan Kenegaraan
Pada dasarnya jika kita sudah mempunyai kesamaan visi dan faham
mengenai sila-sila dari pancasila, bagaimana menuangkannya ke dalam sistem

politik dan sistem kenegaraan kita? Mana yang baik : negara federal yang pernah
kita coba dan kemudian kita tolak karena merupakan alat pecah belah oleh rezim
hindia belanda, atau negara kesatuan yang sekarang kita pakai dan ternyata masih
menghadapi demikian banyak masalah dengan kemajemukan kemasyarakatan kita?
Ringkasnya, dimensi kelembagaan pancasila perlu memberikan jawaban
terhadap kebutuhan kita memperoleh efek sinergi sebesar-besarnya dari persatuan
dan kita sebagai bangsa, sambil menekan sekecil-kecilnya dampak negatif yang
bisa terjadi pada demikian bearnya akumulasi sumber daya nasional ditangan
mereka yang sedang memegang tampuk kekuasaan pemerintah baik ditingkat
pemerintah pusat mmaupun ditingkat daerah.
Salah satu kemungkinan upaya untuk hal itu adalah dengan secepatcepatnya meningkatkan taraf pendidikan, kecerdasan serta sikap kritis rakyat kita,
dan jangan membiarkan berlanjutnya kelicikian elite untuk memperbodoh rakyat
dengan berbagai cara yang sudah tak digunakan lagi di negara lain yang lebih
beradab, seperti munyebarkan “kesaktian” sang pemimpin. Baik secara formal
maupun informal, berbagai variasai demokrasi terpimpin harus ditolak dengan tegas,
karena ajaran tersebut memandang rakyat yang berdaulat itu hanya sebagai wong
cilik atau sekedar sebagai epigon. Sungguh sangat melecehkan. Pemimpin harus
diukur dari kredibilitas pribadi serta kinerjanya untuk orang banyak.
Pada sisi lain, jika mereka hendak mempercepat laju kemajuan masyarakat
ke tingkat yang sejajar dengan negeri-negeri lain, tidak mustahil mereka akan dihujat
oleh rakyat banyak, yang tidak memahami visi mereka, atau memahaminya secara
membuta karena karisma pribadi para pemimpin tersebut.
Oleh karena itu sungguh diperlukan kewarganegaraan yang tinggi di kalangan
para pemimpin Indonesia, bukan hanya untuk memahami dan menjabarkan sila-sila
pancasila yang amat abstrak itu, tetapi juga untuk memimpin rakyat yang umumnya
masih hidup dalam lingkungan primordialnya masing-masing.
Namun disinilah inti masalahnya. Kualitas kenegaraan yang tinggi itu sendiri
merupakan barang langka, bukan saja dahulu tetapi saat ini. Lebih dari itu terdapat
indikasi menurunnya kualitas kenegarawanan tersebut, bukan hanya dalam bidang
eksekutif tetapi juga bidang legislatif.

Jadi pancasila telah diterima secara luas sebagai aksioma politik yang
disarikan dari kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk dan mempunyai
sejarah yang sudah tua. Namun ada masalah dalam penuangannya ke dalam sistem
kenegaraan dan sistem pemerintahan, yang ditata menurut model sentralistik yang
hanya dikenal dalam budaya politik Jawa. Doktrin wawasan nusantara dan
ketahanan nasional masih mengandung nuansa yang amat sentralistik, dan perlu
disempurnakan dengan melengkapinya dengan doktrin Bhinneka Tunggal Ika.
Pada saat ini ada diskrepansi antara nilai yang dikandung pancasila dengan
format kenegaraan dan pemerintahan yang mewadahinya. Penyelesaiannya terasa
seakan-akan merupakan kebijakan ad hoc yang berkepanjangan. Di masa depan,
kehidupan politik berdasar aksioma pancasila harus terkait langsung dengan doktrin
Bhinneka Tunggal Ika, di mana setiap daerah, setiap golongan, setiap ras, setiap
umat beragama, setiap etnik berhak megatur dan mengurus dirinya sendiri. Negara
dan pemerintah dapat memusatkan diri kepada masalah-masalah yang benar-benar
merupakan kepentingan seluruh masyarakat, atau seluruh bangsa, seperti masalah
fiskal dan moneter, keamanan, hubungan luar negeri, atau hubungan antar umat
beragama. Pemerintah nasional yang efektif dalam menunaikan dua tugas pokok
negara,

beriringan

dengan

pemerintah

daerah

yang

selain

efektif

dalam

melaksanakan dua tugas dasar pemerintah daerah, juga melayani aspirasi dan
kepentingan khas dari masyarakat daerah yang bersangkutan.
Agar pancasila yang telah dikaitkan dengan doktrin Bhinneka Tunggal Ika itu
dapat berjalan dengan stabil, seluruh kaidahnya harus dituangkan dalam format
hukum, yang selalu harus dijaga agar sesuai dengan perkembangan rasa keadilan
masyarakat.

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila adalah dasar negara sekaligus pandangan hidup bagi setiap masyarakat
Indonesia tidak peduli pemerintah atau rakyat jelata sekalipun. Dasar berarti material
pembangun fundamental dimana segala hal atau kebijaksanaan dalam pemerintahan harus
selalu merujuk kepada Pancasila guna menciptakan fundamental yang kuat.
Pancasila juga sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai
sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran dari norma baik norma hukum, norma
moral maupun norma kenegaraan lainya. Dalam filsafat Pancasila terkandung didalamnya
suatu pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan
komprehensif (menyeluruh) dan sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai, Oleh karena itu
suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma-norma yang merupakan
pedoman dalam suatu tindakan atau aspek praksis melainkan suatu nilai yan bersifat
mendasar.
Namun, sayangnya akhir-akhir ini banyak sekali oknum yang mengabaikan nilai-nilai
luhur Pancasila. Maraknya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan bukti bahwasanya
banyak masyarakat Indonesia yang telah jauh menyimpang dari Pancasila. Selain itu,
minimnya pemahaman nilai, norma dan moral semakin menambah kuantitas penyelewengan
nilai-nilai Pancasila. Dalam dunia pemerintahan pun tidak sedikit dari masyarakat Indonesia
yang kurang memahami etika perpolitikan.
Pengertian politik berasal dari kosa kata politics yang memiliki makna bermacammacam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan
tujuan-tujuan. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan perlu di tentukan kebijakan-kebijakan
umun atau piblis policies, yang menyangkut peraturan dan pembagian dari sumber-sumber
yang ada. Dan politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat bukan tujuan
pribadi seseorang. Selain itu politik juga menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk
partai politik, lembaga masyarakat maupun perseorangan.

Pancasila bukanlah pedoman yang berlangsung bersifat normatif ataupun praksis
melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber hukum baik
meliputi norma moral maupun norma hukum, yang pada giliranya harus dijabarkan lebih
lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun norma hukum dalam kehidupan kenegaraan
maupun kebangsaan.
1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

Dokumen yang terkait

ANALISIS KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN BUTON GRANULAR ASPHALT (BGA) 15/20 SEBAGAI BAHAN KOMPOSISI CAMPURAN AGREGAT HALUS

14 283 23

TEPUNG LIDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI IMMUNOSTIMULANT DALAM PAKAN TERHADAP LEVEL HEMATOKRIT DAN LEUKOKRIT IKAN MAS (Cyprinus carpio)

27 208 2

PENGARUH KONSENTRASI TETES TEBU SEBAGAI PENYUSUN BOKASHI TERHADAP KEBERHASILAN PERTUMBUHAN SEMAI JATI (Tectona grandis Linn f) BERASAL DARI APB DAN JPP

6 162 1

OPTIMASI SEDIAAN KRIM SERBUK DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DENGAN BASIS VANISHING CREAM

57 260 22

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SEBAGAI ADJUVAN TERAPI CAPTOPRIL TERHADAP KADAR RENIN PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus) YANG DIINDUKSI HIPERTENSI

37 251 30

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18

PERAN PT. FREEPORT INDONESIA SEBAGAI FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

12 85 1