KUNTRIBUSI MAULANA JAELANI MUSA DALAM MENGEMBANGKAN TAREKATNAQSYABANDIYAH DI KLUET UTARA (1957-1983) Fajar Ilham

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Syiah Kuala Volume 2, Nomor 2, Maret 2017, hal. 56 - 66.

  

KUNTRIBUSI MAULANA JAELANI MUSA DALAM MENGEMBANGKAN

TAREKATNAQSYABANDIYAH DI KLUET UTARA (1957-1983)

  1

  2

  3 Fajar Ilham , Husaini , Teuku Abdullah

  Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakulatas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Syiah Kuala

  Email: teukuilham2@gmail.com husibram@gmail.com ta.sakti@gmail.com

  

ABSTRACT

Corresponding to the title "Maulana Jaelani Musa’s Contribution in Developing Naqshbandi in

North Kluet, 1957-1983", the purpose of this study is (1) to know the biography of Jaelani Musa,

(2) To find out how Jaelani Musa’s efforts in developing Naqshbandi in North Kluet between

1957-1983, and (3) to find out the obstacles experienced by Jaelani Musa in developing

Naqshbandiin North Kluet. The author uses historical research method or so-called historical

method, which consists of five steps which aretopic selection, heuristics,verification,

interpretation and historiography. Data collection was acquired by research

documentationstudies, library research and interviews. Based on the results, study showed that:

(1) Maulana Jaelani Musa was a Muslim scholar from NorthKluet. Maulana Jaelani Musa was

born in 1910. Later in his life he waseducated in Dayah Darussalam,Labuhan Haji. (2) The

Naqshbandi spread in North Kluetwas brought directly by Maulana Jaelani Musa, which he

obtained from his teacher Tengku Haji Muhammad Waly al-Khalidy of Dayah Darussalam in

Labuhan Haji, South Aceh. To establish Naqshbandi in Kluet withsulukactivity. (3) In developing

Naqshbandi in North Kluet, Maulana Jaelani Musa was the first Muslim scholar to bring

Naqshbandi in North Kluet after studying in Dayah Darussalam,Labuhan Haji Kata Kunci : Contribution, Jaelani Musa, Naqshbandi, Kluet.

  

ABSTRAK

  Sesuai dengan judul yang diangkat yaitu “Kontribusi Jaelani Musa dalam mengembangkan

  

thariqat Naqsyabandiyah di Kluet Utara, 1957-1983” maka tujuan penelitian ini adalah (1) untuk

  mengetahui bagaimana riwayat hidup Jaelani Musa, (2) Untuk mengetahui bagaimana upaya Jaelani Musa dalam mengembangkan thariqat Naqsyabandiyah di Kluet Utara antara tahun 1957-1983, dan (3) untuk mengetahui apa saja yang menjadi hambatan Jaelani Musa dalam mengembangkan thariqat Naqsyabandiyah di Kluet Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah atau disebut metode sejarah, yang terdiri dari lima langkah kerja yaitu Pemilihan topik, heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Dalam pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian studi dokumentasi, studi kepustakaan, wawancara. Berdasarkan dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa: (1) Maulana Jaelani Musa 1 merupakan tokoh ulama dari Kluet Utara. Maulana Jaelani Musa dilahirkan pada tahun 1910. 2 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah. 3 Dosen Pembimbing I.

  Dosen Pembimbing II.

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Syiah Kuala Volume 2, Nomor 2, Maret 2017, hal. 56 - 66.

  Kemudian dalam hidupnya dia seorang yang berpendidikan yang pernah belajar di Dayah Darussalam Labuhan Haji. (2) Thariqat Naqsyabandiyah yang sekarang tersebar di Kluet Utara adalah thariqat yang dibawa langsung oleh Maulana Jaelani Musa, yang dia peroleh dari gurunya Tengku Haji Muhammad Waly al-Khalidy dari Dayah Darussalam Labuhan Haji, Aceh Selatan. Dalam rangka megembangkan thariqat Naqsyabandiyah di Kluet dengan aktivitas

  

suluk. . (3) Dalam mengembangkan thariqat Naqsyabandiyah di Kluet Utara, Maulana Jaelani

  Musa adalah tokoh ulama pertama yang membawa tarikat thariqat Naqsyabandiyah di Kluet Utara setelah belajar di Dayah Darussalam Labuhan Haji. Kata Kunci : Kontribusi, Jaelani Musa, Thariqat Naqsyabandiyah, Kluet.

  PENDAHULUAN Latar Belakang

  Pendidikan keagamaan di Indonesia telah lama berlangsung bersamaan dengan terbentuknya pusat-pusat penyebaran Islam. Tarekat yang berkembang luas di Indonesia salah satunya Naqsyabandiyah. Sementara di Provinsi Aceh tarekat Naqsyabandiyah dikembangkan oleh Syeikh Haji Muhammad Wali al-Khalidy di dayah Darussalam (Shaleh Putuhena, 2007: 364). Adapun mengenai ajaran tarekat Naqsyabandiyah, diperlukan uraian tentang tasawuf, karena tarekat adalah bagian dari tasawuf, jika dalam kaidah kata tasawuf secara bahasa terambil dari kata “safa” yang berarti bersih, dan jika secara istilah sudah diuraikan oleh Sayyid Nur bin Sayyid Ali, ialah “ metode pendidikan spiritual untuk memperkokoh keimanan, mencapai derajat ihsan , menyucikan jiwa dan memperbaiki hati” (Ahmad Dimyati, 2016: 20).

  Adapunmengenai sejarahtarekatNaqsyabandiyah, sebagaimana yang dikatakan Harun Nasution, bahwa perkembangannya tasawuf beralih pada tarekat melalui peran sufi, timbulnya tarekat ini memakai tempat kegiatan yang disebut

  ribat , yaitu tempat murid-murid berkumpul

  belajar dari Syekhnya(Sholihin, 2008: 207).Sementaramenurut Abubakar, tarekat itu ialah jalan atau petunjuk dalam menunggangi hawa nafsu yang ada pada diri manusia masing-masing. Untuk menundukkan hawa nafsu seorang salik terlebih dahulu melakukan ibadah yang dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh sahabat, tabi’in, turun-temurun sampai guru tarekat yang dinamakan Mursyid yang mengajar muridnya sesudah mendapat ijazah dari gurunya (Abubakar, 1985: 69).

  Berdasarkanstudi awal yang peneliti lakukan pada bulan 1 Januari 2015 dengan melakukan pengamatan dan wawancara didayahDarussaadahbahwa,tarekat

  Naqsyabandiyah yang berkembang di Aceh

  Selatan bersumber pada dayah Darussalam di Labuhan Haji yang dipimpin oleh Syeikh Haji Muhammad Wali al-Khalidy. Dayah yang didirikan oleh Syeikh Haji Muhammad Wali al-Khalidy mempunyai pengaruh sampai ke Kluet Utara, karena Maulana Jaelani Musa ialah Mursyid tarekat

  Naqsyabandiyah (Razali : 2013). Mengenai

  geografis, Kluet Utara adalah Kecamatan yang terletak di Kabupaten Aceh Selatan. yang memiliki beragam suku, yaitu suku Kluet, Aneuk Jame dan Aceh. Ketiga suku tersebut berdomisili di Kecamatan Kluet Utara. Adapun sejarah pengambilan kata Kluet bermula dari kata khalwat (dalam

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Syiah Kuala Volume 2, Nomor 2, Maret 2017, hal. 56 - 66.

  bahasa Arab), yang artinya menyendiri diri dari keramaian. Sementara ditinjau dari segi sosial, suku Kluet hidup berkelompok dan terpusat pada satu wilayah. Mengenai ajaran tarekat Naqsyabandiyah di Kleut Utara bukanlah hal yang asing lagi bagi masyarakat yang berdomisili di kawasan tersebut. Sebagaimana yang penulis ketahui bahwa, jauh sebelum tarekat

  Naqsyabandiyah hadir di Kluet Utara,

  praktek suluk (dalam bahasa Kluet “kaluet”), sudah dikenal di kalangan masyarakat Kluet. Perbedaannya,tarekatNaqsyabandiyahdipim pin oleh seorang Mursyid , sementara “kaluet” yaitu mengasingkan diri dari masyarakat untuk meditasi tanpa ada seorang Mursyid (Wawancara: Ali Hasyim,20 Juni 2015).

  Kecamatan Kleut Utara tercatat nama seorang mursyid yang memiliki peranan penting dalam perkembangan tarekat Naqsyabandiayah . Kontribusi Maulana Jaelani Musa terhadap tarekat

  Naqsyabandiayah tumbuh dan berkembang

  di beberapa Kecamatan, di antaranya: Kecamatan Pasi Raja, Kleut Timur, Kluet Barat, Kluet Selatan. Dalam peninggalan sejarah aliran tarekat Naqsyabandiayah yang di ajarkan oleh Maulana Jaelani Musa dapat diketahui dengan dayah Darurrahmah yang dipimpin oleh Hasbi Nyak’diwa, yaitu murid dari Maulana Jaelani Musa (Wawancara: Hasbi Nyak’diwa, 28 Juni 2015).

  Adapun kontribusi Maulana Jaelani Musa bagi masyarakat Kluet Utara ialah Maulana Jaelani Musa telah mendirikan dayah Darussaadah pada tahun 1957 dan dayah Darussaadah, telah melahirkan murid- murid yang mengamalkan tarekat

  Naqsyabandiayah seperti Tgk. H. Sulaiman

  Amani, Tgk. Moh. Daud Al Yusufy, dan Tgk. H, M. Hasbi Nya'diwa. Dayah Darussaadah inimengajari amalan-amalan suluk. Pengajian suluk yang dipraktekkan di dayah Darussaadah meliputi segala aspek ajaran yang ada di dalam agama Islam.

  Maulana Jaelani Musadilahirkan pada tahun 1910 dan wafat pada tahun 1983. Setelah Maulana Jaelani Musa wafat, murid- muridnya menjadi generasi penerus tarekat

  Naqsyabandiyah (Wawancara: Hafni, 5 Oktober 2014).

  Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang timbul adalah sejauh mana peran Maulana Jaelani Musa dalam mengembangkan tarekat Naqsyabandiyah di Kluet Utara. Untuk mengetahui jawaban dari permasalahan tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul:

  “Kontribusi Maulana Jaelani Musa dalam Mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah di Kluet Utara (1957- 1983)”.

  METODE PENELITIAN Pendekatan dan Jenis Penelitian

  Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. (Maleong, 2007:6). Metode kualitatif adalah proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan. Penelitian ini adalah penelitian sejarah dengan menggunakan metode sejarah. Menurut Louis Gottschalk, metode sejarah ialah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Rekonstruksi yang imajinatif dari pada masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses itu

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Syiah Kuala Volume 2, Nomor 2, Maret 2017, hal. 56 - 66.

  intern , baik terhadap sumber-sumber hasil

  Tempat dan Waktu Penelitian

  berhasil dikumpulkan menjadi sebuah karya tulis ilmiah. Penyusunan fakta-fakta tersebut dilakukan secara sistematis dan terarah sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga menjadi sebuah kisah sejarah ilmiah yang mudah dipahami dan menarik untuk dibaca.

  Naqsyabandiyah di Kluet Utara yang telah

  e. Historiografi atau Penulisan Sejarah Langkah terakhir dalam penelitian ini adalah menyusun seluruh fakta tentang sejarah kontribusi Maulana Jaelani Musa dalam mengembangkan tarekat

  d. Interpretasi atau Penafsiran Untuk mengubah seluruh sumber data menjadi sejumlah fakta yang terkandung dalam beberapa dokumen maka perlu dilakukan analisis. Kegiatan ini untuk menyaring berbagai variabel data guna memperoleh fakta yang lebih mendekati kebenaran tentangkontribusi Maulana Jaelani Musa dalam mengembangkan tarekat Naqsyabandiyah di Kluet Utara 1957-1983.

  wawancara di lapangan maupun sumber- sumber tertulis yang diperoleh dari kepustakaan. Hal ini semua dilakukan untuk mendapatkan sumber yang otentik (dapat dipercaya kebenarannya).

  Kritik sumber dilakukan secara ekstern dan

  disebut historiografi (penulisan sejarah) yang sering dipersatukan dengan nama metode sejarah (Nugroho Notosusanto, 2008:39). Agar penulisan ini mendekati objektivitas maka perumusan tersebut menggunakan metode sejarah yang dikemukakan oleh Kuntowijoyo (2003: 89) yang terdiri beberapa langkah yaitu sebagai berikut: a. Pemilihan Topik

  di Kluet Utara, maka seluruh sumber yang telah berhasil dikumpulkan sebelumnya peneliti uji kebenarannya secara kritis dan menyeluruh.

  Naqsyabandiyah

  Jaelani Musa dalam mengembangkan tarekat

  c. Verifikasi atau Kritik Sumber Untuk menemukan data-data yang tepercaya tentang kontribusi Maulana

  b. Heuristik atau Pengumpulan Sumber Merupakan cara atau teknik yang dilakukan dalam penelitian untuk menemukan, mengklasifikasikan dan mengumpulkan sumber-sumber primer dan sekunder. Untuk mengumpulkan sumber data dalam penelitian ini, peneliti menerapkan model penelitian lapangan, dokumentasi dan penelitian kepustakaan (Rusydi Sulaiman, 2014:95).

  Penelitian ini berjudul “Kontribusi Maulana Jaelani Musa Dalam Mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah di Kluet Utara 1957-1983” dipilih dan ditentukan sebagai masalah pokok untuk diteliti, karena topik ini menarik. Hal ini didasari pada observasi awal bahwa ternyata Maulana Jaelani Musa ialah Mursyid sekaligus Ulama yang sangat berperan dalam mengembangkan tarekat Naqsyabandiyah di Kluet Utara.

  Penelitian ini beralokasi di Kabupaten Aceh Selatan Kecamatan Kluet Utara, peneliti membatasi lokasi penelitiannya di Kecamatan Kluet Utara tepatnya di Kota Fajar. Pemilihan ini dilakukan sesuai dengan observasi awal yang sudah dilakukan bahwa kecamatan

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Syiah Kuala Volume 2, Nomor 2, Maret 2017, hal. 56 - 66.

  tersebut merupakan tempat yang pernah mengajarkan tarekat Naqsyabandiyah. Untuk kelanjutan penelitian ini akan dilakukan sampai bulan Januari 2015.

  Teknik Pengumpulan Data

  Dalam penelitian ini dikumpulkan dua sumber yaitu, sumber data primer dan data sekunder (Rusydi Sulaiman, 2014:95). Agar memudahkan proses pengumpulan data, diterapkan teknik pengumpulan data: 1) Studi Dokumentasi yaitu, salah satu cara dalam mengumpulkan data melalui melihat dan menulis arsip-arsip data yang diperoleh. 2) Wawancara yaitu, dilakukan terhadap

  Tengku tiga orang, Mursyid dua orang, Khalifah satu orang, Munafiz dua orang, Geuchik satu orang, dan beberapa anggota thariqat.

  3) Studi Kepustakaan, pada tahap ini peneliti mengumpulkan berbagai literatur, yang dianggap mempunyai korelasi langsung atau tidak langsung dengan masalah yang diteliti baik berupa sumber-sumber data tertulis dari berbagai literatur yang ada, terutama yang menyangkut tentang pokok permasalahan yang diteliti tentang tarekat Naqsyabandiyah.

  Untuk mengolah data-data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini, peneliti melakukan teknik metode penelitian sejarah. Setelah sumber primer dan sumber sekunder terkumpul maka peneliti akan melakukan kritik sumber, baik secara intern maupun ekstern tentang keaslian dari sumber data yang telah dikumpulkan. Setelah mendapatkan data, peneliti melakukan kritik sumber dengan hanya mengambil keterangan yang benar-benar terkait dengan permasalahan yang akan diteliti. Langkah selanjutnya adalah peneliti memberikan penafsiran dengan teknik deskripsi, narasi dan analisis hal ini dilakukan untuk memperoleh fakta yang dapat dipercaya sesuai dengan objek yang diteliti. Setelah fakta-fakta diperoleh kemudian langkah selanjutnya ialah menuangkan fakta-fakta tersebut dalam bentuk cerita sejarah (Historiografi). Dalam setiap pembahasan peneliti memberikan penjelasan untuk menjelaskan hubungan pertanyaan- pertanyaan mengenai fenomena yang ada.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Letak Geografi Kecamatan Kluet Utara

  Secara administratif Kecamatan Kluet Utara termasuk dalam Kabupaten Aceh Selatan. Secara geografis Kecamatan Kluet Utara terletak antara: Sebelah Utara berbatasan dengan Pasi Raja. Sebelah Timur berbatasan dengan Kleut Timur. Sebelah Barat berbatasan dengan Kluet Barat.

  Sebelah Selatan berbatasan dengan Kluet Selatan

  Luas wilayah Kecamatan Kluet Utara meliputi 128,00 km2 yang terdiri atas dataran rendah dan pantai dan sebagian besar adalah dataran tinggi. Kecamatan Kluet Utara terdiri dari 3 mukim yaitu Mukim, Kuala Ba’U dan Mukim Asahan, dan 21 gampong, yaitu: Gampong Kedai Padang, Pasie Kuala Baru, Suaq Geringgeng, Simpang Lee, Simpang Empat, Jambo Manyang, Limau Purut, Pulo Kambing, Kampung Raya, Kreung Batu, Gunung Pulo, Pulo Ie, I, Kreung Batee, Pisie Kuala Asahan, Fajar Harapan, Krueng

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Syiah Kuala Volume 2, Nomor 2, Maret 2017, hal. 56 - 66.

  Kluet, Alur Mas, Kampung Tinggi, Kampung Ruak, Kota Fajar dan Gampong Pudung (PBS Kecamatan Kluet Utara Dalam Angka, 2015).

  1. Biografi Singkat Maulana Jaelani Musa

  Maulana Jaelani Musa, merupakan ulama Aceh yang lahir pada tahun 1910 di desa Bakau Kecamatan Labuhan Haji Tengah, Kabupaten Aceh Selatan. Maulana Jaelani Musa merupakan anak pertama dari pasangan Musa dan ibunya Haribah, Musa hanya mempunyai satu putra yaitu Maulana Jailani Musa. Pada tahun 1953 Maulana Jaelani Musa menikah dengan Ansari di karuniai tiga orang putra yaitu: Zubaili Abdul Khadil, Zazuli, dan Muhammad Yamin. Diantara ketiga putra Maulana Jaelani Musa, hanya Muhammad Yamin yang memiliki dayah Rauzatulsaadah di desa Kuala Ba’u dua kilo meter dari dayah Darussaandah (wawancara: Hafni 26 Juni 2015).

  2. Pendidikan Mualana Jaelani Musa

  Putra satu satunya dari pasangan tersebut yang diajarkan ilmu agama Islam di dayah Jamiah Al-Khairiyah Kecamatan Labuhan Haji yang di pimpin oleh Teungku Muhammad Ali. Setelah menamatkan pendidikan yang ditempuh pada dayah yang dipimpin Teungku Muhammad Ali yang berasal Kecamatan Labuhan Haji, kemudian Maulana Jaelani Musa mempelajari tarekat

  Naqsyabandiyah , bahkan dia sampai

  diangkat sebagai Mursyid serta menjadi

  khalifah . Berkat pendidikan dan bimbingan

  yang tumbuh dengan mekar serta semangat yang tinggi sehingga Maulana Jaelani Musa dapat berhasil menjadi sebagai seorang tokoh masyarakat dalam bidang agama

  Islam (wawancara: Hafni 26 Juni 2015).

  3. Upaya Maulana Jaelani Musa Dalam Mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah di Kluet Utara 1957- 1983

  a. Awal Mula Ajaran Tarikat Naqsyabandiyah di Kluet Utara

  Berdasarkan ajaran dari Muhammad Wali al-Khalidy, Maulana Jaelani Musa menyebarluaskan pengaruh ajaran tarekat Naqsyabandiyah ini pada tahun 1957 mendirikan dayah Darussaadah yaitu tempat masyarakat mengamalkan amalan suluk (khalwat). Antusias masyarakat Kluet terhadap tarekat Naqsyabandiyah tidak terlepas dari karakteristik masyarakat Kluet Utara sebagaimana yang penulis jelaskan di bab satu, yaitu mereka sangat rentan dengan mistis. Adapun yang dimaksud dengan suluk (khalwat), sebagaimana yang dikatakan dalam buku “ Pengantar Ilmu tarekat ” yaitu cara atau jalan yang dilakukan dalam istilah sufi untuk mendekati tuhan dan beroleh ma’rifah dari orang yang melakukan tarekat itu, yang dinamakan salik (Abubakar, 1985:121). Tarekat Naqsyabandiyah yang diajarkan oleh Maulana Jaelani Musa tumbuh dan berkembang, kemudian mempunyai pengikut yang luas di daerah pedesaan, hal ini diketahui karena tarekat Naqsyabandiyah yang diajarkan Maulana Jaelani Musa ini diteruskan oleh murid- muridnya yang memiliki kualitas spiritualnya paling tinggi seperti Tgk. H. Sulaiman Amani, pendiri dayah Nurussa'adah, Tgk. Moh. Daud Al Yusufy, pendiri dayah Madinatuddiniyah Babussa'adah, dan Tgk. H, M. Hasbi

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Syiah Kuala Volume 2, Nomor 2, Maret 2017, hal. 56 - 66.

  mazhab thariqat yang dianutnya. Mereka

  Utara ialah meluruskan praktek “kaluet” yang dalam tarekat Naqsyabandiyah disebut suluk atau khalwat. Dalam hal ini, praktek suluk (khalwat) yang dikembangkan oleh Maulana Jaelani Musa meletakkan empat dasar prinsip dalam melakukan praktek suluk yaitu:

  Naqsyabandiyah pada masyarakat Kluet

  Adapun praktek suluk yang diajarkan oleh Maulana Jaelani Musa ialah membersihkan jiwa lahir dan batin agar dapat mendekatkan diri kepada Allah dan menyaksikan dalam hakikat. Usaha yang dilakukan oleh Maulana Jaelani Musa untuk mengembangkan aliran tarekat

  serta mengingat kematian dengan niat ikhlas melaksanakan suluk karena Allah SWT (Sehat Ihsan Shadiqin, 2008: 156).

  suluk

  mempersiapkan fisik dan mentalnya dengan cara memperkuat keinginannya untuk meninggalkan atau melupakan segala kegiatan dunia selama menjalankan aktivitas

  khalifah . Seorang salik harus

  dipimpin oleh seorang mursyid atau

  Dalam pelaksanaan Suluk, para salik (orang yang melaksanakan suluk) melaksanakan amalan suluk sesuai dengan

  Nya'diwa dayah Darurrahmah (Wawancara: Zakiamani, 5 Oktober 2015).

  Pelaksanaan aktivitas suluk yang dilakukan pada Dayah Darussaadah untuk meluruskan praktek kaluet (meditasi) “masyarakat gampong” di saat belum didirikannya dayah kegiatan suluk dan tawajjuh hanya dilakukan di tempat-tempat tertentu yang tidak diketahui masyarakat. Adapun aktivitas “suluk” (khalwat) yang ada dalam ajaran thariqat Naqsyabandiyah . Maulana Jaelani Musa yang sudah memiliki ijazah tarekat Naqsyabandiyah dari gurunya Muda Waly, dayah ini mengajarkan praktek amalan-amalan suluk (khalwat) secara berkala ada yang mengambil empat puluh hari dan ada yang sepuluh hari, yang dipimpin oleh guru tarekat (Wawancara: Zainal Abidin, 26 Juni 2015).

  Naqsyabandiyah pada umumnya di Dayah Darussaadah di gampong Kuta Fajar.

  Di Kluet Utara pelaksanaan thariqat

  “kekosongan hati dari makhluk, terhimpunnya keinginan dan cita-cita hanya kepada Sang Pencipta serta kuatnya keteguhan “.Adapun dikalangan sufi diataranya :Al-Ghazali, berpendapat: bahwa berkhalwat itu meneladani Rasulullah Saw yang pernah melakukan khalwat di Goa Hira. Sebelum menerima wahyu pertama di Jabal Saur. Khalwat Rasulullah di Goa Hira adalah tafakkur tentang segala mahluk ciptaan Allah, memohon kepada Allah agar wahyu kembali turun setelah terputus beberap waktu karena Rasulullah saw berjanji menjawab pertanyaan seseorang musrik mengenai hakikat ruh tanpa mengatakan “Insya Allah”. (Abdul Qadir Isa, 2005: 164).

  hikam” mengatakan khalwat adalah

  Dari segi tujuan dan bentuknya, khalwat adalah i’tikaf. Sementara menurut Ahmad bin Muhammad bin Ajibah al Hasani, dalam kitab “ikazul imam fi syarhir

  Dalam “Qawaid at-Tashawwuf,” Syaikh Ahmat Zaruq menyatakan Khalwat "menyendiri" atau lebih spesifik dari ‘uzlah.

  b. Pemikiran Maulana Jaelani Musa Dalam Mengembangkan Tarekat Naqsyabandiyah di Kluet Utara.

  1. Taqwa kepada Allah, baik secara lahir maupun batin, bukan pada mursyidnya

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Syiah Kuala Volume 2, Nomor 2, Maret 2017, hal. 56 - 66.

  4. Dzikir. Jika seseorang telah membiasakan lisannya untuk berdzikir dan hatinya untuk bersyukur, peliharalah dengan baik-baik dan amalkan secara terus-menerus.

  Naqsyabandiyah

  Tarekat

  5. Aktivitas Maulana Jaelani Musa dalam Bidang Tarekat Naqsyabandiyah

  Demikianlah aspek-aspek pemikiran Maulana Jaelani Musa dalam tasawuf yang dikembangkan di Kluet Utara, yang tentunya menjadi khazanah yang tak ternilai harganya bagi yang mau mengambil dan mengamalkannya (wawancara: Hasbi Nya’diwa, 7 Oktober 2014).

  8. Ridha. Apa saja yang sudah menjadi ketentuan Allah.

  Sementara taqwa itu sendiri tidak akan sempurna jika tidak disertai rasa tawakal.

  7. Tawakkal. Pasrah kepada kehendak Allah bagi orang-orang yang taqwa.

  6. Zuhud. Bersyukur kepada Allah. Pada hakikatnya membersihkan hati dari halhal selain Allah.

  5. Wara’. Mereka yang ahli sopan santun, selalu minta perlindungan diri kepada Allah, sangat berhati-hati dan senantiasa menjauhkan diri dari segala bentuk perilaku dosa itulah ahli wara’.

  3. Tha’at. Orang-orang yang dimuliakan Allah dengan sikap ubudiyah (penghambaan) ialah mereka yang melaksanakan tha’at pada setiap dan tidak pernah mengendurkan suatu ketaatan, karena takut akan siksa bagi setiap kelalaian yang dilakukan.

  2. Mengikuti jejak sunnah Nabi, baik dalam ucapan maupun tindakan

  Penghambaan adalah kepatuhan terhadap perintah Allah dan menjauhi dari larangan-Nya, menghilangkan berbagai keinginan (syahwat) yang selalu melekat dalam diri manusia.

  2. Ubudiyah (Penghambaan).

  1. Niat. Menurut Maulana Jaelani Musa, hakikat niat itu meniadakan selain yang diniati. Kesempurnaan niat tergantung pada amal yang mengiringinya.

  Adapun yang diajarkan secara lisan dalam aspek-aspek pemikiran tasawuf yang dikembangkan oleh Maulana Jaelani Musa seperti:

  sudah lazim diterapkan oleh para pengikut tarekat Naqsyabandiyah lainnya.

  Naqsyabandiyah , sebagaimana asas yang

  11 asas dalam thariqat

  Empat dasar ini yang meluruskan praktek khalwat terhadap masyarakat Kluet Utara. Peserta suluk yang sudah mampu menerapkan empat prinsip ini di dalam aktivitas sehari-hari mereka, seterusnya Maulana Jaelani Musa mengajarkan murid- muridnya

  4. Ingatlah Allah selalu, baik itu di dalam ribat (tempat khalwat) maupun lepas dari suluk.

  3. Rihda kepada Allah

  yang dikembangkan Maulana Jaelani Musa Secara de facto merupakan buah karyanya dengan mengadakan suluk (khalwat) secara berkala di dayah Darussaadah yang di pimpinnya. Antusias masyarakat untuk mengikuti tarekat Naqsyabandiyah di wilayah tersebut sangat besar, masyarakat secara berbondong-bondong mengikuti suluk dan amalan-amalan lain yang diterapkan dalam tarekat Naqsyabandiyah (Wawancara: Zakiamani, 5 Oktober 2015).

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Syiah Kuala Volume 2, Nomor 2, Maret 2017, hal. 56 - 66.

  Berdasarkan uraian yang telah penulis jelaskan pada bab I sampai bab IV, dapatlah penulis mengambil beberapa kesimpulan penting, di antaranya adalah sebagai berikut: a. Maulana Jaelani Musa adalah seorang tokoh ulama penganut thariqat

  Naqsyabandiyah . Adapun selain itu

  mendapat perkembangan dengan adanya murid-murid Maulana Jaelani Musa sebagai penerus ajaran thariqat

  Naqsyabandiyah di Kleut Utara,

  b. Upaya Maulana Jaelani Musa dalam mengembangkan thariqat

  dibai’at dan diangkat sebagai mursyid dalam thariqat Naqsyabandiyah untuk wilayah Kleut Utara. Pada tahun 1957 Maulana Jaelani Musa mengembangkan ajaran thariqat Naqsyabandiyah kepada masyarakat hingga sampai dia dipanggil kembali oleh Allah pada tahun 1983.

  Naqsyabandiyah . Maulana Jaelani Musa

  KESIMPULAN

  6. Dalam Organisasi

  kembangkan Maulana Jaelani Musa ada juga dengan jalan da’wah kepada masyarakat. Selain dari aktivitas dakwah Maulana Jaelani Musa juga akrab dengan masyarakat, keahlian beliau dalam menyesuaikan diri dalam lingkungan masyarakat merupakan suatu metode yang paling mudah untuk menuangkan ajaran Islam (Wawancara: M. Hasbi Nyak’ Diwa, 25 Juli 2016).

  tasawuf, Nahwu dan Saraf, Hadits, Ushul Fiqh, Bala’gah, Al-Quran/Qiraat dan ilmu Mantiq . Selain dari aktivitas suluk yang di

  Terutama dalam bidang shalat baik shalat wajib secara berjamaah maupun shalat sunat. Shalat secara bahasa artinya do’a. Arti shalat menurut istilah syari’at adalah sebuah perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Shalat yang wajib adalah shalat lima waktu yang harus ditunaikan oleh setiap muslim selama sehari semalam. Sejak pertama berdirinya dayah Darussaadah telah mempunyai 250 orang murid dan terus bertambah di setiap tahunnya. Untuk melatih masyarakat dan anak didiknya agar mengerti cara beribadah kepada Allah diajarkan dulu dengan hukum syari’at. Adapun kitab-kitab pengangan masing-masing disesuaikan dengan tingkatan, yaitu: pada tingkatan anak-anak dan remaja diajarkan materi dasar yaitu membaca Al-Quran, kitab akhlak, Masailal Muhtadi, kitab Tauhid, Ibadah dan Tarikh (kitab sejarah para Nabi dan Rasul). Pada tingkat dewasa diajarkan berupa fiqh,

  Dalam bidang ibadah Maulana Jaelani Musa telah memberikan kontribusi yang besar terhadap masyarakat Kluet Utara.

  7. Kontribusi dan Dakwah Maulana Jaelani Musa

  Pada saat Maulana Jaelani Musa menuntut ilmu di dayah Darussalam. Adapun organisasi PERTI adalah suatu lembaga yang memberikan bantuan kepada dayah agar dapat berkembang. Beberapa anggota PERTI yang lebih muda, seperti Teungku Adnan Mahmud dari Bakongan dan Teungku Maulana Jailani Musa di Kluet Utara, sebagai khalifah yang diangkat oleh gurunya Tengku Syeikh Haji Muhammad Wali al-Khalidy (Kairuddin Zakas, 2013: 89).

  Selain mendirikan dayah Darussaadah dan dakwah, Maulana Jaelani Musa juga berkecimpung dalam organisasi PERTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah).

  Maulana Jaelani Musa juga mengajak

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Syiah Kuala Volume 2, Nomor 2, Maret 2017, hal. 56 - 66.

  masyarakat senantiasa berdzikir karena Islam agar dapat mengamalkan dengan dapat mengantarkan seseorang pada sebaik-baiknya ketenangan bathin. Melaksanakan

  d. Kritik dan saran dari pembaca sangat amalan-amalan dalam suluk dengan penulis harapkan demi kelengkapan dan bertawajuh dan melaksanakan shalat- kesempurnaan tulisan ini. shalat sunnah yang kesemuanya itu dapat menghindarkan diri dari perbuatan DAFTAR PUSTAKA yang tercela, dengan tujuan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan Aboebakar, 1985. Pengantar Ilmu Tarekat, akhirat.

  Solo: CV. Rahmadhani.

  c. Sampai saat ini, thariqat

  Naqsyabandiyah di Kleut Utara, Putuhena Shaleh. 2007. Historiografi Haji mendapat dukungan dari masyarakat, hal Indonesia, Yogyakarta: LKis.

  ini dapat diketahui karena Tgk. H. M. Hasbi Nya’Diwa adalah murid Maulana Aboebakar, 1993. Tarekat dalam tasawwuf, Jailani Musa yang diangkat menjadi Kelanta: Pustaka Aman Press.

  khalifah sebagai penerus thariqat Naqsyabandiyah dan dapat berjalan di Iliyas Mukhlisuddin, 2012. Pendidikan

  Kleut Utara.

  Dayah Di Aceh, Yogyakarta: Pale Berdasarkan uraian kesimpulan yang Indonesia Media.

  telah dikemukakan di atas, penulis memberikan beberapa saran yang dapat Bagir, Haidar. 2006. Buku Saku Tasawuf, penulis sampaikan sebagai berikut: Bandung: Mizan.

  a. Kepada umat Islam khususnya yang ada Chairuddin, Zakas. 2013 Sejarah di Aceh, thariqat Naqsyabandiyah

  Perkembangan Administrasi dan

  jangan dipahami sebagai ajaran-ajaran

  Organisasi Pendidikan di Aceh,

  yang mengandung unsur bid’ah, karena Darussalam: Syiah Kuala University itu merupakan cara untuk

  thariqat Press.

  mendekatkan diri dan bertafakkur kepada Allah SWT melalui dzikrullah Dimiyati, Ahmad. 2016. Model Dakwah dan doa-doa.

  Kaum Naqsyabandiyah ,

  b. Diharapkan juga kepada seluruh Yogyakarta: Deepublis. masyarakat Aceh agar dapat meningkatkan ketaqwaan dengan

  Hasimi, 2002. Perkembangan dan Pengaruh memperbanyak dzikir kepada Allah

  Tarekat Naqsyabandiyah di Aceh, SWT. (1940-1982). Banda Aceh: Balai

  c. Untuk menjaga kelestarian dan Kajian Sejarah dan Nilai kemurnian thariqat Naqsyabandiyah , Tradisional Banda Aceh. maka diharapkan kepada seluruh umat

  Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Syiah Kuala Volume 2, Nomor 2, Maret 2017, hal. 56 - 66.

  Kuntowijoyo. 2005. Pengantar Ilmu

  Sejarah . Yogyakarta: Benteng Budaya.

  Maleong, Laxy (2006). Metodologi

  Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosda Karya.

  Nur, Syam. 2008. Tasawuf Kultural, Yogyakarta: LKiS.

  Razali, Nurhayati. 2013. Peranan Syaikhul Islam Syeikh Muhammad Waly Al- Khalidy Dalam Pengembangan Pendidikan Tarikat Naqsyabandiyah did Aceh. Peuradeun, I (1).

  Said, Faud (1996). Hakikat Thariqat Naqsyabandiyah . Jakarta: PT.

  Alhusna Zikra. Shadiqin, Sehat Ihsan (2008). Tasawuf Aceh.

  Banda Aceh: Bandar Publishing. Arikunto, Suharsimi (2014). Prosedur

  Penelitian . Jakarta: PT. Rineka Cipta.

  Sri Mulyati (2006). Mengenal dan

  Memahami Tarekat-Tarekat Mukhtabarah di Indonesia . Jakarta:

  Kencana. Taher, Alamsyah (2009). Metode Penelitian

  Sosial . Banda Aceh: Syiah Kuala University Press.

  

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Syiah Kuala

Volume 2, Nomor 2, Maret 2017, hal. 56 - 66.

  67