Hukum Administrasi Negara Di Indonesia

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan efektif merupakan

dambaan setiap warga negara di manapun. Hal tersebut telah menjadi tuntutan
masyarakat yang selama ini hak-hak sipil mereka kurang memperoleh perhatian
dan pengakuan secara layak, sekalipun hidup di dalam negara hukum Republik
Indonesia. Padahal pelayanan kepada masyarakat (pelayanan publik) dan
penegakan hukum yang adil merupakan dua aspek yang tidak terpisahkan dari
upaya menciptakan pemerintahan demokratis yang bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, keadilan, kepastian hukum dan kedamaian (good
governance). Sebelum reformasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan
diwarnai dengan praktek maladministrasi, antara lain terjadinya korupsi, kolusi,
nepotisme, sehingga mutlak diperlukan reformasi birokrasi penyelenggaraan
negara dan pemerintahan, demi terwujudnya penyelenggaraan negara dan
pemerintahan yang efektif dan efesien, jujur, bersih, terbuka, serta bebas dari
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang
baik hanya dapat tercapai dengan peningkatan mutu aparatur penyelenggara

negara dan pemerintahan, juga penegakan asas-asas pemerintahan umum yang
baik. Setalah reformasi bergulir, reformasi mengamanatkan perubahan kehidupan
bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat, yaitu kehidupan yang didasarkan pada
penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang demokratis. Sejalan dengan
semangat reformasi itu, pemerintah melakukan perubahan-perubahan mendasar
dalam sistem ketatanegaraan dan sistem pemerintahan Republik Indonesia.
Perubahan yang dimaksud antara lain dengan membentuk lembaga-lembaga
negara dan lembaga-lembaga pemerintahan yang baru. Salah satu diantaranya
adalah Komisi Ombudsman Nasional atau juga yang lazim disebut Ombudsman
Nasional. Lembaga ini dibentuk pada tanggal 10 Maret 2000, berdasarkan
Keputusan Presiden No. 44 Tahun 2000 tentang Komisi

1

Ombudsman Nasional. Pembentukan lembaga Ombudsman bertujuan untuk
membantu menciptakan dan mengembangkan kondisi yang kondusif dalam
melaksanakan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) melalui
peran serta masyarakat.
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, UUD 1945 dengan jelas
membedakan cabang-cabang kekuasaan negara dalam bidang legislatif, eksekutif,

dan yudikatif yang tercermin dalam fungsi-fungsi MPR, DPR dan DPD, Presiden
dan Wakil Presiden, serta Mahkamah Agung (MA), Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), dan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga-lembaga negara yang
utama (mains state organs). Adapun selain itu, seperti Komisi Yudisial,
Kepolisian Negara, Tentara Nasional Indonesia, Bank Sentral, Komisi Pemilihan
Umum, Dewan Pertimbangan Presiden, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(KOMNASHAM), Komisi Pengawas Persaiangan Usaha (KPPU), termasuk
Ombudsman Republik Indonesia dan sebagainya adalah sebagai lembaga negara
bantu (state auxiliary bodies).
Selama ini kita memang telah memiliki lembaga pengawas baik yang
bersifat struktural oleh Inspektorat Jenderal, maupun fungsional yaitu Badan
Pemeriksa Keuangan. Bahkan terdapat lembaga pengawas yang secara eksplisit
dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar yaitu Dewan Perwakilan Rakyat,
Badan Pemeriksa Keuangan dan ataupun Bank Indonesia. Selain itu, juga ada
terdapat organisasi non pemerintah ataupun Lembaga Swadaya Masyarakat yang
sekarang ini banyak tumbuh serta turut beraktifitas melakukan pengawasan atas
pelaksanaan penyelenggaraan negara. Akan tetapi kesemua lembaga itu memiliki
catatan tersendiri sehingga mengecewakan masyarakat. Lembaga pengawas
struktural yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal jelas tidak mandiri karena
secara organisatoris merupakan bagian dari kelembagaan atau departemen.

Pengawasan fungsional oleh Badan Pemeriksa Keuangan hanya sempit pada
masalah pengawasan uang negara dan tidak menerima keluhan yang bersifat
individual. Dewan Perwakilan Rakyat dengan fungsi pengawasannya kepada
pemerintah lebih bersifat politis karena memang secara kelembagaan adalah

2

lembaga politik dan tidak terlepas dari kelompok yang mereka wakili. Kemudian
pengawasan yang dilakukan oleh LSM karena lembaga swasta dan kurang fokus
sehingga sering ditanggapi “acuh tak acuh”. Oleh karena itu, keberadaan
Ombudsman sebagai lembaga negara yang mandiri dan bebas dari kekuasaan
manapun serta menerima pengaduan masyarakat sangat dibutuhkan. Sebelum ada
Komisi Ombudsman Nasional pengaduan pelayanan publik hanya disampaikan
kepada instansi yang dilaporkan dan penegakannya sering dilakukan oleh pejabat
yang dilaporkan sehingga masyarakat belum memperoleh perlindungan yang
memadai. Selain itu, untuk menyeleseikan pengaduan pelayanan publik, selama
ini dilakukan dengan mengajukan gugatan melalui pengadilan. Penyeleseian
melalui pengadilan tersebut memerlukan waktu cukup lama dan biaya yang tidak
sedikit. Untuk itu, diperlukan lembaga tersendiri yakni Ombudsman Republik
Indonesia yang dapat menangani pengaduan pelayanan publik dengan mudah dan

dengan tidak memungut biaya. Setelah berlakunya Undang-Undang Ombudsman
Republik Indonesia pada tanggal 7 oktober Tahun 2008, maka Komisi
Ombudsman Nasional berubah menjadi Ombudsman Republik Indonesia.
Perubahan nama tersebut mengisyaratkan bahwa Ombudsman tidak lagi
berbentuk Komisi Negara yang bersifat sementara, tapi merupakan lembaga
negara yang permanen sebagaimana lembaga-lembaga negara yang lain, serta
dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan
lainya. Pengaturan Ombudsman dalam Undang-Undang tidak hanya mengandung
konsekuensi posisi politik kelembagaan, namun juga perluasan kewenangan dan
cakupan kerja ombudsman yang akan sampai di daerah-daerah. Dalam undangundang ini dimungkinkan mendirikan kantor perwakilan Ombudsman di daerah
Propinsi, Kabupaten/Kota. Dalam hal penanganan laporan juga terdapat
perubahan yang fundamental karena Ombudsman diberi kewenangan besar dan
memiliki subpoena power (kekuatan memaksa), rekomendasi yang bersifat
mengikat, investigasi, serta sanksi pidana bagi yang mengahalang-halangi
Ombudsman dalam menangani laporan.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 37 Tahun 2008
tentang Ombudsman Republik Indonesia, ditegaskan bahwa yang dimaksud
3

dengan Ombudsman Republik Indonesia adalah lembaga negara yang mempunyai

wewenang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan
oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh
Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik
Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan
pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Daerah.[1] Tugas Ombudsman adalah memeriksa laporan atas dugaan
maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
1.2

Rumusan masalah

1. Bagaimana eksistensi ombudsman terkait dengan di bentuknya pasal tentang
pelayanan publik?
2.Bagaimana peran ombudsman dalam mengoptimalkan pelayanan publik yang
dianggap belum maksimal?

[1]

Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 37 Tahun 2008 tentang

Ombudsman Republik Indonesia

4

BAB II
PERMASALAHAN
2.1

EKSISTENSI OMBUDSMAN DI INDONESIA TERKAIT DENGAN

DIBENTUKNYA UNDANG-UNDANG PELAYANAN PUBLIK
Undang-Undang Pelayanan Publik (secara resmi bernama Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik) adalah undang-undang yang
mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan
efektifitas fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri. perlayanan publik yang
dilakukan oleh pemerintahan atau koporasi yang efektif dapat memperkuat
demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi
sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak
dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada
pemerintahan dan administrasi publik.[2]

Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk
memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang
merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan
penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring
dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang
peningkatan pelayanan publik, sebagai upaya untuk mempertegas hak dan
kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab
negara dan korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan norma
hukum yang memberi pengaturan secara jelas, sebagai upaya untuk meningkatkan
kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas
umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan
bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.

5

2.1.1

Pengertian

Dalam Undang-Undang Pelayanan Publik terdapat pengertian pelayanan

publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap
warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik, antara lain:
a. Penyelenggara pelayanan publik atau penyelenggara merupakan setiap institusi
penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk
berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan
hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. [3]
Atasan satuan kerja penyelenggara merupakan pimpinan satuan kerja yang
membawahi secara langsung satu atau lebih satuan kerja yang melaksanakan
pelayanan publik.
b. Organisasi penyelenggara pelayanan publik atau organisasi penyelenggara
merupakan satuan kerja penyelenggara pelayanan publik yang berada di
lingkungan institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen
yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik,
dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan
publik.
c. Pelaksana pelayanan publik atau pelaksana merupakan pejabat, pegawai,

petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang
bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik.
d. Masyarakat merupakan seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk
sebagai

orang-perseorangan,

kelompok,

maupun

badan

hukum

yang

berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
e. Standar pelayanan merupakan tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai
kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan
yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.

6

f. Maklumat pelayanan merupakan pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan
rincian kewajiban dan janji yang terdapat dalam standar pelayanan.
g. Sistem informasi pelayanan publik atau sistem informasi merupakan rangkaian
kegiatan yang meliputi penyimpanan dan pengelolaan informasi serta
mekanisme penyampaian informasi dari penyelenggara kepada masyarakat dan
sebaliknya dalam bentuk lisan, tulisan Latin, tulisan dalam huruf Braile, bahasa
gambar, dan/atau bahasa lokal, serta disajikan secara manual ataupun
elektronik.
h. Mediasi merupakan penyelesaian sengketa pelayanan publik antarpara pihak
melalui bantuan, baik oleh ombudsman sendiri maupun melalui mediator yang
dibentuk oleh ombudsman.
i. Ajudikasi merupakan proses penyelesaian sengketa pelayanan publik antarpara
pihak yang diputus oleh ombudsman.
j. Menteri merupakan menteri dimana kementerian berada yang bertanggung

jawab pada bidang pendayagunaan aparatur negara.
k. Ombudsman merupakan sebuah lembaga negara yang mempunyai kewenangan
mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, baik yang diselenggarakan oleh
penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan hukum milik
negara serta badan swasta, maupun perseorangan yang diberi tugas
menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh
dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah.
2.1.2

Asas dan Tujuan
Undang-Undang ini berasaskan pada kepentingan umum, adanya kepastian

hukum, adanya kesamaan hak, adanya keseimbangan hak dan kewajiban,
keprofesionalan, partisipatif, persamaan dalam perlakuan/tidak diskriminatif,
keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan,
ketepatan waktu dan kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan dan bertujuan gar
batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan
7

kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan
publik, menjalankan sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai
dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik dalam
penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dan memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam
mendapatkan penyelenggaraan pelayanan publik. ORI berwenang untuk
mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh
penyelenggara Negara dan instansi pemerintahan terhadap dugaan

praktek

Maladministrasi (kesalahan administrasi) Yaitu meliputi keputusan-keputusan
atau tindakan pejabat publik yang ganjil (inappropriate), menyimpang (deviate),
sewenang-wenang

(arbitrary),

melanggar

ketentuan

(irregular/illegitimate),

penyalahgunaan kekuasaan (abuses of power), keterlambatan yang tidak perlu
(undue delay) atau pelanggaran kepatutan (equity). ORI bekerja antara lain
berdasarkan laporan masyarakat terkait dugaan maladministrasi yang terjadi pada
pelayanan publik, mengidentifikasi dan menindak kasus yang terbukti
kebenarannya dengan hasil akhir dapat berupa teguran, sanksi bagi aparat yang
bersalah sampai pada pemberhentian berdasarkan keputusan instansi tersebut.
Selain itu ORI juga dapat melakukan penyelidikan atas prakarsa sendiri.
Sampai pada tahun ketiga setelah berdirinya-bahkan jika dihitung dari pertama
dibentuk sebagai Komisi Ombudsman Nasional pada tahun 2000, ORI telah
berusia sepuluh tahun, ORI telah mendapatkan beberapa laporan masyarakat
terkait dugaan maladministrasi yang terjadi pada pelayanan publik. Pada tahun
2009 ORI mendapatkan 1.237 pelaporan masyarakat dan banyak diantaranya yang
sudah diselesaikan. Namun melihat realitas birokrasi di Indonesia yang sudah
sangat akut, rasanya hasil tersebut masih dinilai kurang. Jika dibandingkan dengan
Negara tetangga kita misalnya Australia yang mendapat 20.000 laporan pada
tahun 2001, hasil tersebut masih sangat jauh dari harapan.
Berangkat dari hal tersebut mesti dicari penyebab kurangnya pelaporan
masyarakat kepada Ombudsman. Berdasarkan buku laporan tahunan ORI 2009
dari data asal pelapor menujukan pelaporan terbanyak didominasi oleh pelapor
asal daerah yang terdapat kantor ORI dan perwakilan ORI di daerahnya seperti

8

DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan NTT. Sedangkan daerah yang tidak
terdapat kantor perwakilan ORI sangat minim sekali jumlah pelapor. Kemudian
dari data mengenai mekanisme penyampaian laporannya, mekanisme dengan
menggunakan Surat dan dengan datang langsung mendominasi dan terpaut jauh
dengan mekanisme lainya seperti Telepon, fax, dan Internet. Hal tersebut dapat
disebabkan karena angka melek teknologi masyarakat Indonesia yang masih
minim. Menteri komunikasi dan informasi Republik Indonesia Tifatul Sembiring
mengatakan, sampai Mei 2010 baru 20% masyarakat Indonesia yang melek
teknologi informasi. (detiknews.com). Selanjutnya data lainnya ialah sosialisasi
yang dilakukan ORI meliputi diskusi interaktif dan klinik penerimaan laporan
yang juga kurang merata dilaksanakan ORI, dan Iklan Layanan Masyarakat yang
kurang intensif dengan Jumlah Tayang dan waktu tayang yang sangat minim
merupakan capaian yang rendah dalam hal sosialisasi ORI mengingat anggaran
ORI untuk bidang sosialisasi penyuluhan dan penyebaran informasi yang sangat
besar yaitu Rp.2.329.929.000.
Dalam rapat dengar pendapat yang diselenggarakan komisi II DPR-RI
dengan Ombudsman, anggota komisi II DPR-RI Irvansyah mengatakan bahwa
Ombudsman belum maksimal melakukan sosialisasi dan masih terdengar belum
memasyarakat. Dalam kesempatan itu Ketua Komisi II Chaeruman Harahap
meminta ORI lebih menggiatkan lagi upaya sosialisasi.[4]
Tugas untuk mengoordinasikan kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik
sesuai dengan standar pelayanan pada setiap satuan kerja. melakukan evaluasi
penyelenggaraan pelayanan publik dan melaporkan kepada pembina pelaksanaan
penyelenggaraan pelayanan publik di seluruh satuan kerja unit pelayanan publik,
Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara
bertugas merumuskan kebijakan nasional tentang pelayanan publik, memfasilitasi
lembaga

terkait

untuk

menyelesaikan

permasalahan

yang

terjadi

antarpenyelenggara yang tidak dapat diselesaikan dengan mekanisme yang ada,
melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik
dengan mengumumkan kebijakan nasional tentang pelayanan publik atas hasil

9

pemantauan dan evaluasi kinerja, serta hasil koordinasi, membuat peringkat
kinerja penyelenggara secara berkala; dan dapat memberikan penghargaan kepada
penyelenggara.[5] dan penyelenggara dan seluruh
bagian organisasi penyelenggara bertanggung jawab atas ketidakmampuan,
pelanggaran, dan kegagalan penyelenggaraan pelayanan.
Dalam perundangan-undangan pelayanan publik ini meliputi pelayanan
barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yaitu pendidikan,
pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi,
lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan,
sumber daya alam, pariwisata. Pelayanan publik ini mengatur pengadaan dan
penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian
atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah yang dilakukan oleh suatu
badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari
kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan dan pembiayaannya
tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya
sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan
daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara.Pelayanan
atas jasa publik merupakan penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, suatu badan usaha yang
modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara
dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan dan pembiayaannya tidak bersumber
dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau
seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang
dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi Negara.

10

[2]

http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pelayanan_Publik

[3]

Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik
[4]

www.hukumonline.com

[5]

Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik

2.2

PERAN

OMBUDSMAN

DALAM

MENGOPTIMALKAN

PELAYANAN PUBLIK YANG BELUM MAKSIMAL
Mengurus sebuah surat sertifikat tanah, akta atau dokumen lainnya, pada
kenyataannya sangat sulit dan memakan waktu lama. Masyarakat kerap kali
mengeluhkan buruknya pelayanan publik seperti ini. Jalur untuk menyalurkan
keluhan terkait

pelayanan

publik sebenarnya tersedia melalui Komisi

Ombudsman Nasional yang kemudian diubah namanya menjadi Ombudsman
Republik Indonesia berdasarkan UU No 37 Tahun 2008. Namun, jalur
Ombudsman ternyata juga belum efektif,

rekomendasi yang dikeluarkan

Ombudsman untuk instansi pemerintah pun cenderung tidak dianggap.
Ombudsman seharusnya berada di garda terdepan dalam rangka mewujudkan
reformasi birokrasi. Namun, pada kenyataannya, peran Ombudsman masih jauh
dari harapan. Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara
tetangga dalam hal pembenahan birokrasi. Keberadaan Ombudsman di Indonesia
selama ini sebatas untuk kepentingan pencitraan kepada pihak luar. Buktinya,
negara hanya memberikan kewenangan yang terbatas kepada Ombudsman yakni
hanya memberikan rekomendasi. Idealnya, Ombudsman juga berwenang
melakukan tindakan tegas demi perbaikan pelayanan publik. Berbicara soal
efektifitas, memang tidak semua laporan masyarakat tersebut berbuah
rekomendasi. Output yang paling banyak dihasilkan oleh Ombudsman baru
sebatas klarifikasi dari instansi yang dilaporkan. Ombudsman sebenarnya telah
melakukan banyak hal selama ini. Sayang, minimnya publikasi menjadikan kiprah
lembaga ini tidak terdengar. Ombudsman banyak yang sudah dilakukan tapi

11

sedikit yang didengar. Istilah good governance juga Ombudsman yang pertama
kali utarakan

BAB 3
PEMBAHASAN

3.1

ASAL USUL OMBUDSMAN

Institusi pengawasan bernama ombudsman pertama kali lahir di swedia. Meskipun
demikian dasarnya swedia bukanlah negara pertama yg membangun sistem
ombudsman.Brian giling dalam tulisan nya mengatakan bahwa pada zaman
kekaisaran romawi terdapat instuisi tribunal plebis yang tugasnya hampir sama
dengan Ombudsaman , yaitu melindungi hak hak masyrakat dari penyalahgunaan
kekuasaan oleh para bangsawan. Sedangkan pada masa kekaisaran china,yaitu
pada masa kekaisaran Dinasti Tsin juga mendirikan lembaga pengawa bernama
Control Yuan atau Censorate, yang bertugas melakukan pengawasan terhadap
pejabat pejabat kekaisaran atau pemerintah dan betindak sbg peratara bagi
masyarakat yg ingin menyampaikan aspirasi, laporan atau keluhan kepada kaisar.
sejarah pengawasan ombudsman yg tertua ditemukan pada masa kekhalifahan
islam, umar bin khattab,lalu konsep pengawasan ini dikembangkan oleh negara
Swedia yang mana pada saat itu terjadi kevacuman kekuasaan raja Charles XII
yang mengasingkan diri di Turki karena kalah perang dengan Rusia dalam The
Great Northern War (1700-1721) lalu beliau memerintahkan agar dibentuklah
lembaga yaitu Office of The King’s Highest Ombudsman yang dapat berfungsi
melakukan pengawasan dalam meminimaisir kekacauan yang terjadi. Keputusan
Raja Charles XII ini juga terpengaruh oleh konsep pengawasan dalam sistem
Turkish Office of Chief Justice (Chief Justice). Meskipun nampaknya keberadaan
Ombudsman pada saat itu adalah untuk mewakili kehadiran raja, tetapi Highest
Ombudsman tidak memiliki otoritas politik,yang mana hanya bertugas untuk
memastikan bahwa hukum tetap dipatuhi dan para pejabat negara tetap
12

melaksanakan tugasnya dnegan baik. Untuk menjamin kepatuhan tersebut Highest
Ombudsman diberikan hak menuntut para pejabat negara yang melanggar hukum
dan tidak menjalankan tugasnya dengan baik
3.1.1

Sejarah Pembentukkan Ombudsman di Indonesia
Upaya pembentukan lembaga Ombudsman di Indonesia oleh pemerintah

dimulai ketika Presiden B.J. Habibie berkuasa, kemudian dilanjutkan oleh
penggantinya, yakni K.H. Abdurrahman Wahid. Pada masa pemerintahan K.H.
Abdurrahman Wahid lah disebut sebagai tonggak sejarah pembentukan lembaga
Ombudsman di Indonesia. Pemerintah pada waktu itu nampak sadar akan
perlunya lembaga Ombudsman di Indonesia menyusul adanya tuntutan
masyarakat yang amat kuat untuk mewujudkan pemerintah yang bersih dan
penyelenggaraan negara yang baik atau clean and good governance.
Presiden K.H. Abdurrahman Wahid segera mengeluarkan Keputusan
Presiden nomor 55 tahun 1999 tentang tim pengkajian pembentukan lembaga
Ombudsman. Menurut konsideran keputusan tersebut, latar belakang pemikiran
perlunya dibentuk lembaga Ombudsman Indonesia adalah untuk lebih
meningkatkan pemberian perlindungan terhadap hak-hak anggota masyarakat dari
pelaku penyelenggara negara yang tidak sesuai dengan kewajiban hukumnya,
dengan memberikan kesempatan kepada anggota masyarakat yang dirugikan
untuk mengadu kepada suatu lembaga yang independen yang dikenal dengan
nama Ombudsman.
Pada bulan Maret 2000, K.H. Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keputusan
Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional, sehingga
mulai saat itu, Indonesia memasuki babak baru dalam sistem pengawasan.
Demikianlah maka sejak ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun
2000 pada tanggal 10 Maret 2000 berdirilah lembaga Ombudsman Indonesia
dengan dengan nama Komisi Ombudsman Nasional. Menurut Kepres Nomor 44
Tahun 2000, pembentukan lembaga Ombudsman di Indonesia dilatarbelakangi
oleh tiga pemikiran dasar sebagaimana tertuang di dalam konsiderannya, yakni:
13

1. Bahwa pemberdayaan masyarakat melalui peran serta mereka melakukan
pengawasan akan lebih menjamin peneyelenggaraan negara yang jujur,
bersih, transparan, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme;
2. Bahwa pemberdayaan pengawasan oleh masyarakat terhadap
penyelenggaraan negara merupakan implementasi demokrasi yang perlu
dikembangkan serta diaplikasikan agar penyalahgunaan kekuasaan,
wewenang ataupun jabatan oleh aparatur dapat diminimalisasi;
3. Bahwa dalam penyelenggaraan negara khususnya penyelenggaraan
pemerintahan memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap hak-hak
anggota masyarakat oleh aparatur pemerintah termasuk lembaga peradilan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menciptakan
keadilan dan kesejahteraan.
3.1.2

Perbandingan Keppres 40 Tahun 2000 dan UU 37/2008
DPR akhirnya mengesahkan RUU tentang Ombudsman. Melalui forum

Rapat Paripurna Tanggal 9 September 2008 seluruh fraksi satu suara menyetujui
RUU yang dibahas sejak tahun 2005 itu menjadi Undang-undang. Undang-undang
Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia telah berlaku
menggantikan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 yang lebih dari delapan
tahun menjadi landasan hukum Komisi Ombudsman Nasional dalam menjalankan
tugasnya. Setelah berlakunya Undang-undang Ombudsman Republik Indonesia,
maka Komisi Ombudsman Nasional berubah menjadi Ombudsman Republik
Indonesia.[6]
Dengan pemberlakuan UU 37/2008, memberikan

makna penting bagi

Ombudsman RI, yakni Ombudsman bukan lagi berbentuk komisi,melainkan
lembaga negara yang sejajar dengan kepolisian dan kejaksaan. Kewenangan
lembaga ini juga bertambah. Ombudsman memiliki kewenangan lebih dalam
melakukan perannya dalam menindaklanjuti laporan masyarakat. Dulu, di bawah
Keppres 44 Tahun 2000, KON hanya berfungsi sebagai pemberi pengaruh
(magistrature of influence) bukan pemberi sanksi (magistrature of sanction). KON

14

tidak dibekali atau tidak membekali diri dengan instrumen pemaksa (legally
binding/su poena power). Walaupun dalam beberapa kasus (ternyata) pengaruh
Ombudsman tetap sangat kuat. Ini dikarenakan figur seorang Ombudsman yang
benar-benar dapat dipercaya integritas, kredibilitas dan kapabilitasnya, sebab
pemilihannya dilakukan melalui proses yang partisipatif, transparan dan
accountable. Pengaruh Ombudsman masuk melalui rekomendasi yang disusun
dan

diberikan

kepada

Penyelenggaran

Negara.

Walaupun

rekomendasi

Ombudsman tidak mengikat secara hukum, bukan berarti dapat diabaikan begitu
saja. Dalam hal ini Ombudsman memiliki mekanisme pelaporan kepada DPR.
Untuk kasus-kasus tertentu yang signifikan dan krusial, melalui mekanisme yang
tersedia, DPR juga dapat memanggil pejabat publik (eksekutif) atas tindakan
pengabaiannya terhadap eksistensi dan rekomendasi Ombudsman. Namun dalam
prakteknya dulu, tidak sedikit rekomendasi KON yang dikesampingkan atau
bahkan dipinggirkan.
Di bawah UU 37/2008, yang sebelumnya rekomendasi Ombudsman
bersifat tidak mengikat, kini rekomendasi itu wajib. Artinya, setiap instansi yang
menjadi pihak terlapor,wajib menjalankan rekomendasi kami.Jika rekomendasi
tidak dilaksanakan maka akan dikenakan sanksi administratif. Pengaturan
Ombudsman dalam undang-undang tidak hanya mengandung konsekuensi posisi
politik kelembagaan, namun juga perluasan kewenangan dan cakupan kerja
ombudsman yang akan sampai di daerah-daerah.

[6]

Pasal 46 Bab Ketentuan Peralihan menyatakan “Pada saat Undang-undang ini
mulai berlaku, nama Ombudsman yang telah digunakan sebagai nama institusi,
lembaga, badan hukum, terbitan atau lainnya yang bukan merupakan lembaga
Ombudsman yang melaksanakan fungsi dan tugas berdasarkan undang-undang ini
harus diganti dalam waktu paling lambat dua tahun sejak berlakunya undangundang ini”.

15

Dalam undang-undang ini dimungkinkan mendirikan kantor perwakilan
Ombudsman di daerah propinsi, kabupaten/kota. Dalam hal penanganan laporan
juga terdapat perubahan yang fundamental karena Ombudsman diberi
kewenangan besar dan memiliki subpoena power, rekomendasi bersifat mengikat,
investigasi, serta sanksi pidana bagi yang menghalang-halangi Ombudsman dalam
menangani laporan. Mengingat besarnya kewenangan dalam undang-undang,
Ombudsman RI perlu melakukan langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang
diamanatkan undang-undang. Kewenangan yang besar harus ditunjang oleh
infrastruktur yang kuat dan sumberdaya manusia yang profesional. Bila
Ombudsman tidak didukung dengan infrastruktur yang memadai maka
kewenangan yang diberikan oleh undang-undang menjadi tidak berarti.
Selain itu, UU 37/2008 memberi penambahan kewenangan Ombudsman
dalam menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para
pihak (Pasal 8 ayat (1) huruf e). UU ini juga merampingkan komposisi
Ombudsman yang awalnya berdasarkan Keppres 44/2000 berjumlah 11 orang,
menjadi hanya tujuh orang. Masa jabatan ditetapkan berlaku selama lima tahun
dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan tambahan.
Dalam menangani laporan, setiap pimpinan dan anggota Ombudsman diwajibkan
merahasiakan identitas pelapor. Kewajiban ini melekat terus meski pimpinan dan
anggota yang bersangkutan berhenti atau diberhentikan. Namun, kewajiban ini
dapat dikesampingkan dengan alasan demi kepentingan publik yang meliputi
kepentingan bangsa dan negara serta masyarakat luas.
Demi efektivitas kerjanya, Ombudsman juga diberi kewenangan untuk melakukan
pemeriksaan lapangan ke objek pelayanan publik yang dilaporkan, tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu. Hal ini tidak pernah diatur dalam Keppres
40/2000. Inspeksi “dadakan” ini tetap harus memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan, ketertiban dan kesusilaan. Untuk menjaga netralitas, UU
Ombudsman memuat aturan yang melarang pimpinan atau anggota Ombudsman
turut serta memeriksa laporan jika di dalamnya memuat informasi yang
mengandung atau dapat menimbulkan konflik kepentingan.
16

UU 37/2008 ini juga memberikan dua hak ekslusif untuk Ombudsman. Pertama,
hak imunitas atau kekebalan sebagai dukungan penuh terhadap pelaksanaan tugas
dan wewenang Ombudsman. Dengan imunitas ini, (sebagaimana diatur dalam
Pasal 10), Ombudsman tidak dapat ditangkap, ditahan, diinterogasi, dituntut atau
digugat di muka pengadilan.[9] Kedua, upaya pemanggilan paksa. Pasal 31
menyatakan “Dalam hal terlapor dan saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
ayat (1) huruf a telah dipanggil tiga kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan
dengan alasan yang sah, Ombudsman dapat meminta bantuan Kepolisian untuk
menghadirkan yang bersangkutan secara paksa”.
Fungsi Komisi Ombudsman berdasarkan Keppres No. 44 Tahun 2000, yaitu
sebagai berikut :
1.

Memberdayakan masyarakat melalui peran serta mereka untuk melakukan
pengawasan akan lebih menjamin penyelenggaraan negara yang jujur,
bersih, transparan, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.

2.

Menganjurkan dan membantu masyarakat memanfaatkan pelayanan publik
secara optimal untuk penyelesaian persoalan.

3.

Memberdayakan pengawasan oleh masyarakat merupakan implementasi
demokrasi

yang

perlu

dikembangkan

serta

diaplikasikan

agar

penyalahgunaan kekuasaan, wewenang ataupun jabatan oleh aparatur negara
dapat diminimalisasi.
4.

Dalam penyelenggaraan negara khususnya penyelenggaraan pemerintahan
memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap hak-hak anggota
masyarakat oleh aparatur pemerintah termasuk lembaga peradilan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menciptakan
keadilan dan kesejahteraan.

5.

Lembaga Ombudsman merupakan suatu komisi pengawasan yang bersifat
mandiri dan berdiri sendiri lepas dari campur tangan lembaga kenegaraan
lainnya.

17

Adapun yang menjadi tujuan dari dibentuknya Komisi Ombudsman
Indonesia, yaitu :
1.

Mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil dan sejahtera.

2.

Mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan
efisien, jujur, terbuka serta bebas dari KKN.

3.

Melalui

peran

mengembangkan

masyarakat
kondisi

membantu

yang

kondusif

menciptakan
dalam

dan/atau

melaksanakan

pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.
4.

Meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga
dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman dan kesejahteraan semakin
baik.

5.

Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan
pencegahan
perilaku

atau

praktik-praktik
perbuatan

maladministrasi Maladministrasi

melawan

hukum,

melampaui

berarti

wewenang,

menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan
wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum
dalam

penyelenggaraan

pelayanan

publik

yang

dilakukan

oleh

penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian
materiil dan/atau immaterial bagi masyarakat dan orang perseorangan.,
diskriminasi serta KKN.
6.

Meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat dan
supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan

18

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan

1.

Dalam Undang-Undang Pelayanan Publik terdapat pengertian Pelayanan
publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam

rangka

pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik, Penyelenggara pelayanan publik atau Penyelenggara
merupakan setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga
independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan
pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk
kegiatan pelayanan publik.
2.

Undang-Undang Undang-Undang Pelayanan Publik terdapat pengertian
Pelayanan publik berasaskan pada kepentingan umum, adanya kepastian
hukum, adanya kesamaan hak, adanya keseimbangan hak dan kewajiban,
keprofesionalan,

partisipatif,

persamaan

dalam

perlakuan/tidak

diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus
bagi kelompok rentan, ketepatan waktu dan kecepatan, kemudahan dan
keterjangkauan dan bertujuan agar batasan dan hubungan yang jelas
tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak
yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik, menjalankan
sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asasasas umum pemerintahan dan korporasi yang baik dalam penyelenggaraan
pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam
mendapatkan penyelenggaraan pelayanan publik.

19

4.2
1.

Saran
Upaya ombudsman dalam mengadakan sosialisasi kepada masyarakat
dapat juga dilakukan dengan cara meningkatkan jumlah tayang dan waktu
tayang Iklan layanan masyarakat di media surat kabar dan radio, serta
menambahkan media televisi dan website sebagai penyedia jasa iklan
layanan masyarakat ORI.

2.

Peran ombudsman dalam aspek kehidupan masyarakat dan kelembagaan
Negara harus lebih mengoptimalkan kinerja nya, Sehingga seluruh
masyarakat dan lembaga di Indonesia dapat bersinergi dengan lembaga ini
demi kelancaran kehidupan bermasyarakat. Hal ini harus didukung pula
oleh pemerintah.

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 37 Tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pelayanan_Publik
3. Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik
4. www.hukumonline.com

5. Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik

21

Dokumen yang terkait

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL AGRIBISNIS PERBENIHAN KENTANG (Solanum tuberosum, L) Di KABUPATEN LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

27 309 21

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

47 440 21

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5