Mapping Sektor Basis Wilayah dengan Pend
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Teori basis ekonomi merupakan teori yang bertujuan untuk mengidentifikasi
sektor – sektor pembangunan dalam suatu wilayah yang termaksuk sektor basis maupun
sektor non basis. Teori tersebut menyaakan bahwa faktor penentu utama dalam
pertumubhan ekonomi suatu wilayah memiliki hubungan langsung dengan permintaan
akan barang dan jasa dari luar daerah, sehingga kegiatan basis ekonomi dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Adapun dalam mengetahui perubahan
kegiatan ekonomi dapat diketahui dengan cara membandingkan perkembangan antar
sektor ekonomi apakah tumbuh cepat maupun lambat.
Kabupaten Malang merupakan salah satu wilayah administrasi kabupaten yang
terletak di provinsi Jawa Timur. Menurut Buku Pendapatan Regional Bruto Kabupaten
Malang Tahun 2014 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Malang, diketahui bahwa perolehan PDRB berdasarkan harga konstan pada Tahun
2013 didominasi oleh sektor tersier (Perdagangan, hotel dan restoran, angkutan dan
komunikasi, keuangan, persewaan hingga jasa-jasa), yaitu sebanyak 47,87% dari total
penerimaan PDRB keseluruhan, dengan perolehan lainnya dari sektor lainnya untuk
sektor primer ( pertanian, pertambangan dan penggalian ) sebesar 21,53% dan sektor
sekunder ( industri pengolahan, listrik, gas dan air, hingga bangunan ) sebesar 21,76%.
Adapun Provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta merupakan salah satu provinsi pada
Negara Indonesia , yang diketahui memiliki pemasukan PDRB sebesar Rp 22.794.371
pada tahun 2012 menurut harga konstan (juta rupiah), yang kemudian diperinci
perolehannya dari kelima kabupaten pada Provinsi DIY berdasarkan jenis lapangan
pekerjaannya.
Oleh karena itu, penulis ingin menganalisis bagaimana basis ekonomi di
Kabupaten Malang terhadap lingkup regional lebih luas, yaitu Provinsi Jawa Timur
dengan menggunakan metode LQ, serta mengetahui perkembangan sektor ekonomi
pada Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan menggunakan metode Shift-Share.
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
1
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
1.2
Identifikasi Masalah
Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat diketahui dengan menggunakan dasar
pemikiran metode dan dasar teori dari Location Quotient (LQ). Adanya acuan data yang
dapat digunakan untuk menentukan sektor basis suatu wilayah berupa penerimaan
PDRB sektor pada wilayah regional, yang kemudian dibandingkan dengan wilayah
nasional (lebih luas), maka dapat dilakukan identifikasi terkait sektor basis wilayah
regional tersebut. Adapun dalam mengetahui perkembangan suatu sektor ekonomi
wilayah tertentu dapat diketahui dengan menggunakan metode Shift-Share, yang
menggunakan acuan data berupa PDRB sektor wilayah lokal dan PDRB sektor wilayah
lebih luas (regional / nasional), berupa data PDRB 5 tahunan ( tahun akhir dan tahun
awal ), maka dapat diketahui bagaimana perkembangan dari tiap sektor ekonomi
wilayah tersebut.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah , maka rumusan masalah yang akan dibahas
sebagai berikut:
1. Apa sektor basis ekonomi Kabupaten Malang terhadap Provinsi Jawa
Timur ?
2. Bagaimana perkembangan sektor ekonomi tiap kabupaten pada Provinsi
DIY ?
1.3
Tujuan
Tujuan penulisan laporan adalah:
1. Mengetahui sektor basis ekonomi pada Kabupaten Malang terhadap Provinsi
Jawa Timur.
2. Mengetahui perkembangan sektor ekonomi tiap kabupaten pada Provinsi
DIY.
1.4
Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari laporan ini adalah:
1. Manfaat bagi Mahasiswa
a) Menambah pengetahuan dan informasi mengenai penerapan dari metode
dan dasar teori Location Quotient (LQ).
b) Menambah pengetahuan dan informasi mengenai penerapan dari metode
Shift-Share.
2. Manfaat bagi Masyarakat
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
a) Mengetahui apa sektor basis ekonomi pada Kabupaten Malang.
b) Mengetahui perkembangan sektor ekonomi pada tiap kabupaten di
Provinsi DIY.
1.5
Sistematika Pembahasan
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang penulisan makalah, rumusan masalah, tujuan
penulisan makalah serta manfaat dari penulisan makalah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi mengenai tinjauan pustaka sebagai acuan teori yang digunakan dalam
penulisan makalah.
BAB III METODOLOGI PENULISAN
Berisi mengenai langkah-langkah yang digunakan untuk membahas permasalahan
yang diambil dalam penelitian. Metode penelitian dijelaskan dalam jenis data,
sumber data, serta metode yang digunakan untuk melakukan survei dan
mendapatkan karakteristik data yang dibutuhkan.
BAB IV HASIL DAN PERHITUNGAN
Berisi hasil dan PERHITUNGAN yang didapat tentang penerapan metode dan
dasar teori Location Quotient (LQ) dan metode Shift-Share.
BAB V PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran terkait dengan hasil dan temuan yang telah dilakukan.
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
3
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
Teori Basis Ekonomi
Menurut Glasson (1990:63-64), konsep dasar basis ekonomi membagi
perekonomian menjadi dua sektor yaitu :
1. Sektor-sektor Basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan
jasa ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas
masukan barang dan jasa mereka kepada masyarakat yang datang dari luar
perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan.
2. Sektor-sektor Bukan Basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barangbarang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas
perekonomian masyarakat bersangkutan. Sektor-sektor tidak mengekspor
barang-barang. Ruang lingkup mereka dan daerah pasar terutama adalah
bersifat lokal.
Secara implisit pembagian perekonomian regional yang dibagi menjadi dua sektor
tersebut terdapat hubungan sebab-akibat dimana keduanya kemudian menjadi pijakan
dalam membentuk teori basis ekonomi. Bertambahnya kegiatan basis di suatu daerah
akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan sehingga
menambah permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan, akibatnya akan
menambah volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya semakin berkurangnya kegiatan
basis akan menurunkan permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis yang
berarti berkurangnya pendapatan yang masuk ke daerah yang bersangkutan. Dengan
demikian kegiatan basis mempunyai peran sebagai penggerak utama.
2.2
Pertumbuhan Sektor Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu bidang penyelidikan yang telah
lama dibahas oleh ahli-ahli ekonomi. Berikut ini diuraikan teori-teori pertumbuhan
ekonomi dari berbagai aliran.
A. Aliran Merkantilisme
Pertumbuhan ekonomi atau perkembangan ekonomi suatu negara menurut
kaum Merkantilis ditentukan oleh peningkatan perdagangan internasional dan
penambahan pemasaran hasil industri serta surplus neraca perdagangan.
B. Aliran Klasik
Tokoh-tokoh aliran Klasik antara lain Adam Smith dan David Ricardo.
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
4
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
1. Adam Smith
Adam Smith mengemukakan teori pertumbuhan ekonomi dalam sebuah buku
yang berjudul An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations
tahun 1776. Menurut Adam Smith, ada empat fackor yang memengaruhi
pertumbuhan ekonomi, yaitu:
a) jumlah penduduk,
b) jumlah stok barang-barang modal,
c) luas tanah dan kekayaan alam, dan
d) tingkat teknologi yang digunakan.
2. David Ricardo
David Ricardo mengemukakan teori pertumbuhan ekonomi dalam sebuah
buku yang berjudul The Principles of Political Economy and Taxation.
Menurut David Ricardo, pertumbuhan ekonomi suatu Negara ditentukan oleh
pertumbuhan penduduk, di mana bertambahnya penduduk akan menambah
tenaga kerja dan membutuhkan tanah atau alam.
C. Aliran Neo Klasik
Tokoh-tokoh aliran Neo Klasik di antaranya Schumpeter, Harrod – Domar, dan
Sollow – Swan.
1. Schumpeter
Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha dalam
menciptakan pertumbuhan ekonomi dan para pengusaha merupakan golongan
yang akan terus-menerus membuat pembaruan atau inovasi dalam ekonomi.
Hal ini bertujuan untuk peningkatan pertumbuhan perekonomian jika para
pengusaha terus-menerus mengadakan inovasi dan mampu pengadakan
kombinasi baru atas investasinya atau proses produksinya. Adapun jenis-jenis
inovasi, di antaranya dalam hal berikut.
a) Penggunaan teknik produksi.
b) Penemuan bahan dasar.
c) Pembukaan daerah pemasaran.
d) Penggunaan manajemen.
e) Penggunaan teknik pemasaran.
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
5
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
2. Harrod – Domar
Dalam analisis teori pertumbuhan ekonomi menurut Teori Harrod –
Domar, menjelaskan tentang syarat yang harus dipenuhi supaya perekonomian
dapat mencapai pertumbuhan yang teguh (steady growth) dalam jangka
panjang. Asumsi yang digunakan oleh Harrod–Domar dalam teori
pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh beberapa hal-hal berikut.
a) Tahap awal perekonomian telah mencapai tingkat full employment.
b) Perekonomian terdiri atas sektor rumah tangga (konsumen) dan sektor
perusahaan (produsen).
c) Fungsi tabungan dimulai dari titik nol, sehingga besarnya tabungan
proporsional dengan pendapatan.
d) Hasrat menabung batas (Marginal Propencity to Save) besarnya tetap.
Sehingga menurut Harrod – Domar pertumbuhan ekonomi yang teguh
akan mencapai kapasitas penuh (full capacity) dalam jangka panjang.
3. Sollow–Swan
Menurut teori Sollow–Swan, terdapat empat anggapan dasar dalam
menjelaskan pertumbuhan ekonomi.
a) Tenaga kerja (penduduk) tumbuh dengan laju tertentu.
b) Fungsi produksi Q = f (K,L) berlaku bagi setiap periode (K : Kapital, L
: Labour).
c) Adanya kecenderungan menabung dari masyarakat.
d) Semua tabungan masyarakat diinvestasikan.
d. Aliran Historis
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
6
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
BAB III
METODE PENULISAN
3.1
Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah data sekunder,
berupa Buku Penerimaan Pendapatan Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Malang
Tahun 2013, dan Kabupaten Malang Dalam Angka Tahun 2013.
3.2
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penulisan makalah ini
menggunakan metode analisis evaluatif, yaitu membandingkan antara teori dengan
kondisi yang diperoleh dari data sekunder yang digunakan. Metode analisis yang
digunakan berupa analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Shift-Share.
A.
Analisis LQ
Analisis Location Quotient (LQ) merupakan teknik analisis yang digunakan
untuk menganalisis sektor potensial atau basis dalam perekonomian di suatu daerah.
Sedangkan menurut Hood (1998), Location Quotient adalah suatu alat pengembangan
ekonomi yang lebihsederhana dengan segala kelebihan dan keterbatasannya.
Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam
model ekonomi yang lebih sederhana dengan segalakelebihan dan keterbatasannya,
serta merupakan salah satu pendekatan yang umumdigunakan dalam model ekonomi
basis sebagai langkah awal untuk memahami sector kegiatanyang menjadi pemacu
pertumbuhan.
Analisis
LQ
mengukur
konsentrasi
relatif
atau
derajat
spesialisasikegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandinganyang membandingkan
komposisi lapangan kerja (jumlah) produksi (nilai) tambah untuk sektor tertentu di
suatu wilayah dibanding komposisi lapangan kerja (jumlah) produksi (nilai) tambah
untuk sektor yang sama secara nasional. Berikut merupakan rumus perhitungan LQ :
Keterangan:
𝐿𝑄
𝑖=
𝑋𝑖𝑗 ⁄𝑋𝑗
𝑋𝑖𝑛 ⁄𝑋𝑛
Xij : PDRB sektor i di Kabupaten j
Xj : PDRB sektor i di Provinsi acuan
Xin : Total PDRB Kabupaten j
Xn : Total PDRB Provinsi
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
7
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Berdasarkan hasil perhitungan Location Quotient (LQ), konsentrasi suatu kegiatan
pada suatu wilayah dapat diketahui sebagai berikut.
1. Jika nilai LQ1, merupakan sektor unggulan karena sektor yang bersangkutan lebih
terspesialisasi dibanding sektor yang sama di tingkat daerah tertentu.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan secara tidak langsung LQ Dapat
memberikan petunjuk apakah suatu sektor tertentu di daerah tertentu memiliki
keunggulan komparatif (comparative advantage) atau tidak, dibanding sektor tersebut
di wilayah yang membawahi daerah tersebut.
B.
Analisis Shift Share
Merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur
ekonomi daerah dibandingkan dengan struktur perekonomian nasional. Tehnik ini
menggambarkan performance (kinerja) sector -sektor disuatu wilayah dibandingkan
kinerja perekonomian nasional. Selain itu analisis Shift Share merupakan suatu tehnik
membagi atau menguraikan pertumbuhan ekonomi suatu daerah sebagai perubahan
atau peningkatan nilai suatu variable/indicator pertumbuhan perekonomian suatu
wilayah dalam kurun waktu tertentu.
Tujuan analisis adalah untuk menentukan kinerja atau produktifitas kerja
perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (
tingkat regional atau nasional ). Adapun tiga komponen utama dalam analysis ShiftShare meliputi aspek sebagai berikut.
1. Pangsa Pertumbuhan Nasional ( National Growth Share )
Merupakan pertumbuhan ( perubahan ) variable ekonomi disuatu wilayah yang
disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi nasional.
2. Pangsa pertumbuhan proposional
Merupakan menggambarkan perubahan dalam suatu sektor lokal yang
diakibatkan pertumbuhan atau kemunduran sektor yang sama ditingkat
nasional.
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
8
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
3. Pangsa Lokal ( pergeseran regional )
Merupakan pangsa
dari pertumbuhan
yang menggambarkan
tingkat
keunikan ( kekhasan ) tertentu yang dimiliki oleh suatu wilayah ( Lokal ) yang
bisa menyebabkan variable ekonomi wilayah dari suatu kelompok
industri/sektor.
Adapun cakupan wilayah yang dibahas dalam analisis Shift Share meliputi
aspek wilayah sebagai berikut.
1. Differential Shift (Wilayah Studi )
Merupakan perubahan pertumbuhan dari suatu kegiatan / sektor / industri di
wilayah studi terhadap kegiatan / sektor / industri di wilayah referensi.
2. Proportionality Shift (Wilayah Referensi)
Merupakan perubahan pertumbuhan suatu sektor / industri / kegiatan pada
wilayah referensi terhadap keseluruhan (total) kegiatan sektor / industri / yang
ada di wilayah referensi.
Adapun beberapa analisis yang digunakan dalam analisis shift share terdiri atas
Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP), yang merupakan alat untuk melihat
deskripsi kegiatan ekonomi yang potensial dengan formula sebagai berikut.
1. Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs)
Merupakan perbandingan antara laju pertumbuhan pendapatan / tenaga kerja
kegiatan i wilayah studi dengan laju pertumbuhan pendapatan / tenaga kerja
kegiatan i di wilayah referensi, dengan rumus sebagai berikut.
RPs = Eij / E ij(t)
------------------E ir / Eir (t)
Eij
= perubahan PDRB sektor I di wilayah studi
E ij(t) = PDRB sektor I pada awal periode penelitian wilayah
studi
E ir
= perubahan PDRB sektor I diwilayah refrensi
Eir (t) = PDRB awal periode penelitian wilayah refrensi
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
9
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
2. Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr)
Merupakan perbandingan antara laju pertumbuhan pendapatan / tenaga kerja
kegiatan i wilayah referensi dengan laju pertumbuhan pendapatan / tenaga kerja
kegiatan i di wilayah referensi, dengan rumus sebagai berikut.
RPr =
Eir / Eir (t)
----------------------E r / E r (t)
Eir
= Perubahan PDRB kegiatan i diwilayah refrensi
Eir (t)
= PDRB disektor i pada awal periode penelitian
E r
= Perubahan PDRB di wilayah refrensi
E r (t)
= PDRB pada awal penelitian wilayah refrensi
Keterangan
Jika
nilai RPr
> 1
Nilai RPr
< 1
-)
RPr positip artinya menunjukkan bahwa pertumbuhan suatu sektor tertentu
dalam wilayah refrensi lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB total wilayah refrensi
RPr Negatif artinya menunjukkan bahwa pertumbuhan suatu sektor tertentu
dalam wilayah refrensi lebih kecil dari pertumbuhan PDRB total wilayah refrensi.
Jika
nilai RPs >
RPs
1
1 merupakan sektor basis, yang berarti bahwa sektor tersebut mampu memenuhi
kebutuhan permintaan pasar di dalam wilayah Kabupaten Malang dan juga diekspor ke
luar wilayah, yaitu Provinsi Jawa Timur. Adapun jika nilai LQ sektor < 1, maka sektor
tersebut merupakan sektor non basis, yang berarti sektor tersebut hanya mampu
memenuhi kebutuhan permintaan pasar di dalam wilayah Kabupaten Malang saja.
Pengelompokkan antara sektor basis dan nonbasis pada Kabupaten Malang
terhadap Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan data PDRB Tahun 2012 dijelaskan
pada Tabel 4.2, sedangkan pengelompokkan sektor basis dan nonbasis berdasarkan tiga
sektor utama (primer, sekunder dan tersier) dijelaskan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.2 Pengelompokkan Sektor Basis dan Nonbasis Kabupaten Malang Terhadap Provinsi
Jawa Timur Tahun 2012
Sektor Basis
1. Pertanian
1.1 Tanaman Bahan Makanan
1.2 Tanaman Perkebunan
1.3 Peternakan
1.4 Kehutanan
2. Pertambangan dan Penggalian
2.3 Penggalian
7. Pengangkutan dan Komunikasi
1. Angkutan Rel
2. Angkutan Jalan Raya
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
9. Jasa-jasa
a. Pemerintahan Umum
b. Swasta
1. Jasa Sosial Kemasyarakatan
2. Jasa Hiburan dan Kebudayaan
3. Jasa Perorangan dan Rumah Tangga
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Sektor Non Basis
1. Pertanian
1.5 Perikanan
2. Pertambangan dan Penggalian
2.1 Pertambangan Migas
2.2 Pertambangan Non Migas
3. Industri Pengolahan
3.1 Subsektor Industri Makanan, Minuman,
Tembakau
3.2 Subsektor Industri Tekstil, Pakaian Jadi, dan
Kulit
3.3 Subsektor Industri Kayu dan Sejenisnya
3.4 Subsektor Industri Kertas, Percetakan dan
Penerbitan
3.5 Subsektor Industri Kimia, Minyak Bumi
Karet dan Plastik
3.6 Subsektor Industri Barang Galian non Logam,
Kecuali Minyak Bumi dan Batubara
3.7 Subsektor Industri Logam Dasar
3.8 Subsektor Industri Barang dari Logam, Mesin
dan Peralatan
3.9 Subsektor Industri Pengolahan lainnya
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih
4.1 Listrik
14
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Sektor Basis
Sektor Non Basis
4.2 Gas Kota
4.3 Air Bersih
5. Kontruksi
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
8.1 Bank
8.3 Sewa Bangunan
8.4 Jasa Perusahaan
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Tabel 4.3 Pengelompokkan Sektor Basis dan Non Basis Kabupaten Malang Terhadap Provinsi
Jawa Timur Tahun 2012
Sektor Basis
Sektor Primer (LQ = 1,731)
Sektor Non Basis
Sektor Sekunder (LQ = 0,657)
Sektor Tersier (LQ = 0,768)
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui rincian subsektor dari sektor primer, sekunder
maupun tersier yang termaksuk sektor basis dan sektor non basis, sehingga untuk setiap
subsektor yang termaksuk sektor basis adalah sektor yang memiliki surplus produksi
dalam tahun 2012. Adapun pada Tabel 4.3 diketahui secara keseluruhan untuk sektor
yang merupakan sektor basis merupakan sektor primer, sedangkan untuk sektor non basis
pada Kabupaten Malang terhadap Provinsi Jawa Timur berdasarkan PDRB Harga
Konstan Tahun 2012 adalah sektor sekunder dan tersier.
4.3
Gambaran Umum Provinsi DIY
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan luas wilayah 3.185,80 km2 dan jumlah penduduk
sebesar 3.452.390 jiwa pada tahun 2010. Secara administratif Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta terdiri atas 4 Kabupaten dan 1 Kota, yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten
Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunung Kidul.
4.4
Perkembangan Sektor Ekonomi Tiap Kabupaten/Kota Pada Provinsi DIY
Penghitungan untuk mengetahui bagaimana perkembangan sektor ekonomi pada
tiap kabupaten dan kota pada Provinsi DIY menggunakan analisis Shift Share, dengan
data PDRB harga konstan (tahun 200) pada Tahun 2008 sebagai tahun awal, dan data
PDRB harga konstan pada Tahun 2012 sebagai tahun akhir. Adapun lingkup data yang
digunakan mencangkup lingkup Provinsi DIY, 4 Kabupaten dan 1 Kota pada Provinsi
DIY, sehingga masing – masing dari data PDRB tersebut dapat diketahui bagaimana
perkembangan sektor ekonomi pada setiap Kabupaten dan Kota pada Provinsi DIY.
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
15
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Berikut merupakan data penerimaan PDRB pada Provinsi DIY beserta 4
Kabupaten dan 1 Kota pada Provinsi DIY berdasarkan harga konstan (Tahun 2000) untuk
tahun 2008 dan tahun 2012 yang dijelaskan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5.
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
16
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 4.4 Penerimaan PDRB Provinsi DIY dan Kabupaten/Kota didalamnya Tahun 2008 Berdasarkan Harga Konstan (Tahun 2000) (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha/Industrial
Origin
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan
Penggalian/Mining and
Quarrying
3. Industri
Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air
Bersih/Electricity, Gas &
Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, HotelRestoran/Trade, Hotels &
Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.&
Communication
8. Keuangan, Persewaan &
Jasa Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
PDRB/Gross Regional
Domestic Product
DIY
Kota Jogja
Kulon Progo
3.541.665
18.140
454.656
140.864
258
2.636.275
Sleman
Gunungkidul
Bantul
880.148
987.480
1.201.241
17.027
32.308
55.442
35.829
543.050
255.420
904.474
337.144
596.187
176.288
65.488
10.333
52.789
16.003
31.675
1.825.157
412.972
82.096
642.538
250.400
437.151
3.961.618
1.253.026
281.420
1.276.918
447.901
702.353
1.958.512
984.783
171.336
339.243
214.371
248.779
1.751.269
696.816
101.551
598.190
141.824
212.888
3.220.410
1.046.615
288.531
1.006.243
405.972
473.049
19.212.058
5.021.148
1.662.370
5.840.183
3.070.298
3.618.059
Sumber: BPS Provinsi DIY dan Kabupaten/Kota, 2009
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
17
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 4.5 Penerimaan PDRB Provinsi DIY dan Kabupaten/Kota didalamnya Tahun 2012 Berdasarkan Harga Konstan (Tahun 2000) (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha/Industrial
Origin
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan
Penggalian/Mining and
Quarrying
3. Industri
Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air
Bersih/Electricity, Gas &
Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, HotelRestoran/Trade, Hotels &
Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.&
Communication
8. Keuangan, Persewaan &
Jasa Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
PDRB/Gross Regional
Domestic Product
DIY
Kota Jogja
Kulon Progo
Sleman
Gunungkidul
Bantul
3.826.004
17.939
517.404
1.019.264
1.329.212
942.185
157.371
296
17.376
38.636
65.277
35.786
2.889.157
598.159
273.125
1.005.640
401.011
611.222
212.754
75.936
12.850
65.150
21.207
37.611
2.202.983
475.073
110.071
827.196
318.995
471.648
4.885.235
1.559.070
347.231
1.636.136
543.361
799.437
2.436.919
1.268.866
183.855
433.134
260.966
290.098
2.230.691
886.591
123.572
779.721
190.701
250.106
3.953.257
1.269.751
377.593
1.264.352
511.830
529.731
22.794.371
6.151.681
1.963.077
7.069.229
3.642.560
3.967.824
Sumber: BPS Provinsi DIY dan Kabupaten/Kota, 2013
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
18
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Berdasarkan data PDRB yang dijelaskan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5, maka
dapat dilakukan penghitungan pertumbuhan ekonomi melalui penghitungan Komponen
Pertumbuhan Nasional (national share), Komponen Pertumbuhan Proporsional
(proportional shift), dan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (differential shift).
Adapun penghitungan tiap komponen beserta interpretasi hasilnya dijelaskan pada Tabel
4.6 – Tabel 4.8.
Tabel 4. Penghitungan KPN, KPP, KPPW dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Yogyakarta
Kota Yogyakarta
KPN
KPP
KPPW
Pertumbuhan
(National
(Proportional
(Differential
Ekonomi
Share)
Shift)
Shift)
1. Pertanian/Agriculture
0,186
-0,198
-0,091
-0,102
2. Pertambangan dan
Penggalian/Mining and
Quarrying
3. Industri
Pengolahan/Manufacturi
ng Industry
4. Listrik, Gas & Air
Bersih/Electricity, Gas &
Water Supply
5.
Bangunan/Construction
6. Perdagangan, HotelRestoran/Trade, Hotels
& Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.&
Communication
8. Keuangan, Persewaan
& Jasa Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
PDRB/Gross Regional
Domestic Product
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Rata –
Rata
LQ
0,03
0,186
-0,039
0,030
0,177
0,01
0,186
-0,027
0,006
0,165
1,17
0,186
-0,036
-0,047
0,103
2,08
0,186
0,058
-0,057
0,188
1,27
0,186
0,102
0,011
0,300
1,80
0,186
0,086
0,044
0,317
2,89
0,186
0,027
-0,001
0,212
2,26
0,186
0,039
-0,014
0,211
1,84
0,186
-0,198
-0,091
-0,102
0,03
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
19
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPP (Proportional Shift) Kota Yogyakarta
Kota Yogyakarta
Lapangan Usaha/Industrial Origin
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
KPP
-0,198
-0,039
-0,027
-0,036
0,058
0,102
0,086
0,027
0,039
Keterangan
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPPW (Differential Shift) Kota Yogyakarta
Kota Yogyakarta
Lapangan Usaha/Industrial Origin
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
Sumber : Hasil Analisis, 2015
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
KPPW
Keterangan
-0,091
Tidak mempunyai daya saing
0,030
Mempunyai daya saing
0,006
Mempunyai daya saing
-0,047
Tidak mempunyai daya saing
-0,057
Tidak mempunyai daya saing
0,011
Mempunyai daya saing
0,044
Mempunyai daya saing
-0,001
Tidak mempunyai daya saing
-0,014
Tidak mempunyai daya saing
20
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 4. Penghitungan KPN, KPP, KPPW dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kulon Progo
KPN
(National
Share)
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan
Penggalian/Mining and
Quarrying
3. Industri
Pengolahan/Manufacturi
ng Industry
4. Listrik, Gas & Air
Bersih/Electricity, Gas &
Water Supply
5.
Bangunan/Construction
6. Perdagangan, HotelRestoran/Trade, Hotels
& Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.&
Communication
8. Keuangan, Persewaan
& Jasa Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Kabupaten Kulon Progo
KPP
KPPW
(Proportional
(Differential
Shift)
Shift)
Pertumbuhan
Ekonomi
Rata –
Rata
LQ
0,186
-0,048
0,058
0,196
2,27
0,186
-0,166
-0,097
-0,076
2,04
0,186
-0,117
-0,027
0,043
1,67
0,186
0,057
0,037
0,280
1,03
0,186
0,154
0,134
0,475
0,81
0,186
0,047
0,001
0,235
1,23
0,186
-0,113
-0,171
-0,098
1,45
0,186
0,030
-0,057
0,160
0,99
0,186
0,122
0,081
0,390
1,59
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPP (Proportional Shift) Kabupaten Kulon Progo
Kabupaten Kulon Progo
Lapangan Usaha/Industrial Origin
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply
5. Bangunan/Construction
KPP
-0,048
-0,166
-0,117
0,057
0,154
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/
-0,113
9. Jasa-Jasa/Services
0,122
0,047
0,030
Keterangan
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Sumber : Hasil Analisis, 2015
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
21
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPPW (Differential Shift) Kabupaten Kulon Progo
Kabupaten Kulon Progo
Lapangan Usaha/Industrial Origin
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
Sumber : Hasil Analisis, 2015
KPPW
Keterangan
0,058
Mempunyai daya saing
-0,097
Tidak mempunyai daya saing
-0,027
Tidak mempunyai daya saing
0,037
Mempunyai daya saing
0,134
Mempunyai daya saing
0,001
Mempunyai daya saing
-0,171
Tidak mempunyai daya saing
-0,057
Tidak mempunyai daya saing
0,081
Mempunyai daya saing
Tabel 4. Penghitungan KPN, KPP, KPPW dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sleman
Kabupaten Sleman
KPN
KPP
KPPW
Pertumbuhan
(National
(Proportional
(Differential
Ekonomi
Share)
Shift)
Shift)
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan
Penggalian/Mining and
Quarrying
3. Industri
Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air
Bersih/Electricity, Gas &
Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, HotelRestoran/Trade, Hotels &
Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.&
Communication
8. Keuangan, Persewaan &
Jasa Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Rata –
Rata
LQ
0,186
-0,154
-0,048
-0,016
1,35
0,186
0,009
0,079
0,275
1,15
0,186
-0,075
0,016
0,128
1,69
0,186
0,048
0,027
0,261
1,48
0,186
0,101
0,080
0,368
1,76
0,186
0,095
0,048
0,329
1,60
0,186
0,090
0,032
0,309
0,86
0,186
0,117
0,030
0,333
1,69
0,186
0,070
0,029
0,285
1,54
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
22
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPP (Proportional Shift) Kabupaten Sleman
Kabupaten Sleman
Lapangan Usaha/Industrial Origin
1. Pertanian/Agriculture
KPP
-0,154
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply
-0,075
5. Bangunan/Construction
0,101
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
0,009
0,048
0,095
0,090
0,117
0,070
Keterangan
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPPW (Differential Shift) Kabupaten Sleman
Kabupaten Sleman
Lapangan Usaha/Industrial Origin
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
Sumber : Hasil Analisis, 2015
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
KPPW
Keterangan
-0,048
Tidak mempunyai daya saing
0,079
Mempunyai daya saing
0,016
Mempunyai daya saing
0,027
Mempunyai daya saing
0,080
Mempunyai daya saing
0,048
Mempunyai daya saing
0,032
Mempunyai daya saing
0,030
Mempunyai daya saing
0,029
Mempunyai daya saing
23
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 4. Penghitungan KPN, KPP, KPPW dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Gunung
Kidul
Kabupaten Gunung Kidul
KPN
KPP
KPPW
Pertumbuhan
(National
(Proportional
(Differential
Ekonomi
Share)
Shift)
Shift)
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan
Penggalian/Mining and
Quarrying
3. Industri
Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air
Bersih/Electricity, Gas &
Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, HotelRestoran/Trade, Hotels &
Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.&
Communication
8. Keuangan, Persewaan &
Jasa Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Rata –
Rata
LQ
0,186
-0,080
0,026
0,133
3,21
0,186
-0,009
0,060
0,238
3,76
0,186
0,003
0,094
0,283
1,23
0,186
0,139
0,118
0,444
0,88
0,186
0,087
0,067
0,341
1,31
0,186
0,027
-0,020
0,193
1,06
0,186
0,031
-0,027
0,190
1,02
0,186
0,158
0,071
0,416
0,77
0,186
0,074
0,033
0,294
1,19
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
24
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPP (Proportional Shift) Kabupaten Gunung Kidul
Kabupaten Gunung Kidul
Lapangan Usaha/Industrial Origin
KPP
1. Pertanian/Agriculture
-0,080
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply
5. Bangunan/Construction
-0,009
0,003
0,139
0,087
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/
0,027
0,031
0,158
9. Jasa-Jasa/Services
0,074
Keterangan
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPPW (Differential Shift) Kabupaten Gunung Kidul
Kabupaten Gunung Kidul
Lapangan Usaha/Industrial Origin
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
Sumber : Hasil Analisis, 2015
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
KPPW
Keterangan
0,026
Mempunyai daya saing
0,060
Mempunyai daya saing
0,094
Mempunyai daya saing
0,118
Mempunyai daya saing
0,067
Mempunyai daya saing
-0,020
Tidak mempunyai daya saing
-0,027
Tidak mempunyai daya saing
0,071
Mempunyai daya saing
0,033
Mempunyai daya saing
25
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 4. Penghitungan KPN, KPP, KPPW dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bantul
Kabupaten Bantul
KPN
KPP
KPPW
RataPertumbuhan
(National
(Proportional
(Differential
Rata
Ekonomi
Share)
Shift)
Shift)
LQ
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan
Penggalian/Mining and
Quarrying
3. Industri
Pengolahan/Manufacturin
g Industry
4. Listrik, Gas & Air
Bersih/Electricity, Gas &
Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, HotelRestoran/Trade, Hotels &
Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.&
Communication
8. Keuangan, Persewaan
& Jasa Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
Sumber : Hasil Analisis, 2015
0,186
-0,116
-0,010
0,061
2,03
0,186
-0,188
-0,118
-0,120
2,00
0,186
-0,161
-0,071
-0,045
1,81
0,186
0,001
-0,019
0,168
1,46
0,186
-0,108
-0,128
-0,049
1,89
0,186
-0,048
-0,095
0,043
1,41
0,186
-0,020
-0,078
0,088
1,02
0,186
-0,012
-0,099
0,076
0,97
0,186
-0,067
-0,108
0,012
1,16
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
26
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPP (Proportional Shift) Kabupaten Bantul
Kabupaten Bantul
Lapangan Usaha/Industrial Origin
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
KPP
-0,116
-0,188
-0,161
0,001
-0,108
-0,048
-0,020
-0,012
-0,067
Keterangan
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPPW (Differential Shift) Kabupaten Bantul
Kabupaten Bantul
Lapangan Usaha/Industrial Origin
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
Sumber : Hasil Analisis, 2015
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
KPPW
Keterangan
-0,010
Tidak mempunyai daya saing
-0,118
Tidak mempunyai daya saing
-0,071
Tidak mempunyai daya saing
-0,019
Tidak mempunyai daya saing
-0,128
Tidak mempunyai daya saing
-0,095
Tidak mempunyai daya saing
-0,078
Tidak mempunyai daya saing
-0,099
Tidak mempunyai daya saing
-0,108
Tidak mempunyai daya saing
27
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
4.5
Mapping Pertumbuhan dan Basis Ekonomi Provinsi DIY
Berdasarkah hasil penghitungan tiap komponen pada Analisis Shift Share beserta
perhitungan LQ untuk tiap sektor pada tiap Kabupaten / Kota pada Provinsi DIY, maka
dapat dilakukan mapping ter
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Teori basis ekonomi merupakan teori yang bertujuan untuk mengidentifikasi
sektor – sektor pembangunan dalam suatu wilayah yang termaksuk sektor basis maupun
sektor non basis. Teori tersebut menyaakan bahwa faktor penentu utama dalam
pertumubhan ekonomi suatu wilayah memiliki hubungan langsung dengan permintaan
akan barang dan jasa dari luar daerah, sehingga kegiatan basis ekonomi dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Adapun dalam mengetahui perubahan
kegiatan ekonomi dapat diketahui dengan cara membandingkan perkembangan antar
sektor ekonomi apakah tumbuh cepat maupun lambat.
Kabupaten Malang merupakan salah satu wilayah administrasi kabupaten yang
terletak di provinsi Jawa Timur. Menurut Buku Pendapatan Regional Bruto Kabupaten
Malang Tahun 2014 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Malang, diketahui bahwa perolehan PDRB berdasarkan harga konstan pada Tahun
2013 didominasi oleh sektor tersier (Perdagangan, hotel dan restoran, angkutan dan
komunikasi, keuangan, persewaan hingga jasa-jasa), yaitu sebanyak 47,87% dari total
penerimaan PDRB keseluruhan, dengan perolehan lainnya dari sektor lainnya untuk
sektor primer ( pertanian, pertambangan dan penggalian ) sebesar 21,53% dan sektor
sekunder ( industri pengolahan, listrik, gas dan air, hingga bangunan ) sebesar 21,76%.
Adapun Provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta merupakan salah satu provinsi pada
Negara Indonesia , yang diketahui memiliki pemasukan PDRB sebesar Rp 22.794.371
pada tahun 2012 menurut harga konstan (juta rupiah), yang kemudian diperinci
perolehannya dari kelima kabupaten pada Provinsi DIY berdasarkan jenis lapangan
pekerjaannya.
Oleh karena itu, penulis ingin menganalisis bagaimana basis ekonomi di
Kabupaten Malang terhadap lingkup regional lebih luas, yaitu Provinsi Jawa Timur
dengan menggunakan metode LQ, serta mengetahui perkembangan sektor ekonomi
pada Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan menggunakan metode Shift-Share.
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
1
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
1.2
Identifikasi Masalah
Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat diketahui dengan menggunakan dasar
pemikiran metode dan dasar teori dari Location Quotient (LQ). Adanya acuan data yang
dapat digunakan untuk menentukan sektor basis suatu wilayah berupa penerimaan
PDRB sektor pada wilayah regional, yang kemudian dibandingkan dengan wilayah
nasional (lebih luas), maka dapat dilakukan identifikasi terkait sektor basis wilayah
regional tersebut. Adapun dalam mengetahui perkembangan suatu sektor ekonomi
wilayah tertentu dapat diketahui dengan menggunakan metode Shift-Share, yang
menggunakan acuan data berupa PDRB sektor wilayah lokal dan PDRB sektor wilayah
lebih luas (regional / nasional), berupa data PDRB 5 tahunan ( tahun akhir dan tahun
awal ), maka dapat diketahui bagaimana perkembangan dari tiap sektor ekonomi
wilayah tersebut.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah , maka rumusan masalah yang akan dibahas
sebagai berikut:
1. Apa sektor basis ekonomi Kabupaten Malang terhadap Provinsi Jawa
Timur ?
2. Bagaimana perkembangan sektor ekonomi tiap kabupaten pada Provinsi
DIY ?
1.3
Tujuan
Tujuan penulisan laporan adalah:
1. Mengetahui sektor basis ekonomi pada Kabupaten Malang terhadap Provinsi
Jawa Timur.
2. Mengetahui perkembangan sektor ekonomi tiap kabupaten pada Provinsi
DIY.
1.4
Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari laporan ini adalah:
1. Manfaat bagi Mahasiswa
a) Menambah pengetahuan dan informasi mengenai penerapan dari metode
dan dasar teori Location Quotient (LQ).
b) Menambah pengetahuan dan informasi mengenai penerapan dari metode
Shift-Share.
2. Manfaat bagi Masyarakat
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
a) Mengetahui apa sektor basis ekonomi pada Kabupaten Malang.
b) Mengetahui perkembangan sektor ekonomi pada tiap kabupaten di
Provinsi DIY.
1.5
Sistematika Pembahasan
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang penulisan makalah, rumusan masalah, tujuan
penulisan makalah serta manfaat dari penulisan makalah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi mengenai tinjauan pustaka sebagai acuan teori yang digunakan dalam
penulisan makalah.
BAB III METODOLOGI PENULISAN
Berisi mengenai langkah-langkah yang digunakan untuk membahas permasalahan
yang diambil dalam penelitian. Metode penelitian dijelaskan dalam jenis data,
sumber data, serta metode yang digunakan untuk melakukan survei dan
mendapatkan karakteristik data yang dibutuhkan.
BAB IV HASIL DAN PERHITUNGAN
Berisi hasil dan PERHITUNGAN yang didapat tentang penerapan metode dan
dasar teori Location Quotient (LQ) dan metode Shift-Share.
BAB V PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran terkait dengan hasil dan temuan yang telah dilakukan.
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
3
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
Teori Basis Ekonomi
Menurut Glasson (1990:63-64), konsep dasar basis ekonomi membagi
perekonomian menjadi dua sektor yaitu :
1. Sektor-sektor Basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan
jasa ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas
masukan barang dan jasa mereka kepada masyarakat yang datang dari luar
perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan.
2. Sektor-sektor Bukan Basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barangbarang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas
perekonomian masyarakat bersangkutan. Sektor-sektor tidak mengekspor
barang-barang. Ruang lingkup mereka dan daerah pasar terutama adalah
bersifat lokal.
Secara implisit pembagian perekonomian regional yang dibagi menjadi dua sektor
tersebut terdapat hubungan sebab-akibat dimana keduanya kemudian menjadi pijakan
dalam membentuk teori basis ekonomi. Bertambahnya kegiatan basis di suatu daerah
akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan sehingga
menambah permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan, akibatnya akan
menambah volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya semakin berkurangnya kegiatan
basis akan menurunkan permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis yang
berarti berkurangnya pendapatan yang masuk ke daerah yang bersangkutan. Dengan
demikian kegiatan basis mempunyai peran sebagai penggerak utama.
2.2
Pertumbuhan Sektor Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu bidang penyelidikan yang telah
lama dibahas oleh ahli-ahli ekonomi. Berikut ini diuraikan teori-teori pertumbuhan
ekonomi dari berbagai aliran.
A. Aliran Merkantilisme
Pertumbuhan ekonomi atau perkembangan ekonomi suatu negara menurut
kaum Merkantilis ditentukan oleh peningkatan perdagangan internasional dan
penambahan pemasaran hasil industri serta surplus neraca perdagangan.
B. Aliran Klasik
Tokoh-tokoh aliran Klasik antara lain Adam Smith dan David Ricardo.
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
4
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
1. Adam Smith
Adam Smith mengemukakan teori pertumbuhan ekonomi dalam sebuah buku
yang berjudul An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations
tahun 1776. Menurut Adam Smith, ada empat fackor yang memengaruhi
pertumbuhan ekonomi, yaitu:
a) jumlah penduduk,
b) jumlah stok barang-barang modal,
c) luas tanah dan kekayaan alam, dan
d) tingkat teknologi yang digunakan.
2. David Ricardo
David Ricardo mengemukakan teori pertumbuhan ekonomi dalam sebuah
buku yang berjudul The Principles of Political Economy and Taxation.
Menurut David Ricardo, pertumbuhan ekonomi suatu Negara ditentukan oleh
pertumbuhan penduduk, di mana bertambahnya penduduk akan menambah
tenaga kerja dan membutuhkan tanah atau alam.
C. Aliran Neo Klasik
Tokoh-tokoh aliran Neo Klasik di antaranya Schumpeter, Harrod – Domar, dan
Sollow – Swan.
1. Schumpeter
Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha dalam
menciptakan pertumbuhan ekonomi dan para pengusaha merupakan golongan
yang akan terus-menerus membuat pembaruan atau inovasi dalam ekonomi.
Hal ini bertujuan untuk peningkatan pertumbuhan perekonomian jika para
pengusaha terus-menerus mengadakan inovasi dan mampu pengadakan
kombinasi baru atas investasinya atau proses produksinya. Adapun jenis-jenis
inovasi, di antaranya dalam hal berikut.
a) Penggunaan teknik produksi.
b) Penemuan bahan dasar.
c) Pembukaan daerah pemasaran.
d) Penggunaan manajemen.
e) Penggunaan teknik pemasaran.
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
5
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
2. Harrod – Domar
Dalam analisis teori pertumbuhan ekonomi menurut Teori Harrod –
Domar, menjelaskan tentang syarat yang harus dipenuhi supaya perekonomian
dapat mencapai pertumbuhan yang teguh (steady growth) dalam jangka
panjang. Asumsi yang digunakan oleh Harrod–Domar dalam teori
pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh beberapa hal-hal berikut.
a) Tahap awal perekonomian telah mencapai tingkat full employment.
b) Perekonomian terdiri atas sektor rumah tangga (konsumen) dan sektor
perusahaan (produsen).
c) Fungsi tabungan dimulai dari titik nol, sehingga besarnya tabungan
proporsional dengan pendapatan.
d) Hasrat menabung batas (Marginal Propencity to Save) besarnya tetap.
Sehingga menurut Harrod – Domar pertumbuhan ekonomi yang teguh
akan mencapai kapasitas penuh (full capacity) dalam jangka panjang.
3. Sollow–Swan
Menurut teori Sollow–Swan, terdapat empat anggapan dasar dalam
menjelaskan pertumbuhan ekonomi.
a) Tenaga kerja (penduduk) tumbuh dengan laju tertentu.
b) Fungsi produksi Q = f (K,L) berlaku bagi setiap periode (K : Kapital, L
: Labour).
c) Adanya kecenderungan menabung dari masyarakat.
d) Semua tabungan masyarakat diinvestasikan.
d. Aliran Historis
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
6
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
BAB III
METODE PENULISAN
3.1
Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah data sekunder,
berupa Buku Penerimaan Pendapatan Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Malang
Tahun 2013, dan Kabupaten Malang Dalam Angka Tahun 2013.
3.2
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penulisan makalah ini
menggunakan metode analisis evaluatif, yaitu membandingkan antara teori dengan
kondisi yang diperoleh dari data sekunder yang digunakan. Metode analisis yang
digunakan berupa analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Shift-Share.
A.
Analisis LQ
Analisis Location Quotient (LQ) merupakan teknik analisis yang digunakan
untuk menganalisis sektor potensial atau basis dalam perekonomian di suatu daerah.
Sedangkan menurut Hood (1998), Location Quotient adalah suatu alat pengembangan
ekonomi yang lebihsederhana dengan segala kelebihan dan keterbatasannya.
Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam
model ekonomi yang lebih sederhana dengan segalakelebihan dan keterbatasannya,
serta merupakan salah satu pendekatan yang umumdigunakan dalam model ekonomi
basis sebagai langkah awal untuk memahami sector kegiatanyang menjadi pemacu
pertumbuhan.
Analisis
LQ
mengukur
konsentrasi
relatif
atau
derajat
spesialisasikegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandinganyang membandingkan
komposisi lapangan kerja (jumlah) produksi (nilai) tambah untuk sektor tertentu di
suatu wilayah dibanding komposisi lapangan kerja (jumlah) produksi (nilai) tambah
untuk sektor yang sama secara nasional. Berikut merupakan rumus perhitungan LQ :
Keterangan:
𝐿𝑄
𝑖=
𝑋𝑖𝑗 ⁄𝑋𝑗
𝑋𝑖𝑛 ⁄𝑋𝑛
Xij : PDRB sektor i di Kabupaten j
Xj : PDRB sektor i di Provinsi acuan
Xin : Total PDRB Kabupaten j
Xn : Total PDRB Provinsi
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
7
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Berdasarkan hasil perhitungan Location Quotient (LQ), konsentrasi suatu kegiatan
pada suatu wilayah dapat diketahui sebagai berikut.
1. Jika nilai LQ1, merupakan sektor unggulan karena sektor yang bersangkutan lebih
terspesialisasi dibanding sektor yang sama di tingkat daerah tertentu.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan secara tidak langsung LQ Dapat
memberikan petunjuk apakah suatu sektor tertentu di daerah tertentu memiliki
keunggulan komparatif (comparative advantage) atau tidak, dibanding sektor tersebut
di wilayah yang membawahi daerah tersebut.
B.
Analisis Shift Share
Merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur
ekonomi daerah dibandingkan dengan struktur perekonomian nasional. Tehnik ini
menggambarkan performance (kinerja) sector -sektor disuatu wilayah dibandingkan
kinerja perekonomian nasional. Selain itu analisis Shift Share merupakan suatu tehnik
membagi atau menguraikan pertumbuhan ekonomi suatu daerah sebagai perubahan
atau peningkatan nilai suatu variable/indicator pertumbuhan perekonomian suatu
wilayah dalam kurun waktu tertentu.
Tujuan analisis adalah untuk menentukan kinerja atau produktifitas kerja
perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (
tingkat regional atau nasional ). Adapun tiga komponen utama dalam analysis ShiftShare meliputi aspek sebagai berikut.
1. Pangsa Pertumbuhan Nasional ( National Growth Share )
Merupakan pertumbuhan ( perubahan ) variable ekonomi disuatu wilayah yang
disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi nasional.
2. Pangsa pertumbuhan proposional
Merupakan menggambarkan perubahan dalam suatu sektor lokal yang
diakibatkan pertumbuhan atau kemunduran sektor yang sama ditingkat
nasional.
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
8
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
3. Pangsa Lokal ( pergeseran regional )
Merupakan pangsa
dari pertumbuhan
yang menggambarkan
tingkat
keunikan ( kekhasan ) tertentu yang dimiliki oleh suatu wilayah ( Lokal ) yang
bisa menyebabkan variable ekonomi wilayah dari suatu kelompok
industri/sektor.
Adapun cakupan wilayah yang dibahas dalam analisis Shift Share meliputi
aspek wilayah sebagai berikut.
1. Differential Shift (Wilayah Studi )
Merupakan perubahan pertumbuhan dari suatu kegiatan / sektor / industri di
wilayah studi terhadap kegiatan / sektor / industri di wilayah referensi.
2. Proportionality Shift (Wilayah Referensi)
Merupakan perubahan pertumbuhan suatu sektor / industri / kegiatan pada
wilayah referensi terhadap keseluruhan (total) kegiatan sektor / industri / yang
ada di wilayah referensi.
Adapun beberapa analisis yang digunakan dalam analisis shift share terdiri atas
Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP), yang merupakan alat untuk melihat
deskripsi kegiatan ekonomi yang potensial dengan formula sebagai berikut.
1. Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs)
Merupakan perbandingan antara laju pertumbuhan pendapatan / tenaga kerja
kegiatan i wilayah studi dengan laju pertumbuhan pendapatan / tenaga kerja
kegiatan i di wilayah referensi, dengan rumus sebagai berikut.
RPs = Eij / E ij(t)
------------------E ir / Eir (t)
Eij
= perubahan PDRB sektor I di wilayah studi
E ij(t) = PDRB sektor I pada awal periode penelitian wilayah
studi
E ir
= perubahan PDRB sektor I diwilayah refrensi
Eir (t) = PDRB awal periode penelitian wilayah refrensi
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
9
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
2. Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr)
Merupakan perbandingan antara laju pertumbuhan pendapatan / tenaga kerja
kegiatan i wilayah referensi dengan laju pertumbuhan pendapatan / tenaga kerja
kegiatan i di wilayah referensi, dengan rumus sebagai berikut.
RPr =
Eir / Eir (t)
----------------------E r / E r (t)
Eir
= Perubahan PDRB kegiatan i diwilayah refrensi
Eir (t)
= PDRB disektor i pada awal periode penelitian
E r
= Perubahan PDRB di wilayah refrensi
E r (t)
= PDRB pada awal penelitian wilayah refrensi
Keterangan
Jika
nilai RPr
> 1
Nilai RPr
< 1
-)
RPr positip artinya menunjukkan bahwa pertumbuhan suatu sektor tertentu
dalam wilayah refrensi lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB total wilayah refrensi
RPr Negatif artinya menunjukkan bahwa pertumbuhan suatu sektor tertentu
dalam wilayah refrensi lebih kecil dari pertumbuhan PDRB total wilayah refrensi.
Jika
nilai RPs >
RPs
1
1 merupakan sektor basis, yang berarti bahwa sektor tersebut mampu memenuhi
kebutuhan permintaan pasar di dalam wilayah Kabupaten Malang dan juga diekspor ke
luar wilayah, yaitu Provinsi Jawa Timur. Adapun jika nilai LQ sektor < 1, maka sektor
tersebut merupakan sektor non basis, yang berarti sektor tersebut hanya mampu
memenuhi kebutuhan permintaan pasar di dalam wilayah Kabupaten Malang saja.
Pengelompokkan antara sektor basis dan nonbasis pada Kabupaten Malang
terhadap Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan data PDRB Tahun 2012 dijelaskan
pada Tabel 4.2, sedangkan pengelompokkan sektor basis dan nonbasis berdasarkan tiga
sektor utama (primer, sekunder dan tersier) dijelaskan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.2 Pengelompokkan Sektor Basis dan Nonbasis Kabupaten Malang Terhadap Provinsi
Jawa Timur Tahun 2012
Sektor Basis
1. Pertanian
1.1 Tanaman Bahan Makanan
1.2 Tanaman Perkebunan
1.3 Peternakan
1.4 Kehutanan
2. Pertambangan dan Penggalian
2.3 Penggalian
7. Pengangkutan dan Komunikasi
1. Angkutan Rel
2. Angkutan Jalan Raya
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
9. Jasa-jasa
a. Pemerintahan Umum
b. Swasta
1. Jasa Sosial Kemasyarakatan
2. Jasa Hiburan dan Kebudayaan
3. Jasa Perorangan dan Rumah Tangga
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Sektor Non Basis
1. Pertanian
1.5 Perikanan
2. Pertambangan dan Penggalian
2.1 Pertambangan Migas
2.2 Pertambangan Non Migas
3. Industri Pengolahan
3.1 Subsektor Industri Makanan, Minuman,
Tembakau
3.2 Subsektor Industri Tekstil, Pakaian Jadi, dan
Kulit
3.3 Subsektor Industri Kayu dan Sejenisnya
3.4 Subsektor Industri Kertas, Percetakan dan
Penerbitan
3.5 Subsektor Industri Kimia, Minyak Bumi
Karet dan Plastik
3.6 Subsektor Industri Barang Galian non Logam,
Kecuali Minyak Bumi dan Batubara
3.7 Subsektor Industri Logam Dasar
3.8 Subsektor Industri Barang dari Logam, Mesin
dan Peralatan
3.9 Subsektor Industri Pengolahan lainnya
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih
4.1 Listrik
14
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Sektor Basis
Sektor Non Basis
4.2 Gas Kota
4.3 Air Bersih
5. Kontruksi
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
8.1 Bank
8.3 Sewa Bangunan
8.4 Jasa Perusahaan
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Tabel 4.3 Pengelompokkan Sektor Basis dan Non Basis Kabupaten Malang Terhadap Provinsi
Jawa Timur Tahun 2012
Sektor Basis
Sektor Primer (LQ = 1,731)
Sektor Non Basis
Sektor Sekunder (LQ = 0,657)
Sektor Tersier (LQ = 0,768)
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui rincian subsektor dari sektor primer, sekunder
maupun tersier yang termaksuk sektor basis dan sektor non basis, sehingga untuk setiap
subsektor yang termaksuk sektor basis adalah sektor yang memiliki surplus produksi
dalam tahun 2012. Adapun pada Tabel 4.3 diketahui secara keseluruhan untuk sektor
yang merupakan sektor basis merupakan sektor primer, sedangkan untuk sektor non basis
pada Kabupaten Malang terhadap Provinsi Jawa Timur berdasarkan PDRB Harga
Konstan Tahun 2012 adalah sektor sekunder dan tersier.
4.3
Gambaran Umum Provinsi DIY
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan luas wilayah 3.185,80 km2 dan jumlah penduduk
sebesar 3.452.390 jiwa pada tahun 2010. Secara administratif Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta terdiri atas 4 Kabupaten dan 1 Kota, yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten
Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunung Kidul.
4.4
Perkembangan Sektor Ekonomi Tiap Kabupaten/Kota Pada Provinsi DIY
Penghitungan untuk mengetahui bagaimana perkembangan sektor ekonomi pada
tiap kabupaten dan kota pada Provinsi DIY menggunakan analisis Shift Share, dengan
data PDRB harga konstan (tahun 200) pada Tahun 2008 sebagai tahun awal, dan data
PDRB harga konstan pada Tahun 2012 sebagai tahun akhir. Adapun lingkup data yang
digunakan mencangkup lingkup Provinsi DIY, 4 Kabupaten dan 1 Kota pada Provinsi
DIY, sehingga masing – masing dari data PDRB tersebut dapat diketahui bagaimana
perkembangan sektor ekonomi pada setiap Kabupaten dan Kota pada Provinsi DIY.
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
15
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Berikut merupakan data penerimaan PDRB pada Provinsi DIY beserta 4
Kabupaten dan 1 Kota pada Provinsi DIY berdasarkan harga konstan (Tahun 2000) untuk
tahun 2008 dan tahun 2012 yang dijelaskan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5.
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
16
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 4.4 Penerimaan PDRB Provinsi DIY dan Kabupaten/Kota didalamnya Tahun 2008 Berdasarkan Harga Konstan (Tahun 2000) (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha/Industrial
Origin
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan
Penggalian/Mining and
Quarrying
3. Industri
Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air
Bersih/Electricity, Gas &
Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, HotelRestoran/Trade, Hotels &
Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.&
Communication
8. Keuangan, Persewaan &
Jasa Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
PDRB/Gross Regional
Domestic Product
DIY
Kota Jogja
Kulon Progo
3.541.665
18.140
454.656
140.864
258
2.636.275
Sleman
Gunungkidul
Bantul
880.148
987.480
1.201.241
17.027
32.308
55.442
35.829
543.050
255.420
904.474
337.144
596.187
176.288
65.488
10.333
52.789
16.003
31.675
1.825.157
412.972
82.096
642.538
250.400
437.151
3.961.618
1.253.026
281.420
1.276.918
447.901
702.353
1.958.512
984.783
171.336
339.243
214.371
248.779
1.751.269
696.816
101.551
598.190
141.824
212.888
3.220.410
1.046.615
288.531
1.006.243
405.972
473.049
19.212.058
5.021.148
1.662.370
5.840.183
3.070.298
3.618.059
Sumber: BPS Provinsi DIY dan Kabupaten/Kota, 2009
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
17
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 4.5 Penerimaan PDRB Provinsi DIY dan Kabupaten/Kota didalamnya Tahun 2012 Berdasarkan Harga Konstan (Tahun 2000) (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha/Industrial
Origin
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan
Penggalian/Mining and
Quarrying
3. Industri
Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air
Bersih/Electricity, Gas &
Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, HotelRestoran/Trade, Hotels &
Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.&
Communication
8. Keuangan, Persewaan &
Jasa Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
PDRB/Gross Regional
Domestic Product
DIY
Kota Jogja
Kulon Progo
Sleman
Gunungkidul
Bantul
3.826.004
17.939
517.404
1.019.264
1.329.212
942.185
157.371
296
17.376
38.636
65.277
35.786
2.889.157
598.159
273.125
1.005.640
401.011
611.222
212.754
75.936
12.850
65.150
21.207
37.611
2.202.983
475.073
110.071
827.196
318.995
471.648
4.885.235
1.559.070
347.231
1.636.136
543.361
799.437
2.436.919
1.268.866
183.855
433.134
260.966
290.098
2.230.691
886.591
123.572
779.721
190.701
250.106
3.953.257
1.269.751
377.593
1.264.352
511.830
529.731
22.794.371
6.151.681
1.963.077
7.069.229
3.642.560
3.967.824
Sumber: BPS Provinsi DIY dan Kabupaten/Kota, 2013
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
18
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Berdasarkan data PDRB yang dijelaskan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5, maka
dapat dilakukan penghitungan pertumbuhan ekonomi melalui penghitungan Komponen
Pertumbuhan Nasional (national share), Komponen Pertumbuhan Proporsional
(proportional shift), dan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (differential shift).
Adapun penghitungan tiap komponen beserta interpretasi hasilnya dijelaskan pada Tabel
4.6 – Tabel 4.8.
Tabel 4. Penghitungan KPN, KPP, KPPW dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Yogyakarta
Kota Yogyakarta
KPN
KPP
KPPW
Pertumbuhan
(National
(Proportional
(Differential
Ekonomi
Share)
Shift)
Shift)
1. Pertanian/Agriculture
0,186
-0,198
-0,091
-0,102
2. Pertambangan dan
Penggalian/Mining and
Quarrying
3. Industri
Pengolahan/Manufacturi
ng Industry
4. Listrik, Gas & Air
Bersih/Electricity, Gas &
Water Supply
5.
Bangunan/Construction
6. Perdagangan, HotelRestoran/Trade, Hotels
& Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.&
Communication
8. Keuangan, Persewaan
& Jasa Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
PDRB/Gross Regional
Domestic Product
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Rata –
Rata
LQ
0,03
0,186
-0,039
0,030
0,177
0,01
0,186
-0,027
0,006
0,165
1,17
0,186
-0,036
-0,047
0,103
2,08
0,186
0,058
-0,057
0,188
1,27
0,186
0,102
0,011
0,300
1,80
0,186
0,086
0,044
0,317
2,89
0,186
0,027
-0,001
0,212
2,26
0,186
0,039
-0,014
0,211
1,84
0,186
-0,198
-0,091
-0,102
0,03
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
19
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPP (Proportional Shift) Kota Yogyakarta
Kota Yogyakarta
Lapangan Usaha/Industrial Origin
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
KPP
-0,198
-0,039
-0,027
-0,036
0,058
0,102
0,086
0,027
0,039
Keterangan
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPPW (Differential Shift) Kota Yogyakarta
Kota Yogyakarta
Lapangan Usaha/Industrial Origin
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
Sumber : Hasil Analisis, 2015
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
KPPW
Keterangan
-0,091
Tidak mempunyai daya saing
0,030
Mempunyai daya saing
0,006
Mempunyai daya saing
-0,047
Tidak mempunyai daya saing
-0,057
Tidak mempunyai daya saing
0,011
Mempunyai daya saing
0,044
Mempunyai daya saing
-0,001
Tidak mempunyai daya saing
-0,014
Tidak mempunyai daya saing
20
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 4. Penghitungan KPN, KPP, KPPW dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kulon Progo
KPN
(National
Share)
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan
Penggalian/Mining and
Quarrying
3. Industri
Pengolahan/Manufacturi
ng Industry
4. Listrik, Gas & Air
Bersih/Electricity, Gas &
Water Supply
5.
Bangunan/Construction
6. Perdagangan, HotelRestoran/Trade, Hotels
& Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.&
Communication
8. Keuangan, Persewaan
& Jasa Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Kabupaten Kulon Progo
KPP
KPPW
(Proportional
(Differential
Shift)
Shift)
Pertumbuhan
Ekonomi
Rata –
Rata
LQ
0,186
-0,048
0,058
0,196
2,27
0,186
-0,166
-0,097
-0,076
2,04
0,186
-0,117
-0,027
0,043
1,67
0,186
0,057
0,037
0,280
1,03
0,186
0,154
0,134
0,475
0,81
0,186
0,047
0,001
0,235
1,23
0,186
-0,113
-0,171
-0,098
1,45
0,186
0,030
-0,057
0,160
0,99
0,186
0,122
0,081
0,390
1,59
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPP (Proportional Shift) Kabupaten Kulon Progo
Kabupaten Kulon Progo
Lapangan Usaha/Industrial Origin
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply
5. Bangunan/Construction
KPP
-0,048
-0,166
-0,117
0,057
0,154
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/
-0,113
9. Jasa-Jasa/Services
0,122
0,047
0,030
Keterangan
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Sumber : Hasil Analisis, 2015
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
21
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPPW (Differential Shift) Kabupaten Kulon Progo
Kabupaten Kulon Progo
Lapangan Usaha/Industrial Origin
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
Sumber : Hasil Analisis, 2015
KPPW
Keterangan
0,058
Mempunyai daya saing
-0,097
Tidak mempunyai daya saing
-0,027
Tidak mempunyai daya saing
0,037
Mempunyai daya saing
0,134
Mempunyai daya saing
0,001
Mempunyai daya saing
-0,171
Tidak mempunyai daya saing
-0,057
Tidak mempunyai daya saing
0,081
Mempunyai daya saing
Tabel 4. Penghitungan KPN, KPP, KPPW dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sleman
Kabupaten Sleman
KPN
KPP
KPPW
Pertumbuhan
(National
(Proportional
(Differential
Ekonomi
Share)
Shift)
Shift)
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan
Penggalian/Mining and
Quarrying
3. Industri
Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air
Bersih/Electricity, Gas &
Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, HotelRestoran/Trade, Hotels &
Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.&
Communication
8. Keuangan, Persewaan &
Jasa Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Rata –
Rata
LQ
0,186
-0,154
-0,048
-0,016
1,35
0,186
0,009
0,079
0,275
1,15
0,186
-0,075
0,016
0,128
1,69
0,186
0,048
0,027
0,261
1,48
0,186
0,101
0,080
0,368
1,76
0,186
0,095
0,048
0,329
1,60
0,186
0,090
0,032
0,309
0,86
0,186
0,117
0,030
0,333
1,69
0,186
0,070
0,029
0,285
1,54
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
22
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPP (Proportional Shift) Kabupaten Sleman
Kabupaten Sleman
Lapangan Usaha/Industrial Origin
1. Pertanian/Agriculture
KPP
-0,154
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply
-0,075
5. Bangunan/Construction
0,101
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
0,009
0,048
0,095
0,090
0,117
0,070
Keterangan
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPPW (Differential Shift) Kabupaten Sleman
Kabupaten Sleman
Lapangan Usaha/Industrial Origin
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
Sumber : Hasil Analisis, 2015
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
KPPW
Keterangan
-0,048
Tidak mempunyai daya saing
0,079
Mempunyai daya saing
0,016
Mempunyai daya saing
0,027
Mempunyai daya saing
0,080
Mempunyai daya saing
0,048
Mempunyai daya saing
0,032
Mempunyai daya saing
0,030
Mempunyai daya saing
0,029
Mempunyai daya saing
23
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 4. Penghitungan KPN, KPP, KPPW dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Gunung
Kidul
Kabupaten Gunung Kidul
KPN
KPP
KPPW
Pertumbuhan
(National
(Proportional
(Differential
Ekonomi
Share)
Shift)
Shift)
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan
Penggalian/Mining and
Quarrying
3. Industri
Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air
Bersih/Electricity, Gas &
Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, HotelRestoran/Trade, Hotels &
Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.&
Communication
8. Keuangan, Persewaan &
Jasa Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Rata –
Rata
LQ
0,186
-0,080
0,026
0,133
3,21
0,186
-0,009
0,060
0,238
3,76
0,186
0,003
0,094
0,283
1,23
0,186
0,139
0,118
0,444
0,88
0,186
0,087
0,067
0,341
1,31
0,186
0,027
-0,020
0,193
1,06
0,186
0,031
-0,027
0,190
1,02
0,186
0,158
0,071
0,416
0,77
0,186
0,074
0,033
0,294
1,19
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
24
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPP (Proportional Shift) Kabupaten Gunung Kidul
Kabupaten Gunung Kidul
Lapangan Usaha/Industrial Origin
KPP
1. Pertanian/Agriculture
-0,080
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply
5. Bangunan/Construction
-0,009
0,003
0,139
0,087
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/
0,027
0,031
0,158
9. Jasa-Jasa/Services
0,074
Keterangan
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPPW (Differential Shift) Kabupaten Gunung Kidul
Kabupaten Gunung Kidul
Lapangan Usaha/Industrial Origin
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
Sumber : Hasil Analisis, 2015
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
KPPW
Keterangan
0,026
Mempunyai daya saing
0,060
Mempunyai daya saing
0,094
Mempunyai daya saing
0,118
Mempunyai daya saing
0,067
Mempunyai daya saing
-0,020
Tidak mempunyai daya saing
-0,027
Tidak mempunyai daya saing
0,071
Mempunyai daya saing
0,033
Mempunyai daya saing
25
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 4. Penghitungan KPN, KPP, KPPW dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bantul
Kabupaten Bantul
KPN
KPP
KPPW
RataPertumbuhan
(National
(Proportional
(Differential
Rata
Ekonomi
Share)
Shift)
Shift)
LQ
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan
Penggalian/Mining and
Quarrying
3. Industri
Pengolahan/Manufacturin
g Industry
4. Listrik, Gas & Air
Bersih/Electricity, Gas &
Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, HotelRestoran/Trade, Hotels &
Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.&
Communication
8. Keuangan, Persewaan
& Jasa Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
Sumber : Hasil Analisis, 2015
0,186
-0,116
-0,010
0,061
2,03
0,186
-0,188
-0,118
-0,120
2,00
0,186
-0,161
-0,071
-0,045
1,81
0,186
0,001
-0,019
0,168
1,46
0,186
-0,108
-0,128
-0,049
1,89
0,186
-0,048
-0,095
0,043
1,41
0,186
-0,020
-0,078
0,088
1,02
0,186
-0,012
-0,099
0,076
0,97
0,186
-0,067
-0,108
0,012
1,16
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
26
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPP (Proportional Shift) Kabupaten Bantul
Kabupaten Bantul
Lapangan Usaha/Industrial Origin
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
KPP
-0,116
-0,188
-0,161
0,001
-0,108
-0,048
-0,020
-0,012
-0,067
Keterangan
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh cepat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Spesialisasi dalam sektor yang secara
nasional tumbuh lambat
Sumber : Hasil Analisis, 2015
Tabel 4. Interpretasi Hasil Perhitungan KPPW (Differential Shift) Kabupaten Bantul
Kabupaten Bantul
Lapangan Usaha/Industrial Origin
1. Pertanian/Agriculture
2. Pertambangan dan Penggalian/Mining
and Quarrying
3. Industri Pengolahan/Manufacturing
Industry
4. Listrik, Gas & Air Bersih/Electricity,
Gas & Water Supply
5. Bangunan/Construction
6. Perdagangan, Hotel-Restoran/Trade,
Hotels & Restaurant
7. Pengangkutan &
Komunikasi/Transport.& Communication
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan/
9. Jasa-Jasa/Services
Sumber : Hasil Analisis, 2015
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
KPPW
Keterangan
-0,010
Tidak mempunyai daya saing
-0,118
Tidak mempunyai daya saing
-0,071
Tidak mempunyai daya saing
-0,019
Tidak mempunyai daya saing
-0,128
Tidak mempunyai daya saing
-0,095
Tidak mempunyai daya saing
-0,078
Tidak mempunyai daya saing
-0,099
Tidak mempunyai daya saing
-0,108
Tidak mempunyai daya saing
27
EKONOMI WILAYAH DAN KOTA
ANALISIS BASIS EKONOMI KABUPATEN MALANG TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR
4.5
Mapping Pertumbuhan dan Basis Ekonomi Provinsi DIY
Berdasarkah hasil penghitungan tiap komponen pada Analisis Shift Share beserta
perhitungan LQ untuk tiap sektor pada tiap Kabupaten / Kota pada Provinsi DIY, maka
dapat dilakukan mapping ter