MODEL PERADILAN RESTORATIF DALAM SISTEM PERADILAN ANAK (Kajian tentang Praktik Mediasi Pelaku dan Korban dalam Proses Peradilan Anak di Wilayah Hukum Balai Pemasyarakatan Purwokerto)

Angkasa, Saryono Hanadi, dan Muhammad Budi Setyadi

Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman drangkasa_64@yahoo.com

Abstract

Legal fundament of implementation of restorative justice in the phase investigation of juvenile justice system in Indonesia stated in article 5 sentence (1) Law No. 8 Year 1981 concerning KUHAP; article 42 Law No. 3 Year 1997 concerning juvenile court, article 16 sentence ( 1) letter (l), sentence (2) and article 18 Law No. 2 Year 2002 concerning Police Department of Republic of Indonesia, Confidential Telegram of Kabareskrim No. Pol. TR/359/DIT,I/VI/2008. Mediation Perpetrator and Victim in the course of Jurisdiction of Child in jurisdiction territory of prison in Purwokerto, in the form of peace among victim and perpetrator of this child, is conducted in inspection phase, is in prosecution phase and inspection of justice have never been conducted by mediation. Implementation of Mediation in case of child in Jurisdiction territory of Bapas Purwokerto, not yet earned a Restorative Justice Model. This Matter is based on fact that goals of this mediation practice tend to only aim to decontrol continuation.

Kata kunci: Juvenile Justice System; Restorative Justice Model; Mediation; prison.

A. Latar Belakang

Wacana peradilan restoratif tampak Data pada statistik kriminal kepolisian,

masih menjadi masalah karena masih terdapat kejahatan yang dilakukan oleh anak tiap tahun

ketidakjelasan tentang dasar hukum yang di- semakin meningkat, terutana kejahatan ter-

jadikan acuan sebagai dasar pijakan pembenar- hadap

an implementasi peradilan restoratif. Namun kejahatan kesusilaan. Saat ini Lembaga

harta benda,

penganiayaan

dan

demikian berdasarkan hasil penelitian, dalam Pemasyarakatan Anak di Indonesia kewalahan

indikasi praktek peradilan karena isinya melebihi kapasitas dalam Pem-

praktik terdapat

restoratif dalam proses peradilan anak, binaan anak nakal. Kondisi demikian tentunya

misalnya:

a. dikembalikan kepada orang tuanya; pelaksanaan pembinaan terhadap anak nakal.

sangat tidak mendukung dan menghambat

secara kekeluargaan/per- Berdasarkan penelitian, kebijakan pen-

b. diselesaikan

damaian atau non-litigasi. 2 jatuhan pidana (khususnya pidana penjara)

Dengan kondisi demikian maka hal ini terhadap anak nakal (delinkuen) menunjukkan

menandakan bahwa telah terdapat ciri-ciri adanya kecenderungan bersifat merugikan

peradilan restoratif dalam proses pemeriksaan perkembangan jiwa anak dimasa mendatang.

Balai Pemasyarakatan Kecenderungan bersifat merugikan ini akibat

Purwokerto. Namun demikian perlu ditelaah dari efek penjatuhan pidana yang berupa

lebih lanjut, apakah tindakan-tindakan yang stigma. 1 Kecenderungan sifat merugikan ini

dilakukan oleh Bapas dan Kepolisian dalam karena model peradilan pidana terhadap anak

penyelesaian non-litigasi, mediasi, perdamaian menggunakan model peradilan retributif, dan tidak menggunakan model peradilan restoratif.

2 Setya Wahyudi, 2007, Penelitian dan Pengembangan

Diversi dalam Sistem Peradilan Anak dalam Sistem Paulus Hadisuprapto, 1997, Juvenile Delinquency

Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Hasil Penelitian, Pemahaman dan Penannggulangannya, Bandung: PT.

Fakultas Hukum Unsoed, Purwokerto. Citra Aditya Bakti.

Model Peradilan Restoratif dalam Sistem Peradilan Anak 187

tersebut dapat dikategorikan implementasi

5) Tokoh masyarakat dan LSM; peradilan restoratif dalam sistem peradilan

6) Pakar hukum pidana anak. anak.

Data sekunder berupa data berupa doku- men-dokumen terdiri: peraturan perundang-

B. Perumusan Masalah

undangan yaitu: UU No. 8 Tahun 1981 tentang

1. Bagaimanakah dasar hukum penerapan KUHAP; UU No. 3 Tahun 1997 tentang peradilan restoratif dalam sistem peradilan

Pengadilan Anak; UU No. 2 tahun 2002 tentang anak di Indonesia?

Kepolisian Negara RI; UU No. 23 Tahun 2002

2. Bagaimanakah praktik

tentang Perlindungan Anak; Kepres No. 36 konsiliasi antara korban dan pelaku dalam

mediasi

dan

Tahun 1990 tentang Konvensi Hak-Hak Anak; proses peradilan pidana anak di lokasi

Surat Telegram Rahasia Kabareskrim Polri No. penelitian?

Pol. TR/359/DIT.I/VI/2008 dan Surat Telegram

3. Apakah praktik mediasi dan konsiliasi Rahasia dari Kapolda Jateng No. Pol. STR/215/ antara korban, pelaku dalam proses

III/2009; literatur; jurnal; hasil penelitian; peradilan pidana anak di lokasi penelitian,

serta dokumen/ arsip di Balai Pemasyarakatan merupakan implementasi model peradilan

Purwokerto dan Polres.

restoratif dalam sistem peradilan anak ?

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian :

C. Metode Penelitian

1) Polres

Banyumas; Purwokerto; Cilacap;

1. Metode Pendekatan

Purbalingga; Banjar Negara; dan Kebumen. Penelitian ini menggunakan dua metode

2) Kejaksaan Banyumas; Purwokerto; Cilacap; pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif

Purbalingga; Banjar Negara; dan Kebumen. dan yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis

3) Pengadilan Negeri Banyumas; Purwokerto; normatif digunakan untuk mengetahui secara

Cilacap; Purbalingga; Banjar Negara; dan normatif tentang perlindungan anak dalam

Kebumen.

sistem peradilan pidana anak.

4) Balai Pemasyarakatan Purwokerto. pendekatan yuridis normatif didahului dengan

Di dalam

4. Metode Pengumpulan Data

inventarisasi hukum positif yang mengatur Metode pengumpulan data dalam

pe- perlindungan anak dalam sistem peradilan

nelitian ini menggunakan lintas metode pidana, selanjutnya dikaji tentang asas-asas

(triangulasi metoda), yaitu studi pustaka, hukum, penemuan hukum in concreto dan ta-

wawancara, dan observasi sesuai dengan jenis- raf sinkronisasi vertikal dan

horisontal.

jenis sumber data yang diperlukan. Studi Sedangkan pendekatan yuridis sosiologis di-

pustaka dilakukan terhadap data sekunder yang gunakan untuk mengetahui pelaksanaan per-

mempelajari peraturan lindungan anak dalam praktek sistem peradilan

diperoleh dengan

perundang-undangan, literatur, hasil penelitian pidana, di mana terdapat aspek-aspek sosial

serta dokumen-dokumen resmi yang berkaitan yang mempengaruhinya dalam bekerjanya

dengan obyek penelitian. Metode pengumpulan hukum di masyarakat (law in action).

data primer dengan metode wawancara bebas

2. Data

terpimpin secara mendalam, dengan responden Data penelitian ini terdiri atas data

yang diambil secara porposive/non random primer dan data sekunder. Data primer adalah

sampling, sehingga dalam penelitian ini jumlah data yang bersumber dari pendapat langsung

responden sebagai berikut. para responden, yang dalam hal ini meliputi:

1) Polisi 12 orang (tiap-tiap Polres 2 orang);

1) Polisi, Jaksa, Hakim dan Penasihat Hukum;

2) Jaksa penuntut umum 6 orang;

2) Pembina Balai Pemasyarakatan;

3) Hakim 6 orang

3) Anak Pelaku tindak pidana dan Orang tua/

4) Penasehat hukum 6 orang keluarganya;

5) Pembina Bapas Purwokerto 2 orang;

4) Korban dan keluarga korban;

188 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 9 No. 3 September 2009

6) Orang tua/keluarga anak nakal 6 orang pidana tertentu bersama-sama memecahkan

7) Tokoh masyarakat/LSM 6 orang; masalah bagaimana menangani akibatnya di

8) Pakar hukum pidana anak 2 orang. masa yang akan datang. Tindak pidana yang Metode observasi dilakukan sebagai

dilakukan anak adalah suatu pelanggaran pengamatan dan pencatatan secara sistematis

terhadap manusia dan relasi antar manusia. terhadap gejala-gejala sosial yang diselidiki.

Tindak pidana menciptakan suatu kewajiban Observasi ini dilakukan untuk mendapatkan

untuk membuat segala sesuatunya menjadi data yang tidak bisa didapatkan dengan

lebih baik dengan melibatkan korban, pelaku interview.

dan masyarakat dalam mencari solusi untuk

5. Instrumen Panelitian

memperbaiki, rekonsiliasi dan menenteramkan Instrumen utama dalam penelitian ini

hati. 3

peradilan restoratif tim peneliti sendiri terjun langsung ke site

adalah peneliti sendiri. Dalam penelitian ini,

Prinsip-prinsip

berbeda dengan model peradilan konvensional, penelitian.

Instrumen lain yang digunakan

yaitu:

adalah pedoman wawancara dan blanko

a. Membuat pelanggar bertanggung jawab dokumentasi, tape rekorder serta tustel untuk

kerugian yang merekam data sekunder.

untuk

memperbaiki

ditimbulkan untuk memperbaiki kerugian

6. Metode Penyusunan Data

yang ditimbulkan oleh kesalahannya; Data sekunder yang didapat dari studi

b. Memberikan kesempatan kepada pelanggar dokumen, dan data primer yang didapat dari

membuktikan kapasitas dan wawancara dan data hasil dai observasi

untuk

kualitasnya di samping mengatasi rasa dikumpulkan, untuk selanjutnya disusun secara

bersalahnya secara konstruktif; sistematis. Penyusunan hasil penelitian yang

c. Melibatkan para korban, orang tua, telah terkumpul, disajikan secara narasi dan

keluarga, sekolah dan teman sebaya; tabel-tabel secara sistematis sesuai dengan

d. Menciptakan forum untuk bekerja sama urutan permasalahan yang dimunculkan.

dalam menyelesaikan masalah;

7. Metode Analisis Data

e. Menetapkan hubungan langsung dan nyata Metode

analisis data yang digunakan antara kesalahan dengan reaksi sosial yang adalah kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuan-

formal.

titatif dilakukan terhadap data yang bersifat Pelaksanaan peradilan restoratif dapat kuantitatif, untuk menyimpulkan adanya ke-

dilakukan melalui kegiatan-kegitan seperti: cenderungan-kecenderungan berdasarkan fre-

Mediasi korban dengan pelaku/pelanggar; kuensi-frekuensi dalam tabel. Analisis

Musyawarah kelompok keluarga; Pelayanan di litatif dilakukan terhadap data yang bersifat

kua-

masyarakat yang bersifat pemulihan baik bagik kualitatif,

mendasarkan pada norma-norma korban maupun pelaku. Tujuan penyelenggara- yang berlaku secara nasional maupun in-

an sistem peradilan pidana, tergantung pada ternasional dan berdasarkan teori model resto-

model sistem tersebut, yaitu model peradilan rative justice dalam sistem peradilan pidana

retributif atau model peradilan restoratif. anak; teori mediasi sebagai penyelesaian

Sebagai perbandingan antara model peradilan konflik; dan teori diskresi dalam penegakan

tersebut dapat dilihat dalam bagan sebagai hukum pidana.

berikut. 4

D. Pembahasan

1. Peradilan Restoratif

dalam

Sistem

Peradilan Pidana Anak

Peradilan restoratif untuk menghasilkan 3 Apong Herlina, dkk., 2004, Perlindungan Terhadap Anak keadilan restoratif, yaitu suatu proses dimana

Yang Berhadapan dengan Hukum Manual Pelatihan semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak Untuk POLISI, Jakarta: Polri dan Unicef.

4 Ibid

Model Peradilan Restoratif dalam Sistem Peradilan Anak 189

b. Fokus perhatian pada pemecahan masalah Perbandingan antara Model Peradilan Retributif

Tabel 1

pertanggungjawaban dan kewajiban untuk dan Restoratif

masa akan datang;

No. Model peradilan

Model peradilan

c. Sifat normatif dibangun atas dasar dialog

Retributif

Restoratif

dan negosiasi;

1 Fokus pada penjatuhan Fokus pada pemecahan

kesalahan, menimbulkan masalah dan memper-

d. Restitusi sebagai sarana perbaikan para rasa bersalah, pada pe- baiki kerugian rilaku masa lalu

pihak, rekonsiliasi dan restorasi merupakan 2 Korban diabaikan

Hak dan kebutuhan

tujuan utama;

e. Keadilan dirumuskan sebagai hubungan 3 Pelaku pasif

Korban diperhatikan

Pelaku didorong untuk bertanggung jawab

antar hak, dinilai atas dasar hasil; 4 Pertanggungjawaban

f. Fokus perhatian terarah pada perbaikan pelaku adalah hukuman

Pertanggungjawaban

pelaku adalah menun- jukkan empati dan me-

luka sosial akibat kejahatan;

nolong untuk memper-

g. Masyarakat merupakan fasilitator di dalam

baiki kerugian

5 Stigma tidak terhapus- Stigma dapat hilang

proses restoratif;

kan

melalui tindakan yang

h. Peran korban dan pelaku diakui, baik dalam

tepat

6 Tidak didukung untuk Didukung agar menyesal penentuan masalah maupun penyelesaian menyesal dan dimaafkan dan maaf sangat mung-

hak-hak dan kebutuhan korban. Pelaku

7 Bergantung pada aparat Bergantung pada keter- didorong untuk bertanggung jawab; penegak hukum

kin diberikan

libatan langsung orang-

i. Pertanggungjawaban pelaku dirumuskan

orang yang terpengaruh oleh kejadian.

pemahaman atas perbuatannya dan diarahkan untuk ikut

sebagai

dampak

Berdasarkan bagan ini tampak bahwa pe- memutuskan yang terbaik; laksanaan peradilan restoratif jika diterapkan

j. Tindak pidana dipahami dalam konteks dalam peradilan anak, maka agar dapat

menyeluruh, moral, sosial dan ekonomis; memujudkan:

dan

a. Anak pelaku tindak pidana didorong untuk k. Stigma dapat dihapus melalui tindakan bertanggung jawab secara aktif;

restoratif. 5

b. Anak pelaku tindak pidana

Menurut Gordon Bazemore, pokok–pokok untuk menunjukkan empati dan menolong

diharapkan

pemikiran dalam paradigma peradilan anak memperbaiki kerugian dan tidak hanya

Restoratif (restorative paradigm) sebagai difokuskan pada penghukuman;

berikut: 6

c. Stigma (cap jahat) pada anak dapat ter-

a) Tujuan Penjatuhan Sanksi hapuskan;

Ada asumsi bahwa di dalam mencapai

d. Anak pelaku tindak pidana diharapkan tujuan penjatuhan sanksi, maka diikut untuk meminta maaf dan agar mempunyai

sertakan korban untuk berhak aktif terlibat rasa penyesalan;

dalam proses peradilan. Indikator pen-

e. Pelaksanaan peradilan anak restoratif capaian tujuan penjatuhan sanksi tercapai memerlukan

dengan dilihat pada apakah korban telah masyarakat, korban, tokoh masyarakat

direstorasi, kepuasan korban, besarnya serta penegak hukum;

ganti rugi, kesadaran pelaku atas per-

f. Peradilan anak restoratif bertujuan untuk buatannya, jumlah kesepakatan perbaikan mencari

yang dibuat, kualitas pelayanan kerja dan reskonsiliasi dan menenteramkan hati.

keseluruhan proses yang terjadi. Muladi mengemukakan secara rinci ciri-

ciri peradilan restoratif sebagai berikut :

a. Kejahatan dirumuskan sebagai pelanggaran 5 Muladi, 2002, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana,

seseorang terhadap

6 Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. dipandang sebagai konflik;

Paulus Hadisuprapto, op.cit.

190 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 9 No. 3 September 2009

Bentuk-bentuk sanksi

an pada proses rehabiltasi. Masyarakat mediasi pelaku korban, pelayanan korban,

yaitu

restitusi,

mengembangkan kesempatan bagi anak restorasi masyarakat, pelayanan langsung

untuk memberikan sumbangan produktif, pada korban atau denda restorative.

mengembangkan kompetensi dan rasa Dalam penjatuhan sanksi mengikut sertakan

memiliki. Penegak hukum peradilan anak pelaku, korban, masyarakat dan para pe-

mengembangkan peran baru anak pelaku negak hukum secara aktif. Pelaku bekerja

untuk mempratekkan dan mendemonstrasi- aktif untuk merestore kerugian korban, dan

kan kompetensinya, aksesnya dan mem- menghadapi korban/ wakil korban. Korban

bangun keterikatan kemitraan dengan aktif dalam semua tahapan proses dan akan

masyarakat.

membantu dalam penentuan sanksi bagi si

c) Aspek Perlindungan Masyarakat pelaku. Masyarakat terlibat sebagai media-

Asumsi dalam peradilan restorative tentang tor, membantu korban dan mendukung pe-

tercapainya perlindungan masyarakat de- menuhan kewajiban pelaku. Penegak hu-

ngan upaya kolaborasi system peradilan dan kum memfasilitasi berlangsungnya mediasi.

masyarakat untuk mengembangkan pen-

b) Rehabilitasi Pelaku cegahan. Penyekapan dibatasi hanya se- Fokus utama peradilan restorative untuk

bagai upaya akhir. Masyarakat bertanggung kepentingan

jawab aktif mendukung terselenggaranya positif, maka anak dan keluarga merupakan

sumber utama. Anak dianggap berkompeten Indikator tercapainya perlindungan masya- dan

rakat apabila angka residivis turun, semen- bersifat preventif dan proaktif. Untuk

tara pelaku berada di bawah pengawasan kepentingan rehabilitasi pelaku diperlukan

masyarakat, masyarakat merasa aman dan perubahan sikap lembaga kemasyarakatan

yakin atas peran system peradilan anak, dan perilaku orang dewasa. Rehabilitasi

pelibatan sekolah, keluarga dan lembaga pelaku dilakukan dengan pelaku yang

kemasyarakatan untuk mencegah terjadi- bersifat learning by doing, konseling dan

nya kejahatan; ikatan social dan reintegrasi terapi untuk memotivasi keterlibatan aktif

meningkat.

para pihak. Untuk meningkatkan perlindungan masya- Tujuan rehabilitasi tercapai dilihat pada

rakat, maka pelaku, korban, masyarakat keadaan apakah pelaku telah memulai hal-

dan professional peradilan anak sangat hal positif baru, apakah pelaku diberi

diharapkan perannya. Pelaku harus terlibat kesempatan untuk mempraktekkan dan

secara konstruktif mengembangkan kom- mendemonstrasikan perilaku patuh norma,

petensi dan kegiatan restorative dalam apakah stigmatisasi dapat dicegah, apakah

program secara seimbang, mengembangkan telah terjadi perkembangan self image

kontrol internal dan komitmen dengan dalam diri pelaku dan public –image dan

teman sebaya dan organisasi anak. peningkatan keterikatan pada masyarakat.

Korban memberikan masukan yang berguna Rehabilitasi pelaku dalam bentuk kegiatan

melanjutkan misi perlindungan praktek agar anak memperoleh pengalaman

untuk

masyarakat dari rasa takut dan kebutuhan kerja, dan anak mampu mengembangkan

akan pengawasan pelaku delinkuen, dan proyek kultural sendiri.

melindungi bagi korban kejahatan lain. Dalam aspek

Masyarakat memberikan bimbingan pada bersama-sama memerlukan peran-peran

pelaku, dan berperan sebagai mentor dan pelaku, korban, masyarakat dan penegak

memberikan masukan bagi peradilan ten- hukum secara sinergi. Pelaku aktif dalam

tang informasi latar belakang terjadinya pengembangan kualitas diri dalam kehidup-

kejahatan.

an masyarakat. Korban memberikan masuk-

Model Peradilan Restoratif dalam Sistem Peradilan Anak 191

Professional peradilan anak mengembang- dalam rangka menjamin pertumbuhan dan kan skala insentif dan menjamin pe-

perkembangan fisik, mental, sosial secara utuh, menuhan kewajiban pelaku dengan peng-

selaras, serasi dan seimbang. awasan, membantu sekolah dan keluarga

Tujuan sistem peradilan pidana anak dalam upaya mereka mengawasi dan

dalam UUPA, tidak tertulis secara nyata dalam mempertahankan pelaku tetap di dalam

pasal-pasal UUPA, namun dapat diketahui dari masyarakat.

ketentuan pasal yang mengatur tentang tugas Indikator dalam peradilan anak restoratif

dan wewenang sidang pengadilan anak, dan dapat dilihat dari peran-peran: Pelaku; Korban;

dalam ”Penjelasan Umum” undang-undang masyarakat dan Para profesonal peradilan

tersebut. Pasal 3 UUPA menentukan:

anak. Masing-masing peran sebagai berikut 7 :

”Sidang Pengadilan Anak yang selanjut-

a. Pelaku: pelaku aktif untuk merestore ke- nya disebut Sidang Anak bertugas dan rugian korban dan masyarakat. Ia harus

berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara anak sebagaimana

menghadapi korban/wakil korban; ditentukan dalam undang-undang ini.”

b. Korban: akltif terlibat dalam semua tahap- an proses dan berperan aktif dalam mediasi

Selanjutnya tujuan sistem peradilan pi- dan ikut menentukan sanksi bagi pelaku;

dana anak berdasar UUPA, dapat diketahui dari

c. Masyarakat: terlibat sebagai mediator me- kalimat-kalimat dalam ”Penjelasan Umum ngembangkan pelayanan masyarakat dan

UUPA”, sebagai berikut.

menyediakan kesempatan kerja bagi pelaku ” ... Mengingat ciri dan sifat yang khas sebagai wujud kewajiban reparatif, mem-

pada anak dan demi perlindungan ter- bantu korban dan mendukung pemenuhan

hadap anak, maka perkara Anak Nakal, wajib disidangkan pada Pengadilan Anak

kewajiban pelaku; yang berada di lingkungan Peradilan

d. Para profesional:

Umum. Dengan demikian, proses per- sungnya mediasi, memberikan jaminan

memfasilitasi berlang-

adilan perkara Anak Nakal dari sejak terselenggaranya restoratif, mengembang-

ditangkap, ditahan, diadili dan pem- kan opsi-opsi pelayanan masyarakat secara

binaan selanjutnya, wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang benar-benar me-

kreatif/restoratif, melibatkan anggota ma- mahami masalah anak. syarakat dalam proses, mendidik masya-

rakat. Dalam penyelesaian perkara Anak Nakal, Hakim wajib mempertimbangkan laporan hasil

2. Dasar Hukum Ide Peradilan Restoratif

kemasyarakatan yang dihimpun oleh Pem-

dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

bimbing Kemasyarakatan mengenai data pribadi

Indonesia

maupun keluarga dari anak yang bersangkutan. Tujuan sistem peradilan pidana anak di

hasil laporan tersebut, Indonesia dapat dilihat dalam ketentuan UU

Dengan

adanya

diharapkan Hakim dapat memperoleh gambaran Pengadilan Anak (UU No. 3 Tahun 1997). Di

yang tepat untuk memberikan putusan yang dalam konsideran ”Menimbang” undang-undang

seadil-adilnya bagi anak yang bersangkutan. tersebut ditandaskan bahwa pembuatan UU

Putusan hakim akan mempengaruhi ke- Pengadilan Anak dimaksudkan sebagai keten-

hidupan selanjutnya dari anak yang bersangkut- tuan dalam penyelenggaraan pengadilan bagi

an, oleh sebab itu Hakim harus yakin benar, anak, di mana terhadap anak perlu perlakuan

bahwa putusan yang diambil akan dapat men- khusus. Diperlukan perlakuan khusus karena

jadi salah satu dasar kuat untuk mengemba- anak sebagai generasi muda

likan dan mengantar anak menuju masa depan peran strategis dan mempunyai ciri khusus,

yang memiliki

yang baik untuk mengembangkan dirinya sendiri maka memerlukan pembinaan dan perlindungan

sebagai warga negara yang bertanggung jawab bagi kehidupan keluarga, bangsa, dan negara.

7 Ibid

192 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 9 No. 3 September 2009

Untuk lebih memantapkan upaya pem- cretionary power), di mana dengan otoritas binaan dan pemberian bimbingan bagi Anak

tersebut polisi berwenang untuk meneruskan Nakal yang telah diputus oleh Hakim, maka

tidak meneruskan suatu perkara berdasarkan anak tersebut ditampung di Lembaga Pemasya-

penilaiannya sendiri. Otoritas diskresi ke- rakatan Anak. Berbagai pertimbangan tersebut

polisian di Indonesia, diakomodasi dalam Pasal di atas serta dalam rangka mewujudkan

16 ayat (1) huruf l, ayat (2) dan Pasal 18 UU peradilan yang memperhatikan perlindungan

Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara dan kepentingan anak, maka perlu diatur

Republik Indonesia.

ketentuan-ketentuan mengenai penyelengga- Ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf l UU raan pengadilan yang khusus bagi anak dalam

Kepolisian Negara Republik Indonesia ini lingkungan Peradilan Umum.

mengatur tentang yang dapat dilakukan oleh Kepolisian Negara Indonesia mempunyai

kepolisian sehubungan dengan tugas pokok fungsi

pemerintahan Negara di bidang pe- kepolisian dibidang proses pidana, yaitu: meliharaan keamanan dan ketertiban masya-

”mengadakan tindakan lain menurut hukum rakat, penegakan hukum, perlindungan, peng-

yang bertanggung jawab”. Tindakan lain ini ayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

dengan melihat syarat-syarat tertentu yaitu: Tugas memelihara keamanan dan ketertiban

tidak bertentangan dengan suatu aturan masyarakat berarti polisi bertugas untuk men-

hukum; selaras dengan kewajiban hukum yang jaga ketenangan masyarakat, tugas menegak-

mengharuskan tindakan tersebut dilakukan; kan hukum berarti tugas polisi dalam kontek

harus patut, masuk akal dan termasuk dalam pemberantasan kejahatan, sedangkan tugas

lingkungan jabatannya; pertimbangan yang polisi memberikan perlindungan, pengayoman

layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan dan pelayanan kepada masyarakat dalam hal

menghormati hak asasi manusia. ini dalam kontek tugas polisi untuk memberikan

Ketentuan Pasal 18 UU No 2 tahun 2002, bantuan kepada masyarakat. Berdasarkan

mengatur sebagai berikut. kebijakan formulasi dalam UU No. 2 Tahun 2002

1) Untuk kepentingan umum pejabat ke- tersebut, tampak bahwa kewenangan

polisian negara Republik Indonesia dalam polisian dalam kontek implementasi peradilan

ke-

melaksanakan tugas dan wewenangnya restoratif, yaitu kepolisian berwenang untuk

menurut penilaiannya mengadakan penghentian

dapat bertindak

sendiri (garis bawah dari penulis); berwenang untuk mengadakan tindakan lain

penyidikan dan

2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana ayat menurut hukum yang bertanggung jawab, serta

(1) hanya dapat dilakukan dengan mem- dengan adanya tugas polisi memberikan

perhatikan peraturan perundang-undangan perlindungan, pengayoman dan pelayanan

serta kode etik Profesi Kepolisian Negara kepada masyarakat dalam hal ini dalam kontek

Republik Indonesia.

tugas polisi untuk memberikan bantuan kepada Di dalam Penjelasan Pasal 18 ayat (1) masyarakat, maka kepolisian dapat bertindak

dijelaskan:

menurut penilaiannya sendiri. Di dalam fungsi “Yang dimaksud dengan bertindak me- kepolisian sebagai pengayom, pelindung dan

nurut penilaiannya sendiri, adalah suatu pelayan masyarakat, dan dalam fungsi polisi

tindakan yang dapat dilakukan oleh ang- gota Kepolisian Negara Republik Indo-

dalam penegakan hukum, menurut penulis nesia yang dalam bertindak harus mem- polisi dapat menggunakan diskresi polisi untuk

pertimbangkan manfaat serta resiko dari tidak meneruskan perkara Anak Nakal ke sidang

tindakannya dan betul-betul untuk ke- pentingan umum. pengadilan, dan menyelesaikan perkara Anak 8

Nakal tersebut dengan program peradilan restoratif. 8 Sehubungan dengan tugas Polri dalam kebijakan

operasional dalam upaya Polisi secara universal mempunyai suatu

kriminal

(kebijakan

penanggulangan kejahatan), maka seperti yang otoritas legal yang disebut “Diskresi” (dis-

dikemukakan oleh Barda Nawawi Arief, Polri dapat saja menentukan langkah-langkah kebijakan yang sebaiknya

Model Peradilan Restoratif dalam Sistem Peradilan Anak 193

Saat ini terdapat kebijakan dari Ka- oleh anak dengan membangun pemahaman bareskrim Polri dan dari Kapolda Jawa Tengah

dalam komunitas setempat bahwa ke- sehubungan dengan penanganan terhadap anak

terlibatan anak dalam tindak pidana harus yang berhadapan dengan hukum baik sebagai

dipahami sebagai kenakalan anak akibat pelaku maupun sebagai saksi/korban, untuk

kegagalan/kesalahan orang dewasa dalam menerapkan restorative justice, berdasarkna

mendidik dan mengawal anak sampai usia Surat Telegram Rahasia dari Kabareskrim Polri

dewasa. Tindak pidana anak harus dipan- No. Pol. TR/359/DIT.I/VI/2008 tanggal 9 Juni

dang sebagai pelanggaran terhadap manu- 2008 yang ditujukan kepada Para KAPOLDA

sia dan relasi antar manusia sehingga UP.DIR RESKRIM, dan Surat Telegram Rahasia

memunculkan kewajiban dari semua pihak/ dari Kapolda Jateng No.Pol. STR/215/III/2009,

seluruh komponen masyarakat untuk terus tanggal 30 Maret 2009 yang ditujukan kepada:

berusaha dan membuat segala sesuatunya KAPOLWILTABES SEMARANG, KAPOLWIL JAJAR-

menjadi lebih baik melalui pelibatan semua AN POLDA JATENG, KAPOLTABES SURAKARTA,

pihak untuk ambil peran guna mencari dan KAPOLRES/TA JAJARAN POLDA JATENG.

solusi terbaik, baik untuk kepentingan Surat

pihak-pihak yang menjadi korban dan bagi KABARESKRIM POLRI No. Pol. TR/395/DIT.I/VI/

kepentingan anak sebagai pelaku dimasa 2008, isinya antara lain sebagai berikut.

sekarang dan masa akan datang. Dengan

1) tindak pidana yang dapat dialihkan secara cara demikian diharapkan setiap tindak diversi dengan diskusi komprehensif atau

pidana yang melibatkan anak dapat restorative justice, dilakukan berdasarkan

diproses dengan pendekatan restoratif hasil litmas dari bapas, merupakan tindak

justice sehingga menjauhkan anak dari pidana biasa, mendapatkan maaf dari kor-

proses hukum formal/pengadilan agar anak ban, komponen masyarakat dengan atau

terhindar dari trauma psikologis dan stig- tanpa syarat, dalam bentuk formal, mediasi

matisasi serta dampak buruk lainnya dan musyawarah secara kekeluargaan.

sebagai ekses penegakan hukum formal/

2) tindak pidana yang tidak dapat dialihkan,

pengadilan.

merupakan tindak pidana berat seperti

5) Setelah dilakukan diversi atau restoratif pembunuhan, pencurian dengan pemberat-

justice oleh penyidik, dikembalikan kepada an, pencurian dengan kekerasan, perkosa-

orang tua/wali, jika ortu tidak sanggup an, penganiayaan dengan korban luka berat

membina, anak berhadapan dengan hukum atau mati, pengedar narkotika, senjata api

dapat direkomendasikan untuk dibina di dan terorisme.

panti milik departemen sosial /dinas sosial.

3) Setelah dilakukan diversi atau restorative justice oleh penyidik, anak yang berhadap-

3. Pelaksanaan Praktik Mediasi Pelaku dan

an dengan hukum dikembalikan kepada

Korban dalam Proses Peradilan Anak di

orang tua/wali, apabila orang tua/wali

Wilayah Hukum Balai Pemasyarakatan

tidak sanggup membina, maka anak yang

Purwokerto

berhadapan dengan hukum dapat direko-

a. Jenis dan Jumlah Perkara Anak Nakal/

mendasikan untuk dibina di panti milik

Klien di Wilayah Hukum Bapas Purwo-

depsos/dinsos setempat.

kerto

4) Sedapat mungkin mengembangkan prinsip Hasil penelitian di lokasi penelitian, jenis diversi dalam model restoratif justice guna

dan jumlah perkara anak nakal yang terdapat memproses perkara pidana yang dilakukan

dalam dokumen BAPAS Purwokerto 9 disajikan dalam tabel sebagai berikut

diambil dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya . Lihat Barda Nawawi Arief, 2007, Masalah Penegakan Hukum dan

9 BAPAS Purwokerto yang meliputi Wilayah Hukum PN Penanggulangan Kejahatan, Jakarta: Kencana Prenada

Kebijakan Hukum Pidana

dalam

Purwokerto, Purbalingga , Banyumas, Banjarnegara, Media Group, hlm. 52

Cilacap, Kebumen, Purworejo.

194 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 9 No. 3 September 2009

Tabel 2 Tabel 3 Jenis dan Jumlah Perkara Anak Nakal/Klien

Jenis Sanksi Yang Disarankan Bapas dan Jumlah Bapas Purwokerto

Litmas Klien Bapas Purwokerto Tahun 2002-

No Jenis Kejahatan

Jumlah Prosentase disarankan Bapas untuk

Jenis Sanksi yang

1 Pidana bersyarat

264 29,38 5 Pemerasan

2 Pidana dengan pembim-

bingan/ pengawasan

6 Narkoba

27 3 3 Pidana sesuai dengan

19,04 8 Membawa Senjata

4 Pidana dengan memper-

hatikan masa penahanan tajam

yang telah dijalani

5 Pendidikan Paksa ke

58 5,33 12 Uang Palsu

6 Kembali ke Orang tua

7 Kekeluargaaan/ perda-

maian atau Non-Litigasi

13 Penggelapan

yang disaksikan oleh

14 Kebakaran

Bapas dan Kepolisian

15 Penghinaan/pencem

8 Pelimpahan ke Bapas lain 16 1,77 aran massal 16 Melarikan perempu-

932 100 % an di bawah umur

Jumlah

Sumber: Dokumen di BAPAS Purwokerto yang diolah, dari tahun 2002 sampai Desember 2008

Sumber: Dokumen di BAPAS Purwokerto yang diolah, dari pertimbangan bagi penyidik anak, penuntut tahun 2002 sampai Desember 2008

umum anak maupun hakim anak. Namun Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa

demikian dari jumlah tersebut, tidak semua jumlah perkara Anak Nakal di wilayat BAPAS

diputus sesuai dengan permintaan/saran Bapas. Purwokerto ada 932 perkara, dengan jenis

III sebagai perkara yang terbanyak adalah tindak pidana

Hal ini dapat dilihat dalam Tabel

berikut.

pencurian, penganiayaan, kesusilaan, tindak Tabel 4 pidana lalu lintas, narkoba maupun tindak

Jenis dan Jumlah Putusan dan Penyelesaian pidana pemerasan. Dari sejumlah perkara

Perkara Anak yang Diterima Bapas Purwokerto tersebut, tidak semua dilimpahkan ke penun-

Tahun 2002-2008 tutan ataupun diperiksa pengadilan.

No. Jenis Putusan

Jumlah Prosentase

Mencermati data pada Tabel 3 ini, tam-

1 Pidana bersyarat

42 6,86 2 Pidana sesuai dengan per-

543 pak bahwa sebenarnya permintaan atau saran 85,45 buatan, pidana pendidikan

dari BAPAS ke arah mediasi cukup banyak,

paksa ke Negara

yaitu:

3 Kembali ke Orang Tua

1) permintaan kembali pada orang tua, 4 Kekeluargaaan/ perdamai- 60 7,52 berjumlah 58 (empat puluh delapan);

an atau Non-Litigasi yang disaksikan oleh Bapas dan

2) perdamaian/non-litigasi,

berjumlah

59 Kepolisian

(empat puluh sembilan).

646 100 % Dengan demikian saran dari BAPAS yang

Jumlah

Sumber: Dokumen di BAPAS Purwokerto yang diolah, dari mengarah pada implementasi mediasi ber-

Tahun 2002 sampai Desember 2008. jumlah 97 perkara ( 10,77 %) dari 898 perkara.

Selama 2002 sampai Agustus 2008 jumlah Hal ini menandakan sebenarnya BAPAS telah

perkara anak yang disarankan untuk diselesai- memberikan

kan baru berjumlah 612 perkara, sedang sisa- mediasi tersebut, yang diharapkan menjadi

peluang untuk

implementasi

nya (286 perkara) ketika dilakukan penelitian

Model Peradilan Restoratif dalam Sistem Peradilan Anak 195

belum ada putusan. Selain itu sisa perkara Untuk perkara-perkara lain tampak belum tersebut belum diketahui putusannya oleh

pernah dilakukan penyelesaian secara damai Bapas, karena terdapat putusan yang tidak

dalam tahap penyidikan.

disampaikan ke BAPAS.

b. Pertimbangan Penyelesaian secara Media-

Perkara yang disarankan diselesaikan

si/ Perdamaian dalam Perkara Anak di

secara kekeluargaan/perdamaian

atau non-

Wilayah Hukum Balai Pemasyarakatan

litigasi yang disaksikan oleh BAPAS dan

Purwokerto

Kepolisian ini, yaitu dari jumlah 49 perkara ini, Implementasi Mediasi di lokasi penelitian

perkaranya dihentikan dan tidak dilakukan dalam beberapa perkara jika terdapat kondisi-

penuntutan berjumlah 46 perkara. dan yang

kondisi, sebagai berikut.

disarankan agar kembali pada orang tuanya

1) terhadap pelaku masih pelajar, tetap me- berjumlah 48 perkara. Perkara yang disarankan

nangkap tetapi dinasihati; agar kembali pada orang tua 48 perkara,

2) apabila pelaku dan korban saling memaaf- ternyata hanya 1 perkara yang diputus oleh

rugi, maka perkara hakim dengan putusan kembali pada orang tua,

kan dan diberi ganti

sering kali dihentikan; yaitu dalam perkara kejahatan kesusilaan.

3) jika anak menyesal dan berjanji tidak akan Pidana bersyarat dan pidana pembimbing-

mengulangi serta orang tua sanggup mem- an/pengawasan yang disarankan berjumlah 389

bimbing, maka polisi perkara dihentikan perkara, hanya diputus pidana bersyarat

dan pelaku dikembalikan orang tua. 10 berjumlah 42. Dengan demikian selebihnya

Selain hal itu, maka pihak kepolisian perkara tersebut diputus pidana penjara.

dapat menyetujui implementasi mediasi dalam Adapun jenis-jenis perkara yang dilaku-

perkara anak yang terdapat kondisi-kondisi kan penyelesaian secara kekeluargaan/damai

tertentu. Kondisi-kondisi tertentu dalam hal ini atau non litigasi, dilihat dalam tabel berikut

misalnya :

ini.

1) kejahatan tersebut ringan; Tabel 5

2) masyarakat tidak berontak ; Jenis dan Jumlah Kasus yang Diselesaikan

3) antara pelaku-korban telah damai; Secara Kekeluargaan/ Damai atau Non-Litigasi

di Bapas Purwokerto yang Disaksikan oleh Pihak

4) orang tua pelaku sanggup membimbing; Kepolisian Tahun 2002-2008.

5) kondisi lingkungan dapat menerima anak

tersebut, serta

No. Jenis Kejahatan

Jumlah

Prosentase

6) pelaku anak tersebut bukan residivis 1 Pencurian

Dalam praktik penyelesaian perdamaian 3 Pembunuhan

secara kekeluargaan dalam perkara pidana 4 Kesusilaan

dilakukan atau terjadi, karena pada umumnya 5 Pemerasan

pelaku atau keluarga pelaku meminta kepada 6 Narkoba

kepada penyidik agar perkara tidak diproses 7 Lakalantas

lebih lanjut. 12 Pihak pelaku/keluarga pelaku 8 Membawa Senjata tajam

pada umumnya telah memberikan ganti rugi 9 Pengrusakan barang

kepada pihak korban, sehingga hal ini sebagai 10 Penipuan

upaya mengambil hati pihak korban agar tidak Jumlah

11 Perjudian

menuntut lebih lanjut. Pihak korban/keluarga Sumber: Dokumen di BAPAS Purwokerto yang diolah, dari

korban menyatakan telah mengadakan per- Tahun 2002 sampai Desember 2008 Perkara-perkara yang diselesaikan secara 10

11 Hasil pengamatan dan wawancara di lokasi penelitian. Hasil pengamatan dan wawancara di lokasi penelitian. kekeluargaan terdiri dari tindak pidana pen-

12 Uraian ini dan selanjutnya adalah hasil dari Wawan- curian, penganiayaan dan pengrusakan barang.

cara dengan Penyidik anak di Polres Banyumas, Purbalingga., Kebumen, dan Cilacap.

196 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 9 No. 3 September 2009

temuan sendiri antara korban (keluarga korban) penelitian, dalam bentuk penyelesaian secara dengan pelaku (keluarga pelaku), dan korban

Non-Litigasi yang berupa penyelesaian per- membawa surat pernyataan tentang telah ada

damaian secara keluargaan dan selanjutnya perdamaian antara korban dengan pelaku.

pelakunya atau keluarganya untuk memberikan Selanjutnya korban menyampaikan

memaafkan ataupun penyidik bahwa telah ada penyelesaian untuk

perbuatan yang harus dilakukan sesuai dengan tidak dilanjutkan, atau dengan kata lain kasus

hasil musyawarah, misalnya pihak keluarga dimohon agar dicabut.

diwajibkan membimbing anak pelaku tindak Perkara anak yang dilakukan perdamaian

pidana tersebut.

ini, karena terdapat suatu keadaan bahwa Pihak BAPAS telah mengimplementasikan antara pelaku dan korban biasanya sudah

mediasi, yaitu apabila diperhatikan tentang sangat mengenal sehingga terdapat kedekatan

saran-saran BAPAS dalam laporan Penelitian emosional antara pelaku/keluarga pelaku dan

Kemasyarakatan. Pihak BAPAS akan meng- korban/keluarga korban, dan tindak pidana

ajukan saran berupa tindakan agar anak dikem- yang dilakukan adalah biasanya berupa: pe-

balikan pada orangtuanya, apabila terdapat nganiayaan; penipuan; pencemaran dan peng-

kondisi–kondisi yang melekat pada kasus yang gelapan, dan tindak pidana kesusilaan secara

bersangkutan, seperti:

limitatif. Untuk tindak pidana kesusilaan ini

1) kondisi anak masih muda; secara

limitatif yaitu

“Melarikan

anak

2) anak perlu sekolah;

perempuan di bawah umur “ sebagaimana

3) orang tuanya sanggup membimbing; diatur dalam Pasal 332 KUHP.

4) tindak pidana termasuk ringan; Keikutsertaan pihak penyidik dalam

5) pihak korban sudah diberi ganti rugi dan penyelesaian secara damai dan non-litigasi ini,

memaafkan;

dalam hal ini berupa:

6) kondisi lingkungan masyarakat sekitarnya

1) penyidik (polisi) mempertemukan antara

dinilai layak;

pelaku dan korban atau pihak keluarga

7) untuk pembinaan anak tersebut. korban;

Penyelesaian secara non-litigasi dalam

2) penyidik memberi kelonggaran (jangka perkara pidana merupakan jalur alternatif, di waktu) terhadap pelaku dan korban untuk

samping jalur utama yaitu : jalur litigasi. Jalur melakukan musyawarah;

non-litigasi sebenarnya tidak terdapat dalam

3) penyidik akan mengabulkan atau tidak aturan pokok hukum acar pidanan, yaitu mengabulkan perdamaian antara pelaku

KUHAP. Namun demikian dalam kenyataannya dan korban, akan tetap melihat pertim-

keberadaan non-litigasi diakui oleh masyarakat bangan kepentingan atau kemanfaatan bagi

sehingga digunakan.sebagai salah satu cara masyarakat dan kondisi nyata antara pelaku

penyelesaian perkara pidana. Ada beberapa hal dan korban;

yang menjadikan penyelesaian perkara pidana

4) penyidik akan menghentikan atau tidak me- melalui jalur non-litigasi. Pertama, adalah neruskan pelimpahan perkara anak tingkat

adanya kesepakatan antara para pihak untuk penuntutan, jika terdapat keadaan seperti:

menyelesaikan perkara pidana, baik melalui

a) aduan dicabut; peradilan pada tahap pertama (kepolisian)

b) tidak cukup bukti; maupun tidak melalui peradilan. Kedua, adanya

c) korban telah diberi ganti rugi; kesepakatan pula untuk menggunakan atau

d) karena ada saran dari tokoh masya- tidak menggunakan jasa seorang atau beberapa rakat;

orang mediator. Ketiga, dalam proses itu

e) ada arahan dari pimpinan agar perkara

atau tawar menawar dihentikan.

terjadi

negosiasi

mengenai jumlah ganti rugi atau tindakan lain Dengan uraian di atas tentang implemen-

yang harus diberikan atau dilakukan oleh tasi mediasi dalam praktik penyidikan di lokasi

pelaku kejahatan kepada pihak korban. Proses

Model Peradilan Restoratif dalam Sistem Peradilan Anak 197

negosiasi atau tawar menawar ini merupakan atau ditawarkan penyelesaian oleh masing- proses yang biasanya terdapat dalam hukum

dengan mempertimbangkan perdata.

masing pihak

segala kemampuan yang ada pada diri masing- Kedudukan

masing pihak si pelaku kejahatan untuk penyelesaian perkara pidana jalur non-litigasi

mengganti kerugian atau melakukan kegiatan ini berbeda dengan proses melalui jalur litigasi.

tertentu sebagai pengganti uang. Jika proses Pada jalur litigasi, kepada pelaku dikenakan

negosiasi berhasil, maka perkara tersebut asas praduga tak bersalah (presumtion of

selesai dengan kesepakatan. innocence), sedang jalur non-litigasi kedudukan

Jika proses negosiasi tidak dapat dicapai pelaku adalah praduga bersalah (presumtion of

kata sepakat –masih di luar pengadilan- dapat guilty). Pada jalur non-litigasi terjadi negosiasi

digunakan jasa pihak ketiga sebagai mediator. dan bukan mencari kesalahan pelaku, akan

Mediator ini yang selanjutnya akan memandu tetapi menentukan apa yang harus dilakukan

atau mencari cara penyelesaian yang dapat atau diberikan oleh pelaku kepada korban atau

diterima oleh masing-masing pihak. Mediator keluarganya.

melakukan mediasi kepada pihak-pihak yang Untuk memperoleh gambaran tentang

akan berselisihn tersebut dan kemudian model penyelesaian perkara pidana melalui

mempertemukan masing-masing pendapat serta jalur non-litigasi, di bawah ini akan gambarkan

menawarkan jalan ke luar yang baik dan dapat model tersebut dan penjelasannya. Yang pokok

ditempuh. Di dalam mediasi, mediatorlah yang bahwa penyelesaian perkara pidana melalui

mengontrol proses negosiasi, namun mediator jalur non-litigasi dapat dilakukan di luar per-

keputusan dan hanya adilan pidana dan di dalam peradilan pidana.

tidak

membuat

memfasilitasi saja. 13 Jika mediasi gagal, maka Penyelesaian non-litigasi yang dilakukan di luar

perkara tersebut dapat dibiarkan saja sehingga peradilan pidana berarti perkara pidana

tidak ada penyelesaian, dan dapat pula tersebut belum dilaporkan atau diadukan ke

dilaporkan atau diadukan kepada kepolisian. kepolisian, sehingga tidak ada campur tangan

Pihak kepolisian setelah menerima laporan, kepolisian. Semua kendali penyelesaian per-

jika polisi tersebut termasuk yang kontra kara di sini ada para pihak. Pada penyelesaian

dengan penyelesaian melalui jalur non-litigasi, non-litigasi yang dilakukan di dalam kerangka

maka penyelesaiannya selanjutnya adalah peradilan pidana (tingkat kepolisian), berarti

ketentuan KUHAP, yaitu perkara tersebut sudah dilaporkan atau

sesuai

dengan

dilakukan pemeriksaan dan dibuat Berita Acara diadukan ke kepolisian dan masuk dalam daftar

Pemeriksaan. Apabila polisi yang menerima register. Dalam proses ini, polisi dapat ber-

yang pro dengan tindak selaku mediator atau dapat menunjuk

laporan

termasuk

penyelesaian non-litigasi, maka dengan melihat pihak ketiga selaku mediator. Apabila yang

karakteristik kasus yang dihadapi, maka polisi menjadi mediator adalah pihak ketiga, maka

tersebut akan menawarkan kepada pihak-pihak polisi memantau jalannya proses perdamaian

yang berselisih untuk diselesaikan secara damai sampai selesai untuk kemudian dicatat pada

atau kekeluargaan, dan polisi dapat sebagai daftar register bahwa perkara tersebut telah

mediator atau polisi menunjuk pihak lain dilakukan penyelesaian.

menjadi mediator. Jika proses negosiasi yang Apabila proses penyelesaian sengketa

difasilitasi oleh mediator yang bukan polisi, terjadi di luar pengadilan dan tidak melibatkan

maka polisi bertindak sebagai pengawas dan pihak ketiga sebagai mediator, maka negosiasi

menerima laporan hasil negosiasi. dilakukan oleh korban atau keluarganya dan

Jika proses mediasi berjalan dengan baik pelaku atau keluarganya. Negosiasi merupakan

dan menghasilkan kesepakatan, maka perkara komunikasi dua arah yang dirancang untuk

mencapai kesepakatan di antara dua pihak yang 13 Leonard L Riskin & James E. Westbrook , 1987, Dispute berselisih. Dalam negosiasi itu diperbicangkan

Resolution and Lawyers, St. Paul: West Publishing Co.

198 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 9 No. 3 September 2009

pidana tersebut selesai. Namun jika mediasi pelaku yang bersifat learning by doing, kon- gagal, maka perkara selanjutnya diteruskan

seling dan terapi untuk memotivasi keterlibatan pada proses penyelesaian perkara melalui jalur

aktif para pihak.

litigasi. Hal ini berarti perkara tersebut Tujuan rehabilitasi tercapai dilihat pada dilanjutkan ke sidang persidangan di muka

keadaan apakah pelaku telah memulai hal-hal hakim.

positif baru, apakah pelaku diberi kesempatan keputusan bersalah atau tidak bersalahnya si

untuk mempraktekkan dan mendemonstrasikan pelaku kejahatan tersebut.

perilaku patuh norma, apakah stigmatisasi da- pat dicegah, apakah telah terjadi perkembang-

3. Praktek Mediasi

sebagai Implementasi

an self image dalam diri pelaku dan public –

Model Peradilan Restoratif dalam Sistem

image dan peningkatan keterikatan pada

Peradilan Anak Di Wilayah Hukum Balai

masyarakat. Rehabilitasi pelaku dalam bentuk

Pemasyarakatan Purwokerto

kegiatan praktek agar anak memperoleh pe- Sistem peradilan pidana anak dengan

ngalaman kerja, dan anak mampu mengem- paradigma restoratif, di dalam mencapai tuju-

bangkan proyek kultural sendiri. Dalam aspek an penjatuhan sanksi, maka diikut sertakan

rehabilitasi ini secara bersama-sama memerlu- korban untuk berhak aktif terlibat dalam proses

kan peran-peran pelaku, korban, masyarakat peradilan. Indikator pencapaian tujuan pen-

dan penegak hukum secara sinergi. Pelaku jatuhan sanksi tercapai dengan dilihat pada

aktif dalam pengembangan kualitas diri dalam apakah korban telah direstorasi, kepuasan

kehidupan masyarakat. Korban memberikan korban, besarnya ganti rugi, kesadaran pelaku

masukan pada proses rehabiltasi. Masyarakat atas perbuatannya, jumlah kesepakatan per-

mengembangkan kesempatan bagi anak untuk baikan yang dibuat, kualitas pelayanan kerja

memberikan sumbangan produktif, mengem- dan keseluruhan proses yang terjadi. Bentuk-

bangkan kompetensi dan rasa memiliki. Pe- bentuk sanksi yaitu restitusi, mediasi pelaku

negak hukum peradilan anak mengembangkan korban, pelayanan korban, restorasi masya-

peran baru anak pelaku untuk mempratekkan rakat, pelayanan langsung pada korban atau

dan mendemonstrasikan kompetensinya, akses- denda restorative.

nya dan membangun keterikatan kemitraan Dalam

penjatuhan

sanksi mengikut

dengan masyarakat.

sertakan pelaku, korban, masyarakat dan para

peradilan restorative penegak hukum secara aktif. Pelaku bekerja

Asumsi dalam

tentang tercapainya perlindungan masyarakat aktif untuk merestore kerugian korban, dan

dengan upaya kolaborasi system peradilan dan menghadapi korban/ wakil korban. Korban aktif

masyarakat untuk mengembangkan pencegah- dalam semua tahapan proses dan akan

an. Penyekapan dibatasi hanya sebagai upaya membantu dalam penentuan sanksi bagi si

akhir. Masyarakat bertanggung jawab aktif pelaku. Masyarakat terlibat sebagai mediator,

mendukung terselenggaranya restorasi. Indi- membantu korban dan mendukung pemenuhan

kator tercapainya perlindungan masyarakat kewajiban pelaku. Penegak hukum memfasili-

apabila angka residivis turun, sementara pelaku tasi berlangsungnya mediasi.

berada di bawah pengawasan masyarakat, Fokus utama peradilan restorative untuk

masyarakat merasa aman dan yakin atas peran kepentingan dan membangun secara positif,

system peradilan anak, pelibatan sekolah, maka anak dan keluarga merupakan sumber

keluarga dan lembaga kemasyarakatan untuk utama. Anak dianggap berkompeten dan

mencegah terjadinya kejahatan; ikatan social mempunyai

dan reintegrasi meningkat. preventif dan proaktif. Untuk kepentingan

Untuk meningkatkan perlindungan masya- rehabilitasi pelaku diperlukan perubahan sikap

rakat, maka pelaku, korban, masyarakat dan lembaga kemasyarakatan dan perilaku orang

professional peradilan anak sangat diharapkan dewasa. Rehabilitasi pelaku dilakukan dengan

perannya.

Pelaku harus terlibat secara

Model Peradilan Restoratif dalam Sistem Peradilan Anak 199

konstruktif mengembangkan kompetensi dan ”Sidang Pengadilan Anak yang selanjut- kegiatan restorative dalam program secara

nya disebut Sidang Anak bertugas dan seimbang, mengembangkan kontrol internal

berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara anak sebagaimana

dan komitmen dengan teman sebaya dan ditentukan dalam undang-undang ini.” organisasi anak. Korban memberikan masukan

yang berguna untuk

Selanjutnya tujuan sistem peradilan perlindungan masyarakat dari rasa takut dan

melanjutkan

misi

pidana anak berdasar UUPA, dapat diketahui kebutuhan akan pengawasan pelaku delinkuen,

dari kalimat-kalimat dalam ”Penjelasan Umum UUPA”, sebagai berikut:

dan melindungi bagi korban kejahatan lain. Masyarakat

” ... Mengingat ciri dan sifat yang khas pelaku, dan berperan sebagai mentor dan

pada anak dan demi perlindungan ter- memberikan masukan bagi peradilan tentang

hadap anak, maka perkara Anak Nakal, informasi latar belakang terjadinya kejahatan.

wajib disidangkan pada Pengadilan Anak yang berada di lingkungan Peradilan

Umum. Dengan demikian, proses per- bangkan skala insentif dan menjamin pe-

Professional peradilan anak

mengem-

adilan perkara Anak Nakal dari sejak menuhan kewajiban pelaku dengan pengawas-

ditangkap, ditahan, diadili dan pem- an, membantu sekolah dan keluarga dalam

binaan selanjutnya, wajib dilakukan oleh upaya mereka mengawasi dan mempertahankan

pejabat khusus yang benar-benar me- mahami masalah anak.

pelaku tetap di dalam masyarakat. Dalam penyelesaian perkara Anak Nakal, Pelaksanaan peradilan restoratif dapat

Hakim wajib mempertimbangkan laporan dilakukan melalui kegiatan-kegitan seperti:

hasil kemasyarakatan yang dihimpun oleh Mediasi korban dengan pelaku/pelanggar;

Pembimbing Kemasyarakatan mengenai Musyawarah kelompok keluarga; Pelayanan di

data pribadi maupun keluarga dari anak yang bersangkutan. Dengan adanya hasil

masyarakat yang bersifat pemulihan baik bagik laporan tersebut, diharapkan Hakim korban maupun pelaku

dapat memperoleh gambaran yang tepat Tujuan sistem peradilan pidana anak di

untuk memberikan putusan yang seadil- Indonesia dapat dilihat dalam ketentuan UU

adilnya bagi anak yang bersangkutan. Pengadilan Anak (UU No. 3 tahun 1997). Di

Putusan hakim akan mempengaruhi ke- hidupan selanjutnya dari anak yang

dalam konsideran ”Menimbang” undang-undang bersangkutan, oleh sebab itu Hakim harus tersebut ditandaskan bahwa pembuatan UU

yakin benar, bahwa putusan yang diambil Pengadilan Anak dimaksudkan sebagai ketentu-

akan dapat menjadi salah satu dasar kuat an dalam penyelenggaraan pengadilan bagi