Sosiologi Antropologi Gizi Ruth Chetlyn
Nama Mata Kuliah
: Sosiologi Antropologi Gizi
Nama Dosen
: Adilita Pramanti,S.Sos,M.Si
Nama Mahasiswa / NPM
: Ruth Chetlyn Margaret / P23131117075
Kelas
: D IVB / II
Judul Tugas
: Peran Sosiologi dan Antropologi dalam Bidang Gizi Masyarakat
Asal Institusi
: Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II
1. Kaitan antara antropologi dan gizi masyarakat
Antropologi adalah suatu ilmu yang mempelajari budaya, perilaku dari masyarakat yang
akhirnya terbentuk suatu peraturan yang dibuat untuk kepentingan masyarakat tersebut. Gizi
adalah ilmu yang mempelajari tentang makanan yang dikonsumsi seseorang yang terdiri dari
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Kedua ilmu ini memiliki kaitan yang cukup
erat, mengapa? Karena tiap daerah memiliki kebiasaan atau budaya masing masing dalam
mengonsumsi makanan untuk tubuh mereka. Sebagai contoh yaitu masyarakat di daerah Papua,
Ambon, NTT dan daerah timur yang lain mengonsumsi sagu sebagai makanan pokok mereka,
berbeda dengan masyarakat di daerah Jawa terkhusus yang tinggal di perkotaan, lebih memilih
beras sebagai makanan pokoknya. Jelas sekali bahwa budaya mempengaruhi gizi dari seseorang.
Selain itu dalam masyarakat Indonesia sudah menjadi tradisi bahwa “belum makan kalau tidak
pakai nasi” hal inilah yang menjadi budaya dalam masyarakat yang sampai sekarang masih
berlaku, akibatnya pemasukan beras banyak yang di impor dari negara lain. Contoh lain yaitu
dalam mengonsumsi air, masyarakat di perkotaan lebih memilih air dalam kemasan karena lebih
higienis, dari sinilah dapat kita lihat bahwa lingkungan juga mempengaruhi gizi masyarakat.
Berbeda dengan masyarakat pedesaan yang bisa dikatakan lingkungannya masih asri dan bersih,
mereka masih melakukan budaya memasak air yang diambil dari mata air atau langsung
meminumnya. Masih banyak lagi contoh-contoh perilaku masyarakat yang menjadi suatu
kebudayaan dalam mengonsumsi makanan
2. Apa-apa saja hal yang mempengaruhi gizi masyarakat
Gizi memiliki kaitan dengan permasalahan gizi di masyarakat. Di Indonesia masih banyak
anak atau balita yang mengalami gizi buruk. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi gizi
masyarakat yaitu faktor ekonomi. Pada anak yang mengalami gizi buruk, biasanya ekonomi
orangtuanya rendah. Dengan pekerjaan yang seadanya makanan yang dikonsumsi si anak pun
seadanya tanpa memperhatikan nilai gizi dari makanan tersebut. Semakin tinggi pendapatan atau
dalam arti cukup maka kebutuhan asupan nya pun semakin baik tetapi tidak berarti sudah
memenuhi kecukupan gizi, sedangkan semakin rendah ekonomi maka kbutuhan asupan pun
rendah.
Kedua yaitu faktor pendidikan. Karena minimnya pendidikan tentang gizi, maka banyak
orang tua terutama para ibu yang belum mengerti apa pentingnya gizi dalam tiap makanan yang
dikonsumsi si buah hati. Asalkan anak kenyang makanan apapun di konsumsi tanpa melihat
kandungan gizi dari tiap makanan. Maka dari itu pengetahuan tentang gizi sangat di perlukan
seperti fungsi dari tiap makanan yang dikonsumsi bagi tubuh apa saja, lalu fungsi dari adanya 4
pilar gizi seimbang apa. Dengan adanya penyuluhan ditiap daerah diharapkan agar pengetahuan
para ibu dalam memilih makanan untuk anak lebih bervariasi dan mengandung gizi yang
terpenuhi
3. Pentingnya antropologi dalam mempelajari Gizi Masyarakat
Antropologi dan gizi memiliki kaitan yang kuat. Mengapa demikian? Karena pengertian
dari antropologi itu sendiri yaitu kebiasaan dalam masyarakat dan gizi masyarakat di pengaruhi
oleh kebiasaan tersebut. Pola makan dan tata cara makan juga dipengaruhi oleh budaya yang ada
di masyarakat tersebut. Perlu adanya penyelidikan tentang bagaimana kebiasaan atau
kebudayaan serta kepercayaan dari masyarakat tersebut, agar tidak bertentangan dengan aturan
yang sudah berlaku dan memudahkan kita dalam melakukan penyuluhan makanan bergizi yang
diperlukan tubuh. Agar apa yang kita usahakan tidak sia-sia karena tidak mungkin kita dapat
memperbaiki gizi suatu daerah jika yang kita sarankan itu bertentangan dengan kebudayaan
mereka. Akan sulit sekali kita merubah perilaku seseorang yang diakibatkan oleh budaya, hal itu
akan memakan atau membutuhkan proses yang lama dan panjang.
Misalnya pada masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu memiliki kepercayaan
tidak memakan daging sapi karena menurut mereka sapi adalah hewan yang mulia
4. Kebudayaan konsumsi yang mempengaruhi gizi masyarakat “Kota dan Desa”
Di zaman modern ini kebudayaan mengonsumsi makanan semakin lama semakin berubah.
Tentunya masyarakat perkotaan dan pedesaan memiliki perbedaan juga. Masyarakat di kota
cenderung mengonsumsi makanan cepat saji karena cepat dibuat dan praktis yang tentu makanan
cepat saji tidak baik di konsumsi dalam jangka waktu yang panjang.
Sedangkan masyarakat di Desa, masih menggunakan bahan bahan makanan dari hasil
kebun atau peternakan milik mereka yang kemudian mereka olah, ada yang menggunakan
kompor dan ada yang masih memakai kayu bakar. Tetapi karena zaman semakin modern ada
juga warga desa yang mengonsumsi roti sebagai sarapan atau selingan. Meskipun masyarakat
pedesaan tidak semua memiliki kebiasaan seperti itu tetapi sudah ada yang melakukannya.
: Sosiologi Antropologi Gizi
Nama Dosen
: Adilita Pramanti,S.Sos,M.Si
Nama Mahasiswa / NPM
: Ruth Chetlyn Margaret / P23131117075
Kelas
: D IVB / II
Judul Tugas
: Peran Sosiologi dan Antropologi dalam Bidang Gizi Masyarakat
Asal Institusi
: Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II
1. Kaitan antara antropologi dan gizi masyarakat
Antropologi adalah suatu ilmu yang mempelajari budaya, perilaku dari masyarakat yang
akhirnya terbentuk suatu peraturan yang dibuat untuk kepentingan masyarakat tersebut. Gizi
adalah ilmu yang mempelajari tentang makanan yang dikonsumsi seseorang yang terdiri dari
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Kedua ilmu ini memiliki kaitan yang cukup
erat, mengapa? Karena tiap daerah memiliki kebiasaan atau budaya masing masing dalam
mengonsumsi makanan untuk tubuh mereka. Sebagai contoh yaitu masyarakat di daerah Papua,
Ambon, NTT dan daerah timur yang lain mengonsumsi sagu sebagai makanan pokok mereka,
berbeda dengan masyarakat di daerah Jawa terkhusus yang tinggal di perkotaan, lebih memilih
beras sebagai makanan pokoknya. Jelas sekali bahwa budaya mempengaruhi gizi dari seseorang.
Selain itu dalam masyarakat Indonesia sudah menjadi tradisi bahwa “belum makan kalau tidak
pakai nasi” hal inilah yang menjadi budaya dalam masyarakat yang sampai sekarang masih
berlaku, akibatnya pemasukan beras banyak yang di impor dari negara lain. Contoh lain yaitu
dalam mengonsumsi air, masyarakat di perkotaan lebih memilih air dalam kemasan karena lebih
higienis, dari sinilah dapat kita lihat bahwa lingkungan juga mempengaruhi gizi masyarakat.
Berbeda dengan masyarakat pedesaan yang bisa dikatakan lingkungannya masih asri dan bersih,
mereka masih melakukan budaya memasak air yang diambil dari mata air atau langsung
meminumnya. Masih banyak lagi contoh-contoh perilaku masyarakat yang menjadi suatu
kebudayaan dalam mengonsumsi makanan
2. Apa-apa saja hal yang mempengaruhi gizi masyarakat
Gizi memiliki kaitan dengan permasalahan gizi di masyarakat. Di Indonesia masih banyak
anak atau balita yang mengalami gizi buruk. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi gizi
masyarakat yaitu faktor ekonomi. Pada anak yang mengalami gizi buruk, biasanya ekonomi
orangtuanya rendah. Dengan pekerjaan yang seadanya makanan yang dikonsumsi si anak pun
seadanya tanpa memperhatikan nilai gizi dari makanan tersebut. Semakin tinggi pendapatan atau
dalam arti cukup maka kebutuhan asupan nya pun semakin baik tetapi tidak berarti sudah
memenuhi kecukupan gizi, sedangkan semakin rendah ekonomi maka kbutuhan asupan pun
rendah.
Kedua yaitu faktor pendidikan. Karena minimnya pendidikan tentang gizi, maka banyak
orang tua terutama para ibu yang belum mengerti apa pentingnya gizi dalam tiap makanan yang
dikonsumsi si buah hati. Asalkan anak kenyang makanan apapun di konsumsi tanpa melihat
kandungan gizi dari tiap makanan. Maka dari itu pengetahuan tentang gizi sangat di perlukan
seperti fungsi dari tiap makanan yang dikonsumsi bagi tubuh apa saja, lalu fungsi dari adanya 4
pilar gizi seimbang apa. Dengan adanya penyuluhan ditiap daerah diharapkan agar pengetahuan
para ibu dalam memilih makanan untuk anak lebih bervariasi dan mengandung gizi yang
terpenuhi
3. Pentingnya antropologi dalam mempelajari Gizi Masyarakat
Antropologi dan gizi memiliki kaitan yang kuat. Mengapa demikian? Karena pengertian
dari antropologi itu sendiri yaitu kebiasaan dalam masyarakat dan gizi masyarakat di pengaruhi
oleh kebiasaan tersebut. Pola makan dan tata cara makan juga dipengaruhi oleh budaya yang ada
di masyarakat tersebut. Perlu adanya penyelidikan tentang bagaimana kebiasaan atau
kebudayaan serta kepercayaan dari masyarakat tersebut, agar tidak bertentangan dengan aturan
yang sudah berlaku dan memudahkan kita dalam melakukan penyuluhan makanan bergizi yang
diperlukan tubuh. Agar apa yang kita usahakan tidak sia-sia karena tidak mungkin kita dapat
memperbaiki gizi suatu daerah jika yang kita sarankan itu bertentangan dengan kebudayaan
mereka. Akan sulit sekali kita merubah perilaku seseorang yang diakibatkan oleh budaya, hal itu
akan memakan atau membutuhkan proses yang lama dan panjang.
Misalnya pada masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu memiliki kepercayaan
tidak memakan daging sapi karena menurut mereka sapi adalah hewan yang mulia
4. Kebudayaan konsumsi yang mempengaruhi gizi masyarakat “Kota dan Desa”
Di zaman modern ini kebudayaan mengonsumsi makanan semakin lama semakin berubah.
Tentunya masyarakat perkotaan dan pedesaan memiliki perbedaan juga. Masyarakat di kota
cenderung mengonsumsi makanan cepat saji karena cepat dibuat dan praktis yang tentu makanan
cepat saji tidak baik di konsumsi dalam jangka waktu yang panjang.
Sedangkan masyarakat di Desa, masih menggunakan bahan bahan makanan dari hasil
kebun atau peternakan milik mereka yang kemudian mereka olah, ada yang menggunakan
kompor dan ada yang masih memakai kayu bakar. Tetapi karena zaman semakin modern ada
juga warga desa yang mengonsumsi roti sebagai sarapan atau selingan. Meskipun masyarakat
pedesaan tidak semua memiliki kebiasaan seperti itu tetapi sudah ada yang melakukannya.