Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqih Ilmu Fiqih

Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqih
Oleh : Hibatul Wafi
Ilmu fiqih adalah salah satu disiplin ilmu yang sangat penting kedudukannya dalam
kehidupan umat islam. Fiqih termasuk ilmu yang muncul pada masa awal berkembang agama
islam. Secara esensial, fiqih sudah ada pada masa Nabi SAW, walaupun belum menjadi
sebuah disiplin ilmu tersendiri. Karena Semua persoalan keagamaan yang muncul waktu itu,
langsung ditanyakan kepada Nabi SAW. Maka seketika itu solusi permasalahan bisa terobati,
dengan bersumber pada Al Qur’an dan sunnah.
Sepeninggal Nabi SAW. Ilmu fiqh ini mulai berkembang, seiring dengan timbulnya
permasalahan-permasalahan yang muncul dari zaman kezaman. Permasalahan

semakin

berkembang dan tidak semua permasalahan yang ada, terdapat di dalam nash, namun
membutuhkan sebuah hukum melalui jalan istimbat Setiap satu permesalahan memiliki
ratusan solusi yang berbeda dari setiap ulama
.Generasi penerus Nabi Muhammad SAW tidak hanya berhenti pada masa
khulafa’urrosyidin, namun masih diteruskan oleh para tabi’in dan ulama’ sholihin hingga
sampai pada zaman kita sekarang ini. Pada zaman kita ini, para ulama (Fuqoha) mulai
bermunculan dan memiliki ijtihad yang berda-beda.
Tulisan ini bertujuan untuk mengklasifikasi secara periodik perkembangan ilmu fiqh,

namun akan didahului oleh pengertian dari ilmu fiqh kemudian dilanjutkan dengan sejarah
perkembangannya mulai dari periode Rasulallah SAW, periode sahabat, periode tadwin, dan
yang terakhir periode taqlid.
A. Definisi Fiqih
Untuk mengetahui sesuatu yang ingin dikaji secara mendalam, definisi adalah
menjadi pintu pembukanya. Dalam berbagai literature dan pendapat beberapa ulama
mengenai fiqh, Fiqh secara bahasa bermakna al-Fahmu yang memiiki arti pemahaman,
sedangkan secara istilah dalam beberapa literatur dan pendapat ulama juga, tentu
memiliki redaksi yang berbeda-beda tetapi esensi maknanya sama. Al-Rogib al-Ashafani
seperti yang dikutip oleh Muhammad Mustofa Syalbi, mendefinisikan fiqh “
pengetahuan mengenai sesuatu hukum dan pendalamanya.1 Imam Syafi’I mendefinisikan
sebagai “ Ilmu/pengetahuan mengenai hukum-hukum syari’ah yang berlandaskan kepada
1 Muhammad Musyofa Syalbi, Al-Madkhol fi al-Ta’rifi bi al-Fiqhi al-Islamiy wa Qwa’idu alMilkiyyah wa al-‘Uqudi Fiha, (Bayrut : Daru al-Nahdoh al-‘Arobiyah 1985) hal 31

1

dalil-dalilnya yang terprinci”.2 Pedefinisian Imam Syafi’I ini merupakan pendefinisian
yang paling masyhur dikalanagan para Fuqoha.
B. Sumber-Sumber Hukum Islam
Menurut teori hukum Islam yang dibuat orang-orang muslim pada zaman

pertengahan, struktur hukum Islam dibangaun di atas empat dasar, yang disebut
‘Sumber-sumber Hukum’, sumber-sumber tersubut adalah al-Qur’an, Sunnah Nabi, Ijma’
(Konsensus), Qiyas (Penalaran Analogi).3 Ada juga yang berpendapat bahwa istinbat alMujtahid termasuk sumber-sumber hukum islam. 4
Al-Qur’an merupakan pedoman bagi manusia yang diakui keuniversalan alQur’an dan keotentikannya yang ditinggalkan oleh Rsulallah SAW, agar manusia tidak
tersesat dalam menjalankan hidup, agar selamat di dunia dan akhirat. Sebagai mana
sabda Rasulallh SAW.

‫ كتاب الله‬:‫تركت فيكم أمرين لن تضلوا ماتمسكتم بهما‬
‫وسنة نبيه‬
“ Telah aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang jika kalian berpegang dengan
keduanya, tidak akann tersesast : Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya. (H.R. Malik)
Pada akar konsepsi hukum islam terletak ide bahwa hukum sesensinya adalah
religious. Itulah sebabnya mengapa sejak dari awal mula sejarah islam, hukum sudah
dipandanga bersumber dari Syari’ah atau sebagian dari padanya. Karena itu hukum islam
haruslah berdasrakan wahyu ilahi. Qur’an, wahyu yang paling lengkap dan final dari
Allah kepada manusia, haruslah dipakai sebagai pedoman utama.5
Sunnah Nabi, Sunnah Nabi adalah apa-apa yang ada pada diri Rasullah berupa
perkataan, perbuatan ataupun takrir.6 Sunnah merupakan sumber kedua setelah al-Qur’an
yang hakikatnya sebagai penjelas, al-Qur’an, seperti perkara-perkara wajibnya shalat,
zakat, haji, puasa dan shadaqah.7 Pekara-perkara tersebut adalah bagian dari pembahasan

Fiqh. Kemudian ijma’. Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid muslim di zaman setelah
2 Al-Duktur Wahbah Zuhaily, al-Fiqhu al-Islamiy wa adillathu, Juz 1, (Suriyah : Dar al-Fiqri, cet 2
1985) hal 16
3 Fazlur Rahman, Islam, ( Bandung : Pustaka 1984) hal 90
4 Muhammad Musyofa Syalbi, Al-Madkhol fi al-Ta’rifi bi al-Fiqhi al-Islamiy wa Qwa’idu alMilkiyyah wa al-‘Uqudi Fiha, hal 33
5 Fazlur Rahman, Islam, hal 91
6 ‘Abd al-Wahab Khalaf, ‘Ulmu Ushulu al-Fiqh, (Jakarta : Dar al-Kutub 2010), hal 34
7 Muhammad Abu al-Lais al-Khoir Abadiy, ‘Ulumu al-Hadist Ashiluha wa Ma’ashiruha, (Malaysia :
Dar al-Asyakir ) cet 7 2011, hal 9

2

wafatnya Rasulallah dalam memecahkan hukum syar’i. 8 Para ulama muslim berijtihad
dalam memecahkan masalah, dan hasill dari ijtihad itu dijadikan sebagai hukum syar’i.
ijtihad belum ada pada zaman Rasulallah karena segala permsalahan dikembalikan atau
dirujuk ke Rasulallah. Sumber yang terakhir adalah qiyas. Qiyas adalah menetapkan
sesuatu perkara yang tidak tertulis hukumnya dalam al-Qur’an dan Sunah, atau belum
ada ketentuah hukumnya, berdasakan sesuatu hukum yang sudah ditentukan oleh Nash,
disebabkan adanya persamaaan antara keduanya.9 Qiyas sifatnya darurat, bila memang
terdapat hal-hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya.

Keempat sumber inilah yang menjadi pondasi hukum yang ada di dalam ilmu
fiqh, karena dari sumber-sumber inilah terpancar hukum atau shari’at Islam, keempat
sumber ini berdasarkan ketetapan qath’I (pasti) kebenarannya bukan sesuatu yang
bersifat zhanni (dugaan). “ (Dan) janagnlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai ilmu tentangnya.” (Q.S. Al-Isra’ [17]: 36 ). “ (Dan) kebanyakan mereka tidak
mengikuti kecuali prasangka belaka. Sesungguhnya prasangka tidak sedikit pun berguna
untuk mencapai kebenaran.” (Q.S. Yunus [10]: 36).10
C. Periodesasi Perkembangan Ilmu Fiqh
Abd al-Wahab Khalaf membagi perkembangan tarikh al-Tasyri’ atau fiqh islam
menjadi empat periode : periode Rasulallah, periode sahabat, periode tadwin, periode
taqlid.
1. Periode Rasulallh SAW.
Tarikh Tasyrik Islam, atau sejarah fiqh Islam, pada hakikatnya, tumbuh dan
berkembang di masa Nabi, karena Nabilah yang mempunyai wewenang atas dasar
wahyu untuk mentasyri’kan hukum dan berakhir dengan wafatnya Nabi.11 Pada Masa
Rasulullah adalah masa fiqh Islam mulai tumbuh dan membentuk dirinya menjelma
ke alam perwujudan. Sumber asasi yang ada pada masa ini ialah Al-quran. Tentang
sunnah Rasul adalah berdasarlkan wahyu Ilahi yang diturunkan kepadanya. Demikian
juga segala tindak-tanduk Nabi SAW. Selalu dibimbing oleh wahyu Ilahi, dan semua
hukum dan keputusan hukum didasarkan kepada wahyu juga. Masa ini walaupun

berusia tidak panjang, namun masa inilah yang meninggalkan bekasan-bekasan dan
8 Ibid, 43
9 Ibid 49
10 Tim Kajian Keislaman Nurul Ilmi, Buku Induk Terlengkap Agama Islam, (Jakarta Selatan : Citra
Risalah 2012) hal 139-140
11 Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy,”Pengantar Ilmu Fiqh”,(Semarang: PT Pustaka Rizki
Putra,1999), hlm,31.

3

kesan-kesan serta pengaruh yang penting bagi perkembangan hukum islam dan masa
yang kulli yang bersifat keseluruhan dan dasar-dasar yang umum yang universal
untuk dasar penetapan hukum bagi masalah dan peristiwa yang tidak ada nashnya.12
Masa Nabi SAW ini terbagi kepada dua periode yang masing-masing mempunyai
corak tersendiri. Yaitu periode Makkah dan Periode Madinah.
a. Periode Makkah
Periode pertama ialah periode Makkah, yakni selama Nabi SAW
menetapkan dan berkedudukan di Makkah, yang lamanya 12 tahun dan beberapa
bulan, semenjak beliau diangkat menjadi Nabi hingga beliau berhijrah ke Madinah.
Dalam masa ini umat islam masih sedikit dan masih lemah, belum dapat

membentuk dirinya sebagai suatu umat yang mempunyai kedaulatan, kekuasaan
yang kuat. Nabi telah mencurahkan Tauhid kedalam jiwa masing-masing individu
dalam masyarakat arab serta memalingkan mereka dari memperhamba diri kepada
berhala, disamping beliau menjaga diri dari aneka rupa gangguan bangsanya. Dan
masa ini belum banyak hal-hal yang mendorong Nabi SAW. Untuk mengadakan
hukum atau undang-undang. Karena itu tidak ada di dalam surat Makkiyah ayatayat hukum seperti surat Yunus, Ar Ra’du, Ya sin dan Al Furqon. Kebanyakan ayatayat makkiyah adalah berisikan hal-hal yang mengenai aqidah kepercayaan, akhlak
dan sejarah.13
b. Periode Madinah
Periode kedua ialah periode Madinah, Yakni masa Nabi SAW telah berhijrah
ke Madinah, dan Nabi menetapkan di Madinah selama 10 tahun sampai wafatnya.
Dalam masa inilah umat Islam berkembang dengan pesatnya dan pengikutnya terus
menerus bertambah. Mulailah Nabi SAW membentuk suatu masyarakat Islam yang
berkedaulatan. Karena itu timbulah keperluan untuk mengadakan syari’at dan
peraturan peraturan, karena masyarakat membutuhkannya, untuk mengatur
perhubungan antara anggota masyarakat satu dengan lainnya dan perhubungan
mereka dengan umat yang lainnya, baik dalam masa damai ataupun dalam masa
perang.14
12 Ibid, 32-33
13 Ibid, 33
14 Ibid, 34


4

Dalam hubungan inilah disyari’atkan hukum-hukum perkawinan, thalaq,
wasiat, jual beli, sewa, hutang-piutang, dan sermua transaksi. Demikian juga yang
berhubungan dengan pemeliharaan keamanan dalam masyarakat, dengan adanya
hukum kriminil dan lain sebagainya individu dan sebagai masyarakat dalam
hubungannya dengan masyarakat yang lebih luas, antara seantero manusia di
dunia. Karena itulah surat-surat Madinah, seperti Surat Al-Baqoroh, Ali Imran, An
Nisa’, Al Maidah, Al Anfal, At Taubah, An Nur, Al Ahzab, banyak mengandung
ayat-ayat hukum disamping mengandung ayat-ayat aqidah, akhlak, sejarah dan
lain-lain.15
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Dalam Periode Makkah hampir
tidak didapatkan indikasi yang berarti, karena masa ini merupakan masa
pembentukan pondasi ketauhidan Islam. Ayat-ayat yang diturunkan adalah ayatayat aqidah. Berbeda dengan masa Madinah di mana ayat-ayat tentang hukum dan
pranata sosila mendominasi, sehingga indikasi penetapan hukum terlihat lebih
jelas.16 Selanjutnya suatu hal yang nyata terjadi adalah bahwa Nabi telah berbuat
sehubungan dengan turunnya ayat-ayat Al-quran yang mengandung hukum (ayatayat hukum). Tidak semua ayat hukum itu memberikan penjelasan yang mudah
difahami untuk kemudian dilaksanakan secara praktis sesuai dengan kehendak
Allah. Karena itu Nabi memberikan penjelasan mengenai maksud setiap ayat

hukum itu kepada umatnya, sehingga ayat-ayat yang tadinya belum dalam bentuk
petunjuk praktis, menjadi jelas dan dapat dilaksanakan secara praktis. Nabi
memberikan penjelasan dengan ucapan, perbuatan, dan pengakuannya yang
kemudian disebut sunnah Nabi. Apakah hukum-hukum yang bersifat amaliah yang
dihasilkan oleh Nabi yang bersumber kepada al-quran itu dapat disebut fiqih.17
2. Periode Sahabat
Periode kedua ini berkembang pada masa wafatya Nabi Muhammad SAW.
Dan berakhir sejak Muawiyah bin Abi Sufyan menjabat sebagai kholifah pada tahun
41 H. Pada periode ini hiduplah sahabat-sahabat Nabi terkemuka yang mengibarkan
bendera Dakwah Islam.18
15 Ibid, 34
16 Ali Sodiqin,Fiqh Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Beranda Publishing, 2012) , hlm. 31
17 Muhammad Yusuf, dkk, Fiqih dan Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan
Kalijaga,2005), hlm 26.
18 Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqh Islam, Sebuah Pengantar, (Jakarta : Risalah Gusti 1995) hal 33

5

Pada masa ini islam sudah meluas, yang mengakibatkan adanya masalah yang
mengakibatkan adanya masalah-masalah baru yang timbul. Oleh karena itu tidaklah

mengherankan apabila pada periode sahabat ini pada bidang hukum ditandai dengan
penafsiran pada sahabat dan ijtihadnya dalam kasus-kasus yang tidak ada nashnya,
disamping itu juga terjadi hal-hal yng tidak menguntungkan yaitu perpecahan
masyarakat islam yang bertentangan sacara tajam.19
Diperiode shabat ini, kaum muslimin telah memiliki rujukan hukum syari’at
yang sempurna berupa al-Qur’an dan hadist Rasul. Kemudian dengan ijma’ dan qiyas,
diperkaya dengan adat istiadat

dan peraturan peraturan berbagai daerah yang

bernaungan di bawah Islam. Dapat kita tegaskan bahwa zaman khulafaur Rasyidin
lengkaplah dalil-dalil tasyri’ Islam.
Sahabat-sahabat besar dalam periode ini menafsirkan nash-nash hukum dari
al-Qur’am maupun hadist, uang kemudian menjadi pegangan untuk menafsirkan dan
menjelaskan nash-nash selain itu para sahabat memberi fatwa-fatwa dalam berbagai
masalah terhadap kejadian-kejadian yang tidak ada nash yang jelas mengenai masalah
itu, yang kemudian menjadi dasar ijtihad.
3. Periode Tadwin
Pemerintah Islam pasca keruntuhan Daulah Umayyah segera digantikan oleh
Daulah Abbasiah. Masa Abbasiah ini disebut juga masa Mujahidin dan masa

pembukuan fikih, karena pada masa ini terjadi pembekuan dan penyempurnaan fikih.
Pada masa Abbasiyyah, yang dimulai dari pertengahan adab ke-2 H sampai
peretngahan abad ke-4 ini, muncul usaha-usaha pembukuan al-Sunnah, fatwa-fatwa
sahabat, dan tabi’in dalam bidang fikih, tafsir, ushul al-fiqh. Pada masa ini pada lahir
para tokok dalam istinbat dan perundangan-undangan Islam.
Masa ini disebut Masa Keemasan Islam yang ditandai dengan berkembangannya ilmu
pengetahuan yang pengaruhnya dapat dirasakan hingga sekarang. Pada masa ini
muncul pula mazhab-mazhab fikih yang banyak mempengaruhi perkembangan hukum
Islam. Diantaranya : Imam Malik, Abu Hanifah, Imam Syaf’i, Ahmad Bin Hambal.20
Faktor utama yang mendorong perkembangan hukum Islam adalah
berkembanganya ilmu pengetahuan di dunia Islam. Berkembangnya ilmu pengetahuan
di dunia Islam disebabkan oleh hal-hal berikut. Pertama, adanya penterjemahan buku19 Syarifuddin, Amair, Ushul Fiqh Jakarta : (Kencana Prenada Media Group) hal 240
20 Manna al-Qotahn, Tarikh al-Tasyri’ al-Islamiy, (Qohiroh : Maktabah Wambah ) hal 323

6

buku Yunani, persia, Romawi, dan sebagainya, ke dalam bahasa Arab.Faktor lain yang
mempengaruhi berkembanganya pemikiran adalah luasnya ilmu pengetahuan. Faktor
lainnya adalah adanya upaya umat Islam untuk melestarikan al-Qur’an, baik yang
dicatat, termasuk yang dikumpulkan dalam satu mushaf, maupun yang dihafal.

4. Periode Taqlid
Sejak akhir pemerintahan Abbasiah, tampaknya kemunduran berijtihad
sehingga sikap taklid berangsur-angsur tumbuh merata di kalangan umat Islam. Yang
di maksud dengan masa taklid adalah masa ketika semangat (himmah) para ulama
untuk melakukan ijtihad mutlak mulai melemah dan mereka kembali kepada dasar
tasyri’ yang asasi dalam peng-istinbath-an hukum dari nash al-Qur’an dan al-Sunnah.
a. Sebab-sebab Taqlid
Secara umum, sikap taklid disebabkan oleh keterbelangguan akal pikiran
sebagai akibat hilangnya kebebasan berfikir. Sikap taklid disebabkan pula oleh
adanya para ulama saat itu yang kehilangan kepercayaan diri untuk berijtihad
secara mandiri. Mereka menganggap para pendiri mazhab lebih cerdas ketimbang
dirinya. Sikap taklid juga disebabkan oleh banyaknya kitab fikih dan
berkembangnya sikap berlebihan dalam melakukan kitab-kitab fikih. Hilangnya
kecerdasan individu dan merajalelanya hidup materialistik turut mempertajam
munculnya sikap taklid.21
b. Aktifitas Ulama di masa Taqlid
Masa taklid disebut juga masa para fuqaha mempropagandakan mazhab
dan aliran mereka masing-masing. Mereka menulis kitab-kitab yang menjelaskan
keistimewaan imam mereka masing-masing dan memberi fatwa pula bahwa
orang yang bertaklid (muqalli) tidak boleh pindah dari mazhab satu ke mazhab
lainnya.
Pada masa ini kitab-kitab para ulama mazhab dapat dikategorikan kepada
tiga kelompok, yaitu matan, syarh, dan hasyiyah. Matan adalah kumpulan
masalah-masalah pokok yang disusun dengan bahasa yang sederhana dan mudah.
Syarh merupakan komentar dari kitab matan. Adapun hasyiyah adalah komentar
dari syarh.22

21 Ibid ,
22 Ibid,

7

Penutup
Dari beberapa urain diatas dapat disimpulkan bahwa sejarah perkembangan ilmu fiqih
tak terlepas dari sumber-sumber hukum. Menurut teori hukum Islam yang dibuat orang-orang
muslim pada zaman pertengahan, struktur hukum Islam dibangaun di atas empat dasar, yang
disebut ’Sumber-sumber Hukum’, sumber-sumber tersebut adalah al-Qur’an, Sunnah Nabi,
Ijma’ (Konsensus), Qiyas (Penalaran Analogi).
Abd al-Wahab Khalaf membagi perkembangan tarikh al-Tasyri’ atau fiqh islam
menjadi empat periode : Pertama, periode Rasulallah, pada masa Nabi SAW ini terbagi
kepada dua periode yang masing-masing mempunyai corak tersendiri. Yaitu periode Makkah
dan Periode Madinah. kedua, periode sahabat, ketiga, periode tadwin, keempat, periode
taqlid.

Daftar Pustaka
Abd al-Wahab Khalaf, ‘Ulmu Ushulu al-Fiqh, (Jakarta : Dar al-Kutub 2010),

8

Al-Duktur Wahbah Zuhaily, al-Fiqhu al-Islamiy wa adillathu, Juz 1, (Suriyah : Dar al-Fiqri,
cet 2 1985)
Ali Sodiqin,Fiqh Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Beranda Publishing, 2012)
Fazlur Rahman, Islam, ( Bandung : Pustaka 1984)
Manna al-Qotahn, Tarikh al-Tasyri’ al-Islamiy, (Qohiroh : Maktabah Wambah )
Muhammad Abu al-Lais al-Khoir Abadiy, ‘Ulumu al-Hadist Ashiluha wa Ma’ashiruha,
(Malaysia : Dar al-Asyakir ) cet 7
Muhammad Musyofa Syalbi, Al-Madkhol fi al-Ta’rifi bi al-Fiqhi al-Islamiy wa Qwa’idu alMilkiyyah wa al-‘Uqudi Fiha, (Bayrut : Daru al-Nahdoh al-‘Arobiyah 1985)
Muhammad Yusuf, dkk, Fiqih dan Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan
Kalijaga,2005)
Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqh Islam, Sebuah Pengantar, (Jakarta : Risalah Gusti 1995)
Syarifuddin, Amair, Ushul Fiqh Jakarta : (Kencana Prenada Media Group)
Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy,”Pengantar Ilmu Fiqh”,(Semarang: PT Pustaka
Rizki Putra,1999)
Tim Kajian Keislaman Nurul Ilmi, Buku Induk Terlengkap Agama Islam, (Jakarta Selatan :
Citra Risalah 2012)

9