ketiadaan melahirkan kreatifitas
Ketiadaan Melahirkan Kreatifitas
Tito Adi Dewanto S.TP
(QS 4:141)ي َسبِيا
ََ ِين َعلَى الْ ُم ْؤِمن
ََ َولَ َْن ََْ َع ََل اللَّهُ لِْل َكافِ ِر
Dalam sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa
dahulu kala, ada tiga orang Bani Israil. Orang yang pertama berkulit belang (sopak), yang kedua
berkepala botak, dan yang ketiga buta. Allah ingin menguji ketiga orang tersebut. Maka Dia
mengutus kepada mereka satu malaikat.
Malaikat mendatangi orang yang berpenyakit sopak (Si Belang) dan bertanya kepadanya,
“Sesuatu apakah yang engkau minta?”
Si Belang menjawab, “Warna yang bagus dan kulit yang bagus serta hilangnya dari diri saya
sesuatu yang membuat orang-orang jijik kepada saya.”
Lalu malaikat itu mengusapnya dan seketika itu hilanglah penyakitnya yang menjijikkan itu.
Kini ia memiliki warna kulit yang bagus. Kemudian malaikat itu bertanya lagi kepadanya, “Harta
apa yang paling engkau sukai?”
Orang itu menjawab, “Onta.”
Akhirnya orang itu diberikan seekor onta yang bunting seraya didoakan oleh malaikat, “Semoga
Allah memberi berkah untukmu dalam onta ini.”
Kemudian malaikat mendatangi si Botak dan bertanya kepadanya, “Apakah yang paling engkau
sukai?”
Si Botak menjawab, “Rambut yang indah dan hilangnya dari diri saya penyakit yang karenanya
aku dijauhi oleh manusia.”
Malaikat lalu mengusapnya, hingga hilanglah penyakitnya dan dia diberi rambut yang indah.
Malaikat bertanya lagi, “Harta apa yang paling engkau sukai?”
Orang itu menjawab, “Sapi.”
Akhirnya si Botak diberikan seekor sapi yang bunting dan didoakan oleh malaikat, “Semoga
Allah memberkahinya untukmu.”
Selanjutnya malaikat mendatangi si Buta dan bertanya kepadanya, “Apa yang paling engkau
sukai?”
Si Buta menjawab, “Allah mengembalikan kepada saya mata saya agar saya bisa melihat
manusia.”
Malaikat lalu mengusapnya hingga Allah mengembalikan pandangannya. Si Buta bisa melihat
lagi. Setelah itu malaikat bertanya lagi kepadanya, “Harta apa yang paling engkau sukai?”
Orang itu menjawab, “Kambing.”
Akhirnya diberilah seekor kambing yang bunting kepadanya sambil malaikat mendoakannya.
Singkat cerita, dari hewan yang dimiliki ketiga orang itu beranak dan berkembang biak. Yang
pertama memiliki satu lembah onta, yang kedua memiliki satu lembah sapi, dan yang ketiga
memiliki satu lembah kambing.
1
Kemudian sang malaikat – dengan wujud berbeda dengan sebelumnya – mendatangi si Belang.
Malaikat berkata kepadanya, “Seorang miskin telah terputus bagiku semua sebab dalam safarku,
maka kini tidak ada bekal bagiku kecuali pertolongan Allah kemudian dengan pertolongan Anda.
Saya memohon kepada Anda demi (Allah) Yang telah memberi Anda warna yang bagus, kulit
yang bagus, dan harta, satu ekor onta saja yang bisa menghantarkan saya dalam safar saya ini.”
Orang yang tadinya belang itu menanggapi, “Hak-hak orang masih banyak.”
Lalu malaikat bertanya kepadanya, “Sepertinya saya mengenal Anda. Bukankah Anda dulu
berkulit belang yang dijauhi oleh orang-orang dan juga fakir, kemudian Anda diberi oleh Allah?”
Orang itu menjawab, “Sesungguhnya harta ini saya warisi dari orang-orang tuaku.”
Maka malaikat berkata kepadanya, “Jika kamu dusta, maka Allah akan mengembalikanmu pada
keadaan semula.”
Lalu, dengan rupa dan penampilan sebagai orang miskin, malaikat mendatangi mantan si Botak.
Malaikat berkata kepada orang ini seperti yang dia katakan kepada si Belang sebelumnya.
Ternyata tanggapan si Botak sama persis dengan si Belang. Maka malaikat pun menanggapinya,
“Jika kamu berdusta, Allah pasti mengembalikanmu kepada keadaan semula.”
Lalu malaikat – dengan rupa dan penampilan berbeda dengan sebelumnya – mendatangi si Buta.
Malaikat berkata kepadanya, “Seorang miskin dan Ibn Sabil yang telah kehabisan bekal dan
usaha dalam perjalanan, maka hari ini tidak ada lagi bekal yang menghantarkan aku ke tujuan
kecuali dengan pertolongan Allah kemudian dengan pertolongan Anda. Saya memohon kepada
Anda, demi Allah yang mengembalikan pandangan Anda, satu ekor kambing saja supaya saya
bisa meneruskan perjalanan saya.”
Maka si Buta menanggapinya, “Saya dulu buta lalu Allah mengembalikan pandangan saya.
Maka ambillah apa yang kamu suka dan tinggalkanlah apa yang kamu suka. Demi Allah aku
tidak keberatan kepada kamu dengan apa yang kamu ambil karena Allah.”
Lalu malaikat berkata kepadanya, “Jagalah harta kekayaanmu. Sebenarnya kamu (hanyalah)
diuji. Dan Allah telah ridha kepadamu dan murka kepada dua sahabatmu.”
Mensyukuri ni’mat adalah suatu hal yang mesti kita lakukan agar kita tidak selalu menyalahkan
keadaan yang seringkali kekurangan atau terbatas. Bahkan seringkali keterbatasan tersebut malah
melahirkan kreatifitas tertentu. Buya Hamka, misalnya, ketika akhirnya dibebaskan dari penjara
tanpa proses pengadilan, teman-teman Buya Hamka heran kok beliau tetap tersenyum dan tidak
merasa dendam atau marah kepada orang yang telah menzoliminya (memasukan ke penjara
selama bertahun-tahun) , apa kata beliau, juteru saya berterima kasih kepada yang telah
memenjarakan saya karena saya didalam penjara dapat mengkhatamkan Qur’an sampai 9 kali
selama sebulan, kemudian saya dapat menyelesaikan penulisan tafsir qur’an Al Azhar justeru
ketika saya dalam penjara!!!.
Mensyukuri ni’mat itulah yang berusaha saya tanamkan kepada anak saya dengan segala
keterbatasan. Anak saya yang I yang bersekolah di SMP 1 dan II kebetulan SBI, suatu ketika
anak saya tersebut minta laptop karena sebagian temannya bawa laptop, demikian juga hari
berikutnya minta dibelikan kalkulator elektronik (alfa link), saya sampaikan bahwa mestinya kita
bersyukur karena banyak orang yang tidak punya computer sementara dirumah ada PC juga ada
laptop meski itu punya bapaknya, Demikian juga mesti bersyukur juga dirumah ada 10 kamus
karena kakek, nenek dan bapaknya guru bahasa Inggris. Ambil saja hikmah positifnya, hasilnya
ternyata dalam ulangannya malah lebih baik dari yang bawa laptop, demikian juga nilai bahasa
inggrisnya malah lebih baik dari yang bawa alfalink. Saya katakan inilah hikmah nya,”dalam
ketiadaan kamu memiliki banyak kemampuan”. “Keterbatasan membuat kita berfikir panjang”.
Meratapi ketiadaan memang sangat mudah dan ini menjadi perilaku banyak orang. Terkadang
mungkin kita juga kesal dengan keterbatasan yang menyebabkan banyak hal tidak dapat
dilakukan. Namun percayalah bahwa semua itu hanya akan sia-sia saja tanpa solusi yang nyata.
Ketiadaan justru seringkali melahirkan banyak kemampuan, sebaliknya keberadaan bahkan
keberlimpahan tidak jarang justru membunuh banyak kemampuan. Teman saya cerita waktu
2
gajinya Rp 2 juta dia bisa menabung, namun saat gajinya Rp 5 juta dia malah pusing bayar
hutang setiap bulannya. Dengan jumlah yang sedikit dia memiliki kemampuan mendisiplinkan
diri dari pengeluaran yang tidak perlu dan akhirnya bisa menabung. Namun ketika jumlahnya
banyak, tiba-tiba kemampuan itu hilang. Sedikitnya berlebih, banyaknya malah kurang.
Dalam konteks kebangsaan, kita menyaksikan betapa banyak bangsa-bangsa di dunia yang tidak
beroleh karunia yang banyak atas kekayaan alamnya, namun mampu tampil menjadi bangsa
yang berkelimpahan. Dan sebaliknya, tidak sedikit bangsa yang beroleh berbagai karunia atas
kekayaan alamnya justru tampil dengan serba kekurangan.
Negara-negara seperti Jepang, Korea dan Singapura yang miskin sumberdaya justru memiliki
segalanya. Negara sepeti Swiss juga sangat mengesankan. Swiss tidak mempunyai perkebunan
coklat tetapi terkenal sebagai negara pembuat coklat terbaik di dunia. Negara Swiss sangat kecil,
hanya 11% daratannya yang bisa ditanami. Namun dalam ketiadaan Swiss justru memiliki
banyak kemampuan. Swiss menjadi Negara yang mampu mengolah susu dengan kualitas terbaik.
Nestle adalah salah satu perusahaan makanan terbesar di dunia. Swiss juga tidak mempunyai
cukup reputasi dalam keamanan, integritas dan ketertiban, bahkan tidak mempunyai tentara,
tetapi saat ini bank-bank di Swiss menjadi bank yang sangat disukai dan dipercaya di dunia.
Peralatan Swiss Army dan Victorynox dari Swiss menjadi standard pasukan khusus negara di
dunia.
Meski demikian tidak semua negara miskin sumber daya memiliki kemampuan untuk bangkit
menjadi negara maju. Kita menyaksikan beberapa negara di Afrika yang miskin sumber daya
sampai hari ini masih bergulat dengan kemiskinannya. Bantuan internasional sudah tidak
terhitung jumlahnya, namun kematian yang disebabkan oleh kemiskinan sulit untuk ditekan. Apa
sebab? Negara-negara tersebut tidak mampu menggunakan dana-dana bantuan internasional
sebagai modal awal untuk menggerakkan perekonomian. Yang terjadi justru sebaliknya, mereka
terlena oleh bantuan dan menjadi tergantung oleh bantuan. Negara yang seperti ini tidak hanya
miskin secara sumberdaya, melainkan juga telah menjadi miskin secara mental.
Indonesia bukanlah negara yang miskin sumberdaya. Setiap jengkal tanahnya memiliki kekayaan
yang luar biasa, cuaca yang sangat bersahabat, lautan luas yang begitu kaya raya. Itulah
sebabnya para penjajah datang silih berganti, ingin menikmati semua kekayaan alam yang
laksana syurga ini. Sayangnya, orang-orang asing begitu mudah menikmati seluruh kekayaan
yang kita punya, namun rakyatnya sendiri masih saja banyak yang sulit untuk menikmati
kehidupannya, bahkan kita sering membuka peluang bagi masuknya penjajah asing, dalam kasus
gempa padang Menlu Hasan Wirayuda mengatakan tidak membatasi relawan asing untuk masuk
ke padang, padahal justeru penjajah masuk awalnya dengan motif bantuan ekonomi, saya dapat
SMS saat ini ada tim relawan dari CWS (curch world service/layanan gereja dunia), mereka
bergerak melalui tim psikology untuk korban gempa dan anak-anak, ada indikasi upaya
misionaris untuk pemurtadan warga padang yang secara kejiwaan labil. Mestinya pemerintah dan
masyarakat mengawasi dan membatasi mereka.
Disi lain memang mestinya kita bisa mengambil efek positif dari bencana ini misalnya bahwa
segala bangunan mesti di sesuaikan sepenuhnya dengan alam seperti membangun rumah dari
kayu yang tahan gempa. Padang harus dirombak total menjadi kota modern yg sadar dengan
kerawannya atas bencana gempa. Kedepan mestinya daerah seperti padang dibebaskan dari
semua bangunan serta kesibukan manusia. Padang yang berada pada zona merah ini mestinya
sepenuhnya ditujukan untuk kawasan pelestarian alam, tradisi kota yang asal ‘tumbuh’ seperti di
Indonesia pada umumnya saatnya diakhiri dengan padang sebagai pelopornya.
Keberlimpahan yang kita miliki justru membunuh berbagai kemampuan. Dalam keberlimpahan
seakan kita tidak berdaya mengelola segala sumberdaya yang kita punya. Kita tidak mampu
mendistribusikan kesejahteraan secara adil dan merata, kita tak mampu menjaga segala warisan
budaya, kita juga tak mampu menjaga tanah dan air kita dengan sebaik-baiknya. Derita tercipta
dimana-mana meski setiap jengkal tanah dan airnya kaya raya.
Mengapa ketiadaan melahirkan banyak kemampuan sementara keberlimpahan justru
membunuh segala kemampuan? Ternyata persoalannya terletak pada kemampuan kita
mensyukuri segala apa yang kita miliki. Bersyukur dapat diartikan sebagai kerelaan kita
menerima berbagai kenyataan empirik yang kita hadapi yang disertai dengan kemampuan
3
kita melihat berbagai sisi positif dari setiap situasi dan mengambil manfaat dari hal-hal
positif yang kita hadapi.
Mereka yang bersyukur akan melihat berbagai sisi positif dan mengambil manfaat dari berbagai
hal positif yang ada dalam setiap situasi yang terjadi. Akumulasi dari hal ini akan melahirkan
kondisi yang lebih baik dan lebih baik setiap waktunya. Hal ini sesuai dengan janji Allah swt
sendiri seperti yang tertera dalam Al Quran “...Sesugguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami
akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka
sesugguhnya azab-Ku sangat pedih...” (QS.Ibrahim /14:7).
Mensyukuri kondisi dan situasi yang kita hadapi akan melahirkan kejernihan dalam memandang
keadaan. Dari kejernihan ini kita akan mampu melihat peluang dan tantangan secara objektif dan
kita akan dapat mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan untuk meraih semua peluang dan
mengatasi semua tantangan. Pada saat itulah nikmat Allah akan terus bertambah dan bertambah.
Semoga bangsa ini bisa menjadi bangsa yang senantiasa bersyukur dalam setiap situasi yang
dihadapi. Amin.
*Petani cerdas dapat mengubah Tomat yang sekilo Rp 50 jadi lebih meningkat dengan makanan
olahan.
*Ubah SMA BBS menjadi sekolah dengan keunggulan di sector pertanian dengan memanfaatan lahan
luas misal dengan penanaman pohon buah, sayuran dll serta penerapan teknologi pertanian yang
tepat guna.
*Strategi Khalid bin Walid dimana kaum muslimin berjumlah 3000 menghadapi 200.000 pasukan
romawi adalah dengan kamuflase pasukan, yaitu menjelang tengah malam mereka diatur secara
memanjang kemudian pasukan dikiri bergerak kekanan dan yang kekanan bergerak kekiri, sementara
yang didepan bergerak kebelakang dan dari belakang bergerak ke depan seraya mengepulkan debu
disekitarnya suasana hiruk pikuk dan kepulan debu yang membumbung tinggi membuat nyali
pasukan romawi ketar-ketir, mereka berfikir pasukan bantuan rosulullah sudah tiba, menghadapi
yang 3000 pasukan saja sudah keketeran apalagi bila menghadapi bantuan lagi, dengan serta merta
mereka kabur tunggang langgang. Selamatlah pasukan kaum muslimin dari kekalahan.
4
Tito Adi Dewanto S.TP
(QS 4:141)ي َسبِيا
ََ ِين َعلَى الْ ُم ْؤِمن
ََ َولَ َْن ََْ َع ََل اللَّهُ لِْل َكافِ ِر
Dalam sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa
dahulu kala, ada tiga orang Bani Israil. Orang yang pertama berkulit belang (sopak), yang kedua
berkepala botak, dan yang ketiga buta. Allah ingin menguji ketiga orang tersebut. Maka Dia
mengutus kepada mereka satu malaikat.
Malaikat mendatangi orang yang berpenyakit sopak (Si Belang) dan bertanya kepadanya,
“Sesuatu apakah yang engkau minta?”
Si Belang menjawab, “Warna yang bagus dan kulit yang bagus serta hilangnya dari diri saya
sesuatu yang membuat orang-orang jijik kepada saya.”
Lalu malaikat itu mengusapnya dan seketika itu hilanglah penyakitnya yang menjijikkan itu.
Kini ia memiliki warna kulit yang bagus. Kemudian malaikat itu bertanya lagi kepadanya, “Harta
apa yang paling engkau sukai?”
Orang itu menjawab, “Onta.”
Akhirnya orang itu diberikan seekor onta yang bunting seraya didoakan oleh malaikat, “Semoga
Allah memberi berkah untukmu dalam onta ini.”
Kemudian malaikat mendatangi si Botak dan bertanya kepadanya, “Apakah yang paling engkau
sukai?”
Si Botak menjawab, “Rambut yang indah dan hilangnya dari diri saya penyakit yang karenanya
aku dijauhi oleh manusia.”
Malaikat lalu mengusapnya, hingga hilanglah penyakitnya dan dia diberi rambut yang indah.
Malaikat bertanya lagi, “Harta apa yang paling engkau sukai?”
Orang itu menjawab, “Sapi.”
Akhirnya si Botak diberikan seekor sapi yang bunting dan didoakan oleh malaikat, “Semoga
Allah memberkahinya untukmu.”
Selanjutnya malaikat mendatangi si Buta dan bertanya kepadanya, “Apa yang paling engkau
sukai?”
Si Buta menjawab, “Allah mengembalikan kepada saya mata saya agar saya bisa melihat
manusia.”
Malaikat lalu mengusapnya hingga Allah mengembalikan pandangannya. Si Buta bisa melihat
lagi. Setelah itu malaikat bertanya lagi kepadanya, “Harta apa yang paling engkau sukai?”
Orang itu menjawab, “Kambing.”
Akhirnya diberilah seekor kambing yang bunting kepadanya sambil malaikat mendoakannya.
Singkat cerita, dari hewan yang dimiliki ketiga orang itu beranak dan berkembang biak. Yang
pertama memiliki satu lembah onta, yang kedua memiliki satu lembah sapi, dan yang ketiga
memiliki satu lembah kambing.
1
Kemudian sang malaikat – dengan wujud berbeda dengan sebelumnya – mendatangi si Belang.
Malaikat berkata kepadanya, “Seorang miskin telah terputus bagiku semua sebab dalam safarku,
maka kini tidak ada bekal bagiku kecuali pertolongan Allah kemudian dengan pertolongan Anda.
Saya memohon kepada Anda demi (Allah) Yang telah memberi Anda warna yang bagus, kulit
yang bagus, dan harta, satu ekor onta saja yang bisa menghantarkan saya dalam safar saya ini.”
Orang yang tadinya belang itu menanggapi, “Hak-hak orang masih banyak.”
Lalu malaikat bertanya kepadanya, “Sepertinya saya mengenal Anda. Bukankah Anda dulu
berkulit belang yang dijauhi oleh orang-orang dan juga fakir, kemudian Anda diberi oleh Allah?”
Orang itu menjawab, “Sesungguhnya harta ini saya warisi dari orang-orang tuaku.”
Maka malaikat berkata kepadanya, “Jika kamu dusta, maka Allah akan mengembalikanmu pada
keadaan semula.”
Lalu, dengan rupa dan penampilan sebagai orang miskin, malaikat mendatangi mantan si Botak.
Malaikat berkata kepada orang ini seperti yang dia katakan kepada si Belang sebelumnya.
Ternyata tanggapan si Botak sama persis dengan si Belang. Maka malaikat pun menanggapinya,
“Jika kamu berdusta, Allah pasti mengembalikanmu kepada keadaan semula.”
Lalu malaikat – dengan rupa dan penampilan berbeda dengan sebelumnya – mendatangi si Buta.
Malaikat berkata kepadanya, “Seorang miskin dan Ibn Sabil yang telah kehabisan bekal dan
usaha dalam perjalanan, maka hari ini tidak ada lagi bekal yang menghantarkan aku ke tujuan
kecuali dengan pertolongan Allah kemudian dengan pertolongan Anda. Saya memohon kepada
Anda, demi Allah yang mengembalikan pandangan Anda, satu ekor kambing saja supaya saya
bisa meneruskan perjalanan saya.”
Maka si Buta menanggapinya, “Saya dulu buta lalu Allah mengembalikan pandangan saya.
Maka ambillah apa yang kamu suka dan tinggalkanlah apa yang kamu suka. Demi Allah aku
tidak keberatan kepada kamu dengan apa yang kamu ambil karena Allah.”
Lalu malaikat berkata kepadanya, “Jagalah harta kekayaanmu. Sebenarnya kamu (hanyalah)
diuji. Dan Allah telah ridha kepadamu dan murka kepada dua sahabatmu.”
Mensyukuri ni’mat adalah suatu hal yang mesti kita lakukan agar kita tidak selalu menyalahkan
keadaan yang seringkali kekurangan atau terbatas. Bahkan seringkali keterbatasan tersebut malah
melahirkan kreatifitas tertentu. Buya Hamka, misalnya, ketika akhirnya dibebaskan dari penjara
tanpa proses pengadilan, teman-teman Buya Hamka heran kok beliau tetap tersenyum dan tidak
merasa dendam atau marah kepada orang yang telah menzoliminya (memasukan ke penjara
selama bertahun-tahun) , apa kata beliau, juteru saya berterima kasih kepada yang telah
memenjarakan saya karena saya didalam penjara dapat mengkhatamkan Qur’an sampai 9 kali
selama sebulan, kemudian saya dapat menyelesaikan penulisan tafsir qur’an Al Azhar justeru
ketika saya dalam penjara!!!.
Mensyukuri ni’mat itulah yang berusaha saya tanamkan kepada anak saya dengan segala
keterbatasan. Anak saya yang I yang bersekolah di SMP 1 dan II kebetulan SBI, suatu ketika
anak saya tersebut minta laptop karena sebagian temannya bawa laptop, demikian juga hari
berikutnya minta dibelikan kalkulator elektronik (alfa link), saya sampaikan bahwa mestinya kita
bersyukur karena banyak orang yang tidak punya computer sementara dirumah ada PC juga ada
laptop meski itu punya bapaknya, Demikian juga mesti bersyukur juga dirumah ada 10 kamus
karena kakek, nenek dan bapaknya guru bahasa Inggris. Ambil saja hikmah positifnya, hasilnya
ternyata dalam ulangannya malah lebih baik dari yang bawa laptop, demikian juga nilai bahasa
inggrisnya malah lebih baik dari yang bawa alfalink. Saya katakan inilah hikmah nya,”dalam
ketiadaan kamu memiliki banyak kemampuan”. “Keterbatasan membuat kita berfikir panjang”.
Meratapi ketiadaan memang sangat mudah dan ini menjadi perilaku banyak orang. Terkadang
mungkin kita juga kesal dengan keterbatasan yang menyebabkan banyak hal tidak dapat
dilakukan. Namun percayalah bahwa semua itu hanya akan sia-sia saja tanpa solusi yang nyata.
Ketiadaan justru seringkali melahirkan banyak kemampuan, sebaliknya keberadaan bahkan
keberlimpahan tidak jarang justru membunuh banyak kemampuan. Teman saya cerita waktu
2
gajinya Rp 2 juta dia bisa menabung, namun saat gajinya Rp 5 juta dia malah pusing bayar
hutang setiap bulannya. Dengan jumlah yang sedikit dia memiliki kemampuan mendisiplinkan
diri dari pengeluaran yang tidak perlu dan akhirnya bisa menabung. Namun ketika jumlahnya
banyak, tiba-tiba kemampuan itu hilang. Sedikitnya berlebih, banyaknya malah kurang.
Dalam konteks kebangsaan, kita menyaksikan betapa banyak bangsa-bangsa di dunia yang tidak
beroleh karunia yang banyak atas kekayaan alamnya, namun mampu tampil menjadi bangsa
yang berkelimpahan. Dan sebaliknya, tidak sedikit bangsa yang beroleh berbagai karunia atas
kekayaan alamnya justru tampil dengan serba kekurangan.
Negara-negara seperti Jepang, Korea dan Singapura yang miskin sumberdaya justru memiliki
segalanya. Negara sepeti Swiss juga sangat mengesankan. Swiss tidak mempunyai perkebunan
coklat tetapi terkenal sebagai negara pembuat coklat terbaik di dunia. Negara Swiss sangat kecil,
hanya 11% daratannya yang bisa ditanami. Namun dalam ketiadaan Swiss justru memiliki
banyak kemampuan. Swiss menjadi Negara yang mampu mengolah susu dengan kualitas terbaik.
Nestle adalah salah satu perusahaan makanan terbesar di dunia. Swiss juga tidak mempunyai
cukup reputasi dalam keamanan, integritas dan ketertiban, bahkan tidak mempunyai tentara,
tetapi saat ini bank-bank di Swiss menjadi bank yang sangat disukai dan dipercaya di dunia.
Peralatan Swiss Army dan Victorynox dari Swiss menjadi standard pasukan khusus negara di
dunia.
Meski demikian tidak semua negara miskin sumber daya memiliki kemampuan untuk bangkit
menjadi negara maju. Kita menyaksikan beberapa negara di Afrika yang miskin sumber daya
sampai hari ini masih bergulat dengan kemiskinannya. Bantuan internasional sudah tidak
terhitung jumlahnya, namun kematian yang disebabkan oleh kemiskinan sulit untuk ditekan. Apa
sebab? Negara-negara tersebut tidak mampu menggunakan dana-dana bantuan internasional
sebagai modal awal untuk menggerakkan perekonomian. Yang terjadi justru sebaliknya, mereka
terlena oleh bantuan dan menjadi tergantung oleh bantuan. Negara yang seperti ini tidak hanya
miskin secara sumberdaya, melainkan juga telah menjadi miskin secara mental.
Indonesia bukanlah negara yang miskin sumberdaya. Setiap jengkal tanahnya memiliki kekayaan
yang luar biasa, cuaca yang sangat bersahabat, lautan luas yang begitu kaya raya. Itulah
sebabnya para penjajah datang silih berganti, ingin menikmati semua kekayaan alam yang
laksana syurga ini. Sayangnya, orang-orang asing begitu mudah menikmati seluruh kekayaan
yang kita punya, namun rakyatnya sendiri masih saja banyak yang sulit untuk menikmati
kehidupannya, bahkan kita sering membuka peluang bagi masuknya penjajah asing, dalam kasus
gempa padang Menlu Hasan Wirayuda mengatakan tidak membatasi relawan asing untuk masuk
ke padang, padahal justeru penjajah masuk awalnya dengan motif bantuan ekonomi, saya dapat
SMS saat ini ada tim relawan dari CWS (curch world service/layanan gereja dunia), mereka
bergerak melalui tim psikology untuk korban gempa dan anak-anak, ada indikasi upaya
misionaris untuk pemurtadan warga padang yang secara kejiwaan labil. Mestinya pemerintah dan
masyarakat mengawasi dan membatasi mereka.
Disi lain memang mestinya kita bisa mengambil efek positif dari bencana ini misalnya bahwa
segala bangunan mesti di sesuaikan sepenuhnya dengan alam seperti membangun rumah dari
kayu yang tahan gempa. Padang harus dirombak total menjadi kota modern yg sadar dengan
kerawannya atas bencana gempa. Kedepan mestinya daerah seperti padang dibebaskan dari
semua bangunan serta kesibukan manusia. Padang yang berada pada zona merah ini mestinya
sepenuhnya ditujukan untuk kawasan pelestarian alam, tradisi kota yang asal ‘tumbuh’ seperti di
Indonesia pada umumnya saatnya diakhiri dengan padang sebagai pelopornya.
Keberlimpahan yang kita miliki justru membunuh berbagai kemampuan. Dalam keberlimpahan
seakan kita tidak berdaya mengelola segala sumberdaya yang kita punya. Kita tidak mampu
mendistribusikan kesejahteraan secara adil dan merata, kita tak mampu menjaga segala warisan
budaya, kita juga tak mampu menjaga tanah dan air kita dengan sebaik-baiknya. Derita tercipta
dimana-mana meski setiap jengkal tanah dan airnya kaya raya.
Mengapa ketiadaan melahirkan banyak kemampuan sementara keberlimpahan justru
membunuh segala kemampuan? Ternyata persoalannya terletak pada kemampuan kita
mensyukuri segala apa yang kita miliki. Bersyukur dapat diartikan sebagai kerelaan kita
menerima berbagai kenyataan empirik yang kita hadapi yang disertai dengan kemampuan
3
kita melihat berbagai sisi positif dari setiap situasi dan mengambil manfaat dari hal-hal
positif yang kita hadapi.
Mereka yang bersyukur akan melihat berbagai sisi positif dan mengambil manfaat dari berbagai
hal positif yang ada dalam setiap situasi yang terjadi. Akumulasi dari hal ini akan melahirkan
kondisi yang lebih baik dan lebih baik setiap waktunya. Hal ini sesuai dengan janji Allah swt
sendiri seperti yang tertera dalam Al Quran “...Sesugguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami
akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka
sesugguhnya azab-Ku sangat pedih...” (QS.Ibrahim /14:7).
Mensyukuri kondisi dan situasi yang kita hadapi akan melahirkan kejernihan dalam memandang
keadaan. Dari kejernihan ini kita akan mampu melihat peluang dan tantangan secara objektif dan
kita akan dapat mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan untuk meraih semua peluang dan
mengatasi semua tantangan. Pada saat itulah nikmat Allah akan terus bertambah dan bertambah.
Semoga bangsa ini bisa menjadi bangsa yang senantiasa bersyukur dalam setiap situasi yang
dihadapi. Amin.
*Petani cerdas dapat mengubah Tomat yang sekilo Rp 50 jadi lebih meningkat dengan makanan
olahan.
*Ubah SMA BBS menjadi sekolah dengan keunggulan di sector pertanian dengan memanfaatan lahan
luas misal dengan penanaman pohon buah, sayuran dll serta penerapan teknologi pertanian yang
tepat guna.
*Strategi Khalid bin Walid dimana kaum muslimin berjumlah 3000 menghadapi 200.000 pasukan
romawi adalah dengan kamuflase pasukan, yaitu menjelang tengah malam mereka diatur secara
memanjang kemudian pasukan dikiri bergerak kekanan dan yang kekanan bergerak kekiri, sementara
yang didepan bergerak kebelakang dan dari belakang bergerak ke depan seraya mengepulkan debu
disekitarnya suasana hiruk pikuk dan kepulan debu yang membumbung tinggi membuat nyali
pasukan romawi ketar-ketir, mereka berfikir pasukan bantuan rosulullah sudah tiba, menghadapi
yang 3000 pasukan saja sudah keketeran apalagi bila menghadapi bantuan lagi, dengan serta merta
mereka kabur tunggang langgang. Selamatlah pasukan kaum muslimin dari kekalahan.
4