Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI

LAMPIRAN
PIDATO KENEGARAAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SERTA
KETERANGAN PEMERINTAH
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2007
BESERTA NOTA KEUANGANNYA

DI DEPAN RAPAT PARIPURNA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
16 AGUSTUS 2006

SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1
UMUM


Tahun 2006 merupakan tahun kedua pelaksanaan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004–
2009 yang menjabarkan 3 (tiga) agenda pembangunan, yaitu:
Menciptakan Indonesia yang Aman dan Damai; Mewujudkan
Indonesia yang Adil dan Demokratis; serta Meningkatkan
Kesejahteraan Rakyat. Pelaksanaan dari ketiga agenda pembangunan
tersebut dijabarkan secara konsisten dalam berbagai prioritas dan
program pembangunan untuk mencapai sasaran-sasaran yang
ditetapkan.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghadapi tantangan
dan menangani permasalahan yang timbul. Beberapa kemajuan
penting sudah dicapai dalam pelaksanaan tahun kedua RPJMN Tahun
2004–2009. Ini akan menjadi landasan yang lebih kukuh lagi dalam
menghadapi tantangan mendatang dan mencapai sasaran-sasaran
pembangunan secara lebih baik. Secara ringkas, hasil-hasil
pembangunan yang telah dicapai adalah sebagai berikut.

AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI.
1.


Peningkatan Rasa Saling
Antarkelompok Masyarakat

Percaya

dan

Harmonisasi

Upaya untuk meningkatkan rasa saling percaya dan harmonisasi
antar kelompok masyarakat terus ditingkatkan dengan tekanan antara
lain diberikan pada penanganan di Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD), Papua, Kabupaten Poso, Maluku, Maluku Utara, Kabupaten
Mamasa. Langkah-langkah yang ditempuh diarahkan untuk
menangani beberapa masalah pokok, yaitu belum dituntaskannya
penyelesaian akar persoalan konflik yang berada di dalam masyarakat;
lunturnya rasa kebangsaan; belum optimalnya peran masyarakat sipil
dalam menyelesaikan persoalan di lingkungannya; belum
melembaganya komunikasi dan dialog di dalam masyarakat; serta
belum dilaksanakannya peraturan perundangan otonomi khusus secara

konsisten dan konsekuen, khususnya sebagai penjabaran UndangUndang (UU) No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi
Provinsi Papua.
Dalam kaitan itu ditempuh beberapa kebijakan, diantaranya
menetapkan regulasi yang mendorong peningkatan peran masyarakat
sipil dalam menyelesaikan persoalan kemasyarakatan, dan mendorong
komunikasi di dalam masyarakat, melalui Peraturan Bersama Menteri
Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 tahun 2006 dan No. 8 tahun
2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah Dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama,
Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian
Rumah Ibadat; serta memantapkan peran Pemerintah sebagai
fasilitator dan mediator yang adil dalam menjaga harmonisasi di
dalam masyarakat, dan profesionalitas dalam memberikan pelayanan
terhadap publik.
Terkait dengan persoalan Aceh pascapenandatanganan MoU
Helsinki kebijakan difokuskan pada sosialisasi pelaksanaan MoU
Helsinki termasuk di dalamnya pelaksanaan reintegrasi Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) ke dalam masyarakat, serta monitoring dan evaluasi
pelaksanaannya; serta menetapkan UU Pemerintahan Aceh. Adapun
terkait dengan Papua telah dilakukan peningkatan peran dan fasilitasi

Pemerintah dalam pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP) pada
01 - 2

Oktober 2005, serta fasilitasi dorongan dan pelaksanaan Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi Irian Jaya Barat (Irjabar) dan Papua.
Selanjutnya penegakan hukum bagi pelaku pelaku tindakan kekerasan
dan anarkis di beberapa daerah konflik/pascakonflik seperti di Poso
dan Papua telah ditingkatkan.
Lebih lanjut telah dilaksanakan Inpres No. 6 Tahun 2003
tentang Percepatan Pemulihan Pembangunan Provinsi Maluku dan
Maluku Utara Pascakonflik; Inpres No. 14 Tahun 2005 tentang
Langkah-langkah Komprehensif Penanganan Masalah Poso, dan
membentuk Komando Operasi Keamanan (Koopskam) Sulawesi
Tengah; dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 tahun 2005
tentang Batas Wilayah Kabupaten Mamasa dengan Kabupaten
Mamuju, Kabupaten Majene dengan Kabupaten Poliwali-Mandar.
Selain itu, telah dibentuk media center di daerah konflik/pascakonflik
untuk memberikan pelayanan informasi publik serta menyediakan
akses masyarakat terhadap informasi publik khususnya di daerah
perbatasan/tertinggal.

Langkah-langkah di atas telah meningkatkan rasa saling
percaya dan harmonisasi antarkelompok masyarakat di Nanggroe
Aceh Darussalam, Papua, Kabupaten Poso, Maluku, Maluku Utara,
dan Kabupaten Mamasa.
Dalam upaya lebih meningkatkan rasa saling percaya dan
harmonisasi antarkelompok masyarakat berbagai upaya akan didorong
antara lain: meningkatkan koordinasi dan komunikasi politik dengan
berbagai pihak dalam penyelesaian konflik; meningkatkan kapasitas
dan profesionalisme instansi-instansi pemerintah dan lembaga
masyarakat di dalam menjaga harmonisasi di dalam masyarakat dan
menyelesaikan konflik sosial politik secara tuntas; memperkuat
wacana dialog/forum komunikasi di dalam masyarakat; mendukung
terciptanya sistem budaya politik demokratis; sesuai nilai-nilai lokal
melalui kegiatan pendidikan politik; mengembangkan penanganan
konflik yang melibatkan peran pranata lokal/adat; memantapkan
pelayanan informasi publik dan meningkatkan penyediaan akses
masyarakat terhadap informasi publik; fasilitasi pengembangan media
komunitas; serta menguatkan media center di daerah konflik dan
rawan konflik.


01 - 3

Terkait dengan Aceh akan dilaksanakan sosialisasi UU No. 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU PA) secara luas, intensif
dan konstruktif dengan melibatkan berbagai pihak, mendukung
terlaksananya UU PA secara konsekuen dan konsisten, serta
mendukung program reintegrasi GAM kedalam masyarakat.
Berkenaan dengan Papua akan ditingkatkan pemahaman berbagai
pihak, khususnya keberadaan provinsi Irian Jaya Barat dalam
kerangka UU Otonomi Khusus serta menyelesaikan masalah pilkada
Irjabar. Hal ini adalah mendorong pelaksanaan UU No. 21 tahun 2001
tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua melalui antara lain fasilitasi
untuk mendorong disusunnya Perdasus dan Perdasi termasuk
harmonisasinya dengan peraturan perundangan yang ada; serta
melakukan sinkronisasi kewenangan pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota.
2.

Pengembangan Kebudayaan yang Berlandaskan Pada
Nilai-Nilai Luhur


Pembangunan masih belum didukung oleh pranata sosial
budaya yang memadai. Hal ini mengakibatkan lambatnya pemulihan
krisis ekonomi yang berkembang menjadi krisis moral, sosial, politik,
dan krisis multidimensional yang memicu orientasi kelompok, etnik,
dan agama serta berpotensi menimbulkan konflik sosial dan
disintegrasi bangsa. Keadaan ini menunjukkan lemahnya kemampuan
bangsa dalam mengelola keragaman budaya.
Pada saat yang bersamaan, arus globalisasi telah menimbulkan
kecenderungan untuk mengadopsi budaya global yang negatif dengan
cepat, namun lambat dalam mengadopsi budaya global yang positif
dan produktif serta bermanfaat untuk pembangunan dan karakter
bangsa. Globalisasi juga mengakibatkan nilai-nilai solidaritas sosial,
kekeluargaan, keramahtamahan, dan rasa cinta tanah air sebagai
kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa Indonesia cenderung
semakin pudar dengan menguatnya nilai-nilai materialisme.
Kemajuan kebudayaan suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari
peninggalan sejarah dan budaya bangsa. Pada era otonomi daerah
telah terjadi penurunan kualitas pemeliharaan dan pengelolaan
kekayaan budaya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman,

apresiasi, kesadaran, komitmen, dan kemampuan pemerintah daerah
01 - 4

dalam pengelolaan kekayaan budaya, baik kemampuan fiskal maupun
kemampuan manajerial.
Dalam tahun 2006, kebijakan kebudayaan diarahkan untuk
mengembangkan berbagai kreasi untuk membuka terjadinya dialog
kebudayaan; memperluas ragam pendekatan dalam memperkukuh
ikatan kebangsaan baik secara emosional maupun rasional; dan
mengarusutamakan budaya dalam berbagai aspek pembangunan.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan bangsa mengelola
keragaman budaya dan meningkatkan keserasian hubungan baik antar
unit sosial dan budaya maupun antara budaya lokal dan budaya
nasional dalam bingkai keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), telah dilaksanakan serangkaian kegiatan antara
lain: dialog antarbudaya yang terbuka dan demokratis dalam rangka
mengatasi persoalan bangsa khususnya dalam rangka kebersamaan
dan integrasi; sosialiasi direktori/buku keanekaragaman budaya
bangsa dan tempat-tempat unggulan daerah yang berpotensi menjadi
lokasi pembuatan film internasional bagi orang asing di Indonesia;

serta penyusunan Peta Budaya Indonesia secara digital dalam program
data base.
Selanjutnya dalam rangka memperkukuh jati diri dan ketahanan
budaya nasional sehingga mampu berperan sebagai filter terhadap
penetrasi budaya global, telah dilaksanakan: Festival Seni Budaya
Indonesia 2006; dan penyusunan revisi UU No.8 Tahun 1992 tentang
Perfilman sebagai dasar pengembangan Perfilman Nasional di masa
yang akan datang.
Dalam upaya meningkatkan apresiasi terhadap kekayaan
budaya agar aset budaya dapat berfungsi optimal sebagai sarana
edukasi, rekreasi dan pengembangan kebudayaan, telah dilaksanakan
kegiatan antara lain: penulisan Sejarah Kebudayaan Indonesia dan
penulisan Sejarah Pemikiran untuk memperkaya pengetahuan tentang
kebudayaan Indonesia; pendidikan multikultur di daerah konflik;
penyusunan Ensiklopedi Sejarah Perkembangan Iptek mengenai
pengetahuan dan teknologi maritim di Indonesia; penggalian dan
penelitian situs Trowulan yang dilanjutkan dengan kegiatan pameran
Peninggalan Sejarah dan Purbakala Situs Trowulan bekerja sama
dengan Yayasan Kebudayaan Indonesia-Jepang (NIHINDO);
01 - 5


konservasi dan rehabilitasi Istana Tua Sumbawa beserta kawasannya;
Arung Sejarah Bahari I (Ajari I) untuk memupuk semangat
nasionalisme dan cinta lingkungan alam khususnya bahari yang
didukung oleh kapal TNI Angkatan Laut ”Tanjung Kambani”; dan
Pameran Kebudayaan Islam untuk meningkatkan citra peradaban
Islam di Indonesia yang berjudul Crescent Moon: Islamic Arts and
Civilization of South East Asia di Adelaide dan Canberra, Australia.
Di masa mendatang, upaya untuk meningkatkan pembangunan
kebudayaan ditingkatkan, antara lain: aktualisasi nilai-nilai luhur
budaya bangsa dan penguatan ketahanan budaya dalam menghadapi
derasnya arus budaya global; pelaksanaan kerja sama yang sinergis
antar berbagai pemangku kepentingan dalam pengelolaan kekayaan
budaya; peningkatan pembangunan karakter dan pekerti bangsa;
pelaksanaan transformasi budaya melalui adopsi dan adaptasi nilainilai baru yang positif untuk memperkaya dan memperkukuh
khasanah budaya bangsa; pengembangan pendidikan multikultural
untuk meningkatkan toleransi dalam masyarakat; pengembangan
sistem informasi dan database bidang kebudayaan yang mampu
memberikan gambaran peta pembangunan kebudayaan; peningkatan
sinergi lintas pelaku pembangunan kebudayaan dalam pengelolaan

kekayaan budaya, pelestarian fisik dan kandungan naskah kuno,
perekaman dan digitalisasi bahan pustaka; serta pengelolaan koleksi
deposit nasional, dan pengembangan statistik perpustakaan dan
perbukuan.
3.

Peningkatan Keamanan, Ketertiban, dan Penanggulangan
Kriminalitas

Stabilitas keamanan nasional secara umum relatif kondusif.
Namun upaya menciptakan suasana kehidupan yang aman dan damai
menghadapi beberapa permasalahan yang memerlukan penanganan
secara sungguh-sungguh.
Kejahatan konvensional seperti pencurian, penipuan,
perampokan, kekerasan rumah tangga, pembunuhan atau kejahatan
susila intensitasnya masih cukup tinggi dan semakin bervariasi.
Sementara itu, pencegahan kejahatan transnasional seperti illegal
logging, illegal fishing maupun illegal minning masih perlu
ditingkatkan melalui harmonisasi peran dan fungsi lembaga
01 - 6

pengamanan dan pengawasan. Terjadinya peningkatan kasus narkoba
mengindikasikan bahwa berbagai lembaga dan perangkat hukum yang
ada belum dapat menjalankan fungsinya secara efektif dalam
menangani permasalahan penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan tersebut, upaya
meningkatkan keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas
dilakukan melalui peningkatan profesionalitas institusi yang terkait
dengan keamanan negara, peningkatan koordinasi dan kerja sama
antara kelembagaan pertahanan dan keamanan, intensifikasi
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba, serta perkuatan keterpaduan kegiatan dan operasi bersama
keamanan di laut.
Peningkatan kualitas intelijen telah diupayakan melalui
pengembangan jaringan pos intelijen pada kantor perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri dan pos intelijen wilayah provinsi,
kabupaten/kota. Adapun peningkatan kerja sama internasional di
bidang intelijen telah ditempuh melalui koordinasi seluruh badanbadan intelijen pusat dan daerah di seluruh wilayah NKRI serta kerja
sama institusi intelijen negara-negara ASEAN dengan pertukaran
informasi intelijen. Selanjutnya pengamanan berita rahasia negara
senanntiasa diupayakan melalui perkuatan jaring komunikasi sandi di
seluruh instansi pemerintah.
Pembangunan Sekolah Polisi Negara (SPN) di beberapa
wilayah Polda ditingkatkan untuk mengatasi kapasitas pendidikan
Polri yang masih terbatas. Setiap tahun dilaksanakan dua gelombang
pendidikan pembentukan bintara, sehingga jumlah personel Polri
semakin mendekati rasio yang diharapkan.
Dalam rangka pemulihan keamanan, khususnya dalam
menghadapi konflik yang terjadi di beberapa wilayah, antara lain,
NAD, Papua, Maluku, dan Sulawesi (Poso, Morowali, Mamasa, dan
Tentena), telah dilaksanakan operasi penegakan hukum dan operasi
terpadu antara Polri, TNI dan pemerintah daerah.
Sementara itu penanggulangan illegal logging telah dilakukan
penyempurnaan penatausahaan hasil hutan dengan revisi peraturanperaturan yang ada, dan pengawasan dan pemeriksaan Ijin Usaha
Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)/Hak Pengusahaan Hutan
01 - 7

(HPH), sosialisasi dan konsolidasi implementasi Inpres No 4/2005
tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara Ilegal di Kawasan
Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia,
kerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan
(PPATK) dalam rangka penegakan hukum terhadap tindak pidana di
bidang kehutanan, kerja sama internasional dalam forum Asian Forest
Partnership (AFP), proyek penegakan hukum Forest Law
Enforcement, Governance and Trade (FLEGT), serta kerja sama
dengan China, Jepang, Inggris, Korea Selatan, dan Norwegia. Untuk
mengawal penegakan peraturan di bidang kehutanan, telah dibentuk
Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) di 10 propinsi dan 5
Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan Manggala Agni di 5 propinsi
rawan kebakaran hutan.
Dalam rangka penanggulangan illegal fishing, telah dilakukan
upaya pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan melalui
penerapan sistem monitoring, controlling and surveilance. Selain itu,
dilaksanakan persiapan pembentukan Pengadilan Khusus Perikanan
dan perbaikan pelayanan perijinan.
Upaya peningkatan keamanan, ketertiban dan penanggulangan
kriminalitas ditempuh melalui pengembangan penyelidikan,
pengamanan dan penggalangan keamanan negara; pengembangan
pengamanan rahasia negara; pengembangan SDM Kepolisian;
pengembangan sarana dan prasarana kepolisian; pengembangan
strategi keamanan dan ketertiban; pemberdayaan potensi keamanan;
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat; kerja sama
keamanan dan ketertiban; penyelidikan dan penyidikan tindak pidana;
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba; serta pemantapan keamanan dalam negeri.
4.

Pencegahan dan Penanggulangan Separatisme

Ancaman disintegrasi bangsa yang merebak dan kian transparan
sebagai dampak munculnya primordialisme kedaerahan/ kesukuan
telah melunturkan kepentingan nasional. Gerakan pemisahan diri
(separatisme) dari NKRI yang masih memerlukan penanganan serius
saat ini adalah di Aceh dan Papua. Implementasi butir-butir MoU
menghadapi berbagai kendala, seperti masih adanya sementara
kalangan yang menolak UU PA.
01 - 8

Sementara itu, Gerakan Separatis Papua (GSP) terus berusaha
memperkuat basis dukungan melalui lembaga politik dan adat, seperti
Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Adat Papua (DAP). Gerakan
politiknya juga memperluas resistensi masyarakat Papua terhadap
kebijakan otonomi khusus (Otsus) dan pemekaran wilayah. Di
samping
mengangkat
isu
Freeport,
GSP
berupaya
menginternasionalisasikan masalah Papua melalui pencarian suaka
politik ke beberapa negara asing dan bahkan mendapatkan dukungan
dari negara asing sehingga dapat meningkatkan moral kelompok GSP.
Di samping itu, pemahaman terhadap multikulturalisme yang belum
sepenuhnya utuh serta permasalahan kesejahteraan dan keadilan sosial
yang dihadapi sebagian masyarakat Papua akan menjadi lahan subur
bagi separatisme di Papua.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan tersebut, upaya
pencegahan dan penanggulangan separatisme dilakukan melalui
penguatan koordinasi dan kerja sama diantara lembaga pemerintah
dalam pencegahan dan penanggulangan separatisme, pemulihan
keamanan dan peningkatan upaya-upaya komprehensif penyelesaian
separatisme di NAD dan Papua terutama peningkatan kesejahteraan
dan rasa cinta tanah air, penguatan peran aktif rakyat dan masyarakat
terutama masyarakat lokal dalam pencegahan dan penanggulangan
separatisme, deteksi secara dini potensi-potensi konflik dan
separatisme, penguatan komunikasi politik Pemerintah dan
masyarakat, serta pelaksanaan pendidikan politik yang berbasiskan
multikultur dan rasa saling percaya.
Pemerintah terus berupaya menciptakan suasana yang kondusif
dengan mengeliminir potensi-potensi kerawanan, khususnya aksi
kriminalitas penggunaan senjata api. Aparat keamanan berupaya terus
memburu keberadaan senjata illegal guna menghindari munculnya
masalah gangguan keamanan, yang berpotensi menggagalkan upaya
perdamaian. Pemerintah secara intens melakukan koordinasi dengan
pihak GAM dan Aceh Monitoring Mission (AMM) untuk secara
bersama membahas segala permasalahan, baik di Commision on
Security Arrangement (CoSA) maupun aktivitas penting lainnya
seperti sosialisasi MoU di seluruh wilayah NAD.
Terkait dengan permasalahan separatisme di Papua, Pemerintah
menempuh langkah-langkah strategis, baik lobi-lobi internasional
01 - 9

maupun pendekatan stakeholder di Papua. Pemerintah memprotes
keras menyangkut pemberian suaka Pemerintah Australia, dan
melakukan pendekatan khusus kepada pihak Australia guna mengubah
sikap Australia untuk meninjau kembali kebijakan keimigrasiannya,
khususnya terkait dengan para pencari suaka asal Papua. Suasana
kondusif di Papua terus didorong dengan meningkatkan keamanan dan
terus berusaha mengadakan pendekatan dan memfasilitasi perdamaian
antara elit-elit Papua khususnya yang bersaing di Pilkada 2006 untuk
memiliki sikap ‘siap menang dan siap kalah’, sehingga tidak
mengorbankan masyarakat kecil. Pemerintah optimis permasalahan
separatisme di Papua dapat diselesaikan seiring dengan pelaksanaan
Otsus.
Dalam rangka lebih meningkatkan hasil-hasil yang telah dicapai
serta mengatasi permasalahan yang dihadapi di masa mendatang akan
ditingkatkan pengembangan ketahanan nasional, pengembangan
penyelidikan, pengamanan dan penggalangan keamanan negara,
penegakan kedaulatan dan penjagaan keutuhan wilayah NKRI,
pemantapan keamanan dalam negeri, peningkatan komitmen
persatuan dan kesatuan nasional, serta peningkatan kualitas pelayanan
informasi publik.
5.

Pencegahan dan Penanggulangan Gerakan Terorisme

Terorisme terkait dengan konspirasi antar berbagai kepentingan
untuk memecah belah Indonesia. Terorisme pada masa mendatang
diperkirakan masih akan berlanjut baik dalam skala kecil maupun
skala besar di seluruh wilayah Indonesia. Beberapa indikasi yang
perlu diwaspadai antara lain meningkatnya solidaritas sosial,
munculnya skeptisme dan apatisme di dalam masyarakat terhadap
kondisi sosial yang ada. Kondisi ini dapat menurunkan kredibilitas
Pemerintah di mata masyarakat. Oleh sebab itu Pemerintah terus
meningkatkan kemampuan perangkat keras dan lunak, termasuk
kemampuan aparat intelijen, partisipasi masyarakat dan penegakan
hukum yang konsisten. Di samping itu, Pemerintah akan menghapus
lahan subur bagi berkembangnya jaringan teroris seperti kemiskinan,
kesenjangan sosial, ketidakadilan, terpasungnya demokrasi,
diskriminasi, tersumbatnya mobilitas elite daerah, dan tiadanya
keadilan mendapatkan kesempatan.

01 - 10

Dalam menghadapi berbagai permasalahan tersebut, upaya
pencegahan dan penanggulangan terorisme dilakukan melalui
penguatan koordinasi dan kerja sama diantara lembaga pemerintah
dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme, peningkatan
kapasitas lembaga pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan
teroris, pemantapan operasional penanggulangan terorisme dan
penguatan upaya deteksi secara dini potensi-potensi aksi terorisme,
penguatan peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan
penanggulangan terorisme, serta sosialisasi dan upaya perlindungan
masyarakat terhadap aksi terorisme.
Memasuki tahun 2006 tidak terjadi aksi teror bom yang
signifikan kecuali peledakan bom yang terjadi di daerah konflik Poso,
Sulawesi Tengah. Terbunuhnya tokoh terorisme Dr. Azhari
mengungkap jaringan teroris di Indonesia yang cukup luas, termasuk
kegiatan jaringan Noordin M. Top yang telah mengembangkan sel-sel
terorisme di berbagai daerah. Pemerintah terus melakukan upaya
koordinasi, komunikasi, dan kerja sama baik nasional, regional, dan
internasional untuk meningkatkan kinerja penanggulangan terorisme
secara terpadu dan komprehensif.
Upaya pencegahan juga dilakukan dengan meningkatkan
kemampuan profesionalisme intelijen guna lebih peka, tajam, dan
antisipatif dalam mendeteksi dan mengeliminasi berbagai ancaman,
tantangan, hambatan, dan gangguan yang dapat ditimbulkan oleh aksi
terorisme. Dalam rangka mengantisipasi perkembangan teknologi
informasi yang pesat, khususnya di bidang kejahatan terorisme, telah
dilakukan operasional persandian anti terorisme yang didukung
dengan peningkatan kemampuan SDM persandian. Dalam upaya
memantapkan koordinasi pencegahan dan penanggulangan gerakan
terorisme, maka peran petugas urusan terorisme telah ditingkatkan
melalui penyiapan kebijakan dan koordinasi penanggulangan
terorisme di tingkat pusat untuk disinergikan pembangunan kapasitas
lembaga dan institusi keamanan masing-masing. Di tingkat daerah,
telah dilakukan upaya revitalisasi Badan Koordinasi Intelijen Daerah
(Bakorinda) untuk meningkatkan kepekaan dan kewaspadaan di
tingkat lokal agar upaya pencegahan lebih efektif.
Dalam masa mendatang, penanggulangan terorisme ditujukan
untuk mengungkap pelaku, motif dan jaringan terorisme. Untuk itu
01 - 11

akan dilakukan tindakan tegas, konsisten, tidak memihak,
menghindari intervensi politik, dan melaksanakan prosedur
penanggulangan sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam
menghadapi teror yang lingkupnya serta jaringannya bersifat lintas
negara, kerja sama internasional atas dasar saling menghormati
kedaulatan dan terwujudnya ketertiban dunia akan ditingkatkan.
Selanjutnya peran serta masyarakat dalam menanggulangi aksi
terorisme akan terus ditingkatkan, serta memberikan perlindungan dan
penghargaan kepada masyarakat yang telah secara suka rela
membantu aparat dalam penanggulangan teror akan ditingkatkan.
6.

Peningkatan Kemampuan Pertahanan Negara

Pembangunan kekuatan dan kemampuan pertahanan negara
diselenggarakan secara terpadu dan bertahap sesuai dengan
kemampuan negara serta diarahkan untuk mewujudkan pertahanan
yang profesional dan modern yang mampu menindak dan
menanggulangi setiap ancaman. Pembangunan pertahanan negara
sampai dengan saat ini baru menghasilkan postur pertahanan negara
dengan kekuatan yang masih terbatas.
Belum terpenuhinya minimum essential force TNI
menyebabkan tugas-tugas TNI dalam rangka menegakkan kedaulatan
dan keutuhan NKRI masih terkendala. Kurang memadainya kondisi
dan jumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista), sarana dan
prasarana, serta masih rendahnya tingkat kesejahteraan anggota TNI
merupakan permasalahan yang selalu dihadapi dalam upaya
meningkatkan profesionalisme TNI.
Keterbatasan dukungan anggaran yang disediakan untuk TNI
berdampak pada sulitnya mempertahankan kekuatan dan kemampuan
yang ada. Sementara itu, belum terwujudnya kegiatan penelitian dan
pengembangan nasional yang terpadu untuk kepentingan kebutuhan
alutsista TNI serta ketergantungan pada teknologi dan industri militer
luar negeri yang rawan embargo merupakan permasalahan yang masih
dihadapi dalam rangka kemandirian industri pertahanan dalam negeri.
Selanjutnya, sistem pertahanan negara juga terkendala oleh
minimnya perangkat hukum terutama dalam hal diplomasi militer
dengan kekuatan militer asing. Terjadinya pelanggaran wilayah
sebagaimana yang terjadi di wilayah perbatasan dan pulau-pulau
01 - 12

terluar merupakan dampak dari belum tersedianya perangkat hukum
yang memberikan ketegasan garis perbatasan nasional dan simbol
kepemilikan.
Dengan permasalahan tersebut di atas, pembangunan segenap
komponen pertahanan negara dilaksanakan lebih terarah dan terpadu
dengan melibatkan berbagai unsur terkait. Secara sistematis dan
terencana pembangunan komponen pertahanan negara diawali dengan
penyusunan dan penyempurnaan berbagai perangkat peraturan
perundang-undangan sebagai penjabaran dari Tap MPR No.
VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia (TNI)
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) serta Tap MPR No.
VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri, UU No. 3 tahun
2002 tentang Pertahanan Negara, UU No. 34 Tahun 2004 tentang
Tentara Nasional Indonesia. Selanjutnya, peraturan perundangundangan tersebut telah diikuti dengan pembenahan kelembagaan dan
personil TNI sesuai dengan aspirasi rakyat secara konstitusional.
Dalam upaya meningkatkan kekuatan dan kemampuan
pertahanan negara, pada TNI sebagai komponen utama pertahanan,
telah dilakukan pemantapan terhadap satuan-satuan yang belum
standar dan penyesuaian organisasi sesuai dengan kebutuhan,
sedangkan untuk komponen cadangan dan pendukung pertahanan
yang mencakup spektrum yang lebih luas dititikberatkan pada upaya
inventarisasi/pendataan dan penyiapan berbagai perangkat lunak.
Dengan upaya tersebut, pembangunan sistem dan metode ditempuh
melalui penyusunan empat konsep Rancangan Undang-Undang
(RUU), satu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), tiga Rancangan
Peraturan Presiden (Perpres), tujuh Keputusan Panglima TNI dan
peranti lunak lainnya sebagai penjabaran UU No. 34 Tahun 2004
tentang Tentara Nasional Indonesia.
Upaya pembangunan personil dilaksanakan dengan rekruitmen,
pendidikan, penggunaan, perawatan, dan pemisahan personil. Adapun
peningkatan profesionalitas personil ditempuh melalui pendidikan,
latihan, dan penugasan.
Pemeliharaan alutsista dilakukan dengan kegiatan repowering,
retrofit dan pemeliharaan secara berkala untuk memperpanjang usia
pakai. Adapun pengadaan alutsista dimaksudkan untuk mengganti
01 - 13

atau melengkapi alutsista yang sudah ada dan dilakukan melalui
pembelian alutsista baru secara selektif dengan memberdayakan
industri pertahanan nasional.
Dalam upaya meningkatkan pengamanan di wilayah perbatasan,
maka pada tahun 2006 telah dibangun pos-pos perbatasan dan pos
pengamanan pulau terluar serta telah digelar pasukan pengamanan.
Dalam rangka pendayagunaan potensi pertahanan, Pemerintah
terus berusaha melaksanakan sosialisasi kesadaran bela negara. Dalam
penanggulangan akibat bencana tsunami di Aceh dan Nias, telah
dilaksanakan pengorganisasian partisipasi masyarakat dalam wadah
kelompok relawan serta pengoordinasian bantuan dari luar negeri
khususnya yang berasal dari angkatan bersenjata negara-negara
sahabat.
Selanjutnya guna lebih meningkatkan hasil-hasil yang telah
dicapai serta mengatasi permasalahan yang dihadapi mendatang, maka
akan dilakukan percepatan pembangunan kekuatan TNI yang meliputi
pembangunan
dan
pengembangan
pertahanan
integratif,
pengembangan pertahanan matra darat, laut, dan udara.
Pengembangan pertahanan integratif dilakukan dengan
pengembangan sistem, personil, materiil dan fasilitas. Di samping itu
peningkatan kesejahteraan prajurit senantiasa diupayakan melalui
kenaikan ULP prajurit dan pemberian uang makan bagi PNS. Adapun
pemberdayaan industri pertahanan nasional ditingkatkan dengan
penggunaan produk industri dalam negeri pengadaan alutsista/
materiil TNI.
Pengembangan pertahanan matra darat dilakukan dengan
melanjutkan penataan dan validasi organisasi TNI AD, serta
pengembangan dan pembangunan alutsista. Adapun pengembangan
pertahanan matra laut dilakukan dengan melanjutkan program
multiyears dan bertahap dalam pengadaan korvet kelas Sigma, kapal
perusak kawal rudal, Sewaco kelas Sigma, kapal selam diesel electric
(Kilo/Amur), tank amfibi BPM-3F, pemasangan FCS dan rudal C182, serta pengadaan rudal Exocet MM-40 dan Mistrak. Selanjutnya
pengembangan pertahanan matra udara akan dilakukan dengan
pengembangan organisasi dan pembangunan materiil untuk
mendukung operasi TNI.
01 - 14

7.

Pemantapan Politik Luar Negeri dan Peningkatan Kerja
Sama Internasional

Upaya pemantapan politik luar negeri dan peningkatan kerja
sama internasional dihadapkan pada permasalahan antara lain
internasionalisasi masalah Papua yang berpotensi mempengaruhi
disintegrasi bangsa, penyelesaian wilayah perbatasan, kerja sama
dalam lingkup Association of Southeast Asian Nation (ASEAN),
pendekatan Indonesia dalam persoalan Timur Tengah, peran Indonesia
dalam keanggotaan Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan BangsaBangsa (HAM PBB), dialog antaragama (interfaith dialogue),
persoalan nuklir Iran, perlindungan terhadap Warga Negara Indonesia
(WNI) di luar negeri, dan kerja sama bilataeral.
Dalam penanganan masalah Papua, berbagai langkah kebijakan
ditempuh antara lain penyelenggaraan forum bulanan, penciptaan dan
penyebaran informasi, pengumpulan data kemajuan, perluasan
jejaring, dan penggunaan jalur kebudayaan. Pemerintah terus
melakukan berbagai upaya untuk tidak membiarkan kelompokkelompok pendukung separatisme Papua tumbuh subur di lingkungan
terdekat di sebelah Timur, baik perorangan maupun kelompok yang
mendukung separatisme di Papua.
Terhadap masalah wilayah perbatasan, Pemerintah telah
menetapkan prioritas utama dalam hal perundingan perbatasan
berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan strategis, ekonomi dan
navigasi. Perundingan yang menjadi prioritas utama meliputi
perundingan dengan Malaysia, Singapura, Filipina dan perbatasan
darat dengan Timor Leste. Sebagai langkah tindak lanjut, melalui
perundingan dengan negara-negara tetangga terdekat, Indonesia akan
menetapkan garis-garis batas maritim – termasuk batas wilayah, batas
landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif (ZEE) – sebagai
konsekuensi dari berlakunya prinsip-prinsip negara kepulauan
menurut United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)
1982 yang diakui masyarakat internasional.
Pilihan untuk memperkuat concentric circle dalam konteks
kebijakan politik luar negeri Indonesia di ASEAN tercermin pada
komitmen Indonesia untuk mewujudkan gagasan komunitas ASEAN
dengan tiga pilar utama yakni ASEAN Security Community, ASEAN
01 - 15

Economic Community, serta ASEAN Social Culture Community. Di
bidang politik dan keamanan, berbagai kesepakatan ASEAN untuk
memerangi kejahatan lintas negara – termasuk terorisme, perdagangan
manusia dan obat terlarang, penyelundupan dan perdagangan senjata,
pencucian uang – diupayakan lebih dikembangkan ke depan dalam
bentuk langkah-langkah konkrit dan terukur di antara instansi dan
organisasi terkait.
Terkait dengan langkah pendekatan Indonesia di Timur Tengah,
khususnya merespon situasi konflik Palestina – Israel, Indonesia akan
mempertahankan
konsistensinya
dalam
mendukung
upaya
penyelesaian damai konflik Palestina-Israel. Sikap ini bukan
didasarkan pada sentimen agama, namun merupakan perwujudan
amanat konstitusi dan kepedulian rasa kemanusiaan. Sehubungan
dengan hal tersebut, Indonesia akan berupaya untuk mendorong
semua pihak yang bertikai untuk kembali ke jalur perundingan.
Langkah maju yang telah dicapai Indonesia dalam bidang Hak
Asasi Manusia (HAM) berperan dalam mendorong Indonesia terpilih
menjadi anggota Dewan HAM PBB tanggal 9 Mei 2006. Ini
memberikan dampak positif bagi pelaksanaan kebijakan yang
dilakukan antara lain ratifikasi perangkat HAM internasional dan
nasional, yakni perangkat HAM nasional seperti UU HAM dan UU
Pengadilan HAM, termasuk Rencana Aksi Nasional HAM yang berisi
kebijakan atau langkah konkrit di bidang pemajuan dan perlindungan
HAM. Mendatang optimalisasi Indonesia dalam Dewan HAM PBB
akan ditingkatkan didukung dengan peran aktif Indonesia dalam
badan-badan PBB yang memiliki keterkaitan langsung dengan
pemajuan dan perlindungan HAM, dan diplomasi HAM Indonesia
untuk aktif memberikan masukan-masukan mengenai program dan
mekanisme kerja Dewan HAM agar lebih objektif, efektif dan kurang
politisasi
Upaya diplomasi publik yang telah dilakukan akan ditingkatkan
melalui dialog antar agama guna memperluas pandangan terhadap
keberadaan ragam agama dan kepercayaan di suatu negara.
Selanjutnya upaya pemanfaatan media massa didorong secara
maksimal untuk menggalang opini positif masyarakat internasional
terhadap pelaksanaan kebijakan Pemerintah RI terkait dengan isu
terorisme.
01 - 16

Dalam kaitannya dengan isu nuklir Iran, Indonesia telah
menyatakan posisi abstain dalam Sidang Darurat Dewan Gubernur
International Atomic Energy Agency (IAEA) tanggal 4 Februari 2006.
Indonesia menilai keputusan yang terburu-buru untuk membawa
masalah Iran ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DKPBB) akan membahayakan proses confidence building measures.
Indonesia juga menegaskan bahwa masalah nuklir Iran dapat
membahayakan keamanan internasional apabila ditangani dengan
penggunaan instrumen militer. Oleh karena itu, Indonesia
menginginkan agar semua pihak menggunakan jalur dialog guna
menyelesaikan masalah nuklir Iran secara damai.
Perlindungan warga negara Indonesia di luar negeri
ditingkatkan. Kasus-kasus yang menonjol pada umumnya terkait
dengan masalah tenaga kerja Indonesia (TKI), termasuk masalah TKI
ilegal, dan masalah beberapa individu WNI yang terkait dengan
terorisme. Koordinasi antar instansi pemerintah dan unsur-unsur
masyarakat lainnya akan ditingkatkan. Sementara itu, perwakilanperwakilan RI di luar negeri terus berusaha memperbaiki pelayanan
dan memberikan perlindungan, termasuk hak-hak mendasar WNI
yang menjalani proses hukum di negara lain.
Dalam penyelenggaraan hubungan bilateral dengan negaranegara di berbagai kawasan, Indonesia memandang penting untuk
melaksanakannya berdasarkan kebijakan yang lebih fokus dan
sistematis. Untuk itu langkah-langkah guna menciptakan saling
pengertian antara kedua negara, dan perlunya mengidentifikasi kerja
sama bilateral yang bersifat strategis akan ditingkatkan.
Kemajuan-kemajuan yang telah dicapai tersebut memberikan
nilai/posisi tawar Indonesia dalam percaturan internasional sehingga
Indonesia dapat memainkan peran yang lebih besar untuk mencapai
tujuan nasional. Konsolidasi itu memberikan kesempatan besar bagi
Indonesia pada tahun mendatang untuk lebih memperkuat prakarsa
dan inisiatif yang memiliki implikasi luas dalam hubungan bilateral,
regional dan internasional.

01 - 17

AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS
8.

Pembenahan Sistem dan Politik Hukum

Pembenahan sistem dan politik hukum diarahkan untuk
menangani tumpang tindih peraturan perundang-undangan dan
lemahnya
koordinasi
antarinstansi/lembaga
dalam
proses
pembentukan peraturan perundang-undangan; meningkatkan kinerja
instansi pemerintah dan juga lembaga hukum, termasuk masalah
korupsi pada lembaga pemerintahan baik di Pusat dan daerah,
lembaga perwakilan rakyat (legislatif) dan lembaga peradilan
(yudikatif).
Di bidang legislasi, 43 RUU telah diprioritaskan pada tahun
2006 sekaligus tambahan 1 (satu) RUU yaitu RUU tentang
Pemerintahan Aceh. Sampai pertengahan Mei 2006 telah
diharmonisasikan sebanyak 113 RPP. Dalam rangka reformasi
birokrasi, Pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara (MenPAN) telah mengajukan RUU Administrasi
Pemerintahan dan RUU Reformasi Birokrasi yang dapat digunakan
sebagai instrumen pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme
pejabat publik serta upaya perbaikan kualitas pelayanan publik
melalui peraturan yang memiliki sanksi terhadap pemenuhan standar
tertentu dalam pelayanan publik.
Dalam hal penegakan hukum, citra kepolisian, hakim,
pengacara, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung semakin
membaik ditandai dengan reformasi kejaksaan dan peningkatan peran
BPK. Penegakan hukum juga diperkuat dengan pembetukan lembaga
baru yang mempunyai peran cukup besar dalam hal pengawasan
terhadap kinerja lembaga, peradilan seperti Komisi Yudisial. Untuk
menangani kejahatan pencucian uang (money laundering) yang
bersifat kejahatan lintas negara (transnational crime), telah disahkan
UU No. 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah
Pidana yang merupakan bagian yang penting dalam rangka
mengembalikan kerugian negara yang disebabkan korupsi.
Dalam rangka lebih meningkatkan pembenahan sistem dan
politik hukum, upaya lebih lanjut akan terus dilakukan dengan
mencari penyebab kegagalan dengan alternatif perbaikan yang
mungkin dilaksanakan (implementable actions) dan penataan kembali
01 - 18

substansi hukum melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan
perundang-undangan. Pembenahan sistem dan politik hukum akan
diarahkan kepada kebijakan untuk mendorong penyelenggaraan
penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi
yang ditujukan untuk melanjutkan upaya sistematis memberantas
korupsi secara tegas dan konsisten melalui penegakan hukum. Terkait
dengan
peratifikasian
konvensi
internasional,
Indonesia
mempertimbangkan secara seksama dengan memperhatikan segala
konsekuensi yang ada apabila kesepakatan internasional tersebut
diratifikasi dan disahkan menjadi undang-undang.
9.

Penghapusan Diskriminasi dalam Berbagai Bentuk

Upaya untuk menghapus diskriminasi terus ditingkatkan.
Sebagai salah satu bentuk penghormatan terhadap HAM secara
internasional, Indonesia telah meratifikasi beberapa konvensi
Internasional yaitu Kovenan Internasional di bidang Ekonomi, Sosial
dan Budaya dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.
Sementara itu di tingkat nasional upaya untuk menghapus diskriminasi
dan perlindungan terhadap kelompok rentan terhadap tindakan
diskriminasi seperti untuk perempuan, anak, golongan minoritas dan
buruh migran terus dilakukan antara lain melalui penetapan peraturan
pelaksana UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Di
samping itu sedang dilakukan penyempurnaan terhadap beberapa
peraturan perundang-undangan nasional seperti RUU tentang
Keimigrasian, RUU tentang Kesehatan, RUU tentang Pornografi dan
Pornoaksi, dan RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Selain itu upaya untuk penghapusan diskriminasi terhadap
golongan minoritas antara lain untuk golongan etnis tertentu (etnis
Tionghoa/China) telah menunjukkan peningkatan yaitu dengan
dicantumkannya ketentuan tidak diperlukan SBKRI bagi keturunan
Tionghoa atau China untuk pengurusan pembuatan KTP ataupun Akte
Kelahiran dalam RUU Kewarganegaraan yang baru yang telah
disahkan DPR pada tanggal 11 Juli 2006. Untuk pencegahan
perlakuan diskriminatif yang dilakukan di negara tujuan buruh migran
terus dilaksanakan percepatan realisasi pembentukan Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang berfungsi
untuk melaksanakan kebijakan penempatan dan perlindungan TKI
secara terkoordinasi dan terintegrasi.
01 - 19

Dalam rangka meningkatkan upaya penghapusan diskriminasi
akan terus disosialisasikan kepada masyarakat baik melalui media
maupun melalui kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah
serta dilakukan pengawasan yang kuat dari berbagai pihak. Selain itu
akan dilakukan upaya dalam mendorong pelaksanaan yang konsisten
dan komitmen dari pimpinan pemerintahan terhadap pelaksanaan
berbagai perundang-undangan yang mendukung upaya penghapusan
diskriminasi.
10.

Penghormatan, Pengakuan, dan Penegakan atas Hukum
dan HAM

Penegakan atas hukum dan HAM terus ditingkatkan khususnya
terhadap pelaku korupsi dan pelanggaran HAM di Indonesia. Upaya
penegakan hukum di bidang korupsi terus dilakukan oleh KPK dan
Kejaksaan Agung. KPK telah melakukan kerja sama dengan beberapa
instansi terkait seperti Kepolisian Daerah, Kejaksaan Tinggi, BPK dan
BPKP di 22 wilayah propinsi dalam rangka penanganan korupsi yang
banyak terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Di samping itu
Kejaksaan Agung telah melakukan pembenahan ke dalam khususnya
dalam penanganan kasus korupsi dengan menentukan batasan waktu
untuk menangani suatu kasus korupsi untuk mempercepat penanganan
kasus korupsi. Terkait dengan kasus korupsi yang menarik perhatian
masyarakat luas telah dilakukan eksekusi terhadap beberapa terpidana
kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi pemerintahan dan
pengusaha besar. Di samping penjatuhan hukuman terhadap pelaku
korupsi, Kejaksaan telah berhasil menyelamatkan kerugian negara dari
korupsi sebesar Rp653,7 miliar dan US$ 11 ribu serta nilai asset
dalam penyitaan sebesar Rp2 triliun.
Dalam rangka penanganan kasus pelanggaran HAM, Komnas
HAM sebagai lembaga panyelidik pada pelanggaran HAM berat telah
menyerahkan hasil penyelidikan kepada Kejaksaan Agung sebagai
lembaga penyidik menyangkut peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan
Semanggi II.
Untuk lebih meningkatkan pemberantasan korupsi beberapa
upaya penting terus ditingkatkan antara lain melakukan pembenahan
terhadap peraturan perundang-undangan yang mendorong penegakan
hukum di bidang korupsi serta melanjutkan penyelidikan, penyidikan
01 - 20

dan penuntutan untuk kasus tindak pidana korupsi yang berskala besar
dari segi nilai kerugian negara. Sementara itu penanganan terhadap
pelanggaran HAM akan diperkuat kelembagaan yang mempunyai
tugas dan fungsi untuk penghormatan dan pengakuan atas HAM di
Indonesia.
11.

Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan
serta Kesejahteraan dan Perlindungan Anak

Pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak merupakan
bagian dari pembangunan sumber daya manusia (SDM) dan ditujukan
untuk meningkatkan status, posisi dan kondisi perempuan agar dapat
mencapai kemajuan yang setara dengan laki-laki, dan membangun
anak Indonesia yang sehat, cerdas, ceria, bertakwa, dan terlindungi.
Peranan perempuan dalam pembangunan masih rendah ditandai
dengan rendahnya angka Gender-related Development Index (GDI).
Berdasarkan Human Development Report 2005, angka GDI Indonesia
adalah sebesar 0,691, lebih rendah dibandingkan negara-negara
ASEAN (kecuali Kamboja dan Laos). Rendahnya kualitas hidup dan
peran perempuan masih terjadi di bidang pendidikan, kesehatan,
ekonomi, dan politik. Lebih lanjut tindak kekerasan terhadap
perempuan dan anak masih tinggi. Berbagai upaya yang dilakukan
oleh Pemerintah bersama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat
belum cukup untuk menekan tingginya tindak kekerasan terhadap
perempuan dan anak. Selain itu, kesejahteraan dan perlindungan anak
masih rendah, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan, masih
banyak terdapat pekerja anak dan masih banyak anak yang tidak
memiliki akte kelahiran. Hukum dan peraturan perundang-undangan
masih banyak yang bias gender, diskriminatif terhadap perempuan,
dan belum peduli anak.
Dalam kaitan itu telah ditempuh langkah-langkah kebijakan
untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan peran perempuan dan
meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak, termasuk
memperkuat kelembagaan, koordinasi, dan jaringan pengarusutamaan
gender dan anak, terutama di tingkat kabupaten/kota.
Hasil-hasil yang telah dicapai antara lain adalah tersusunnya
rencana aksi nasional Pemberantasan Buta Aksara Perempuan (RANPBAP); digalakkannya revitalisasi Gerakan Sayang Ibu (GSI) di
01 - 21

tingkat kecamatan dan diperluas melalui fasilitasi pembentukan model
Kecamatan Sayang Ibu khususnya di kecamatan yang memiliki angka
kematian ibu melahirkan tinggi, serta diikuti dengan promosi air susu
ibu (ASI) eksklusif; disusunnya kebijakan perlindungan perempuan
yang bekerja di dalam dan di luar negeri, serta diintensifkannya
pemantauan pemberangkatan dan pemulangan tenaga kerja perempuan
di tujuh embarkasi; disahkannya beberapa peraturan perundangundangan seperti revisi UU No. 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia dan PP No. 4 Tahun 2006
tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dan disusunnya RUU
tentang Anti Pornografi dan Pornoaksi dan RUU tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta diikuti
dengan pelaksanaan Gerakan Masyarakat Bersih Pornografi dan
Pornoaksi.
Selanjutnya telah dilakukan penanganan masalah perempuan
dan anak di beberapa daerah bencana pascagempa; dikembangkannya
Telepon Layanan Anak Indonesia dengan nomor 129; dibentuknya
Pusat Advokasi dan Fasilitasi Kesejahteraan dan Perlindungan Anak
sebagai lembaga yang membantu menangani permasalahan anak, yang
didukung dengan jejaring kerja penegak hukum; dilaksanakannya
pelatihan bagi pelatih Program Nasional Bagi Anak Indonesia
(PNBAI) 2015 di seluruh provinsi; dan dilaksanakannya sosialisasi,
advokasi, dan fasilitasi guna penguatan unit kerja yang menangani
pemberdayaan perempuan dan anak di tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota, termasuk pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan/Anak (P2TP2/A), dan kampanye publik
tentang penghapusan perdagangan perempuan dan anak.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang masih akan
dihadapi di masa mendatang, berbagai upaya yang telah dilakukan
selama ini akan ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas hidup dan
perlindungan perempuan, serta kesejahteraan dan perlindungan anak,
terutama di tingkat kabupaten/kota.
12.

Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah memiliki dua
fungsi yaitu untuk pendidikan politik di daerah dan untuk
01 - 22

meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah melalui penyediaan
pelayanan publik secara efektif, efisien, dan ekonomis. Implementasi
kebijakan tersebut dilakukan sesuai amanat UU No. 22 Tahun 1999
yang direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 yang direvisi menjadi UU No. 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah.
Pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah
selama enam tahun telah mengalami berbagai kemajuan. Meskipun
demikian, terdapat beberapa kendala yang perlu ditangani antara lain
dalam aspek penataan peraturan perundang-undangan, penataan
kelembagaan pemerintah daerah, peningkatan kualitas dan kapasitas
aparatur pemerintah daerah, pengelolaan keuangan daerah,
pelaksanaan kerja sama antardaerah, penataan daerah otonom baru
(DOB).
Dalam rangka menyempurnakan kebijakan di bidang
desentralisasi dan otonomi daerah telah dilaksanakan berbagai upaya
sosialisasi kebijakan desentralisasi secara sistematis, baik bagi jajaran
aparatur (pusat dan daerah), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD), maupun masyarakat. Selanjutnya telah dan sedang disusun
berbagai RPP sebagai pelaksana UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No.
33 Tahun 2004 yang terkait dengan kelembagaan, keuangan daerah,
perimbangan keuangan, aparatur pemerintah daerah, perwakilan
daerah, pelayanan, sistem pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan
pemerintahan daerah, serta pembentukan DOB. Pemerintah terus
berupaya dalam penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
masing-masing
sektor,
dengan
penguatan
koordinasi
antarkementerian/lembaga dan organisasi perangkat pemerintah
daerah agar pelaksanaan SPM di daerah nantinya dapat berjalan
dengan efektif dan efisien.
Selama Juni 2005 hingga Juni 2006 telah dilaksanakan
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung pada 252 Pemilihan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan
Walikota). Pelaksanaan pilkada yang berlangsung dengan aman dan
tertib telah mendukung demokrasi di tingkat lokal.

01 - 23

Dalam tahun 2006, terkait dengan proses peningkatan kapasitas
dan kompetensi aparatur Pemerintah Daerah, beberapa hal telah
dicapai, antara lain: terselesaikannya kajian mengenai standar
kompetensi aparatur pemerintah daerah, tersusunnya rencana
pengelolaan aparatur pemerintah daerah, terselenggaranya fasilitasi
diklat kepada pemerintah daerah, pengkajian dan perbaikan pedoman,
kurikulum dan modul; serta meningkatnya kemampuan aparatur
dalam mitigasi bencana dan penanganan pascabencana.
Dalam hal pengelolaan keuangan daerah, Pemerintah telah
melakukan pembuatan standar-standar pembiayaan yang baik, efektif,
efisien, transparan, dan akuntabel untuk menjadikan perimbangan
keuangan daerah tidak selalu bertumpu pada subsidi. Pemerintah juga
telah menyelesaikan Rencana Aksi Nasional Desentralisasi Fiskal
(RAN DF), termasuk pemantauan dan pengendalian pelaksanaan
RAN-DF, terlaksananya Sistem Informasi Bina Administrasi
Keuangan Daerah (SIBAKD) dan Sistem Informasi Pengelolaan
Keuangan Daerah (SIPKD) inkubator di 12 provinsi dan 59
kabupaten/kota.
Pencapaian lainnya adalah terselesaikannya beberapa masalah
perebutan aset daerah dan kasus batas administrasi daerah di daerah
otonom baru; dan terselesaikannya dukungan peraturan perundangan
dalam rangka penanggulangan bencana.
Untuk mengoptimalkan potensinya dan meningkatkan
pelayanan publik, pemerintah daerah telah didorong untuk bekerja
sama dan melakukan inovasi-inovasi yang didasarkan pada
pertimbangan efisiensi dan efektivitas, sinergis dan saling
menguntungkan terutama dalam bidang-bidang yang menyangkut
kepentingan lintas wilayah. Model dan strategi mengenai bentuk kerja
sama antardaerah yang efektif sedang disusun guna meningkatkan
kemampuan daerah dalam mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang
dimilikinya. Dalam tahun 2006 telah terbentuk forum-forum kerja
sama antar pemerintah daerah dalam bidang keamanan, sosial,
ekonomi dan pelayanan pub