Laporan Praktikum Suhu Rendah (1)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tomat merupakan salah satu sayuran yang banyak diusahakan secara
komersil di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik tahun 1997-2012, tomat
menempati urutan ke-5 dalam produksi buah dan sayur terbesar pada tahun 2012.
Data tersebut memperlihatkan bahwa tomat memiliki potensi yang besar di
Indonesia. Tingginya permintaan buah tomat dan kemajuan bidang pengolahan
terbukti mampu meningkatkan pasar tomat. Sebagian besar produksi tomat
Indonesia masih diserap untuk pemenuhan pasar lokal dan secara terbatas
diekspor ke beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei
Darussalam.
Penanganan pascapanen menjadi masalah penting untuk menyediakan
suplai tomat yang sesuai dengan mutu permintaan pasar. Produk pertanian seperti
sayuran dan buah-buahan sangat rentan terhadap kerusakan dan memiliki umur
simpan yang relatif singkat. Mutu buah-buahan dan sayuran segar tidak dapat
diperbaiki tapi hanya dapat dipertahankan. Mutu yang baik diperoleh bila
pemanenan dilakukan pada tingkat kematangan yang tepat.
Salah satu penanganan pascapanen yang dapat diterapkan pada produk

pertanian adalah penyimpanan pada suhu rendah. Penyimpanan produk pada suhu
rendah dapat menghambat penurunan/kerusakan mutu tanpa menimbulkan
pemasakan (ripening) abnormal atau perubahan lain yang tidak dikehendaki, atau
dengan kata lain mempertahankan produk dalam kondisi yang dapat diterima oleh
konsumen selama mungkin (Evahelda et al, 2002). Penurunan suhu akan
mengakibatkan penurunan proses kimia, mikrobiologi dan biokimia yang
berhubungan dengan kelayuan (senescence), kerusakan (decay), pembusukan dan

lain-lain. Sehingga umur simpan makanan yang disimpan dengan suhu rendah
dapat diperpanjang.
Pada penyimpanan suhu rendah juga dapat terjadi kerusakan pada produk
pangan yang disimpan, seperti chilling injury. Chilling injury adalah suatu kondisi
bahan hasil pertanian (sayur dan buah) mengalami kerusakan akibat perlakuan
pada suhu dingin yakni sekitar 0 – 10 0C. Gejala atau ciri – ciri suatu bahan
menglami chiling injury antara lain: mengalami pencoklatan dan timbul rasa
manis (pada kentang), muncul noda hitam pada permukaan kulit (buah pisang),
tekstur rusak (buah tomat). Komoditas pertanian tersebut memiliki batas bawah
suhu dingin yang berbeda-beda tiap komoditasnya. Hal ini dikarenakan tiap
komoditas memiliki kepekaan pada suhu rendah yang berbeda-beda. Untuk
mencegah terjadinya chilling injury maka setiap komoditas pertanian yang

berbeda harus disimpan terpisah sesuai dengan suhu kritis yang dimiliki tiap-tiap
komoditi sehingga memberikan hasil yang optimal.

B. Tujuan
Praktikum acara “Penyimpanan Suhu Rendah” dilaksanakan untuk mengetahui
pengaruh penyimpanan suhu rendah terhadap buah segar.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tomat
Tomat (Licopersicum esculentum) merupakan sayuran populer di
Indonesia. Produksi tomat di Indonesia tiap tahun akan meningkat mengimbangi
kebutuhan masyarakat yang meningkat dan juga perluasan pasar (ekspor). Buah
tomat saat ini merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi
tinggi dan masih memerlukan penanganan serius, terutama dalam hal kualitas
buahnya.
Tomat sebagai salah satu komoditas pertanian sangat bermanfaat bagi
tubuh, karena mengandung vitamin dan mineral yang diperlukan untuk

pertumbuhan dan kesehatan. Kematangan buah tomat dari tingkat kematangan
masih muda sampai tua berturut-turut adalah hijau masak, pecah warna,
kekuning-kuningan, merah jambu, merah cerah, dan merah masak sempurna.
Pada umumnya tomat yang sudah siap dipanen pertama pada umur ± 75 hari
setelah pindah tanam atau ± 3 bulan setelah menyebar benih. Saat pemetikan buah
yang tepat disesuaikan dengan tujuan konsumsi ataupun sasaran pemasaran. Bila
tujuan pemasaran jarak jauh atau diekspor, idealnya dipanen pada waktu buah
stadium hijau matang kira-kira 3-7 hari sebelum menjadi merah. Sementara untuk
tujuan pemasaran jarak dekat (pasar lokal), dapat dipanen sewaktu tomat
berwarna kekuning-kuningan. Cara panen tomat adalah dipetik secara hati-hati
agar tidak rusak. Panen pada tomat cherry disertakan tangkai atau gagang
buahnya. Panen dilakukan secara periodik satu atau dua kali seminggu tergantung
keadaan buah yang masak dan waktu panen yang tepat adalah pada cuaca terang
(Marpaung, 1997).

Tabel 1. Kandungan gizi buah tomat tiap 100 gram

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I (1990)
Buah tomat juga mengandung zat pembangun jaringan tubuh manusia dan
zat yang dapat meningkatkan energi untuk bergerak dan berpikir, yaitu

karbohidrat, protein, lemak dan kalori. Selain memiliki rasa yang enak, buah
tomat juga merupakan sumber vitamin A dan C yang sangat baik
Buah tomat yang telah dipanen akan tetap melangsungkan respirasi.
Proses respirasi pada tomat terjadi dengan cepat dan menyebabkan pembusukan.
Hal ini terjadi karena perubahan-perubahan kimia dalam buah tomat dari provitamin A menjadi vitamin A, pro-vitamin C-menjadi Vitamin C, dan dari
karbohidrat menjadi gula, yang menghasilkan CO2, H2O, dan etilen. Akumulasi
produk-produk respirasi inilah yang menyebabkan pembusukan. Selain respirasi,
buah tomat juga masih melakukan transpirasi. Aktivitas tersebut tidak dibarengi
oleh aktivitas fotosintesis sehingga senyawa tertentu dirombak dan air menguap
tanpa ada pasokan baru. Karena itulah tomat dikenal sebagai buah klimaterik
karena masa simpannya yang pendek.

Buah klimaterik akan mengalami laju respirasinya lebih cepat, dengan
lonjakan waktu respirasi sangat ekstrim. Dan memiliki kandungan amilum yang
banyak, cenderung memiliki kulit buah yang tipis, serta kebanyakan bukan
termasuk buah yang harus masak pohon. Sehingga buah klimaterik cenderung
akan memiliki masa simpan yang pendek atau mudah busuk (Viandini, 2012)
B. Perubahan Pasca Panen Buah Tomat
Menurut Arjun Fendi (2013), selama proses pemasakan buah akan terjadi
perubahan fisiko-kimia buah, yang yakni perubahan warna, komposisi dinding

sel, zat pati, vitamin C dan asam-asam organik. Perubahan setelah proses
anabolisme selesai merupakan perubahan ke arah pematangan, sehingga buah
menjadi siap dikonsumsi. Saat masak buah menjadi lebih lunak, warnanya kuning
atau merah cerah, dan daging buahnya berasa manis.
Warna
Perubahan warna pada buah-buahan merupakan kriteria utama bagi
konsumen untuk menentukan apakah buah telah masak atau masih mentah. Warna
pada buah-buahan disebabkan oleh adanya pigmen yang pada umumnya
dibedakan atas beberapa kelompok, yaitu klorofil, anthosianin, flavonoid dan
karotenoid. Warna hijau yang dominan pada buah mentah disebabkan oleh
pigmen klorofil. Pada saat masak klorofil akan menghilang sehingga pigmen yang
dominan adalah karotenoid dan anthosianin. Karotenoid terdiri atas karoten,
xanthofil dan likopen. Dominasi karoten akan memberikan warna jingga pada
buah, sedang dominasi likopen akan memberikan warna merah.
Pembentukan pigmen pada buah dipengaruhi oleh suhu, cahaya, dan
kandungan karbohidrat. Penyimpanan tomat hijau pada suhu rendah akan
mengakibatkan bertahannya warna hijau pada kulit buahnya. Tomat hijau yang
disimpan pada kisaran suhu 10-29 C warnanya akan berangsur berubah menjadi

merah atau jingga. Cahaya akan memacu pembentukan pigmen pada buahbuahan, sedangkan karbohidrat sangat diperlukan sebab merupakan bahan baku

bagi sintesa pigmen.
Tekstur
Tekstur buah dan sayuran terutama tergantung kepada tekanan turgor,
ukuran dan bentuk sel, keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang dan
susunan jaringan. Tekanan turgor disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel
dan dipengaruhi oleh konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola,
permeabilitas protoplasma dan dan elastisitas dinding sel.
Selama proses pemasakan buah terjadi perubahan komposisi dinding sel
yang menyebabkan menurunnya tekanan turgor sel sehingga kekerasan buah
menurun. Selama proses pemasakan, lebih dari 40% pektin tidak larut yang ada
pada dinding sel diubah menjadi pektin yang larut dalam air oleh enzim poli
esterase dan poli galakturonase. Hal tersebut mengakibatkan pelunakan buah
selama proses pematangan.
Karbohidrat
Selama proses pematangan terjadi proses perombakan pati yang banyak
terkandung pada buah mentah (terutama buah klimakterik) menjadi gula (sukrosa,
fruktosa, dan glukosa). Hemiselulosa menurun dari 9% pada buah mentah
menjadi 1-2% saja setelah matang. Gula-gula yang terbentuk tersebut merupakan
sumber energi bagi proses respirasi. Perubahan tersebut menyebabkan buah yang
telah matang berasa manis dan segar. Pada buah-buahan yang mengandung pati

rendah (tomat) hanya memiliki kandungan pati sangat sedikit setelah panen dan
oleh karenanya kandungan patinya akan segera habis setelah dipanen.

C. Penanganan Pasca Panen Tomat
Buah tomat yang telah dipanen akan tetap mengalami perubahan fisiologi
dengan

melangsungkan

respirasi.

Proses

respirasi

yang

menyebabkan

pembusukan ini terjadi karena perubahan-perubahan kimia dalam buah tomat dari

pro-vitamin A menjadi vitamin A, pro-vitamin C-menjadi Vitamin C, dan dari
karbohidrat menjadi gula, yang menghasilkan CO2, H2O, dan etilen. Akumulasi
produk-produk respirasi inilah yang menyebabkan pembusukan. Respirasi ini
tidak dapat dihentikan namun bisa dihambat yaitu dengan menyimpannya pada
suhu dan kelembaban rendah.
Selain respirasi, buah tomat juga masih melakukan transpirasi. Aktivitas
tersebut tidak dibarengi oleh aktivitas fotosintesis sehingga senyawa tertentu
dirombak dan air menguap tanpa ada pasokan baru. Hal tersebut menyebabkan
susut berat pada buah tomat. Susut berat komoditas ini berakibat pada penampilan
komoditas yang semakin lama keriput dan melunak. Oleh karena kelembaban
udara juga harus diperhatikan dalam penyimpanan. Menurut Tranggono dan
Sutardi (1990), mutu simpan buah akan lebih bertahan lama jika laju respirasi
rendah dan transpirasi dapat dicegah dengan meningkatkan kelembaban relatif
dan menurunkan suhu udara.
Penyimpanan buah tomat tapi tidak langsung dikonsumsi atau diolah
dapat dilakukan dengan menggunakan lemari pendingin. Untuk hasil yang lebih
baik, buah tomat sebelumnya dimasukkan dalam plastik yang telah dilubangi.
Penyimpanan dalam lemari pendingin ini harus diperhatikan suhunya. Suhu
dalam lemari pendingin diatur tidak sampai di bawah 10ºC karena dikhawatirkan
buah tomat akan rusak karena chilling injury. Tanda-tanda terjadinya chilling

injury antara lain adalah buah tomat akan membeku ketika dingin tapi saat
dikeluarkan di suhu ruang, buah tomat seperti berkerut dan berair.

Untuk pengiriman jarak jauh yang membutuhkan waktu simpan lama,
peti-peti tomat harus disimpan dulu dalam ruangan yang dingin (cool storage)
agar dapat bertahan untuk beberapa hari. Temperatur penyimpanan bagi buahbuah tomat yang telah berwarna merah sebaiknya 0ºC dengan kelembaban 85%90%, apabila buah-buah tomat tampak belum merah sempurna temperatur tempat
penyimpanannya dikendalikan agar antara 11,5ºC-12ºC (Kartasapoetra, 1989).
Untuk hasil yang maksimal, sebelum buah dimasukkan ke cool storage,
dilakukan pra pendinginan dan pengemasan dengan polyethylene terlebih dahulu.
Pra pendinginan ini dapat dilakukan dengan udara dingin yang bergerak cepat dan
bertekanan (forced-air precooling) atau merendam dalam air yang mengalir
maupun tidak mengalir (hydrocooling), dengan kontak es atau timbunan es (ice
cooling), serta teknik udara vakum (vacuum cooling). Tujuan pra pendinginan ini
antara lain untuk menghilangkan panas lapang agar menurun dengan cepat
sebelum buah diangkut atau disimpan. Keuntungan cara ini, dapat memperlambat
kematangan, penurunan susut buah dan kadar askorbat dalam buah tomat. Dari
hasil penelitian, dengan perlakuan ini dapat tahan sampai 5-15 hari tetap segar.
Cool storage merupakan pendinginan mekanik untuk mengontrol
temperatur ruang simpan, misalnya refrigerator. Alat ini mengatur konsentrasi N
tinggi dan O2 rendah atau menggunakan gas freon. Penggunaan gas freon saat ini

sudah tidak dianjurkan lagi karena tidak ramah lingkungan. Komposisi alat ini
antara lain adalah klep pengatur, evaporator, kompresor dan kodensor. Sistem
pengontrol tambahan dari sistem penyimpanan ini berasal dari panas lingkungan
sekitar dan produk.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada kerusakan hasil tanaman, yaitu
faktor biologis seperti repirasi, transpirasi, pertumbuhan lanjut, produksi etilen,
hama penyakit dan faktor lingkungan seperti Temperatur, kelembaban, komposisi
udara, cahaya, angin, tanah/media.

III.

METODE

A. Alat dan Bahan
Alat

: neraca digital, tudung saji, refrigerator, Styrofoam

Bahan


: buah tomat

B. Prosedur Kerja
1. Kontrol
satu butir buah tomat


ditimbang (Styrofoam dan tomat secara terpisah)


diletakkan di atas nampan Styrofoam


disimpan pada suhu kamar, ditutup dengan tudung saji


diamati perubahan tekstur, warna dan susut bobot selama satu minggu

2. Suhu Rendah
satu butir buah tomat


ditimbang (Styrofoam dan tomat secara terpisah)


diletakkan di atas nampan Styrofoam


disimpan pada suhu kamar, ditutup dengan tudung saji


diamati perubahan tekstur, warna dan susut bobot selama satu minggu

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Sampel
Kontrol

Hari ke0

Berat (gram)
29.3

Warna
3

Tekstur
2

Susut Bobot (%)
0

1

29.1

3

3

0.68

2

29.0

5

4

1.02

3

28.7

5

4

2.05

4

28.6

5

4

2.39

5

28.4

5

4

3.07

6

28.1

5

4

4.09

Perlakuan

7
0

27.8
18.1

5
1

5
2

5.17
0

Suhu Rendah

1

18.2

1

3

-0.55

2

18.0

1

3

0.55

3

17.8

1

3

1.66

4

17.6

1

3

2,76

5

17.5

1

3

3.28

6

17.4

1

4

3.88

7

16.7

2

4

7.73

Keterangan :
Warna :

Tekstur :

1. Hijau

1. Sangat keras

2. Hijau kekuningan

2. Keras

3. Kuning kehijauan

3. Agak keras

4. Kuning

4. Sedikit keras

5. Kuning kemerahan

5. Lunak

Perhitungan
% susut bobot =

berat awal−berat akhir
x 100 %
berat awal

 Kontrol
Hari ke-0 % susut bobot =

29.3−29.3
x 100 % = 0%
29.3

Hari ke-1
% susut bobot =

29.3−29.1
x 100 % = 0.68%
29.3

Hari ke-2
% susut bobot =

29.3−29,0
x 100 % = 1.02%
29.3

Hari ke-3
% susut bobot =

29.3−28.7
x 100 % = 2.05%
29.3

Hari ke-4
% susut bobot =

29.3−28.6
x 100 % = 2.39%
29.3

Hari ke-5
% susut bobot =

29.3−28.4
x 100 % = 3.07%
29.3

Hari ke-6
% susut bobot =

29.3−28.1
x 100 % = 4.09%
29.3

Hari ke-7
% susut bobot =

29.3−27.8
x 100 % = 5.17%
29.3

 Perlakuan Suhu Rendah
Hari ke-0
% susut bobot =
Hari ke-1

18.1−18.1
x 100 % = 0%
18.1

% susut bobot =

18.1−18.2
x 100 % = -0.55%
18.1

Hari ke-2
% susut bobot =

18.1−18.0
x 100 % = 0.55%
18.1

Hari ke-3
% susut bobot =

18.1−17.8
x 100 % = 1.66%
18.1

Hari ke-4
% susut bobot =

18.1−17.6
x 100 % = 2.67%
18.1

Hari ke-5
% susut bobot =

18.1−17.5
x 100 % = 3.28%
18.1

Hari ke-6
% susut bobot =

18.1−17.4
x 100 % = 3.88%
18.1

Hari ke-7
% susut bobot =

18.1−16.7
x 100 % = 7.73%
18.1

B. Pembahasan
Praktikum penyimpanan suhu rendah dilakukan di Laboratorium
Teknologi Pertanian. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah buah
tomat segar. Tomat yang sudah dibersihkan kemudian ditimbang beratnya pada
neraca digital untuk mengetahui berat awal sebelum perlakuan. Kemudian
diletakkan pada styrofoam dan diamati parameter warna serta tekstur dari tomat
sebelum penyimpanan pada suhu kamar dan suhu dingin.
Pada penyimpanan suhu kamar atau kontrol, buah tomat yang telah
melewati tahap pra perlakuan disimpan pada suhu kamar dan ditutup tudung
saji. Fungsi tudung saji pada perlakuan ini adalah untuk menghindari

kontaminasi hewan yang dapat merusak tomat. Bentuk tudung saji yang
berlubang akan memudahkan pertukaran udara di dalamnya sehingga proses
respirasi tomat di dalam tudung saji tidak akan terpengaruhi oleh tudung saji
yang digunakan.
Tomat yang disimpan dalam suhu rendah dimasukkan ke dalam
refrigerator dengan suhu rendah atau di bawah suhu ruang yaitu sekitar 1112oC. Penyimpanan di bawah suhu 10oC dapat menyebabkan chilling injury
pada tomat. Refrigerator yang digunakan dapat menjaga tomat yang disimpan
dari kontaminasi hewan karena tertutup rapat sehingga penggunaan alat seperti
tudung saji tidak dibutuhkan pada perlakuan ini.
Setelah dilakukan perlakuan pada masing-masing sampel yang digunakan,
kemudian dilakukan pengamatan terhadap berat, warna dan tekstur tomat
selama penyimpanan pada hari ke 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7. Perubahan berat,
warna dan tekstur pada tomat yang diamati akan menunjukkan perubahan
fisiologis yang terjadi pada tomat.
Perubahan fisiologis dapat dikarenakan proses respirasi dan transpirasi.
Respirasi akan membuat tomat kehilangan berat (susut bobot) karena respirasi
akan merombak senyawa gula dalam tomat menjadi CO2, uap air (H2O) dan
energi (ATP) untuk melangsungkan proses respirasi selanjutnya selama
penyimpanan. Kehilangan senyawa tersebut akan menurunkan berat dari tomat.
Respirasi juga akan mengantarkan buah pada proses pematangan dimana
beberapa senyawa pada produk diubah menjadi senyawa lain. Contoh senyawa
yang diubah pada proses pematangan adalah pigmen dan pektin buah. Pigmen
klorofil pemberi warna hijau pada buah yang belum matang akan didegradasi
menjadi karotenoid yang memberikan warna kuning hingga merah pada tomat.
Sedangkan proto pektin yang memberikan tekstur keras pada tomat yang belum

matang akan dirubah menjadi pektin sehingga tekstur tomat matang menjaadi
lebih lunak.
Transpirasi merupakan perpindahan molekul air dari dalam produk ke
lingkungan penyimpanan. Kehilangan air dari produk akibat transpirasi akan
membuat produk kehilangan berat yang lebih besar daripada proses respirasi.
Kehilangan air dalam produk menyebabkan berubahnya ketegaran dan
keseimbangan dalam produk sehingga produk seperti tomatini lebih mudah
mengalami kerusakan.

Susut Bobot
Susut bobot merupakan selisih bobot buah pada hari tertentu dengan bobot
buah pada hari sebelumnya. Menurut Pratiwi (2008) susut bobot merupakan
salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Dari praktikum
penyimpanan suhu rendah dengan sampel tomat ini diperoleh tomat dengan
perlakuan kontrol mengalami susut bobot dari hari ke-1 hingga hari ke-7 secara
berturut-turut sebesar 0.68%, 1.02%, 2.05%, 2.39%, 3.07%, 4.09% dan 5.17%.
Sedangkan tomat yang disimpan pada suhu rendah mengalami susut bobot
sebesar -0.55%, 0.55%, 1.66%, 2.76%, 3.28%, 3.88% dan 7.73% selama 7 hari
penyimpanan. Peningkatan susut bobot pada tomat selama penyimpanan
menunjukkan bahwa selama penyimpanan tomat yang diamati masih
melakukan proses respirasi dan transpirasi.
Laju respirasi dan transpirasi berbanding lurus dengan kerusakan yang
terjadi pada produk. Rata-rata susut bobot tomat kontrol lebih besar dibanding
tomat yang disimpan pada suhu rendah. Pada penyimpanan kontrol atau suhu
ruang, laju respirasi dan transpirasi tomat berjalan normal. Sedangkan pada
penyimpanan suhu rendah, laju respirasi pada tomat akan terhambat sehingga

perubahan fisiologis akan terhambat. Lambatnya laju respirasi mengakibatkan
kehilangan senyawa dalam tomat karena perombakan selama respirasi juga
terhambat dan mengakibatkan susut bobot yang terjadi pada tomat yang
disimpan pada suhu rendah lebih kecil dari kontrol.
Susut bobot yang terjadi pada hari ke-7 menunjukkan bahwa tomat
dengan penyimpanan suhu rendah mengalami susut bobot yang lebih
besar(7.73%) dari tomat kontrol(5.17%). Hal ini diperkirakan terjadi karena
tomat yang disimpan pada suhu rendah mengalami chilling injury. Chilling
injury terjadi dikarenakan selama 7 hari penyimpanan, saat melakukan
pengamatan tomat dikeluarkan dari refrigerator dan berada pada suhu ruang.
Hal ini terjadi secara berulang-ulang yang mengakibatkan jaringan dalam tomat
mengalami kerusakan dan memungkinkan untuk kerusakan yang lebih besar
seperti kehilangan bobot karena banyak air yangkeluar dari dalam sel dan
jaringan.
Data pengamatan pada hari pertama menunjukkan bahwa tomat dengan
perlakuan suhu rendah mengalami susut bobot sebesar -0.55% yang berarti
tomat memiliki penambahan berat sebesar 0.55%. Hal tersebut tidak mungkin
terjadi pada penyimpanan pasca panen produk pertanian segar. Data tersebut
dapat diperoleh karena kurang telitinya praktikan saat penimbangan sehingga
ada bahan lain yang ikut tertimbang atau pun neraca digital yang digunakan
mengalami kerusakan sehingga tidak menunjukkan data yang akurat. Untuk
menghindari terulangnya kesalahan ini maka setiap tahapan praktikum harus
dilakukan secara hati-hati dan teliti termasuk meneliti peralatan yang digunakan
apakah masih layak pakai atau tidak.

Warna

Buah tomat yang digunakan pada praktikum ini adalah
buah tomat yang belum matang. Pengamatan warna buah
tomat dilakukan secara visual terhadap tomat percobaan. Data
pengamatan selama penyimpanan 7 hari menunjukkan bahwa tomat yang
disimpan pada suhu ruang mengalami perubahan warna dari kuning kehijauan
pada hari ke-0 dan 1 kemudian berubah menjadi merah kekuningan pada hari
ke-2 hingga hari ke-7. Sedangkan pada sampel tomat yang disimpan pada suhu
rendah mengalami perubahan warna dari hijau pada hari ke-0 hingga hari ke-6
dan berubah menjadi hijau kekuningan pada hari ke-7. Perubahan warna pada
tomat ini menunjukkan telah terjadi degradasi pigmen dalam tomat selama
proses penyimanan.
Warna hijau yang dominan pada buah tomat mentah disebabkan oleh
pigmen klorofil. Pada saat masak klorofil akan menghilang sehingga pigmen
yang dominan adalah karotenoid dan anthosianin. Karotenoid terdiri atas
karoten, xanthofil dan likopen. Dominasi karoten akan memberikan warna
jingga pada buah, sedang dominasi likopen akan memberikan warna merah.
Sehingga terjadi perubahan warna dari hijau ke merah pada tomat selama proses
pematangan.
Laju perubahan warna pada tomat berbanding lurus dengan laju respirasi.
Semakin cepat laju respirasi maka energi yang dihasilkan untuk proses
pematangan lebih banyak, klorofil lebih cepat terdegradasi dan pembentukan
warna merah lebih cepat terjadi. Hal ini dapat dilihat pada tomat kontrol yang
mengalami respirasi normal mengalami perubaha warna dari kuning kehijauan
menjadi merah kekuningan yang lebih cepat dari tomat yang disimpan pada
suhu rendah yaitu warna berubah pada hari ke-2. Tomat yang disimpan dalam
refrigerator mengalami laju respirasi yang lebih lambat karena terhambat suhu
rendah pada lingkungan penyimpanan sehingga perubahan warna dari hijau
menjadi hijau kekuningan baru terjadi pada hari ke-7. Sehingga dapat diketahui

bahwa buah yang disimpan pada suhu rendah mengalami perubahan warna yang
lebih lambat dari buah yang tidak disimpan pada suhu rendah (kontrol).
Tekstur
Perubahan tekstur (kekerasan) tergolong perubahan fisik pada buah.
Tekstur buah tergantung pada ketegangan, ukuran bentuk, keterikatan sel-sel,
adanya jaringan penunjang, dan susunan tanamannya. Pengamatan terhadap
sampel tomat kontrol selama 7 hari menunjukkan perubahan tingkat kekerasan
pada tekstur tomat yaitu dari keras(2) menjadi agak keras(3) pada hari ke-1,
sedikit keras(4) pada hari ke-2 dan lunak(5) pada hari ke-7. Sedangkan pada
tomat yang disimpan pada suhu rendah mengalami perubahan terstur dari
keras(2) menjadi agak keras pada hari ke-1 dan sedikit keras pada hari ke-6
hingga akhir pengamatan. Data tersebut menunjukkan bahwa tomat kontrol
lebih mudah mengalami perubahan tekstur dibanding tomat yang disimpan pada
suhu rendah.
Tekstur buah dan sayuran terutama tergantung kepada tekanan turgor,
ukuran dan bentuk sel, keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang dan
susunan jaringan. Selama proses pemasakan buah terjadi perubahan komposisi
dinding sel yang menyebabkan menurunnya tekanan turgor sel sehingga
kekerasan buah menurun. Selama proses pemasakan, lebih dari 40% pektin
tidak larut yang ada pada dinding sel diubah menjadi pektin yang larut dalam air
oleh enzim poli esterase dan poli galakturonase. Hal tersebut mengakibatkan
pelunakan buah selama proses pematangan.
Laju pematangan yang mengubah tekstur pada tomat juga berbanding
lurus dengan laju respirasi. Semakin cepat laju respirasi maka proses
pematangan lebih cepat, protopektin yang tidak larut pada dinding sel lebih
cepat da lebih banyak yang dirubah menjadi pektin yang larut dalam air
sehingga pelunakan pada tomat semakin cepat terjadi. Pada tomat yang

disimpan pada suhu rendah pelunakan yang terjadi lebih lambat dari tomat yang
disimpan pada suhu ruang(kontrol). Laju respirasi pada tomat dalam suhu
rendah melambat sehingga proses pematangan serta pelunakan jaringan lebih
lambat terjadi.
Laju transpirasi selama penyimpanan juga mempengaruhi tekstur tomat.
Hilangnya komponen air dari dalam sel juga mengakibatkan penurunan tekanan
turgor sel sehingga kekerasan buah menurun. Seperti telah dijelaskan pada
parameter susut bobot bahwa tomat kontrol mengalami kehilangan bobot yang
lebih besar dari tomat yang disimpan dalam suhu rendah. Hal tersebut
menyebabkan penurunan tekanan turgor sel tomat kontrol lebih besar dibanding
tomat pada suhu rendah dan tekstur pada tomat kontrol lebih mudah melunak
dibanding tomat yang disimpan pada suhu rendah.

V.

PENUTUP

A. Simpulan
Produk hasil pertanian seperti tomat merupakan produk yang mudah
mengalami kerusakan. Dari praktikum penyimpanan suhu rendah dengan sampel
tomat dapat disimpulkan bahwa:
1. selama penyimpanan produk hasil pertanian segar seperti tomat masih
melakukan proses metabolisme semisal respirasi dan transpirasi,
2. penyimpanan pada suhu rendah akan menurunkan laju metabolisme,
3. penurunan laju respirasi menghambat proses pematangan sehingga tomat yang
disimpan pada suhu rendah mengalami susut bobot yang lebih kecil serta
perubahan warna menjadi merah dan pelunakan tekstur yang lebih lambat
dibandingkan dengan tomat yang tidak disimpan dalam suhu rendah (kontrol),
serta
4. suhu pada lingkungan penyimapanan harus disesuaikan dengan jenis bahan
yang akan disimpan untuk menghindari chilling injury sehingga masa
simpannya lebih lama

B. Saran
Praktikum penyimpanan suhu rendah sebaiknya menggunakan buah tomat
yang seragam baik umur, kualitas, ukuran, tekstur maupun warna sehingga lebih
mudah dilakukan pembandingan. Pemaparan suhu ruang pada tomat yang diberi
perlakuan suhu rendah harus seminimal mungkin atau pun dihindari agar tidak
terjadi thawing yang berulang-ulang yang menyebabkan kerusakan lain yang
dapat mempengaruhi hasil pengamatan. Untuk mendapatkan data yang valid

maka kehati-hatian dan ketelitian praktikan pada setiap tahap pelaksanaan
praktikum perlu diperhatikan termasuk dalam memilih dan menggunakan alat
praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Evahelda, et al. 2002.
Fendi, Arjun. 2013. Perubahan Fisikokimia Buah Sayur Setelah Panen.
http://gudangfarm.blogspot.com/2013/05/bab-iii.html

diakses

pada

3

Desember 2013 pukul 21:42 WIB.
Hasbi, et al. 2005. ”Masa Simpan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) pada
Berbagai Tingkat Kematangan, Suhu dan Jenis Kemasan”. Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan. Volume 16(3): 199-205.
Katrasapoetra, A.G. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Bina Aksara.
Jakarta.
Marpaung, L. 1997. Pemanenan dan Penanganan Buah Tomat, hal. 118-127.
Pratiwi, H.H. 2008. “Pengaruh Bahan Pelapis dan Sitokinin Terhadap Kesegaran
Cupat dan Umur Simpan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)”. Skripsi.
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tranggono dan Sutardi, 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar
Universitas Pangan Dan Gizi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Viandini,

Farah.

2012.

Buah

Klimaterik

dan

Buah

non

Klimaterik.

http://blog.ub.ac.id/farahviandini/2012/09/10/buah-klimaterik-dan-buah-nonklimaterik/ diakses pada 3 Desember 2013 pukul 21:18 WIB.

LAMPIRAN