LAPORAN BACAAN BUKU MEMBACA SASTRA MELAN

A. PENDAHULUAN
Identitas buku yang dilaporkan
a. Judul buku yang dilaporkan : Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra untuk
Perguruan Tinggi.
b. Pengarang buku yang diaporkan : Melani Budianta, dkk.
c. Tahun terbit buku yang dilaporkan : 2003
d. Penerbit buku yang dilaporkan : IndonesiaTera

B. BAGIAN BUKU YANG DILAPORKAN
1. Bab IV
a. Judul Bab : Drama
b. Judul Subbab 1 : Hakikat Drama
Pada bagian paragraf pertama subbab ini, mengenai pengantar di jelaskan tentang
tujuan kegiatan belajar-mengajar agar siswa mampu mengenal, dan memahami salah
satu genre sastra, yaitu drama, serta mampu membedakan serta mencirikan drama
dari genre sastra yang lainnya.
Selanjutnya pada paragraf kedua mengenai Konsep dan Definisi, di
jelaskan juga mengenai inti mengenai apa yang disebut dengan drama itu sendiri,
yaitu yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adamnya dialogue atau
cakapan antara tokoh-tokoh yang ada. Lazimnya sebuah drama juga memperlihatkan
semacam petunjuk pemanggungan yang memberi gambaran surasana, lokasi, atau apa

yang dilakukan oleh tokoh.
Pada bagian ini penulis juga menampilkan sebuah contoh dari drama
tujuannya untuk memberi suatu gambaran mengenai apa yang disebut play atau
drama, contoh tersebut dikutip dari sebuah karya yang ditulis oleh N. Riantiamo
berjudul Opera Kecoa (1986). Selain itu, penulis juga menampilkan contoh drama
Layar Cepat Turun dikutip dari bagian penutup naskah yang memperlihatkan

1

sinyalemen bahwa sebuah pementasan drama tidak selalu berdasarkan naskah atau
teks drama.
Sedangkan pada bagian ini penulis menjelaskan bahwa tidak semua
karya drama berkesempatan untuk dipentaskan. Ada sejumlah karya drama yang
sangat populer, berkali-kali dipentaskan. Dan ada juga sebaliknya, contohnya sebuah
karya drama yang semata-mata bacaan, tanpa dipentaskan. Closet drama atau “drama
baca” adalah drama yang cenderung lebih tepat untuk dibaca saja, meskipun secara
verbal juga memperlihatkan adanya cakapan dan petunjuk pemanggungan.
Pada penjelasan mengeni sejarah ringkasan masih pada subbab hakikat
drama ini, penulis menjelaskan tentang istilah drama ataupun teater yang dipinjam
dari khazanah kebudayaan Barat. Penulis menjelaskan menganai sejarah dan

perkembangan drama sebagai sebuah genre sastra dari masa ke masa.
Pada setiap paragraf terakhir subbab hakikat drama ini, Melani
Budianta, Ida Sundari Husen, Manneke Budiman, dan Ibnu Wahyudi juga
menyediakan kegiatan dan tugas tentang materi drama.
c. Judul Subbab 2 : Karakteristik, Elemen Drama, dan Sarana Dramatik
Pada subbab ini dijelaskan lebih mengenai karakteristik, elemen
drama, dan sarana dramatik dari drama tujuannya agar mahasiswa mampu mengenali
dan memahi genre drama secara mendalam.
Di bagian paragraf subbab selanjutnya dibagian konsep dan definisi
penulis menjelaskan mengenai pembahasan disubbab sebelumnya yaitu tidak
selamanya pementasan drama pada karya yang berwujud karya drama atau script.
Banyak karya drama berdasarkan novel, cerpen, puisi, bahkan lagu. Penulis
menerangkan jika kita kembali ke definisi sebenarnya dari karya drama itu sendiri,
kita akan lebih merasakan jati diri dari drama itu sesungguhnya.
Di dalam paragraf selanjutnya pada subbab yang masih sama, penulis juga
menerangkan mengenai “cakapan” dan “dialog” adalah sarana yang telah disediakan
oleh penulisnya agar cerita yang ditampilkan nantinya berujud percakapan yang
diujarkan para pemain sehingga pendengar dapat menikuti alur cerita melalui apa
yang didengarkan.
2


Selanjutnya

Melani

dkk.

juga

memberi

contoh

mengenai

“petunjuk

pemanggungan” yaitu drama Opera Kecoa seperti contoh yang sudah Melani dkk
tampilkan pada subbab hakikat drama sebelumnya dan beberapa contoh lainnya
seperti drama Pakaian dan Kepalsuan, dan Layar cepat turun.

d. Judul Subbab 3 : Elemen Drama
Melani dkk menjelaskan karya drama pun dapat dijumpai pula adanya
elemen-elemen tokoh, alur, dan kerangka situasi cerita yang saling menunjang satu
dengan lainnya. Penulis menerangkan jika di dalam sebu prosa, biasanya tokoh-tokoh
yang muncul itu cenderung berhenti di dalam imajinasi atau identifikasi subjektif
pembaca saja, yang berbeda dengan tokoh pada drama yang tokohnya lebih konkret.
Di paragraf selanjutnya penulis menampilkan sebuah pendapat dari
W.H Hudson (1958) mengemukakan adanya dua jur pendapat, yaitu (a) alur lebih
dipentingkan, sedangkan tokoh hanya untuk mengisi dan menyelesaikan alur itu, dan
(b) tokoh yang lebih penting, sedangkan alur hanya dipergunakan untuk
mengembangkan tokoh. Melani dkk. juga menulis suatu pendapat yang dikemukakan
oleh Bernard Grebanier (1981).
Banyak ahli yang mengatakan bahwa drama yang baik harus selalu
memperhatikan adanya yang baik harus selalu memperlihatkan adanya konflik atau
konflik-konflik. Di dalam istilah Hudson “perjalanan” itu disebut dengan dramaticline secara garis besar adalah : (a) pemaparan/eksposisi; (b) penggawatan/komplikasi;
(c) krisis/klimaks; (d) peleraian/antiklimaks; (e) penyelesaian.
e. Subbab 4 : Sarana Dramatik
Drama dimanfaatkan sebagai sarana dramatik, yaitu dengan monolog
(monologue), solilokui (soliloquy), dan sampingan (aside). Pada subbab ini penuis
menerangkan tentang apa saja cara memanfaatkan drama sebagai sarana dramatik.

Monolog sebuah komposisi yang tertulis dalam naskah drama atau
yang berbentuk lisan yang menjadi wacana satu orang pembicara.

3

Solilokui sesuatu yang diujarkan oleh seorang tokoh atau pemain
biasanya panjang dan berisi mengenai pemikiran subjektif untuk menyarankan hal-hal
yang terjadi.
Sampingan

pemain

yang

mengucapkan

sampingan

biasanya


mengarahkan wajahnya ke arah penonton, cenderung menepati posisi samping pentas.
f. Subbab 5 : Pengkatagorian Drama
Pada awal paragraf subbab ke 5 ini, penulis memberikan gambaran
ringkasan mengenai jenis drama yang dapat dipilah berdasarkan kemungkinan
pementasannya, ragam bahasa, kecenderungan stilistik, dan pola sajiannya.
Selanjutnya diparagraf kedua penulis masih membahas mengenai
materi pada subbab-subbab sebelumnya. Penulis juga mengemukakan bahwa ada
beberapa drama yang bisa dipentaskan (drama pentas), dan ada juga yang hanya
dapat dimiknati sendiri seperti karya sastra yang lainnya (drama baca).
Bagi penulis, drama di kelompokan ke dalam karya sastra karena
media yang dipergunakan untuk menyampaikan gagasan pikiran si pengarang adalah
bahasa. Ragam bahasa yang dipergunakan oleh penulis beragam, tergantung faktor
penyebabnya misalnya, tingkat pendidikan, status sosial, dan usia para tokoh dalam
karya drama tersebut.
Penulis juga menerangkan dalam sebuah drama tentu bukan hanya
bertolak dari keformalanan maupun ketidakformalan bahasa, namun juga dari
pemanfaatan sarana puitik dan naratif. Jadi, banyak karya-karya drama yang
berbentuk puisi maupun lirik. Penulis menampilkan juga hal-hal yang membedakan
antara keduanya, yaitu pada drama lirik ini ada kecenderungan untuk mengikat lirik
itu dengan bar, yakni potongan birama dalam setiap baris. Tambayong (1981)

Pada paragraf selanjutnya, Melani dkk. membahas mengenai yang
disebut dengan opera adalah sebuah karya drama yang sangat mengutamakan
nyanyian dan hampir keseluruhan adegan dilakukan dengan menyanyi. Sedangkan
operet sering disebut opera ringan, disajikan dengan dialog atau cakapan.

4

Dalam subbab ini juga dibahas tentang lima buah sajian drama yang
populer antara lain tragedi, komedi, tragikomedi, melodrama, dan farce beserta
penjelesan mengenai masing-masingnya.
2. Bab IV
a. Judul Bab : Catatan Untuk Mengajar Drama
b. Judul Subbab 1 : Hakikat Drama
Pada awal bab ini penulis menuturkan bahwa mahasiswa diajak memahami
pengertian mendasar dari drama sebagai salah satu genre sastra, memotivasi untuk
memahami pengertian dan menyampaikannya ber aitan dengan kedua istilah secara
bebas berdasarkan pengetahuan yang dimiliki mahasiswa.
Selanjutnya, penulis menuliskan dalam paragraf selanjutnya tentang salah satu 1
cara yang ditempuh, bukan hanya memberikan definisi. Melainkan mencoba untuk
dapat melacak pemahaman mahasiswa sendiri, dan juga pendapat mahasiswa itu

sendiri sesuai dengan pemahamannya terhadap materi tersebut. Jika pendapat si
mahasiswa sudah memenuhi pengertian yang logis dan benar secara subtansial, maka
Anda hanya memberikan contoh dari pemahaman tersebut.
Sementara itu, penulis juga mengemukakan mengenai mempergunakan dua
cuplikan dari Opera Kecoa dan Pakaian dan Kepalsuan, Anda diberi kesempatan
untuk dapat menjelaskan kedua contoh yang sudah ditampilkan tersebut. Mahasiswa
juga diminta untuk dapat menjadi salah satu dari tokoh-tokoh dalam teks drama, agar
memberikan mahasiswa semacam “pengalaman bermain”.
Selanjutnya, penulis juga menerangkan agar pemahaman mahasiswa semakin
meluas terhadap materi ini, perlunya mencari beberapa contoh drama lagi untuk dapat
dipentaskan dengan baik.
c. Subbab 3 : Karakteristik, Elemen Drama, dan Sarana Dramatik

5

Memasuki subbab selanjutnya, tugas yang digambarkan oleh penulis adalah tugas
yang lebih aktif didalam menjelaskan dan didalam berdiskusi berkenaan dengan
kecenderungan formal suatu karya drama.
Secara teknis, jika dibekali pemahaman yang baik mengenai materi yang akan
disampaikan itu sendiri, tentu mahasiswa siap untuk memahami karakteristik, dan

unsur dari drama itu sebagai salah satu genre karya sastra, penulis juga menyarankan
untuk memberikan suatu dorongan agar siswa dapat giat mengajukan pertanyaan, dan
berkomentar.
Paragraf selanjutnya, penulis juga memberi berupa masukan untuk mengadakan
kuis dengan menggunakan cuplikan karya drama yang belum dibicarakan, dapat
berbentuk lisan maupun tulis untuk mengiindikasi pemahaman yang tepat.
Awal pembicaraan pada subbab ini, dijelaskan oleh penulis bahwa tidak
selamanya sebuah pementasan drama berdasarkan karya atau naskah yang secara
khusus memang telah berbentuk “siap pentas” pada karya drama Opera Kecoa.
Banyak contoh yang terjadi bahwa sebuah pementasan drama dapat saja diinspirasi
dari karya-karya sastra lainnya bahkan lagu. Penulis menuturkan mahasiswa nantinya
akan di “paksa” untuk mencari contoh-contoh, ketepatan contoh bukan hal terpenting,
keberanian mengemukakan contoh itu dengan layak di hargai.
Selanjutnya, penulis mengatakan bahwa banyak karya drama yang “bernasib
jelek”, tidak pernah dipentaskan sama sekali.
Penulis lalu menuturkan mengenai elemen drama, kembali ke elemen drama yang
terdapat dalam prosa khususnya, mahasiswa menunjukan perbedaan esensial antara
drama dengan prosa. Penulis menjelaskan mengenai tokoh pada prosa dan pada
drama, dimana pada prosa tokoh nya cenderung berhenti dalam imajinasi pembaca,
sedangkan drama tokohnya menjadi konkret ketika karya itu dipentaskan. jika ada

pendapat yang berbeda, hal ini dapat dijadikan bahan diskusi kelas.
Hal yang perlu diingat, pada hakikatnya sebuah drama diniatkan untuk
dipentaskan, maka kesetiaan

karya drama terhadap struktur pola alur yang

konvensional memang lebih besar dibandingkan pada prosa. Oleh karena itu, menurut
penulis pemaparan, penggawatan, krisis, peleraian, dan penyelesaian perlu

6

ditekankan. Melani dkk. menyatakan bahwa pemanfaatan diagram alur akan sangat
membatu pemahaman mahasiswa.
Pada paragraf subbab selanjutnya, ada tiga sarana dramatik yang sudah dijelaskan
pada bab sebelumnya. Penjelasan mengenai tiga hal tersebut menjadi sangat penting.
d. Subbab 4 : Pengkategorian Drama
Pada paragraf awal, penulis menyatakan bahwa kita memilik kesempatan untuk
mengingat kembali apa saja yang menjadi hakikat-hakikat drama, dan juga memulai
menjelaskan materi dan berdiskusi langsung akan kecenderungan tematik atau pola
penyajian dari drama yang ada.

Penulis masih mengukas masalah “drama pentas” dan “drama baca”. Menurut
Melani dkk. kedua hal ini dibicarakan lagi dikarenakan frekuensi penjadian sebuah
drama menjadi sekedar “drama baca” cukup tinggi karena menyangkutpersoalan
kesempatan. Dengan kata lain kondisi lain seperti gedung, penonton, serta dana untuk
latihan juga berperan penting.
Berkenaan dengan drama sebagai representasi kehidupan yang secara verbal
diungkapkan, perlu dijelaskan cakapan drama sangat memperhatikan soal-soal yang
berhubungan dengan tingkat pendidikan, status sosial, dan pokok pembicaraan.
Melani dkk menuliskan bahwa ada karya drama yang sarat dengan dialek, bahasa
sehari-hari, bahasa formal, atau campurannya memungkinkan ragam bahasa yang ada.
Sejunlah naskah drama banyak memperlihatkan gaya penyajian atau ungkapn
dengan bahasa tertata. Penulis menuliskan beberapa contohnya seperti drama bersajak
Bebasari karya Rustam Effendi.
Selanjutnya penulis membahas lagi mengenai pola penyajian drama yang
bertumpu terutama pada alur dan tema juga akan melahirkan beragam drama. Penulis
menyampaikan untuk mengajar lima jenis drama antara lain tragedi, komedi,
tragikomedi, melodrama, dan farce.
C. KOMENTAR ISI BUKU

7

Untuk mengomentari buku ini penulis laporan menggunakan dua buku
pembanding. Buku pertama berjudul Pengantar Ilmu Sastra ditulis oleh Luxemburg
dan buku kedua berjudul Ilmu Sastra Teori dan Terapan oleh Drs. Atmazaki untuk
membanding bab IV tentang Drama. Berdasarkan hasil bandingan tentang isi ketiga
buku ini dapat dilaporkan hal-hal sebagai berikut ini.
1. Pada buku yang dilaporkan, awal setiap subbab selalu diawali dengan pengantar,
Melani dkk. disini menjelaskan mengenai apa saja gambaran ringkas penjelasan
materi yang akan dibahas, tujuan dari materi tersebut untuk dibahas, dan lain
sebagainya. Sedangkan didalam buku pembanding pertama, subbab pengantar
hanya ditampilkan pada awal bab, penulis buku pembanding langsung
menjelaskan mengenai materi utama yang akan di bahas pada bab tersebut, pada
buku pembanding penulis juga menjelaskan dengan lebih rinci mengenai materi
bahasan pada subbab pengantar. Di dalam buku pembanding kedua, penulis
langsung menjelaskan inti pokok materi.
2. Pada buku yang dilaporkan, dalam bab IV ini ditulis dari halaman 95-96
mengenai apa itu inti dari drama sebagai salah satu genre sastra yang penampilan
fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialogue, dan juga ada pengertian
drama secara umum yang pernah dikemukakan oleh Sir John Pollock (1958).
Selanjutnya di dalam buku pembanding pertama, penulis lebih menjelaskan
tentang drama lebih detail, pengertian teks drama yang dikemukakan penulis
hampir sama intinya dengan buku yang dilaporkan, menurut penulis teks drama
juga bersifat dialog yang membentangkan sebuah alur. Sedangkan pada buku
pembanding kedua, penulis juga berpendapat sama dengan penulis pad buku yang
dilaporkan dan buku pembandimg pertama, dimana menurut penulis drama adalah
sebuah karya sastra yang berbentuk dialog, penuh dialog antar tokoh, deretan
peristiwa yang membentuk plot/alur.
3. Pada buku yang dilaporkan, penulis menampilkan contoh cuplikan drama oleh N.
Riantiamo Opera Kecoa (1986) yang dapat dianggap sebagai contoh
konvensional, madsudnya lazimnya karya drama berbentuk seperti apa yang
dicontohkan itu. Sedangkan dalam buku pembanding pertama, penulis
mengemukakan bahwa yang termasuk contoh/jenis dari drama tidak hanya drama

8

yang berbobot sastra, bisa saja “play role”, bahkan persidangan sebetulnya drama.
Di dalam buku pembanding kedua, tidak terdapat contoh drama.
4. Pada buku yang dilaporkan, penulis menyebutkan bahwa drama juga dapat berupa
opera atau operet, sedangkan didalam buku pembanding pertama terdapat
pembahasan mengenai kaitan drama tidak hanya opera saja tetapi juga dengan
pantomim, commedia, dell’arte, ballet, opera, kertoprak, dan lundruk. Di dalam
buku pembanding kedua, tidak dijelaskan mengenai hal ini.
5. Pada buku yang dialporkan, penulis lebih banyak menampilkan contoh-contoh
dari drama dalam khazanah sastra Indonesia, yang dapat dijumpai dalam karya
dahulu diantaranya Bunga Roos dari Cikembang, dan Pakaian dan Kepalsuan.
Akan tetapi penulis tidak secara jelas menampilkan kutipan dari setiap contoh
tersebut. Sedangkan di dalam kedua buku pembanding, penulis tidak banyak
menampilkan contoh-contoh drama.
6. Di dalam buku yang dilaporkan, Melani dkk. juga menyatakan bahwa tidak semua
karya drama dapat dipentaskan, ada beberapa karya drama yang sebatas “drama
baca”. Sedangkan di dalam kedua buku pembanding, penulis menyatakan drama
berbeda dengan prosa cerita dan puisi karena drama dimadsudkan untuk
dipentaskan, dimana pementasan itu memberikan drama penafsiran kedua. Maka
dari itu teks drama berkiblat pada pementasan dan menurut penulis drama bukan
untuk dinikmati melalui bacaan tetapi melalui pementasan.
7. Di dalam buku yang dilaporkan, dan juga pada kedua buku pembanding penulis
sama-sama menjelaskan bahwa karya drama telah diniatkan dari awal penulisnya
sebagai karya sastra yang sesungguhnya dimadsudkan untuk dipertunjukan seperti
yang dirumuskan Sylvan Barnet dkk (1983).
8. Di dalam buku yang dilaporkan, tertulis sejarah drama secara ringkas. Sedangkan
di dalam buku pembanding, tidak dijelaskan sejarah drama.
9. Pada buku yang dilaporkan, penulis menjelaskan petunjuk pemanggungan, yang
pada intinya adalah sebuah sarana pemandu yang disediakan oleh penulis drama
untuk memberikan gambaran tempat, suasana, atmosfer, status sosial tokoh, dan
lain sebagainya. Sedangkan di dalam buku pembanding, penulis buku ini
menjelaskan bahwa pementasan itu variabel, tidak ada dua pementasan yang
sama.

9

10. Di dalam buku yang dilaporkan, tidak terdapat pembatasan antara Naratologi dan
teori drama, dan juga mengenai tiga aspek yang dapat ditinjau antara lain seperti
situasi bahasa, penyajian, dan alurnya yang dijelaskan sangat detail oleh si
penulis.
11. Selanjutnya di dalam buku yang dilaporkan, adanya elemen tokoh, alur, kerangka
situasi cerita yang saling menunjang. Semua elemen yang dijelaskan oleh penulis
juga disertai dengan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli. Dan pada subbab
elemen drama ini, penulis lebih menyorot mengenai tokoh dalam drama yang bisa
sebatas imajinasi, maupun dalam bentuk konkret. Sedangkan di dalam buku
pembanding, penulis tidak terlalu menyoroti tentang tokoh dalam drama.
12. Selanjutnya, di dalam buku yang di laporkan penulis menyatakan bahwa drama
dapat lebih “hidup” untuk dientaskan, jika penulis dapat memanfaatkan sarana
dramatik antara lain seperti monolog, solilokui, dan sampingan. Masing-masing
sarana dramatik tersebut dijelaskan oleh penulis. Sedangkan di dalam buku
pembanding, tidak terlalu dijelaskan rinci mengenai sarana dramatik.
13. Penulis buku pembanding pertama lebih menjelaskan mengenai materi dari situasi
bahasa yang meliputi dialog baik itu situasi bahasa dialogonal, dialog dan
latarnya, serta dialog dan pembuatannya. Sedangkan di buku pembanding kedua,
penulis menggambarkan hal demikian secara umum.
14. Pada buku yang dilaporkan, terdapat pembahasan mengenai pengkategorian
drama, bahwa ada beberapa drama yang bisa dipentaskan (drama pentas), dan ada
juga yang hanya dapat dimiknati sendiri seperti karya sastra yang lainnya (drama
baca). Drama di kelompokan ke dalam karya sastra karena media yang
dipergunakan untuk menyampaikan gagasan pikiran si pengarang adalah bahasa.
Dijelaskan juga tentang ragam bahasa yang dipergunakan. Sedangkan didalam
buku pembanding juga dijelaskan, tetapi tidak secara lebih rinci dan teratur seperti
didalam buku yang dilaporkan.
15. Pada buku pembanding pertama, terdapat subbab yang tidak terdapat didalma
buku yang dilaporkan, yaitu mengenai “Mutlakkah Drama Itu?” yang intinya
membahas yang dimadsudkan “mutlah” ialah bahwa komunikasi bahasa yang
eksplisit hanya berlangsung lewat para pelaku, seperti yang dipaparkan dalam
skema, bab tujuh. Tidak ada juru cerita, tetapi komunikasi dengan penonton

10

berlangsung dengan berbagai cara yang implisit. Pada subbab ini juga dijelaskan
mengenai hal yang menjadi masalah teks drama.
16. Selanjutnya, pada buku pembanding pertama penulis secara rinci menjelaskan
mengenai penyajian drama itu sendiri, sedangkan di dalam buku yang dilaporkan
dan buku pembanding kedua tidak dijelaskan penulis secara rinci.
17. Pada buku yang dilaporkan, dan juga buku pembanding pertama penulis samasama menjelaskan mengenai apa saja teori drama, dan praktek drama. Tetapi,
penulis hanya menjelaskan secara singkat. Sedangkan di dalam buku pembanding
kedua tidak dijelaskan rinci.
18. Pada buku yang dilaporkan, di setiap akhir subbab, terdapat kegiatan dan juga
tugas yang dapat dilakukan oleh setiap mahasiswa untuk dapat lebih memahami
materi yang dibahas. Sedangkan didalam buku pembanding, tidak terdapat
kegiatan maupun tugas seperti pada buku yang dilaporkan.
19. Terakhir pada buku yang dilaporkan, dijabarkan daftar pustaka, sedangkan
didalam buku pembanding daftar pustaka dihadirkan penulis dalam bentuk lain,
yaitu berbentuk catatan kepustakaan.
20. Pada buku pembanding kedua Ilmu Sastra Teori dan Terapan penulis menjelaskan
mengenai drama tidak di dalam satu bab khusus, akan tetapi dijelaskan di dalam
Bab III: Jenis-Jenis Sastra (Prosa, Puisi, dan Drama). Sehingga, meteri tidak
dijelaskan dengan rinci.
D. PENUTUP
Setelah melaporkan isi buku Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra
untuk Perguruan Tinggi dan membandingkan dengan buku bandingan pertama Pengatar
Ilmu Sastra dan buku bandingan yang kedua yaitu buku Ilmu Sastra Teori dan Terapan
dapat disimpulkan bahwa isi buku yang dilaporkan sesungguhnya dari segi bahasa lebih
mudah dipahami karena menggunakan kalimat-kalimat sederhana, mudah dipahami dan
juga tiap subbab materi lebih teratur. Sedangkan di dalam buku pembanding pertama, ada
beberapa kalimat yang mungkin sulit dipahami, dan penulis banyak menyampaikan
materi dengan teori-teori tertentu sehingga mahasiswa sebaiknya mencari pengertian atau
arti kata serta beragam teori tersebut, agar mahasiswa juga mudah memahami, dan
mengenal, serta mampu mengidentifikasi materi yang disampaikan oleh penulis.
Selanjutnya, di dalam buku pembanding yang kedua penulis menjelaskan materi drama
11

secara ringkas. Penulis hanya menjelaskan materi drama secara sangat rinci, meliputi
bagian terpenting dari drama itu sendiri, dan hanya ditulis satu halaman saja. Pada buku
yang dilaporkan, banyak materi bahasan yang dijelaskan oleh penulis berdasarkan
pendapat para ahli, dan juga penulis banyak menampilkan contoh-contoh karya drama,
serta sejarah ringkas drama. Sedangkan didalam buku pembanding pertama, penulis lebih
rinci menjelaskan mengenai dram itu sendiri secara lebih lengkap dan jelas. Di dalam
buku pembanding yang kedua penulis tidak terlalu mendalami penjelasan materi drama
tersebut, penulis hanya memberikan gambaran mengenai drama secara umum saja.
Menurut saya, ketiga buku ini sudah memberikan gambaran jelas mengenai drama
sebagai salah satu genre sastra. Ketiga buku ini juga saling melengkapi mengenai apa saja
bahasan mengenai drama. Dan menurut saya, seperti yang disampaikan oleh Melani
Budianta dkk. tentang tujuan dari belajar-mengajar materi drama yaitu agar setiap
mahasiswa mampu mengetahui, memahami, mengenal, dan mampu membedakan
karakteristik drama dengan genre sastra lainnya seperti puisi, prosa, dan lain sebagainya
sudah dapat berjalan dengan baik.
Menurut pendapat saya, buku-buku Membaca Sastra, Pengantar Ilmu Sastra, dan
Ilmu Sastra Teori dan Terapan ini sangat cocok menjadi referensi bagi mahasiswa. Selain
ketiga buku ini saling melengkapi dari berbagai segi, buku ini juga mudah dipahami
mahasiswa, ketiga buku ini juga dapat menimbulkan rasa ingin tahu mahasiswa, terdapat
bermacam penjelasan, teori, contoh-contoh dan lain sebagainya, dan juga mahasiswa
dapat dengan mudah memahami apa itu sastra, dan apa saja genre-genre sastra
sebenarnya. Saran saya, agar mahasiswa dapat dengan sangat cermat memahami materi
mengenai genre sastra ini, mahasiswa bisa menggunakan ketiga buku ini sebagai sumber
referensi.

12

DAFTAR PUSTAKA
Atmazaki, 1990. Ilmu Sastra Teori dan Terapan. Padang: Angkasa Raya
Budianta, Melani, dkk. 2003. Membaca Sastra: Pengantar Memahi Sastra untuk Perguruan
Tinggi. Magelang: Indonesia Tera
Luxemburg, Jan Van, dkk. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia

13

14