Pengaruh Pola Tidur Terhadap Konsentrasi

Pengaruh Pola Tidur Terhadap Konsentrasi Belajar
Siswa di Sekolah

Disusun oleh:
Elwanda Nurulita (19)
Tia Nurdianty Ameylia (41)

SMA NEGERI 3 KOTA TANGERANG SELATAN
Tahun Ajaran 2016/2017

i

Kata Pengantar

Pertama-tama mari kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena
rahmat dan hidayahnya kita dapat menyelesaikan tugas karya tulis ini.
Tujuan kami menulis karya tulis ini yaitu, karena kami ingin membantu para
pembaca menambah wawasan tentang pengaruh pola tidur terhadap konsentrasi
belajar para siswa SMA di sekolah . Kami berharap penulisan karya tulis ini dapat
menjadi wahana transformasi pengetahuan bagi pembaca.
Kami menyadari bahwa tidak ada yang sempurna. Kritik dan saran yang

membangun dari berbagai pihak kami terima dengan senang hati demi perbaikan dan
kesempurnaan karya tulis ini.

Tangerang Selatan, April 2017

Penyusun

ii

Daftar Isi

Kata Pengantar ........................................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................................... iii
Bab 1 Pendahuluan .................................................................................................... 1
1.1

Latar Belakang Penelitian .................................................................. 1

1.2


Permasalahan ..................................................................................... 1

1.3

Tujuan Penelitian ............................................................................... 1

1.4

Manfaat Penelitian ............................................................................. 2

Bab 2 Kajian Pustaka ................................................................................................. 3
2.1

Pengertian dan Teori Tidur ................................................................. 3

2.2

Fisiologi Tidur .................................................................................... 4

2.3


Jenis-jenis Tidur ................................................................................. 5

2.4

Siklus Tidur ........................................................................................ 8

2.5

Pola Tidur ........................................................................................... 9

2.6

Pola Tidur yang Tidak Baik .............................................................. 10

2.7

Faktor yang Mempengaruhi Tidur .................................................... 11

2.8


Pengertian Konsentrasi ...................................................................... 13

2.9

Aspek-aspek Konsentrasi Belajar ..................................................... 14

2.10

Faktor yang Menmpengaruhi Konsentrasi ........................................ 15

2.11

Hubungan Pola Tidur dan Konsentrasi ............................................. 18

iii

Bab 3 Metode Penelitian .......................................................................................... 19
Bab 4 Paparan Data dan Hasil Penelitian ................................................................ 21
Bab 5 Kesimpulan dan Saran ................................................................................... 25

5.1

Kesimpulan ...................................................................................... 25

5.2

Saran ................................................................................................ 25

Daftar Pustaka ......................................................................................................... 26
Lampiran ................................................................................................................. 27

iv

Bab I Pendahuluan

1.1

Latar Belakang Penelitian
Fase remaja adalah fase tumbuh kembang dengan karakteristik
terdapat perubahan penting dalam fungsi kognitif, perilaku, sosial, dan

emosional sesuai perkembangan biologis, serta adanya fungsi dan tuntutan baru
dalam lingkungan keluarga maupun sosial. Pada remaja terdapat perubahan
dramatis dalam pola tidur-bangun meliputi durasi tidur berkurang, waktu tidur
tertunda, dan perbedaan pola tidur pada hari kerja dan akhir pekan. Pola tidur
yang buruk mengakibatkan rasa mengantuk pada siang hari, yang menyebabkan
gangguan dalam konsentrasi dan proses belajar. Hal inilah yang membuat
penulis menetapkan ‘Pengaruh Pola Tidur terhadap Konsentrasi Belajar Siswa
SMA’ sebagai bahan penelitian untuk karya tulis berikut.

1.2

Permasalahan
1. Apakah yang menyebabkan buruknya pola tidur siswa SMA?
2. Bagaimanakah pengaruh pola tidur terhadap konsentrasi belajar siswa
SMA?

1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah:

1. Mengetahui faktor penyebab buruknya pola tidur siswa SMA
2. Mengetahui pengaruh pola tidur terhadap konsentrasi belajar siswa SMA
1

1.4

Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan karya tulis ini adalah:
1. Menambah wawasan pembaca mengenai pengaruh pola tidur terhadap
konsentrasi belajar siswa SMA
2. Melatih penulis supaya cermat dalam menganalisis data hasil penelitian

2

Bab II Kajian Pustaka
2.1

Pengertian dan Teori Tidur
Tidur berasal dari kata bahasa latin “somnus” yang berarti alami periode
pemulihan, keadaan fisiologi dari istirahat untuk tubuh dan pikiran. Tidur

adalah sesuatu hal yang dilakukan manusia untuk menghilangi rasa letih setelah
seharian beraktivitas. Setiap menusia memerlukan istirahat dan tidur yang
cukup.
Tidur dapat didefenisikan sebagai keadaan teratur, kambuhan, mudah
reversible yang ditandai dengan keadaan yang relatif diam dan peningkatan
pada ambang respon terhadap rangsangan luar relatif terhadap keadaan terjaga
(Buku Saku Psikiatrik, 2003:333)
Berikut adalah pendapat beberapa ahli tentang tidur:
a. Menurut Perry dan Potter ( 2005 ) tidur adalah suatu keadaan yang
berulang - ulang, perubahan status kesadaran yang terjadi selama
periode tertentu.
b. Menurut Guyton ( 1997 ) tidur adalah sebagai suatu keadaan bawah
sadar dimana orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian
rangsang sensorik atau dengan rangsangan lainnya.
c. Menurut Yolanda Amirta ( 2007 ), makna dasar tidur adalah suatu
keadaan dimana otak dan pikiran serta tubuh diberi kesempatan untuk
beristirahat.
Green (2011), menjelaskan tentang teori yang membahas bagaimana
tidur bisa terjadi. Restoration Theory yang telah diperkenalkan oleh Oswald
(1966). Menurut Oswald, fungsi daripada tidur adalah untuk mengembalikan

(restore) fungsi tubuh semasa periode tanpa aktivitas supaya fungsi biologi
tubuh yang adekuat dapat dipastikan. Hibernation Theory oleh Webb (1974)
yang dikutip oleh Mcconnell (2011:324). Teori ini merupakan salah satu teori

3

evolusi mengenai tidur. Teori evolusi pada umumnya mencanangkan bahwa
tidur berlaku untuk membenarkan peluang yang lebih baik kepada organisme
supaya dapat bertahan pada lingkungan yang berbahaya.
Salah satu contoh pola tidur yang tidak baik adalah kurang tidur. Pada
dasarnya penyebab kurang tidur disebabkan oleh diri kita sendiri. Menurut
Carpenter dan Graham bahwa remaja sering kurang tidur karena adanya
perubahan denyut jantung yang diakibatkan oleh perubahan hormon yang
dihasilkan oleh otak. Selain itu, perkembangan teknologi seperti permainan
lewat komputer, internet, video dan televisi juga menjadi penyebab utama
kurangnya tidur pada siswa.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang tidur dapat disimpulkan bahwa
tidur sangat penting bagi tubuh. Karena pada saat tidur sebagian organ tubuh
termasuk otak akan beristirahat. Jika kita kurang tidur maka otak kita pun
kurang istirahat, hal itu menyebabkan konsentrasi belajar menjadi terganggu.

Jam biologis merupakan pengatur waktu internal dalam tubuh yang bekerja
secara otomatis. Jam biologis manusia sudah terprogram secara genetik untuk
menentukan waktu bangun dan tidur kita. Setiap orang memiliki jam biologis
yang berbeda-beda tergantung pada umurnya. Jika kita melawan jam biologis
maka akan berdampak buruk bagi kesehatan.

2.2

Fisiologi Tidur
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya
hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian mengaktifkan dan
menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini
diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem yang
mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan
kewaspadaan dan tidur (Hidayat, 2008).

4

Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam
mesensefalon dan bagian atas pons. Reticular Activating System (RAS)

berlokasi pada batang otak teratas. RAS dipercayai terdiri dari sel khusus yang
mempertahankan kewaspadaan dan tidur. Selain itu, RAS dapat memberikan
rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga dapat menerima
stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir.
Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin
seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, kemungkinan disebabkan
adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan
batang otak tengah, yaitu Bulbar Synchronizing Regional (BSR), sedangkan
saat bangun tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak
dan sistem limbic. Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur
siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2008).
Ketika orang mencoba tertidur, mereka akan menutup mata dan berada
dalam posisi relaks. Stimulus ke RAS menurun. Jika ruangan gelap dan tenang,
maka aktivasi RAS selanjutnya menurun. Pada beberapa bagian BSR
mengambil alih yang menyebabkan tidur (Potter&Perry, 2006).
2.3

Jenis-jenis Tidur
Pada hakikatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu
tidur dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye Movement – REM), dan tidur
dengan gerakan bola mata lambat (Non-Rapid Eye Movement – NREM)
(Asmadi, 2008).
a. Tidur REM
Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial.
Hal tersebut berarti tidur REM ini sifatnya nyenyak sekali, namun
fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat sangat aktif. Tidur
REM ditandai dengan mimpi, otot – otot kendur, tekanan darah
bertambah, garakan mata cepat (mata cenderung bergerak bolak –
balik), sekresi lambung meningkat, ereksi penis pada laki – laki, gerakan

5

otot tidak teratur, kecepatan jantung dan pernapasan tidak teratur sering
lebih cepat, serta suhu dan metabolisme meningkat.
Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka akan
menunjukkan gejala – gejala sebagai berikut:
Cenderung Hiperaktif.
Kurang dapat mengendalikan diri dan emosi (emosinya labil).
Nafsu makan bertambah.
Bingung dan curiga.
b. Tidur NREM
Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur
NREM gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang
sabar atau tidak tidur. Tanda – tanda tidur NREM antara lain : mimpi
berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernapasan
turun, metabolisme turun, dan gerakan bola mata lambat.
Tidur NREM memiliki empat tahap yang masing – masing tahap
ditandai dengan pola perubahan aktivitas gelombang otak.
Keempat tahap tersebut yaitu :
1) Tahap I
Tahap I merupakan tahap transisi dimana seseorang beralih dari
sadar menjadi tidur. Pada tahap I ini ditandai dengan seseorang
merasa kabur dan rileks, seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata
menutup mata, kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan,
kecepatan jantung dan pernapasan menurun secara jelas, pada EEG
terlihat terjadi penurunan voltasi gelombang – gelombang alfa.
Seseorang yang tidur pada tahap I ini dapat dibangunkan dengan
mudah.
2) Tahap II

6

Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun.
Tahap II ini ditandai dengan kedua bola mata berhenti bergerak,
suhu tubuh menurun, tonus otot berlahan – lahan berkurang, serta
kecepatan jantung dan pernapasan turun dengan jelas. Pada EEG
timbul gelombang beta yang berfrekuensi 14 – 18 siklus/detik.
Gelombang – gelombang ini disebut dengan gelombang tidur.
Tahap II berlangsung sekitar 10 – 15 menit.
3) Tahap III
Pada tahap ini, keadaan fisik lemah lunglai karena tonus otot lenyap
secara menyeluruh. Kecepatan jantung, pernapasan, dan proses
tubuh berlanjut mengalami penurunan akibat dominasi sistem saraf
parasimpatis. Pada EEG memperlihatkan perubahan gelombang
beta menjadi 1 – 2 siklus/detik. Seseorang yang tidur pada tahap III
ini sulit untuk dibangunkan.
4) Tahap IV
Tahap IV merupakan tahap tidur dimana seseorang berada dalam
keadaan rileks, jarang bergerak karena keadaan fisik yang sudah
lemah lunglai dan sulit dibangunkan. Pada EEG tampak hanya
terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekuensi 1 – 2 siklus/
detik. Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20 – 30%.
Pada tahap ini dapat terjadi mimpi. Selain itu, tahap IV ini dapat
memulihkan keadaan tubuh.
5) Selain keempat tahap tersebut, ada satu tahap lagi yakni tahap V.
Tahap kelima ini merupakan tidur REM dimana setelah tahap IV
seseorang masuk ke tahap V. Hal tersebut ditandai dengan kembali
bergeraknya kedua bola mata yang berkecepatan lebih tinggi dari

7

tahap – tahap sebelumnya. Tahap V ini berlangsung sekitar 10
menit, dapat pula terjadi mimpi.

2.4

Siklus Tidur
Kondisi pre-sleep merupakan keadaan dimana seseorang masih dalam
keadaan sadar penuh, namun mulai ada keinginan untuk tidur. Pada perilaku
pre-sleep ini, misalnya seseorang pergi ke kamar tidur lalu berbaring di kasur
atau berdiam diri merebahkan dan melemaskan otot, namun belum tidur.
Selanjutnya mulai merasa kantuk, maka orang tersebut memasuki tahap I. Bila
tidak bangun baik disengaja maupun tidak disengaja, maka selanjutnya ia
memasuki tahap II. Begitu seterusnya sampai tahap IV, ia kembali memasuki
tahap III dan selanjutnya tahap II. Ini adalah fase tidur NREM. Selanjutnya ia
akan memasuki tahap V, ini disebut tidur REM. Bila ini telah dilalui semua,
maka orang tersebut telah melalui siklus tidur pertama baik tidur NREM
maupun REM. Siklus ini terus berlanjut selama orang tersebut tidur. Namun,
pergantian siklus tidur ini tidak lagi dimulai dari awal tidur, yaitu pre-sleep dan
tahap I, tetapi langsung tahap II ke tahap selanjutnya seperti pada siklus
pertama. Semua siklus ini berakhir bila orang tersebut terbangun dari tidurnya
(Asmadi, 2008).
Jika orang tersebut terbangun dan kembali tidur, yang merupakan hal
yang sering terjadi pada lansia, maka tahap I akan dimulai kembali. Dalam pola
tidur normal, sekitar 70 sampai 90 menit setelah awitan tidur dimulailah
periode REM pertama, bergantian dengan tidur NREM pada siklus 90 menit
selama periode tidur nocturnal. Konsekuensi dari terbangun, seperti untuk ke
toilet pada malam hari atau prosedur keperawatan dapat menimbulkan efek
buruk pada fisiologis dan fungsi mental lansia ( Stanley dan Bear, 2007).

8

2.5

Pola Tidur
Pola tidur adalah model, bentuk atau corak tidur dalam jangka waktu
yang relatif menetap dan meliputi jadwal jatuh (masuk) tidur dan bangun, irama
tidur, frekuensi tidur dalam sehari, mempertahankan kondisi tidur dan kepuasan
tidur (Depkes dalam Siallagan, 2010).
Pola tidur normal dipengaruhi oleh gaya hidup termasuk stress
pekerjaan, hubungan keluarga dan aktivitas sosial yang mengarah pada
insomnia dan penggunaan medikasi untuktidur. Penggunaan jangka panjang
medikasi tersebut dapat mengganggu pola tidur dan memperburuk masalah
tidur (Potter & Perry, 2003).
Usia merupakan salah satu faktor penentu lamanya tidur yang
dibutuhkan seseorang. Semakin tua usia, maka semakin sedikit pula lama tidur
yang dibutuhkan (Asmadi, 2008).
Pola Tidur Normal Berdasarkan Tingkat Perkembangan / Usia:
Bayi Baru Lahir
Tidur 14–18 jam sehari, pernapasan teratur, gerak tubuh sedikit, 50% tidur
NREM, banyak waktu tidurnya dilewatkan pada tahap III dan IV tidur NREM.
Setiap siklus sekitar 45-60 menit.
Bayi
Tidur 12-14 jam sehari, 20-30% tidur REM, tidur lebih lama pada malam hari
dan punya pola terbangun sebentar.
Toddler
Tidur sekitar 10-11 jam sehari, 25% tidur REM, banyak tidur pada malam hari,
terbangun dini hari berkurang, siklus bangun tidur normal sudah menetap pada
umur 2-3 tahun.
Pra Sekolah
Tidur sekitar 11 jam sehari, 20% tidur REM, periode terbangun kedua hilang
pada umur 3 tahun. Pada umur 5 tahun, tidur siang tidak ada kecuali kebiasaan
tidur sore hari.

9

Usia Sekolah
Tidur sekitar 10 jam sehari, 18,5% tidur REM. Sisa waktu tidur relatif konstan.
Remaja
Tidur sekitar 8,5 jam sehari, 20% tidur REM
Dewasa Muda
Tidur sekitar 7-9 jam sehari, 20-25% tidur REM, 5-10% tidur tahap I, 50%
tidur tahap II, dan 10-20% tidur tahap III – IV.
Dewasa Pertengahan
Tidur sekitar 7 jam sehari, 20% tidur REM, mungkin mengalami insomnia dan
sulit untuk dapat tidur.
Dewasa Tua
Tidur sekitar 6 jam sehari, 20-25% tidur REM, tidur tahap IV nyata berkurang
kadang – kadang tidak ada. Mungkin mengalami insomnia dan sering terbangun
sewaktu tidur malam hari.
2.6

Pola Tidur yang Tidak Baik
 Insomnia
Insomnia adalah kesulitan untuk tidur atau kesulitan untuk hidup tertidur,
atau gangguan tidur yang membuat penderita merasa belum cukup tidur
pada saat terbangun. Ada Tiga macam insomnia :
o Transient insomnia: kesulitan tidur hanya beberapa malam
o Insomnia jangka pendek: dua atau empat minggu mengalami kesulitan
tidur.
o Insomnia kronis: kesulitan tidur yang dialami hampir setiap malam
selama sebulan lebih
 Parasomnia
Parasomnia adalah suatu kelainan yang disebabkan kejadian perilaku atau
psikologis abnormal yang muncul di kala tidur, tahapan tertentu, atau
transisi fase tidur-terjaga. Parasomnia lebih umum terjadi pada anak-anak

10

dan tidak selalu menandakan adanya masalah psikologis atau psikiatris
yang signifikan.
 Tidur Apnea
Tidur apnea adalah suatu kondisi dimana terjadinya penghentian napas
disaat tidur. Tidur apnea sangat umum terjadi, layaknya diabetes yang
lazim menimpa orang dewasa. Tidur apnea bisa muncul pada segala
kelompok usia dan jenis kelamin, namun lebih umum menimpa kaum pria.
 Narkolepsi
Kelainan tidur ini secara umum ditandai munculnya keinginan tidur di
siang hari secara tak terkendali. Penderita sering kali jatuh tertidur di
sembarang waktu dan tempat, juga terjadi berulang kali dalam sehari.
Narkolepsi adalah kelainan neourologis (yang menyerang otak dan syaraf)
kronis yang melibatkan system saraf pusat tubuh.
 Paralisis Tidur
Paralisis

tidur

adalah

fungsi alamiah

tubuh yang menyebabkan

penderitanya mengalami kelumpuhan dikala tidur.
2.7

Faktor yang Mempengaruhi Tidur
Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda – beda.
Ada yang kebutuhannya terpenuhi dengan baik, ada pula yang mengalami
gangguan. Seseorang bisa tidur ataupun tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya sebagai berikut :
a.

Status Kesehatan
Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan ia dapat tidur
dengan nyenyak. Tetapi pada orang yang sakit dan rasa nyeri, maka
kebutuhan istirahat dan tidurnya tidak dapat dipenuhi dengan baik
sehingga ia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Misalnya pada klien yang
menderita gangguan pada sistem pernapasan. Dalam kondisinya yang
sesak napas, maka seseorang tidak mungkin dapat istirahat dan tidur
(Asmadi, 2008).
11

b.

Lingkungan
Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk
tidur. Pada lingkungan yang tenang memungkinkan seseorang dapat
tidur dengan nyenyak. Sebaliknya lingkungan yang ribut, bising, dan
gaduh akan menghambat seseorang untuk tidur. Keadaan lingkungan
yang tenang dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat terjadinya
proses tidur (Hidayat, 2008).

c.

Stres Psikologis
Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur.
Hal ini disebabkan karena pada kondisi cemas akan meningkatkan
norepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini akan
mengurangi tahap IV NREM dan REM (Asmadi, 2008).

d.

Diet / Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses
tidur. Protein yang tinggi seperti pada keju, susu, daging, dan ikan tuna
dapat mempercepat proses tidur, karena adanya triptofan yang
merupakan asam amino dari protein yang dicerna (Hidayat, 2008).
Sebaliknya minuman yang mengandung kafein maupun alkohol akan
mengganggu tidur (Asmadi, 2008).

e.

Gaya Hidup
Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan tingkat
menengah orang dapat tidur dengan nyenyak. Sedangkan pada kelelahan
yang berlebihan akan menyebabkan periode tidur REM lebih pendek
(Asmadi, 2008).

f.

Obat – Obatan

12

Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang
dapat mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat diuretic
menyebabkan seseorang insomnia, anti depresan dapat menekan REM,
kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan
untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya
insomnia, dan golongan narkotik dapat menekan REM sehingga mudah
mengantuk (Hidayat, 2008).
g.

Motivasi
Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk
tidur, yang dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu adanya
keinginan untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan gangguan
proses tidur (Hidayat, 2008).

2.8

Pengertian Konsentrasi
Konsentrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “Pemusatan
perhatian atau pikiran pada suatu hal.” Dalam hal ini, konsentrasi yang akan
dibahas yakni terkait dengan konsentrasi belajar. Dalam psikologi umum
(2003) dalam Nugraha (2008), “Konsentrasi belajar adalah kemampuan untuk
memusatkan pikiran terhadap aktivitas belajar”.
Menurut Slameto (2003) konsentrasi merupakan pemusatan pikiran
terhadap suatu hal dengan mengenyampingkan semua hal lainnya yang tidak
berhubungan. Dimana dalam belajar konsentrasi berarti pemusatan pikiran
terhadap mata pelajaran dengan mengenyampingkan semua hal yang tidak
berhubungan dengan pelajaran.

Hendrata (2007) berpendapat konsentrasi

adalah sumber kekuatan pikiran dan bekerja berdasarkan daya ingat dan lupa
dimana pikiran tidak dapat bekerja untuk lupa dan ingat dalam waktu
bersamaan. Apabila konsentrasi seseorang mulai lemah maka akan cenderung
mudah melupakan suatu hal dan sebaliknya apabila konsentrasi masih cukup
kuat maka akan dapat mengingat dalam waktu yang lama.

13

Djamarah (2008) mengungkapkan bahwa konsentrasi adalah pemusatan
fungsi jiwa terhadap suatu objek seperti konsentrasi pikiran, perhatian dan
sebagainya. Dalam belajar dibutuhkan konsentrasi dalam bentuk perhatian yang
terpusat pada suatu pelajaran. Maka dari itu konsentrasi merupakan salah satu
aspek yang mendukung siswa untuk mencapai prestasi yang baik dan apabila
konsentrasi ini berkurang maka dalam mengikuti pelajaran di kelas maupun
belajar secara pribadi akan tergangguikan.
Berdasarkan beberapa pengertian konsentrasi belajar diatas dapat
disimpulkan bahwa konsentrasi belajar adalah pemusatan fungsi jiwa dan
pemikiran seseorang terhadap objek yang berkaitan dengan belajar (penerimaan
informasi tentang pelajaran) dimana konsentrasi belajar ini sangat penting
dalam proses pembelajaran karena merupakan usaha dasar untuk dapat
mencapai prestasi belajar yang lebih baik.
2.9

Aspek-aspek Konsentrasi Belajar
Nugroho (2007) mengungkapkan aspek – aspek konsentrasi belajar
sebagai berikut :
a. Pemusatan pikiran : Suatu keadaan belajar yang membutuhkan
ketenangan, nyaman, perhatian seseorang dalam memahami isi pelajaran
yang dihadapi.
b. Motivasi : Keinginan atau dorongan yang terdapat dalam diri individu
untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik
dalam memenuhi kebutuhannya.
c. Rasa khawatir : Perasaan yang tidak tenang karena seseorang merasa
tidak optimal dalam melakukan pekerjaannya.
d. Perasaan tertekan : Perasaan seseorang yang bukan dari individu
melainkan dorongan / tuntutan dari orang lain maupun lingkungan.
e. Gangguan pemikiran : Hambatan seseorang yang berasal dari dalam
individu maupun orang sekitar. Misalnya : masalah ekonomi, keluarga,
masalah pribadi

14

f. Gangguan kepanikan : Hambatan untuk berkonsentrasi dalam bentuk
rasa waswas menunggu hasil yang akan dilakukan maupun yang sudah
dilakukan oleh orang tersebut.
g. Kesiapan belajar : Keadaan seseorang yang sudah siap akan menerima
pelajaran, sehingga individu dapat mengembangkan potensi yang
dimilikinya.
2.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi
Menurut Tonienase (2007) konsentrasi belajar siswa dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor, seperti di bawah ini:
a. Lingkungan
Lingkungan dapat mempengaruhi kemampuan dalam berkonsentrasi,
siswa akan dapat memaksimalkan kemampuan konsentrasi. Jika siswa
dapat mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap
konsentrasi, siswa mampu menggunakan kemampuan siswa pada saat
dan suasana yang tepat. Faktor lingkungan yang mempengaruhi
konsentrasi belajar adalah suara, pencahayaan, temperatur, dan desain
belajar.
1. Suara. Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda terhadap
suara, ada yang menyukai belajar sambil mendengarkan musik,
belajar ditempat ramai, dan bersama teman. Tetapi ada yang
hanya dapat belajar ditempat yang tenang tanpa suara, atau ada
juga yang dapat belajar ditempat dalam keadaan apapun.
2. Pencahayaan. Pencahayaan merupakan salah satu faktor yang
pengaruhnya kurang begitu dirasakan dibandingkan pengaruh
suara, tetapi terdapat juga seseorang yang senang belajar
ditempat terang, atau senang belajar ditempat yang gelap, tetapi
kenyamanan visual dapat juga digolongkan sebagai salah satu
faktor yang mempengaruhi tingkat kenyamanan di dalam
ruangan maupun bangunan.

15

3. Temperatur. Temperatur sama seperti faktor pencahayaan,
merupakan faktor yang pengaruhnya kurang begitu dirasakan
dibandingkan pengaruh suara, tetapi terdapat juga seseorang
yang senang belajar ditempat dingin, atau senang belajar
ditempat yang hangat, dan juga senang belajar ditempat dingin
maupun hangat.
4. Desain Belajar. Desain belajar merupakan salah satu faktor yang
memiliki pengaruh juga, yaitu sebagai media atau sarana dalam
belajar, misalnya terdapat seseorang yang senang belajar
ditempat santai sambil duduk di kursi, sofa, tempat tidur,
maupun di karpet. Cara mendesain media dan sarana belajar
merupakan salah satu cara yang dapat membuat kita lebihdapat
berkonsentrasi.
b. Modalitas Belajar
Modalitas belajar yang menentukan siswa dapat memproses setiap
informasi yang diterima. Konsentrasi dalam belajar dan kreativitas guru
dalam mengembangkan strategi dan metode pembelajaran di kelas akan
meningkatkan konsentrasi belajar siswa sehingga hasil belajarnya pun
akan meningkat pula. Semakin banyak informasi yang diterima dan
diserap oleh siswa, maka kemampuan berkonsentrasi pun harus semakin
baik dan fokus dalam mengikuti setiap proses pembelajaran. Banyak
cara yang ditawarkan oleh para ahli dalam meningkatkan konsentrasi
belajar siswa, misalnya dengan cara meningkatkan gelombang alfa agar
setiap siswa dapat berkonsentrasi dengan baik (Depoter,dkk dalam
Susanto, 2006), kemudian dapat juga dengan mengatur posisi tubuh
pada saat belajar, dan mempelajari materi (informasi) sesuai dengan
karakteristik siswa itu sendiri.
c. Pergaulan

16

Pergaulan juga dapat mempengaruhi siswa dalam menerima pelajaran,
perilaku dan pergaulan mereka, dapat mempengaruhi konsentrasi belajar
yang dipengaruhi juga oleh beberapa faktor, seperti faktor teknologi
yang berkembang saat ini contohnya televisi dan internet, hal ini sangat
berpengaruh pada sikap dan perilaku siswa.
d. Psikologi
Faktor psikologi juga dapat mempengaruhi bagaimana sikap dan
perilaku siswa dalam berkonsentrasi, misalnya karena adanya masalah
dalam lingkungan sekitar dan keluarga. Hal ini tentunya akan
mempengaruhi

kedadaan

psikologis

siswa, karena

siswa akan

kehilangan semangat dan motivasi belajar mereka, tentunya akan
berpengaruh juga terhadap tingkat konsentrasi siswa yang akan semakin
menurun.
Selain itu Nugroho (2007) juga mengungkapkan beberapa faktor yang
menyebabkan gangguan konsentrasi dalam belajar yaitu :
a. Tidak memiliki motivasi diri : Motivasi kuat yang timbul dalam diri
seorang siswa dapat mendorongnya belajar sangat diperlukan. Ada
siswa yang membutuhkan rangsangan seperti hadiah yang baik dari
orangtua ketika mereka berprestasi. Namun orangtua juga harus hati-hati
dalam memberikan rangsangan berupa hadiah agar anak tetap mau
belajar meskipun tidak diberikan hadiah.
b. Suasana lingkungan belajar yang tidak kondusif : suasana yang ramai
dan bising tentu saja dapat mengganggu siswa yang ingin belajar dalam
situasi yang tenang. Namun, ada juga tipe siswa yang dapat belajar
dengan mendengarkan musik.
c. Kondisi kesehatan siswa : bila siswa terlihat tidak serius pada materi
pelajaran yang sedang dialaminya, sebaiknya tidak tergesa-gesa untuk

17

menghakimi bahwa ia malas belajar karena bisa jadi kondisi
kesehatannya yang sedang bermasalah.
d. Siswa merasa jenuh : beban pelajaran yang ditanggung oleh siswa
sangat banyak, apalagi mereka harus mengikuti kegiatan belajar
dilembaga pendidikan formal (kursus). Oleh karena itu sebaiknya siswa
diberikan waktu istirahat sejenak untuk membuat diri mereka menjadi
relaks.
Menurut Slameto (2010) seseorang sering mengalami kesulitan
berkonsentrasi, yang disebabkan karena: kurang berminat terhadap mata
pelajaran yang dipelajari, terganggu oleh keadaan lingkungan (bising, keadaan
yang semrawut dan lain-lain), pikiran kacau/masalah-masalah kesehatan yang
terganggu (badan lemah), bosan terhadap pelajaran/sekolah dan lain-lain.
2.11 Hubungan Pola Tidur dan Konsentrasi
Jika ditinjau dari faktor yang menyebabkan gangguan konsentrasi, salah
satu diantaranya adalah kondisi kesehatan siswa yang kurang baik. Dalam hal
ini, pola tidur yang tidak baik akan mempengaruhi kualitas tidur seseorang.
Sementara kualitas tidur yang buruk akan mempengaruhi kondisi fisik
seseorang, dimana sesuai dengan fungsi tidur yakni sebagai sarana
beristirahatnya organ-organ tubuh, orang-orang yang kurang tidur akan
memiliki tubuh yang kurang bugar sehingga sulit untuk berkonsentrasi.

18

Bab III Metode Penelitian
3.1 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif korelasi.
Dalam buku Nursalam (2008:82) menjelaskan bahwa metode penelitian
korelasi adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk
membuat gambaran tentang hubungan keadaan secara objektif. Pada
penelitian ini metode deskriptif korelasi digunakan untuk mendapatkan
gambaran tentang hubungan pola tidur dengan konsentrasi belajar siswa SMA
di SMA Negeri 3 Tangerang Selatan.

3.2 Populasi
Riduwan (2011:7) mengemukakan bahwa populasi adalah setiap
subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 20 orang siswa kelas XI SMA Negeri 3
Tangerang Selatan.

3.3 Kriteria Memilih Sampel
Kriteria yang digunakan dalam memilih sampel pada penelitian ini
adalah:
1. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri 3
Kota Tangerang Selatan tahun ajaran 2016/2017.

19

2. Responden berada di tempat dan bersedia menjawab pertanyaan, pada
saat proses pengumpulan data.

3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk kuesioner
yang terdiri dari 5 pertanyaan. Menurut Arikunto (2003:128) bahwa kuesioner
adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden.

3.5 Proses Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dilakukan penulis pada Senin, 10 April 2016
di kawasan SMA Negeri 3 Tangerang Selatan. Subjek penelitian diminta untuk
menjawab pertanyaan yang sudah disediakan pada kertas masing-masing.

3.6 Pengolahan Data
Setelah data dikumpulkan melalui kuesioner, data diolah guna
memberikan hasil penelitian.

20

Bab IV Paparan Data dan Hasil Penelitian
Apakah anda
mendisiplinka
n waktu tidur
anda?
Berapa jam
umumnya
anda tidur?
Jika kurang
dari 8 jam,
apakah
merasa
kantuk di
siang hari?
Ketika kurang
tidur apakah
anda
mengalami
masalah sulit
berkonsentra
si?
Alasan yang
membuat
sulit tidur di
malam hari?

Ya (8 orang)

4 jam (1)

Tidak (12 orang)

5 jam
(2)

6 jam (3)

7 jam (6)

8 jam (8)

Ya ( 9 orang)

Tidak (3 orang)

Ya (12 orang)

Tidak (8 orang)

Tugas/ulangan
(6)

Gawai ( 4)

Televisi (3)

Lain-lain (7)

4.1 Masalah I: Pendisiplinan waktu tidur
Analisis Data: Dari 20 orang responden, hanya terdapat 8 orang yang
mengakui mendisiplinkan waktu tidurnya. 12 orang lainnya, menyatakan tidak
mendisiplinkan waktu tidur dan bahkan tidak terlalu memikirkan pola tidur.
Umumnya orang-orang yang mendisiplinkan waktu tidur memiliki pola tidur
yang teratur pula. Pola tidur yang baik juga mempengaruhi kualitas tidur
seseorang. Orang-orang yang kualitas tidurnya cukup tinggi biasanya
mempunyai tubuh yang lebih bugar, hal ini dikarenakan fungsi tidur itu sendiri

21

untuk mengembalikan fungsi tubuh, mengistirahatkan organ-organ tubuh yang
telah bekerja seharian. Demikian apabila tidur kita baik, kita dapat lebih mudah
untuk fokus serta berkonsentrasi maksimal sebab organ tubuh kita yang telah
mengalami istirahat, sehingga mampu bekerja lagi secara maksimal.
Namun, berdasarkan data yang telah kami peroleh, responden yang
mengaku tidak mendisiplinkan waktu tidurnya beberapa di antaranya
merupakan murid berprestasi di kelas masing-masing. Sehingga dapat kami
simpulkan bahwa pola tidur tidak sepenuhnya mempengaruhi prestasi belajar
siswa, melainkan hanya faktor pendukung saja.

4.2 Masalah II: Lama waktu tidur
Analisis Data: Dari 20 orang responden, cukup banyak jawaban yang
kami terima mengenai lama tidur mereka. Studi terbaru yang dilakukan para
ahli di National Sleep Foundation (NSF), Amerika Serikat menunjukkan, anakanak usia 4 bulan hingga 17 tahun sebaiknya mendapatkan jam tidur lebih
banyak dari orang dewasa. Penelitian ini juga mengungkap fakta terbaru soal
durasi tidur yang lebih tepat ketimbang studi-studi sebelumnya. Studi ini
mengungkapkan lama tidur untuk Remaja (14-17 tahun) 8 hingga 10 jam per
hari, sementara Pasca Remaja (18-25 tahun) : 7 hingga 9 jam per hari.
Hal ini menunjukkan bahwa dari 20 orang responden siswa kelas XI
SMA 3 Tangerang Selatan, hanya 8 orang atau sekitar 40% yang waktu
tidurnya mencukupi waktu yang telah dianjurkan. Sungguh disayangkan

22

sebagaimana kita tahu bahwa kurang tidur dapat mengakibatkan berbagai
masalah kesehatan, seperti sakit jantung, hipertensi hingga obesitas.

4.3 Masalah III: Tidur kurang dari 8 jam sehari menyebabkan rasa kantuk di siang
hari
Analisis Data: 12 responden yang mengaku tidur kurang dari 8 jam
perhari menyatakan masalah rasa kantuk yang dialaminya pada siang hari. 9
diantaranya mengatakan mengalami hal tersebut, sementara 3 lainnya
menyatakan tidak mengalami rasa kantuk di siang hari. Para responden yang
kami kategorikan menjawab tidak, merupakan responden yang mengaku tidak
mengantuk pada siang hari namun ketika sore harinya, kemudian responden
yang mengatakan jarang mengalami rasa kantuk, serta responden yang
mengatakan bahwa mengalaminya hanya ketika dalam keadaan tidak
melakukan sesuatu.
Dengan perbandingan yang cukup besar pula yakni 3:1, maka kami
simpulkan bahwa sebenarnya tidur kurang dari 8 jam sehari dapat menyebabkan
rasa kantuk di siang hari.

4.4 Masalah IV: Kurang tidur menyebabkan masalah sulit berkonsentrasi
Analisis Data: Dari masalah tersebut, 12 dari 20 responden mengakui
adanya masalah sulit berkonsentrasi ketika kurang tidur. Sementara 8 lainnya
mengatakan tidak dan masih mampu untuk fokus serta konsentrasi dalam
mengikuti pelajaran. Bahkan ada yang mengatakan bahwa masalah konsentrasi
23

merupakan masalah niat dari dalam diri. Namun secara logika, ketika kita
kurang tidur, maka kita akan merasa kantuk, dan ketika kita mengantuk apa
yang ingin kita lakukan adalah tidur. Dengan keadaan demikian, tidak
memungkinkan rasa fokus dan konsentrasi secara maksimal. Terkecuali, apabila
mereka mengurangi rasa kantuk tersebut dengan mencuci wajah supaya lebih
segar ataupun mengkonsumsi minuman berkafein.

4.5 Masalah V: Alasan yang membuat sulit tidur di malam hari
Analisis Data: Dari 20 orang responden, 6 diantaranya mengaku
bahwa tugas/ulangan merupakan penyebab utama masalah sulit tidur di malam
hari. 4 orang mengatakan gawai dan media sosial, 3 orang mengatakan acara
televisi, serta 7 orang lainnya kami kategorikan ke lain-lain. Kategori ini
memuat diantaranya akibat minum kopi, insomnia, stres, serta alasan yang tidak
pasti. Berdasarkan data tersebut, kami simpulkan bahwa dominan alasan yang
membuat siswa SMA 3 Tangerang Selatan sulit tidur adalah tugas sekolah serta
ulangan-ulangan.

24

Bab V Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah kami lakukan, dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
1.

Alasan yang paling dominan siswa SMA 3 Tangerang Selatan tidur
larut di malam hari adalah tugas/ulangan.

2.

Pola tidur yang tidak baik berdampak pada tidak bugarnya tubuh
sehingga sulit untuk berkonsentrasi.

5.2. Saran
Pola tidur selain berpengaruh pada konsentrasi belajar, juga tentu
berpengaruh pada kesehatan kita. Maka dari itu, hendaklah kita mendisiplinkan
pola tidur kita untuk mendapatkan kualitas tidur yang baik sehingga tubuh kita
lebih sehat dan bugar serta mudah berkonsentrasi.

25

Daftar Pustaka
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Efendi, Ferry dan Makhfludli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Hidayat, A. aziz. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Iskandar, Yul. 2009. Pustaka Kesehatan Populer : Psikologi. Jakarta : PT Bhuana
Ilmu Populer
Iwan,

2009.
Skala
Insomnia
(KSPBJ
Insomnia
Rating
Scale).
http://www.sleepnet.com . Diakses Tanggal 30 April 2017, Jam 10.00 WIB

Mfahreza.
2014.
Pengertian
konsentrasi
menurut
beberapa
ahli.
https://mfahreza742.wordpress.com Diakses Tanggal 14 April 2017, jam
15.37..
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan edisi 4 volume 2. Jakarta
: EGC
Sugiyono. 2011. Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Suparyanto. 2010. Konsep Insomnia. http://dr-suparyanto.blog.com. Diakses Tanggal
23 April 2011, Jam 11.45
Tamher, S. dan Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medik

26

27