2.1.2 Visi dan Misi Rumah Sakit - Laporan Praktik Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

2.1 Rumah Sakit

  2.1.1 Definisi Rumah Sakit

  Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

  2.1.2 Visi dan Misi Rumah Sakit

  Visi rumah sakit merupakan kekuatan memandu rumah sakit untuk mencapai status masa depan rumah sakit, seperti lingkup dan posisi pasar, keuntungan, efikasi, penerimaan masyarakat, reputasi, mutu produk dan atau pelayanan, dan keterampilan tenaga kerja. Visi rumah sakit merupakan pernyataan tetap (permanen) untuk mengkomunikasikan sifat dari keberadaan rumah sakit. Misi rumah sakit merupakan pernyataan singkat dan jelas tentang alasan keberadaan rumah sakit, maksud dan fungsi yang diinginkan untuk memenuhi pengharapan dan kepuasan konsumen dan metode utama untuk mencapai visi. Maksud utama rumah sakit memiliki misi adalah memberi kejelasan fokus kepada seluruh personel rumah sakit dan memberikan pengertian bahwa apa yang dilakukan adalah terikat pada maksud yang besar.

2.1.3 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

  a. Tugas rumah sakit

  Rumah Sakit, Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.

  b. Fungsi rumah sakit

  Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 5 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit mempunyai beberapa fungsi yaitu: i. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit; ii. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis; iii. penyelanggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; iv. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.4 Klasifikasi Rumah Sakit

  Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi: a.

  Rumah Sakit Umum Kelas A, adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 5 (lima) pelayanan spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) pelayanan medik spesialis lain dan 13 (tiga belas) pelayanan medik subspesialis. Mempunyai jumlah tempat tidur ≥ 400 (empat ratus) buah.

  Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 4 (empat) pelayanan spesialis penunjang medik, 8 (delapan) pelayanan medik spesialis lain dan 2 (dua) pelayanan medik subspesialis dasar. Mempunyai jumlah tempat tidur ≥ 200 (dua ratus) buah.

  c.

  Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik. Mempunyai jumlah tempat tidur ≥ 100 (seratus) buah.

  d.

  Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) pelayanan medik spesialis dasar. Mempunyai jumlah tempat tidur ≥ 50 (lima puluh) buah.

2.1.5 Struktur Organisasi Rumah Sakit

  Berdasarkan UU RI nomor 44 tahun 2009 pasal 33 tentang Rumah Sakit, setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel.

  Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, Unsur Pelayanan Medis, Unsur Keperawatan, Unsur Penunjang Medis, Komite Medis, Satuan Pemeriksaan Internal, serta Administrasi Umum dan Keuangan.

2.2 Tim Farmasi dan Terapi

  Menurut Permenkes RI Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Farmasi dan Terapi (TFT) yang merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit mengenai kebijakan penggunaan Obat di Rumah Sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di Rumah Sakit, Apoteker Instalasi Farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan. TFT harus dapat membina hubungan kerja dengan komite lain di dalam Rumah Sakit yang berhubungan/berkaitan dengan penggunaan Obat. Ketua TFT dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang Apoteker, apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah Apoteker, namun apabila diketuai oleh Apoteker, maka sekretarisnya adalah dokter. TFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk Rumah Sakit besar rapat diadakan sekali dalam satu bulan. Rapat TFT dapat mengundang pakar dari dalam maupun dari luar Rumah Sakit yang dapat memberikan masukan, memiliki pengetahuan khusus, keahlian-keahlian atau pendapat tertentu yang bermanfaat bagi TFT.

  TFT mempunyai tugas: a. mengembangkan kebijakan tentang penggunaan Obat di Rumah Sakit; b. melakukan seleksi dan evaluasi Obat yang akan masuk dalam formularium

  Rumah Sakit; c. mengembangkan standar terapi; d. mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan Obat; e. melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan Obat yang rasional; f. mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki; mengkoordinir penatalaksanaan medication error; h. menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan Obat di Rumah Sakit.

2.3 Instalasi Farmasi Rumah Sakit

  Instalasi farmasi di rumah sakit adalah instalasi di rumah sakit yang dipimpin oleh seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker, tenaga ahli madya farmasi (D-3) dan tenaga menengah farmasi (AA) yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan, dispensing obat, pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit serta pelayanan farmasi klinik (Menkes RI, 2014).

2.3.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

  Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi : a. menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi; b. melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

  Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien; c. melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat

  Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek terapi d. melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) serta memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien; e. berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi; f. melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan

  Kefarmasian; g. memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium Rumah Sakit;

  Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi: a.

  Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai i. memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit; ii. merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

  Medis Habis pakai secara efektif, efisien dan optimal; iii. mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

  Pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku; iv. memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit; v. menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku; vi. menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian; mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

  Pakai ke unit-unit pelayanan di Rumah Sakit; viii. melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu; ix. melaksanakan pelayanan Obat “unit dose”/dosis sehari; x. melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (apabila sudah memungkinkan); xi. mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan

  Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai; xii. melakukan pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang sudah tidak dapat digunakan; xiii. mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

  Medis Habis Pakai; xiv. melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai.

  b.

  Pelayanan farmasi klinik i. mengkaji dan melaksanakan pelayanan Resep atau permintaan Obat; ii. melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan Obat; iii. melaksanakan rekonsiliasi Obat; iv. memberikan informasi dan edukasi penggunaan Obat baik berdasarkan

  Resep maupun Obat non Resep kepada pasien/keluarga pasien; v. mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan

  Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai; vi. melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain; vii. memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya; viii. melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO)

  a) pemantauan efek terapi Obat; b) pemantauan efek samping Obat; c) pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD); ix. melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); x. melaksanakan dispensing sediaan steril

  a) melakukan pencampuran Obat suntik; b) menyiapkan nutrisi parenteral; c) melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik; d) melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak stabil; xi. melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar Rumah Sakit; xii. melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).

2.3.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

  Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Pengorganisasian Rumah Sakit harus dapat menggambarkan pembagian tugas, koordinasi kewenangan, fungsi dan tanggung jawab Rumah Sakit. Berikut adalah beberapa orang di Rumah Sakit yang terkait dengan kefarmasian. Pengorganisasian Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu.

  

2.3.3 Kegiatan Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai

  Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang menjamin seluruh rangkaian kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat dan keamanannya. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam ketentuan

  Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa pengelolaan Alat Kesehatan, Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu. Alat Kesehatan yang dikelola oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu berupa alat medis habis pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung, implan dan stent.

  Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan formularium, pengadaan dan pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

  Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu, Instalasi Farmasi sebagai satu-satunya penyelenggara Pelayanan Kefarmasian, sehingga Rumah Sakit akan i. pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan sediaan Farmasi,

  Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai; ii. standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

  Pakai; iii. penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

  Pakai; iv. pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

  Habis Pakai; v. pemantauan terapi Obat; vi. penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat

  Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien); vii. kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

  Habis Pakai yang akurat; viii. peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit; dan ix. peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan pegawai.

  Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen pengunaan Obat yang efektif. Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang sekurang-kurangnya sekali setahun. Peninjauan ulang sangat membantu Rumah Sakit memahami kebutuhan dan prioritas dari perbaikan sistem mutu dan keselamatan penggunaan Obat yang berkelanjutan. Rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan Obat untuk meningkatkan keamanan, khususnya Obat yang perlu diwaspadai (high-alert sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event) dan Obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD).

  Kelompok Obat high-alert diantaranya: a.

  Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM atau Look Alike Sound Alike/LASA).

  b.

  Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2 meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9% dan magnesium sulfat.

  c.

  Obat-obat sitostatika.

  Kegiatan Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai:

2.3.3.1 Pemilihan

  Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan: i.

  Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi ii. Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang telah ditetapkan iii.

  Pola penyakit iv. Efektifitas dan keamanan v. Pengobatan berbasis bukti vi.

  Mutu vii. Harga Ketersediaan di pasaran

  2.3.3.2 Perencanaan

  Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.

  Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan: i. anggaran yang tersedia; ii. penetapan prioritas; iii. sisa persediaan; iv. data pemakaian periode yang lalu; v. waktu tunggu pemesanan; vi. rencana pengembangan.

  2.3.3.3 Pengadaan

  Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan dan pembayaran.

  Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain: i. bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Safety Analisa; ii. bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet

  (MSDS); iii. sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai harus mempunyai Nomor Izin Edar; dan iv. expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi,

  Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain) Pengadaan dapat dilakukan melalui: i. Pembelian. ii.

  Produksi sediaan farmasi. iii.

  Sumbangan/Dropping/Hibah.

  2.3.3.4 Penerimaan

  Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.

  2.3.3.5 Penyimpanan

  Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud ventilasi dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai.

  Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang harus disimpan terpisah yaitu: a. bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda khusus bahan berbahaya b. gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.

  Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.

  Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat.

  Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat emergensi untuk kondisi gawat darurat. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan

2.3.3.6 Pendistribusian

  Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah dan ketepatan waktu.

  Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan. Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara: a.

  Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock) i.

  Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi. ii.

  Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan. iii.

  Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan. iv.

  Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan. v.

  Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang disediakan b.

  Sistem Resep Perorangan Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

  Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi.

  c.

  Sistem Unit Dosis Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

  Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.

  d.

  Sistem Kombinasi Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

  Medis Habis pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a + c.

  Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau Resep individu yang mencapai 18%.

  Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan: i.

  Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada. ii.

  Metode sentralisasi atau desentralisasi.

2.3.3.7 Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

  Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai bila: a. produk tidak memenuhi persyaratan mutu; b. telah kadaluwarsa; c. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan; dan d. dicabut izin edarnya.

  Tahapan pemusnahan Obat terdiri dari: a. membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

  Pakai yang akan dimusnahkan; b. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan; c. mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait; d. menyiapkan tempat pemusnahan; dan e. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta peraturan yang berlaku.

  Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

  Medis Habis Pakai dilakukan oleh BPOM atau pabrikan asal. Rumah Sakit harus mempunyai sistem pencatatan terhadap kegiatan penarikan.

  Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai.

  Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di Rumah Sakit.

  Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk: a. penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit; b. penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi; c. memastikan persediaan efektif dan efisisen atau tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluarsa dan kehilangan serta pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai.

  Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai adalah: a.

  Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving); b.

  Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan berturut-turut (death stock); c.

  Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.

2.3.3.9 Administrasi

  Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk terdiri dari : pencatatan dan pelaporan, administrasi keuangan dan administrasi penghapusan.

2.3.4 Pelayanan Farmasi Klinik

  Berdasarkan Permenkes RI Nomor 58/Menkes/SK/X/2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bahwa pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin.

2.3.4.1 Pengkajian dan pelayanan resep

  Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian Resep, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error). Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait Obat, bila ditemukan masalah terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep.

  Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. a.

  Persyaratan administrasi meliputi: i. nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien; nama, nomor izin, alamat dan paraf dokter; iii. tanggal resep; dan iv. ruangan/unit asal resep.

  b.

  Persyaratan farmasetis meliputi: i. nama, obat, bentuk dan kekuatan sediaan; ii. dosis dan jumlah Obat; iii. stabilitas; dan iv. aturan dan cara penggunaan.

  c.

  Persyaratan klinis meliputi: i. ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat; ii. duplikasi pengobata; iii. alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD); iv. kontraindikasi; dan v. interaksi Obat.

2.3.4.2 Penelusuran riwayat penggunaan Obat

  Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat pasien.

  Tahapan penelusuran riwayat penggunaan Obat: a. membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data rekam penggunaan Obat; b. melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan; c. mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki

  (ROTD); d. mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat; e. melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan Obat; f. melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan; g. melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap Obat yang digunakan; h. melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat; i. melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan Obat; j. memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat bantu kepatuhan minum Obat (concordance aids); k. mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan dokter; l. mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternatif yang mungkin digunakan oleh pasien.

  Kegiatan: a. penelusuran riwayat penggunaan Obat kepada pasien/keluarganya; dan b. melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat pasien.

  Informasi yang harus didapatkan: a. nama Obat (termasuk Obat non Resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi b. reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi; dan c. kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat yang tersisa).

  2.3.4.3 Rekonsiliasi Obat

  Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.

  2.3.4.4 Pelayanan Informasi Obat (PIO)

  Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit. PIO bertujuan untuk: a. menyediakan informasi mengenai Obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah Sakit; b. menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan

  Obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai, c. menunjang penggunaan Obat yang rasional.

  2.3.4.5 Konseling

  Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya.

  Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker.

  Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD) dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient safety).

  2.3.4.6 Visite

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan

  Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional dan menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.

  

Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit baik

  atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care).

  Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi

  2.3.4.7 Pemantauan Terapi Obat (PTO)

  Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).

  2.3.4.8 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

  Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. Tujuan MESO adalah: a. menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang; b. menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan; c. mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO; d. meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki; dan e. mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki.

  2.3.4.9 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

  Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan Tujuan EPO yaitu: a. mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan Obat; b. membandingkan pola penggunaan Obat pada periode waktu tertentu; c. memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat; d. menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat.

  2.3.4.10 Dispensing Sediaan Steril

  Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat. Dispensing sediaan steril bertujuan: a. menjamin agar pasien menerima Obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan; b. menjamin sterilitas dan stabilitas produk; c. melindungi petugas dari paparan zat berbahaya; d. menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.

  2.3.4.11 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

  Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter. Tujuan PKOD adalah mengetahui Kadar Obat dalam Darah dan memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat.

2.4 Mutu dan Keselamatan Pasien dalam Pelayanan Farmasi

  2.4.1 Mutu Pelayanan

  Mutu adalah suatu program yang disusun secara objektif dan sistematik untuk untuk meningkatkan asuhan pasien dan memecahkan masalah yang terungkap

  2.4.2 Keselamatan Pasien

  Keselamatan pasien disyaratkan untuk diimplementasikan mulai tanggal 1 januari 2011 di semua rumah sakit yang terakreditasi oleh Joint Commission

  

International (JCI) dibawah Standar Internasional untuk rumah sakit. Tujuan

  IPSG adalah untuk menggiatkan perbaikan-perbaikan tertentu dalam soal keselamatan pasien.

  Berikut adalah daftar IPSG berdasarkan Joint Commission International, 2011: a.

  Mengidentifikasi pasien dengan benar i.

  Pasien diidentifikasi dengan menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien. ii.

  Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah atau produk darah. iii.

  Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan specimen lain untuk pemeriksaan klinis. iv.

  Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur. v.

  Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua situasi dan lokasi.

  b.

  Meningkatkan komunikasi yang efektif i.

  Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.

  Perintah lengkap lisan dan telepon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima perintah. iii.

  Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan. iv.

  Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.

  c.

  Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai (High Alert)

  Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA). Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.

  d.

  Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang benar i.

  Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam ii.

  Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional. iii.

  Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan. iv.

  Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

  e.

  Mengurangi resiko infeksi akibat perawatan kesehatan i.

  Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand

  hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (WHO Patient Safety).

  ii.

  Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif. iii.

  Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. Pelaksanaan hand hygiene : Pelaksanaan five moment : f.

  Mengurangi resiko cedera pasien akibat jatuh.

  Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat diterapkan rumah sakit.

2.5 Instalasi Central Sterilized Supply Department (CSSD)

   Central Sterilization Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat

  Pelayanan Sterilisasi merupakan instalasi pusat sterilisasi yang melayani semua unit dirumah sakit yang membutuhkan kondisi steril (Depkes RI, 2009).

  Instalasi pusat sterilisasi adalah unit pelayanan non struktural yang berfungsi memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai dengan standar/pedoman dan memenuhi kebutuhan barang steril di Rumah Sakit (Depkes RI, 2009).

  a.

  Tujuan Pusat Sterilisasi: i.

  Membantu unit lain dirumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, untuk mencegah terjadinya infeksi. ii.

  Menurunkan angka kejadian infeksi. iii.

  Efisiensi tenaga medis/paramedis untuk kegiatan yang berorientasi pada pelayanan terhadap pasien. iv.

  Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan.

  b.

  Tugas utama CSSD adalah: i.

  Menyiapkan peralatan medis untuk perawatan pasien. ii.

  Melakukan proses sterilisasi alat/bahan. iii.

  Mendistribusikan alat yang dibutuhkan oleh ruang perawatan, kamar operasi maupun ruangan lain.

  Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman dan bermutu. v.

  Mempertahankan stock inventory yang memadai untuk keperluan perawatan pasien. vi.

  Mempertahankan standar yang telah ditetapkan. vii.

  Mendokumentasikan setiap kegiatan yang dilakukan sebagai bagian dari upaya pengendalian mutu. viii.

  Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan dan pengendalian infeksi bersama dengan pengendalian infeksi nosokomial. ix.

  Memberi penyuluhan tentang hal – hal yang berkaitan dengan masalah sterilisasi. x. menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf instalasi pusat sterilisasi. xi.

  Mengevaluasi hasil sterilisasi. xii.

  Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari ruang dekontaminasi, ruang pengemasan alat, ruang produksi dan prossesing, ruang sterilisasi, dan ruang penyimpanan barang steril.

  c.

  Fungsi CSSD Fungsi CSSD adalah menyiapkan alat-alat bersih dan steril untuk keperluan perawatan pasien di rumah sakit. Secara lebih rinci fungsinya adalah menerima, memproses, mensterilkan, menyimpan serta mendistribusikan peralatan medis ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan perawatan pasien. Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari proses pembilasan, memberi label, sterilisasi, sampai proses distribusi. Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruangan pemakai alat steril terbesar. Dengan pemilihan lokasi seperti ini maka selain meningkatkan pengendalian infeksi dengan meminimalkan resiko kontaminasi silang, serta meminimalkan lalu lintas transportasi alat steril (Depkes, 2009).

  d.

  Ruangan pusat sterilisasi dibagi atas 5 ruangan yaitu: i.

  Ruangan dekontaminasi Proses penerimaan barang kotor, dekontaminasi dan pembersihan dilakukan di ruangan ini. Ruangan dekontaminasi harus direncanakan, dipelihara dan dikontrol untuk mendukung efisiensi proses dekontaminasi dan untuk melindungi pekerja dari benda-benda yang dapat menyebabkan infeksi, racun dan hal-hal berbahaya lainnya.

  Sistem ventilasi harus didesain sedemikian rupa sehingga udara diruang dekontaminasi harus dihisap keluar atau ke sistem sirkulasi udara melalui filter, tekanan udara harus negatif tidak mengkontaminasi udara ruangan lainnya dan ruangan dekontaminasi tidak dianjurkan menggunakan kipas angin (Depkes, 2009).

  Suhu dan kelembaban yang direkomendasikan adalah suhu udara antara

  18 C sampai 22 C dan kelembaban udara antara 35% sampai 75%. Lokasi ruangan dekontaminasi harus terletak diluar lalu lintas utama rumah sakit, dirancang sebagai area tertutup, secara fungsional terpisah dari area di sebelahnya dan dengan izin masuk terbatas, dirancang secara fungsional terpisah dari area lainnya sehingga benda-benda kotor langsung datang/masuk ke ruangan didesinfeksi sebelum dipindahkan ke area yang bersih atau ke area proses sterilisasi dan disediakan peralatan yang memadai dari segi desain, ukuran dan tipenya (Depkes, 2009). ii.

  Ruangan pengemasan alat Proses pengemasan alat untuk alat bongkar pasang maupun pengemasan dan penyimpanan barang bersih dilakukan di ruangan ini. Pada ruangan ini dianjurkan ada tempat penyimpanan barang tertutup. iii.

  Ruangan produksi dan prosesing Pemeriksaan linen, dilipat dan dikemas untuk persiapan sterilisasi dilakukan di ruangan ini. Pada daerah ini sebaiknya ada tempat untuk penyimpanan barang tertutup. Selain linen, pada ruangan ini juga dilakukan pula persiapan untuk bahan seperti kain kasa, kapas dan cotton swabs. iv.

  Ruangan sterilisasi Proses sterilisasi alat/bahan dilakukan di ruangan ini. Untuk sterilisasi etilen oksida, sebaiknya dibuat ruangan khusus yang terpisah tetapi masih dalam satu unit pusat sterilisasi. v.

  Ruangan penyimpanan barang steril Ruangan ini sebaiknya berada dekat dengan ruangan sterilisasi. Apabila digunakan mesin sterilisasi dua pintu, maka pintu belakang langsung berhubungan dengan ruangan penyimpanan. Di ruangan ini penerangan harus memadai, suhu antara 18 C-22 C dan kelembaban 35%-75%. Ventilasi menggunakan sistem tekanan positif dengan efisiensi filtrasi particular antara 90-95% (untuk partikel berukuran 0,5 mikro). Dinding dan lantai ruangan terbuat dari bahan yang halus dari langit-langit serta 5 cm dari dinding. Akses ke ruang penyimpanan steril dilakukan oleh petugas pusat sterilisasi yang terlatih (Depkes, 2009). Standar gedung yang harus dipedomani yaitu sistem satu arah.

  Cara sterilisasi ada dua macam, yaitu:

  o

  a)

  C) Sterilisasi suhu tinggi ( 134

  Dengan stim uap air bertekanan tinggi yang digunakan untuk alat-alat yang tahan terhadap suhu panas seperti logam, kain katun yang tahan panas.

  o o

  b) –60

  C) Sterilisasi suhu rendah (50

  Prinsip kerjanya memakai sterilan. Digunakan untuk alat-alat yang tidak tahan panas seperti jenis-jenis plastik.

  Sterilisasi suhu rendah menggunakan reagen sebagai sterilan, reagen nya adalah : i.

  Ethylen Oksida ( proses sterilisasi selama 11-12 jam). ii.

2 O 2 (proses sterilisasi selama 1-1,5 jam).

  H iii. Formaldehid (proses sterilisasi selama 4-4,5 jam).