Makalah Proses Pembuatan Sabun II

Makalah Proses Pembuatan Sabun

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Sejarah sabun
Konon, tahun 600 SM masyarakat Funisia di mulut Sungai Rhone sudah
membuat sabun dari lemak kambing dan abu kayu khusus. Mereka juga
membarterkannya dalam berdagang dengan bangsa Kelt, yang sudah bisa
membuat sendiri sabun dari bahan serupa. Pliny (23 – 79) menyebut sabun dalam
Historia Naturalis, sebagai bahan cat rambut dan salep dari lemak dan abu pohon
beech yang dipakai masyarakat di Gaul, Prancis. Tahun 100 masyarakat Gaul
sudah memakai sabun keras. Ia juga menyebut pabrik sabun di Pompei yang
berusia 2000 tahun, yang belum tergali. Di masa itu sabun lebih sebagai obat.
Baru belakangan ia dipakai sebagai pembersih, seperti kata Galen, ilmuwan
Yunani, di abad II.Tahun 700-an di Italia membuat sabun mulai dianggap sebagai
seni. Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka
di Eropa. Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200-an. Secara bersamaan
Marseille, Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat perdagangan karena
berlimpahnya minyak zaitun setempat serta deposit soda mentah. Akhir tahun
1700-an Nicolas Leblanc, kimiawan Prancis, menemukan, larutan alkali dapat
dibuat dari garam meja biasa. Sabun pun makin mudah dibuat, alhasil ia

terjangkau bagi semua orang. Di Amerika Utara industri sabun lahir tahun 1800an. "Pengusaha-"nya mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam
panci besi besar. Selanjutnya, adonan dituang dalam cetakan kayu. Setelah
mengeras, sabun dipotong-potong, dan dijual dari rumah ke rumah.
2.1 Pengenalan sabun
Sabun merupakan bahan logam alkali (basa) dengan rantai asam
monocarboxylic yang panjang. Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan
sabun bergantung pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang biasa digunakan
pada sabun keras adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan alkali yang biasa
digunakn pada sabun lunak adalah Kalium Hidroksida (KOH).
Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran-kotoran berupa minyak ataupun
zat pengotor lainnya. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak minyak
dengan larutan alkali membebaskan gliserol. Lemak minyak yang digunakan
dapat berupa lemak hewani, minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut.
Pada saat ini teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabun dengan jenis dan
bentuk yang bervariasi dapat diperoleh dengan mudah dipasaran seperti sabun
mandi, sabun cuci baik untuk pakaian maupun untuk perkakas rumah tangga,
hingga sabun yang digunakan dalam industri.

Kandungan zat-zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan
sifat dan jenis sabun. Zat-zat tersebut dapat menimbulkan efek baik yang

menguntungkan maupun yang merugikan. Oleh karena itu, konsumen perlu
memperhatikan kualitas sabun dengan teliti sebelum membeli dan
menggunakannya.
Pada pembuatan sabun, bahan dasar yang biasa digunakan adalah : C12 – C18
Jika : < C 12 : Iritasi pada kulit
> C 20 : Kurang larut (digunakan sebagai campuran)
Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air, dliserin,
garam dan impurity lainnya.Semua minyak atau lemak pada dasarnya dapat
digunakan untuk membuat sabun. Lemak dan minyak nabati merupakan dua tipe
ester. Lemak merupakan campuran ester yang dibuat dari alcohol dan asam
karboksilat seperti asam stearat, asam oleat dan asam palmitat. Lemak padat
mengandung ester dari gliserol dan asam palmitat, sedangkan minyak, seperti
minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam oleat.
Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu:
a. Bahan baku, seperti : minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa)).
b. Bahan pendukung, yang bertujuan untuk menambah kualitas produk sabun, baik
dari nilai guna maupun dari daya tarik, seperti : natrium klorida, natrium karbonat,
natrium fosfat, parfum, dan pewarna.
2.2 Macam - Macam Sabun
a.


Shaving Cream
Shaving Cream disebut juga dengan sabun Kalium. Bahan dasarnya adalah
campuran minyak kelapa dengan asam stearat dengan perbandingan 2:1.

b. Sabun Cair
Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan minyak jarak
serta menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan kejernihan sabun, dapat
ditambahkan gliserin atau alcohol.
c.

Sabun kesehatan
Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar parfum
yang rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptic dan bebas dari bakteri
adiktif. Bahan-bahan yang digunakan dalam sabun ini adalah tri-salisil anilida, triklor carbanilyda, irgassan Dp 300 dan sulfur.

d. Sabun Chip
Pembutan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen didalam menggunakan
sabun yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan beberapa pilihan
komposisi tertentu. Sabun chip dapat dibuat dengan berbagai cara yaitu melalui

pengeringan, atau menggiling atau menghancurkan sabun yang berbentuk
batangan.

e.

Sabun Bubuk untuk mecuci
Sabun bubuk dapat diproduksi melalui dry-mixing. Sabun bubuk mengandung
bermacam-macam komponen seperti sabun, sodasah, sodium metaksilat, sodium
karbonat, sodium sulfat, dan lain-lain.
Berdasarkan ion yang dikandungnya, sabun dibedakan atas :

a.

Cationic Sabun
Sabun yang memiliki kutub positif disebut sebagai kationic detergents. Sebagai
tambahan selain adalah bahan pencuci yang bersih, mereka juga mengandung sifat
antikuman yang membuat mereka banyak digunakan pada rumah sakit.
Kebanyakan sabun jenis ini adalah turunan dari ammonia.

b. Anionic Sabun

Sabun jenis ini adalah merupakan sabun yang memiliki gugus ion negatif.
c.

Neutral atau Non Ionic Sabun
Non ionic sabun banyak digunakan untuk keperluan pencucian piring. Karena
sabun jenis ini tidak memiliki adanya gugus ion apapun, sabun jenis ini tidak
beraksi dengan ion yang terdapat dalam air sadah. Non ionic sabun kurang
mengeluarkan busa dibandingkan dengan ionic sabun.
2.3 Bahan Baku Utama Pembuatan Sabun
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah
trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi
dengan gliserol. Masing masing lemak mengandung sejumlah molekul asam
lemak dengan rantai karbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam
stearat) pada lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran
trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan
natrium hidroksida membebaskan gliserol. Sifat sifat sabun yang dihasilkan
ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam asam lemak yang
digunakan. Komposisi asam-asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun
dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai
yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat

iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon
membentuk sabun yang sukar larut dan sulit menimbulkan busa. Terlalu besar
bagian asam asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi
bila terkena udara.
Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih
rendah daripada asam lemak jenuh yang tidak memiliki ikatan rangkap, sehingga
sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada
temperatur tinggi.

2.3.1 Jenis-jenis Minyak atau Lemak
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun
harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi
produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan
lain-lain.
Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan
sabun di antaranya :
a. Tallow
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri
pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari
warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan

saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan
dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan
dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling
banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %.
Titer pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C
dikenal dengan nama grease.
b. Lard
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam
lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35
~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial
terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari
lard berwarna putih dan mudah berbusa.
c.

Palm Oil (minyak kelapa sawit)
Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow.
Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak
kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna
karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun
harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa

sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur
dengan bahan lainnya.

d. Coconut Oil (minyak kelapa)
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam
industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh
melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki
kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak
kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga
memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat

e.

Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit)
Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti
sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa
sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit
memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai
pendek lebih rendah, daripada minyak kelapa.


f.

Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin)
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asamasam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan
asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.

g. Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil
memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
h. Castor Oil (minyak jarak)
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat
sabun transparan.
i.

Olive oil (minyak zaitun)
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan
kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak
zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.


j.

Campuran minyak dan lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari
campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur
dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa
memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat
sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan palmitat yang tinggi dari
tallow akan memperkeras struktur sabun.

2.3.2 Bahan Baku Utama : Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah
NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa
dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling
banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam
pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu

soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan
asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).

Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa
tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang
dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan
kesadahan air.
Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan
sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun
industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali
yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk
mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.
2.4 Bahan Pendukung Pembuatan Sabun
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses
penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan
gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan
tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.
a.

NaCl.
NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun.
Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang
terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang
digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl
digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak
mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan
sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar
diperoleh sabun yang berkualitas.

b. Bahan aditif.
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun
yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik
konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti
oksidan, Pewarna,dan parfum.
1. Builders (Bahan Penguat)
Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat
mineral mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi
untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada
fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang
tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu
mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Yang sering
digunakan sebagai builder adalah senyawa senyawa kompleks fosfat, natrium
sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.
2. Fillers Inert (Bahan Pengisi)

Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku.
Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume.
Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau
dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan
sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu
tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih,
berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.
3. Pewarna
Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan
agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun
ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna-warna
sabun itu terdiri dari warna merah, putih, hijau maupun orange.
4. Parfum
Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang
peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya,
walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi
parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk
cairan berwarna kekuning kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan,
berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1
g parfum = 1,1ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam
dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum ekslusif. Parfum umum mempunyai
aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat seperti aroma mawar dan aroma
kenanga. Pada umumnya, produsen sabun menggunakan jenis parfum yang
ekslusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen
lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan
harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama parfum yang
digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan
spring flower.
2.5 Karakteristik Memilih Bahan Baku Sabun
Ada beberapa karaktersitik yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan
dasar sabun antara lain:
a.

Warna
Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus
untuk digunakan sebagai bahan pembuatan sabun.

b. Angka Saponifikasi
Angka Saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kalim
hidroksida yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satu gram
minyak. Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali yang dibutuhkan
dalam saponifikasi secara sempurna pada lemak atau minyak.

c.

Bilangan Iod
Bilangan iod digunakan untuk menghitung katidak jenuhan minyak atau
lemak, semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak jenuh.
Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu untuk
mengidentifikasi ketahanan sabun pada suhu tertentu.
2.6 Sifat Sifat Sabun

a.

Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis
parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O

CH3(CH2)16COOH + OH-

b. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini
tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih
setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.
2CH3(CH2)16COONa
Ca(CH3(CH2)16COO)2
c.

+

CaSO4

Na2SO4

+

Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid,
sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang
bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non
polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang bertindak
sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organic
sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut
dalam air.
Non polar : CH3(CH2)16 (larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan
kotoran non polar)
Polar : COONa + (larut dalam air, hidrofilik dan juga memisahkan kotoran
polar)

2.6.1 Proses penghilangan kotoran
 Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan
sehingga kain menjadi bersih. meresap lebih cepat kepermukaan kain.
 Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul
kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan
molekul sabun membentuk suatu emulsi.
 Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan menarik
molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.

2.7 Metode - Metode Pembuatan Sabun
Pada proses pembuatan sabun ini digunakan metode - metode untuk
menghasilkan sabun yang berkualitas dan bagus. Untuk menghasilkan sabun itu
digunakanlah metode metode, yang mana metode metode ini memiliki kelebihan
kelebihan dan kekurangannya masing - masing.
a. Metode Batch
Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH
atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garamgaram ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengaundung
garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari
proses penyulingan. Endapan sabun gubal yang bercampur dengan garam, alkali
dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air dan diendapkan dengan garam
berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air secukupnya untuk
mendapatkan campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan yang
homogen dan mengapung. Sabun ini dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih
lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi
ditambahkan, seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok.
Beberapa perlakuan diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun
mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun
apung (dengan melarutkan udara di dalamnya).
b. Metode Kontinu
Metode kontinu biasa dilakukan pada zaman sekarang, lemak atau minyak
hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis seperti
sabun seng. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu ujung
reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung
yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian dinetralkan
dengan alkali untuk menjadi sabun.
2.8 Reaksi Saponifikasi
Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (Secara latin sapon
= sabun dan –fy adalah akhiran yang berarti membuat). Bangsa Romawi kuno
mulai membuat sabun sejak 2300 tahun yang lalu dengan memanaskan campuran
lemak hewan dengan abu kayu. Pada abad 16 dan 17 di Eropa sabun hanya
digunakan dalam bidang pengobatan. Barulah menjelang abad 19 penggunaan
sabun meluas.
2.8.1 Reaksi pembuatan sabun adalah sebagai berikut :
Seperti yang kita ketahui, air adalah substansi kimia dengan rumus kimia
H2O, yaitu molekul yang tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara
kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan
tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) and

temperatur 273,15 K (0 °C). Air sering disebut sebagai pelarut universal karena
air melarutkan banyak zat kimia. Kelarutan suatu zat dalam air ditentukan oleh
dapat tidaknya zat tersebut menandingi kekuatan gaya tarik-menarik listrik (gaya
intermolekul dipol-dipol) antara molekul-molekul air.
2.9 Pembuatan Sabun dalam Industri
1. Saponifikasi Lemak Netral
Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak
mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis dengan sendirinya
pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses
emulsi kedua reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi.
Jumlah alkali yang dibutuhkan untuk mengubah paduan trigliserida menjadi sabun
dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :
Trigliserida + 3NaOH
3RCOONa + Gliserin
NaOH = [SV x 0,000713] x 100/ NaOH (%) [SV / 1000] x [MV (NaOH)/
MV(KOH)
Dimana SV adalah angka penyabunan dan MV adalah berat molekul
Komponen penting pada sistem ini mencakup pompa berpotongan untuk
memasukkan kuantitas komponen reaksi yang benar ke dalam reaktor autoclave,
yang beroperasi pada temperatur dan tekanan yang sesuai dengan kondisi reaksi.
Campuran saponifikasi disirkulasi kembali dengan autoclave. Temperatur
campuran tersebut diturunkan pada mixer pendingin, kemudian dipompakan ke
separator statis untuk memisahkan sabun yang tidak tercuci dengan larutan alkali
yang digunakan. Sabun tersebut kemudian dicuci dengan larutan alkali pencuci
dikolam pencuci untuk memisahkan gliserin (sebagai larutan alkali yang
digunakan) dari sabun. Separator sentrifusi memisahkan sisa-sisa larutan alkali
dari sabun. Sabun murni (60-63 % TFM) dinetralisasi dan dialirkan ke vakum
spray dryer untuk menghasilkan sabun dalam bentuk butiran (78-83 % TFM) yang
siap untuk diproses menjadi produk akhir.
2. Pengeringan Sabun
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang
umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun
dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau
lempengan. Jenis-jenis vakumspray dryer, dari sistem tunggal hingga multi
sistem, semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun.
Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun murni
melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang mengalir
pada bagian luar pipa. Sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan
pada dinding ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh
di plodder, yang mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer
dengan mulai memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan
lebih efisien daripadadryer sistem tunggal.

3. Netralisasi Asam Lemak
Reaksi asam basa antara asam dengan alkali untuk menghasilkan sabun
berlangsung lebih cepat daripada reaksi trigliserida dengan alkali.
RCOOH + NaOH

RCOONa + H2O

Jumlah alkali (NaOH) yang dibutuhkan untuk menetralisasi suatu paduan asam
lemak dapat dihitung sebagai berikut :
NaOH = {berat asam lemak x 40) / MW asam lemak
Berat molekul rata rata suatu paduan asam lemak dapat dihitung dengan
persamaan :
MW asam lemak = 56,1 x 1000/ AV
Dimana AV (angka asam asam lemak paduan) = mg KOH yang dibutuhkan untuk
menetralisasi 1 gram asam lemak
Operasi sistem ini meliputi pemompaan reaktan melalui pemanasan terlebih
dihulu menuju turbodisperser dimana interaksi reaktan reaktan tersebut
mengawali pembentukan sabun murni. Sabun tersebut, yang direaksikan sebagian
pada tahap ini, kemudian dialirkan ke mixer dimana sabun tersebut disirkulasi
kembali hingga netralisasi selesai. Penyelesaian proses netralisasi ditentukan oleh
suatu pengukuran potensial elektrik (mV) alkalinitas. Sabun murni kemudian
dikeringkan dengan vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun butiran yang
siap untuk diolah menjadi sabun batangan.
4. Penyempurnaan Sabun
Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat
pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya kedalamm ixer(analgamator). Campuran
sabun ini klemudian diteruskan untuk digiling untuk mengubah campuran tersebur
menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke
tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun
tersebut menjadi potongan potongan terpisah yang dicetak melalui proses
penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang
diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan
merupakan tahap akhir.

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari makalah tentang proses pembuatan sabun
ini yaitu,
1.

Bahan dasar pembuatan sabun secara sederhana adalah dengan memanaskan
campuran antara lemak/minyak dengan alkali (basa).

2.

Sabun memiliki dua ujung, yang mana salah satu ujungnya sangat suka larut
dalam air, dan ujung satunya lagi sangat suka larut dalam minyak.

3. Metode-metode proses pembuatan sabun ini ada dua macam yaitu metode batch
dan metode kontinu.
4.

Selain bahan baku sabun minyak/lemak dan alkali (basa), pada sabun juga
ditambahkan pewarna dan parfum agar sabun lebih bersifat ekonomis.

5.

Tahap tahap proses pembuatan sabun ada 4 yaitu, saponifikasi lemak netral,
pengeringan, netralisasi asam lemak, dan penyempurnaan sabun.