P6 Rev. Spiritualitas Islam
Spiritualitas Islam dalam Ekonomi & Harta
Spiritualitas Memenuhi Kebutuhan
Ekonomi: bagaimana memenuhi kebutuhan
Islam adalah seimbang (tawazun) / tengah-tengah
(wasathan) Kebutuhan: jasmani dan Ruhani
Kebutuhan jasmani : kebutuhan materi/harta/kekayaan
Kebutuhan ruhani : kebutuhan spiritual/jiwa/pahala
Nilai Spiritualitas
Orang (Laki-Laki) yang tidak dilalaikan oleh
perniagaan (bisnis, urusan) dan tidak (pula) oleh
jual beli dari mengingati Alloh, dan (dari)
menegakkan shalat, dan (dari) menunaikan zakat.
Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu)
hati dan penglihatan menjadi goncang (An Nuur: 37)
Nilai Spiritualitas: 1.Mengingati Allah (dzikrullah)
Tijarah & Dzikrullah
Ingat Allah = dzikir
Ketika berniaga/jual beli/bekerja seharusnya senantiasa ingat Allah sehingga akan mencegah berbuat curang
Kenapa harus ingat Allah? Pemilik hakiki karunia/rizky/kekayaan adalah Allah swt, manusia mendapat hak, amanah, titipan. Atas dasar itu, sepantasnya ketika akan mengelola “amanah/titipan” ingat Allah. Salah satu bentuk ingat Allah adalah memohon ijin melalui Bismillah ketika mengelola amanah/titipan
Dzikrullah dalam beberapa ayat lain juga diartikan dengan Al Qur’an
Ketika berniaga/jual beli/bekerja seharusnya berprinsip pada al Qur’an dan berpedoman pada sunnah hasanah (Rasul saw, sahabat, ‘ulama/fuqaha)
Dzikrullah akan menjadikan beruntung Carilah karunia Allah dan sebanyak-banyaknya supaya
ingatlah Allah
kamu beruntung , (Al Jumu’ah; 10) Hai orang-orang yang beriman janganlah hartamu dan anak-anakmu
Tijarah & Shalat
Dan apabila mereka melihat perniagaan (tijarotan) atau
permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan
mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah)…….
.al ayat (al Jumu’ah: 11)
Katakanlah: "jika ……………….harta kekayaan yang kamu
usahakan perniagaan (tijarotun) yang kamu khawatiri
kerugiannya, …………………………….. lebih kamu cintai dari
Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Alloh mendatangkan keputusan-Nya."
Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
Syi’ir Habib Syeich
“repote dadi pedagang”
“sholate digawe gampang”
“opo maneh dagangane laris”
“durung shalat ngakune uwis”
Tijarah & Zakat
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian ( Adz Dzariyat: 19)
Dan orang-orang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang
(miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa apa (yang
tidak mau meminta) (Al Ma’arij: 25). …… maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka membayar zakat yang diambil dari orang kaya mereka dan diberikan kepada orang miskin diantara mereka…….
(HR Bukhari Muslim)
Bahwa pada setiap harta seseorang itu ada hak (orang
Al Baqoroh: 282-283
Hai orang-orang yang beriman (Percaya), apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Alloh mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Alloh Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yangberhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada
dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang
kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlahsaksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu
jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang
demikian itu, lebih adil di sisi Alloh dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), makasesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Alloh; Alloh
mengajarmu; dan Alloh Maha Mengetahui segala sesuatu (Al Baqarah: 282).Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa Prinsip pencatatan (Akuntansi) tijarah dalam Al Qur’an surat al Baqarah: 282-283
Perintah penulisan/pencatatan ketika bermuamalah khususnya (meskipun) yang tidak tunai
Perlunya imlak (saling membaca, mengawasi, memeriksa) pada saat akad (transaksi tidak tunai).
Proses pencatatan, imlak dapat diwakilkan kepada wali apabila yang bertransaksi belum/tidak mampu agar tidak dirugikan dikemudian hari. Wali dalam konteks bisnis/ transaksi saat ini misalnya akuntan dan notaris.
Prinsip pencatatan harus jujur
Pencatatan secara terus menerus sampai akhir periode berdasarkan jenis/klasifkasi (janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya).
Perlu didukung saksi (bukti transaksi) dan harus rangkap (Dua orang saksi, 3 orang saksi) agar bisa croshcheck – unsur pengendalian internal (jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya)
adanya saksi/bukti yang rangkap meningkatkan keandalan (lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian atau enggan memberi keterangan apabila mereka dipanggil (perintah audit)
Saksi/bukti saling menguatkan tetapi tidak menyulitkan
Dimensi Spritiual
Pencatatan Transaksi (Tidak Tunai)
Terkait dengan Al Baqarah 282-283 dalam Tafsir Ibnu Katsir, diriwayatkan Abu Sulaiman Al Mur’isyi berkata kepada murid-muridnya, “Tahukah kalian seorang yang teraniaya yang berdo’a kepada Tuhannya tetapi do’anya tidak dikabulkan?
Mengapa demikian? Abu Sulaiman berkata, “Dia seorang laki-laki yang menjual suatu barang untuk waktu tertentu, tetapi tidak memaki saksi dan catatan. Ketika masa pembayarannya, ternyata si pembeli mengingkarinya lalu ia berdo’a kepada Tuhannya tetapi tidak dikabulkan”.
“Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW jenazah seorang laki-laki untuk disalatkan.
Rasulullah saw bertanya, ‘Apakah ia mempunyai utang?’ Sahabat menjawab, ‘Tidak’. Maka, beliau mensalatkannya. Kemudian dihadapkan lagi jenazah lain, Rasulullah pun bertanya, ‘Apakah ia mempunyai utang?’ Sahabat menjawab, ‘Ya’.
Rasulullah berkata, ‘Salatkanlah temanmu itu’ (beliau sendiri tidak mau mensalatkannya). Lalu Abu Qatadah berkata, ‘Saya menjamin utangnya, ya Rasulullah’. Maka Rasulullah pun menshalatkan jenazah tersebut.” (HR. Bukhari dari Salamah bin Akwa’).