BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG KARATE-DO - Unsur-unsur Yang Diperlukan Dalam Karate-Do

  

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG KARATE-DO

2.1 Pengertian Karate-Do

  Kata Karate-Do terdiri dari tiga kata, yaitu Kara = berarti kosong/hampa/tidak berisi, Te = berarti tangan (secara keseluruhan), Do = berarti jalan menuju suatu tujuan/pedoman. Sehingga Karate-Do berarti "Jalan Tangan Kosong" sebagai terjemahan harfiah. Chuck Norris dalam A Dictionary Of The Martial Arts (Ohara Publications Inc.,Burbank CA.-2003) terminologi Karate-Do dijabarkan sebagai : “A Kind Of Oriental Martial” yang berarti “sebuah jenis seni beladiri dari timur”.

  Dalam Bahasa sehari-hari frasa Karate lebih sering digunakan ketimbang Karate-Do, hal ini disebabkan oleh peran media massa yang mempopulerkannya, dan sekaligus melencengkannya dari makna awal. Di samping itu badan dunia resmi (World Karate Federation) secara jelas tidak menambahkan kata do pada nama resminya. Dengan demikian, kita mengatakan bahwa istilah karate lebih cocok dipakai untuk mengacu pada penegasan unsur olahraganya saja dan dalam Bahasa inggris dikatakan “Karate is a martial sport”. Istilah Karate-Do lebih cocok dipakai sebagai sebuah penegasan terhadap keseluruhan ruang lingkup yang berkaitan dengan seni beladiri dan dalam Bahasa inggris dikatakan “Karate-Do is not just a sport, it’s a martial art”.

2.2 Sejarah Karate-Do

  Pada awal abad ke-6M, raja India yang bernama Sugandha dari kerajaaan Baramon memiliki seorang putra yang bernama Jayavarman. Pangeran ini sebagaimana layaknya golongan Ksatrya pada jaman itu tentu saja diharuskan memiliki keterampilan militer yang sesempurna mungkin, dan ia ternyata dengan cepat dapat mengetahui dan menguasai semua pengetahuan yang diajarkan padanya oleh seorang guru tua yang bernama Prajanatra/Prajnatra. Namun, dengan sebab yang tak diketahui dengan pasti (dari sudut pandang religiusitas sendiri merupakan keturunan ke-28 Sidharta Gautama), mendadak Jayavarman meninggalkan kehidupan duniawinya dengan cara menekuni dengan total ajaran agama Budha sebagai seorang pendeta aliran Mahayana.

  Jayavarman pun mengganti namanya menjadi Bodhi Dharma (di China disebut Ta Mo, dan diJepang disebut Daruma Taishi/Bodidaruma) dan kemudian melakukan perjalan ke China untuk menyebarkan ajaran agama Budha pada tahun 527 M. Di China ia menetap disebuah kuil yang bernama Shaolin, kuil Shaolin ini sendiri didirikan pada tahun 495 M dan berlokasi di kaki gunung songshan, yang saat ini masuk wilayah propinsi Henan. Jayavarman menerjemahkan text ajaran Budha dari Bahasa Sansekerta ke Bahasa China dan mendirikan sektenya sendiri yang disebut dengan Chan (Zen dalam Bahasa Jepang).

  Selama ia menjadi guru di kuil itu ia melihat bahwa kondisi fisik para muridnya sangat buruk sehingga gampang jatuh sakit atau sering menjadi korban tindak kekerasan di dunia luar. Maka, berbekal pengalamannya sebagai seorang mantan Ksatrya di India, jayavarman pun kemudian mulai melatih para biksu di kuil Shaolin dengan metode-metode dasar Vajramusthi (karena para biksu, sesuai dengan ajaran Budha tidak boleh menggunakan senjata yang bisa mengarah pada unsur kekerasan yang merupakan dosa besar) yang dipadukan dengan teknik Yoga (sistem meditasi ala Hindu) untuk melatih lebih jauh konsentrasi kejiwaan mereka dalam latihan pernapasan. Jayavarman juga mengadopsi beberapa teknik pertarungan lokal China yang didasari oleh kitab Shunzi Bingfa (metode peperangan) karya Sun-Tzu, seorang ahli militer terkenal China dari abad ke-4 binatang dalam arca China kuno seperti harimau, ular, naga, elang, bangau, monyet, dan lain-lainnya. Semua inilah yang akhirnya menjadi dasar dari Ch’uan- Fa (nama kuno untuk Kungfu/Wushu) asli Shaolin yang di masa selanjutnya terbagi menjadi dua aliran besar, yaitu bagian utara (yang lebih dominan dengan gerakan lompatan dan kelincahan) dan bagian selatan (yang lebih dominan dengan konsentrasi, pernapasan, dan kekuatan tubuh bagian atas) yang dimana keduanya dianggap sebagai barometer semua ilmu beladiri di wilayah Asia Timur.

  Sekte Chan/Zen dikenal Jepang pada abat ke-14 dibawa dari China lewat semenanjung korea maupun okinawa. Di korea Ch’uan-Fa Shaolin yang merupakan produk Zen bisa ditemui pada Tae Kwon Do, sedangkan di okinawa Ch’uan-Fa Shaolin bertransformasi menjadi Te/Tote/Tode (transliterasi kata Chin- te Bahasa China yang berarti pukulan/tangan China ke dalam dialek khas okinawa) setelah di kombinasikan dengan teknik perkelahian kuno lokal yang dipengaruhi teknik pertarungan kuno kalangan Samurai Jepang yang disebut dengan Bu-gei, yang untuk jenis teknik tanpa senjatanya disebut Yawara/Bu- jutsu. Tote kadang juga disebut sebagai Okinawa-Te atau Ryukyu Kempo/Kenpo.

  Selanjutnya Bu-jutsu bertransformasi sesuai urutan perkembangannya menjadi Ju- jutsu, Judo, dan Aikido.

  Okinawa merupakan sebuah pulau yang termaksud dalam rangkain kepulauan Ryukyu, yang menjadi pelabuhan transit penghubung Jepang dengan dunia luar pada jaman kuno. Sesuai pemaparan Drs. N.Daldjoeni tentang teori penyebaran manusia di benua asia, maka besar kemungkinan penduduk asli yang sama dengan umumnya penduduk Jepang (Ainu-Mongoloid), melainkan lebih dekat dengan Suku ras bangsa asli dominan Asia Tenggara (paleo- Mongoloid). Hal ini dikaranekan pulau Okinawa lebih dekat dengan pulai Forosa (Taiwan) daripada dengan empat pulau utama Jepang lainnya. Bukti kuat yang mendukung ialah penggunaan alat-alat pertanian tradisional yang memiliki kemiripan dengan alat tradisional yang ada di Asia Tenggara. Okinawa memiliki tiga kota besar pada zaman tersebut yaitu Tomari, Shuri, dan Naha yang selama ratusan tahun sesuai catatan sejarah bagi kaisar China, Korea, Jepang untuk menancapkan pengaruh di daerah kepulauan Okinawa. Hal ini memungkinkan terjadinya percampuran unsur-unsur budaya (termaksud seni beladiri) dari ketiga negara tersebut. Masuknya seni beladiri China pada tahun 1393 dikarenakan sebuah ekspedisi militer yang dikirim dan lalu menetap di sana sebagai tentara bantuan oleh kaisar Hung Wu dari dinasti Ming pada raja Satto, penguasa Okinawa pada saat itu. Berdampak diperkenalkannya beberapa keunggulan teknik perang mereka. Namun akhirnya, pada tahun 1429 di bawah Kaisar Shohasi dari Chuzan, Okinawa dapat disatukan dan dikuasai secara penuh oleh negara Jepang.

  Pada saat itu terjadi perlawanan dan pemberontakan dari para penduduk asli yang mendapt bantuan penuh secara rahasia dari China, sehingga untuk mengamankannya secara lebih efektif, pada zaman kaisar Shoshin (1477-1526) dikeluarkanlah suatu aturan yang sangat ketat tentang pengaturan kepemilikan senjata pada rakyat Okinawa. Aturan ini mencapi puncaknya pada tahun 1609. Disebutkan bahwa hanya boleh ada sebuah pisau untuk sebuah desa dan itu pun membangkitkan kembali gairah mereka untuk menggunakan Tote sebagai senjata pengganti yang paling utama dan siap digunakan kapan saja dalam usaha untuk mempertahankan diri dai penindasan tentara maupun ancaman para penjahat bersenjata.

  Klan Satsuma yang berasal dari Kagoshima berkuasa hingga tahun 1872. Selama sekitar 260 tahun masa kekuasaan mereka, catatan sejarah resmi tentang Tote di Okinawa sangat minim. Yang sempat tercatat hanyalah tentang partisipasinya sebagai sebuah kemampuan khusus dalam kalangan separantis Okinawa yang terus-menerus melakukan gerakan bawah tanah dalam perjuangannya dan dianggap sangat berbahaya serta mengancam secara tak langsung bagi kalangan militer yang berkuasa. Oleh karena itulah, disebutkan bahwa seni beladiri ini sangat dijaga kerahasiaannya dan hanya dikembangkan langsung secara turun-temurun di kalangan pria (hanya pada putra tertua) dalam keluarga bangsawan (Shizoku) Okinawa. Ada dua ungkapan yang menggambarkan kondisi di atas pada zaman itu, yaitu Reimyo Tote (tangan yang ajaib) dan Shinpi Tote (tangan yang misterius).

  Tote pada abad ke-19 biasanya dibedakan dalam beberapa gaya yaitu sebagai berikut.

  1. Berdasarkan aliran Ch’uan-Fa yang mempengaruhi secara dominan dalam Kata maka ada dua jenis aliran besar Tote, yaitu sebagai.

  a.

  Shorin, berasal dari Ch’uan-Fa aliran utara yang memiliki banyak teknik melompat sehingga mengembangkan kekuatan pinggul dan kaki. sebuah teknik, namun memiliki keakuratan yang tinggi pada sasaran.

  b.

  Shorei, berasal dari Ch’uan-Fa aliran selatan yang memiliki keunggulan dalam hal keseimbangan dan kekuatan tubuh bagian atas. Kekokohan kuda-kuda yang pendek dan keluwesan tampilan sebuah teknik terutama tangan, namun secara dominan diiringi pengerahan tenga secara besar.

  2. Berdasarkan tempat perkembangannya selama ratusan tahun di Okinawa, maka dikenal ada tiga jenis Tote, yaitu sebagai berikut.

  a.

  Shuri-Te, yaitu Tote yang berkembang di kota Shuri dan pada umumnya teknik pertarungan dan jenis Kata yang dikembangkan di sini termaksud kelompok Shorin.

  b.

  Naha-Te, yaitu Tote yang berkembang di kota Naha dan pada umumnya teknik pertarungan dan jenis Kata yang dikembangkan di sini termaksud kelompok Shorei. c.

  Tomari-Te, yaitu Tote yang berkembang di kota Tomari dan pada umumnya teknik pertarungan serta jenis Kata yang dikembangkan di sini adalah kombinasi dari kelompok Shorin dan Shorei. Di perempat terakhir abad ke-19 munculah nama-nama yang kelak di kemudian hari dianggap sebagai para perintis yang merenovasi Tote untuk dapat menjadi apa yang kita kenal sebagai Karate-Do. Mereka itu diantaranya adalah Ankichi Arakaki, Chojun Miyagi, Kenwa Mabuni, Kenbun Uechi, Shoshin Nagamine, dan Gichin Funakoshi.

  Gichin Funakoshi menerbitkan buku yang berjudul Karate-Do Kyohan yang mempopulerkan nama Karate-Do secara besar-besaran untuk menggantikan istilah aslinya yaitu Tote.

2.3 Aliran-aliran Karate-Do

   Di dalam Karate-Do terdapat berbagai macam aliran yang menganut sistem Karate-Do, yaitu diantaranya sebagai berikut.

1. Shotokan

  Shoto adalah nama pena Gichin Funakoshi. Kan dapat diartikan sebagai gedung/bangunan, sehingga shotokan dapat diterjemahkan sebagai Perguruan Funakoshi. Gichin Funakoshi merupakan pelopor yang membawa ilmu Karate-Do dari Okinawa ke Jepang.

  2. Goju-Ryu Goju memiliki arti keras-lembut. Aliran ini memadukan teknik keras dan teknik lembut, dan merupakan salah satu perguruan Karate-Do tradisional di Okinawa yang memiliki sejarah yang panjang.

  3. Shito-Ryu Shito-Ryu terkenal dengan keahlian bermain Kata, terbukti dari banyaknya Kata yang diajarkan di aliran Shito-Ryu, yaitu ada 30 sampai 40 Kata. Namun di Jepang tercatat aliran Shito-Ryu mempunyai 111 Kata beserta Bungkainya.

  4. Wado-Ryu Wado-Ryu adalah aliran Karate-Do yang unik, karena berakar pada seni beladiri Shindo Yoshin-ru Jujutsu, yaitu sebuah aliran beladiri Jepang yang masih memiliki teknik kuncian persendian dan lemparan. Sehingga Wado- Ryu selain mengajarkan teknik Karate-Do ia juga mengajarkan teknik kuncian persendian dan lemparan/bantingan Jujutsu.

  5. Kyokushin Kyokushin, didirikan oleh Sosai Oyama setelah dia belajar Shotokan Karate pada Funakoshi Sensei & belajar Goju-Ryu pada So Nei Chu Sensei & Yamaguchi Sensei. Setelah dia berlatih 2 tahun di gunung, dia kembali ke kota dan mencoba kemampuannya kepada beberapa praktisi. Yang akhirnya dia mendirikan kelompok latihan yang bernama Oyama Dojo, kemudian beralih nama menjadi Kyokushin. Nama Kyokushin mempunyai arti kebenaran tertinggi.

  6. Shorin-Ryu Shorin-Ryu, bermakna hutan pinus. aliran Karate-Do yang asli berasal dari Okinawa dari daerah Shuri & Tomari. Didirikan oleh Shoshin Nagamine yang didasarkan pada ajaran Yasutsune Anko Itosu, seorang guru Karate-Do abad ke 19 yang juga adalah guru dari Gichin Funakoshi, pendiri Shotokan Karate. Karakternya adalah serangan yang lurus cepat dan dengan tangkisan yang memotong.

  7. Uechi-Ryu Uechi-Ryu, aliran ini diciptakan oleh Uechi Kanbun. Uechi Kanbun belajar dengan Shu Shiwa di Pangai-noon (Hunggar) China provinsi Fujian. Yang merupakan Kungfu singa-bangau. Fokusnya terdapat pada teknik menusuk, memotong, dan badan besi.