Analisis Kepemimpinan Manajer Proyek Untuk Meningkatkan Kerjasama Tim Dan Kinerja Waktu Pada Perusahaan Kontraktor

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Kepemimpinan
Pemimpin adalah inti dari manajemen. Suatu manajemen kegiatan akan

tercapai tujuannya jika ada pemimpin. Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan
oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai
keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat
orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang
pemimpin

adalah

seseorang

yang

aktif


membuat

rencana-rencana,

mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai
tujuan bersama-sama (Panji Anogara, 1992).
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok
terhadap pencapaian tujuan (Robbins, 2005). Definisi kepemimpin juga
diungkapkan oleh Iman Soeharto (1997) yaitu proses mempengaruhi dan
mengarahkan anggota kelompok organisasi untuk melakukan kegiatan dan
bekerjasama dengan sukarela yang berkaitan dengan tugasnya untuk mencapai
tujuan. Kepemimpinan mempengaruhi semua aspek dari usaha manusia.
Meskipun ada banyak definisi kepemimpinan, definisi masing-masing memiliki
fokus yang berbeda tentang kepemimpinan.
Kepemimpinan mengalami evolusi dari waktu ke waktu. Dasar dari teori
kepemimpinan dimulai dengan pendekatan sifat dimana diungkapkan oleh
Stogdill (1948) beberapa orang lahir dengan sifat khusus yang membuat mereka

9
Universitas Sumatera Utara


menjadi seorang pemimpin. Selanjutnya pendekatan kemampuan, dimana teori ini
berpusat pada pemimpin dengan menekan kompetensi teknikal, human, dan
konseptual. Pendekatan ini menekan perilaku pemimpin yang dibagi menjadi dua
yaitu task behavior dan relationship behavior.
Pendekatan situasional dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard (1969)
yang menyediakan sebuah model yang menyarankan pemimpin bagaimana
bertindak sesuai dengan situasi yang dihadapi. Gaya kepemimpinan situasional
terdiri empat jenis yaitu delegating (jika bawahan memiliki kemauan dan
kemampuan melakukan tugas), supporting (jika bawahan memiliki kemampuan
namun tidak memiliki kemauan melakukan tugas), coaching (jika bawahan tidak
memiliki kemampuan yang memadai, namun memiliki kemauan melaksanakan
tugas),

directing (jika bawahan tidak memiliki kemampuan dan kemauan

melaksanakan tugas). Pendekatan situasional disempurnakan oleh Fidler (1964)
dengan memunculkan variable situasional yang meliputi Leader-Member
Relations, Task Stucture, Position Power agar dapat menentukan gaya
kepemimpinan yang tepat dan efektif pada setiap keadaan.

Path Goal Theory muncul di literatur kepemimpinan yang ditulis oleh
Evans (1970), House (1971), House dan Dessler (1974) (dalam Northouse,2004)
dimana seorang pemimpin memotivasi bawahannya untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dan puas dengan perkerjaan mereka. Path Goal Theory dibagi
menjadi empat pendekatan yaitu, directive (memberikan aturan secara spesifik),
supportive (membangun hubungan baik dan memuaskan kebutuhan bawahan),

10
Universitas Sumatera Utara

participative (pemimpin berkonsultasi dengan bawahan, serta mengizinkan
bawahan berpartisipasi mengambil keputusan), Achievement Oriented (pemimpin
menentapkan tujuan yang menantang dan berharap kinerja bawahan meningkat).
Gaya kepemimpinan Leader Member Exchange, tim kerja dibagi menjadi
dua yaitu in-group dan out-group. Kedekatan bawahan dengan atasan dan
keinginan bawahan untuk lebih bertanggung jawab melakukan peran mereka
termasuk didalam in-group. Sebaliknya, bawahan yang hanya melakukan tugas
sebatasnya saja termasuk didalam out-group. Anggota yang termasuk didalam ingroup akan mendapat manfaat lebih serta pengaruh yang lebih besar.
Gaya kepemimpinan berikutnya adalah gaya kepemimpinan transaksional
yang merupakan pandangan tradisional mengenai kepemimpinan, yang berfokus

pada hubungan kontraktual antara pemimpin dan bawahannya dalam hal kinerja
yang diharapkan sebagai imbalan untuk hadiah tertentu (Thite, 2000).
Kepemimpinan transformasional menekan pada proses bagaimana menginspirasi
bawahan untuk memberikan hasil lebih. Pemimpin transformasional adalah
seorang yang menjadi teladan, menciptakan visi misi baru, membawa perubahan
dan memberdayakan bawahan untuk hasil yang terbaik.
Kepemimpinan transaksional didasarkan pada prinsip transaksi atau
pertukaran antara pemimpin dengan bawahan. Pemimpin memberikan imbalan
atau penghargaan tertentu (misalnya bonus) kepada bawahan jika mampu
memenuhi harapan pemimpin (misalnya kinerja karyawan tinggi). Di sisi lain,
bawahan berupaya memenuhi harapan pemimpin disamping untuk memperoleh

11
Universitas Sumatera Utara

imbalan atau penghargaan, juga untuk menghindarkan diri dari sanksi atau
hukuman. Di sini tercipta hubungan mutualisme dan kontribusi kedua belah pihak
akan memperoleh imbalan (Bass et al., 2003; Humphreys, 2002; Liu et al., 2003;
Yammarino et al., 1993).
Gaya kepemimpinan yang terakhir yaitu kepemimpinan otentik dimana

menggabungkan kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan etik (Avolio,
2004), dapat juga dilihat sebagai penambahan etika kepemimpinan pada gaya
kepemimpinan transformasional.
2.2

Kepemimpinan Transaksional
Pada prinsipnya kepemimpinan transaksional mendasarkan diri pada

transaksi/ pertukaran antara pemimpin dengan bawahan. Dengan memberikan
imbalan tertentu jika mampu mencapai target dan harapan pemimpin.Antara
pemimpin dan bawahan tercipta hubungan mutualisme dan konstribusinya akan
menghasilkan imbalan (Bass et al., 2003; Humphreys, 2002; Liu et al., 2003;
Yammarino et al., 1993). Sarros dan Santora (2001) menyebutkan imbalan yang
dikejar dari kedua pihak tersebut bersifat ekonomi. Selain berusaha memuaskan
kebutuhan bawahan, juga memusatkan perhatiaan pada kesalahan, kekeliruan, dan
penyimpangan bawahan serta melakukan tindakan koreaktif. Kepemimpinan
transaksional paling banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
berkembang menjadi paradigm praktek kepemimpinan dalam organisasi menurut
Humphreys, 2002; Yammarino et al., 1993.


12
Universitas Sumatera Utara

Beberapa pakar berpendapat kepemimpinan transaksional mempunyai dua
kriteria yang dinamakan contingent reward dan management by exception.
Kriteria contingent reward menjelaskan serta mengarahkan tujuan dan sasaran
yang hendak dicapai. Besar kecilnya reward akan tergantung pada (contingent)
sejauh mana bawaan mencapai tujuan dan sasaran tersebut (Bass et al., 2003;
Humphreys, 2002; Liu et al., 2003; Yammarino et al., 1993). Kriteria
management by exception dibagi lagi menjadi dua sifat, yaitu aktif dan pasif. Pada
sifat yang aktif, pemimpin menetapkan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai
serta standar kerja mesti dipatuhi. Pemimpin ini cenderung mengawasi bawahan
dengan ketat dan langsung memberi sanksi ketika bawahan melakukan kesalahan.
Sifat pasif, pemimpin cenderung menghindari tindakan korektif atau “keributan”
kepada bawahan selama tujuan dan sasaran yang disepakati bersama tercapai
(Bass et al., 2003; Humphreys, 2002; Liu et al., 2003; Yammarino et al., 1993).
Bass et al. (2003) maupun Sarros dan Santora (2001) menjelaskan bahwa
contingent Reward menggambarkan hubungan timbal balik yang baik antara
pemimpin dan bawahan, karena pemimpin memberikan penjelasan dan
pengarahan untuk memacu peforma kerja bawahan agar tercapai tujuan yang

dihendaki. Sebaliknya management by exception (aktif dan pasif) menurut
Yammarino et al.(1993) berdampak negative terhadap kinerja bawahan karena
berkerja dibawah tekanan untuk menghindari sanksi dan membuat kesalahan.
Kondisi ini menyebabkan hubungan pemimpin dan bawahan tidak efektif serta

13
Universitas Sumatera Utara

membawa kejenuhan sehingga kinerja tidak akan maksimal (Sarros dan Santora
(2001).
Kudisch, menggungkapkan kepemimpinan transaksional dapat dicirikan
sebagai :
a.

Mempertukarkan sesuatu yang berharga bagi yang lain antara pemimpin dan
bawahannya.

b.

Intervensi


yang

dilakukan

sebagai

proses

organisasional

untuk

mengendalikan dan memperbaiki kesalahan.
c.
2.3

Reaksi atas tidak tercapainya standar yang telah ditentukan.
Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan


transformasional

mendasarkan

diri

pada

prinsip

pengembangan bawahan. Pemimpin transformasional mengevaluasi kemampuan
bawahan untuk mencapai tujuan yang dihendaki, sekaligus memperluas tanggung
jawab dan wewenang bawahan jika dimungkinkan untuk di masa mendatang.
Pemimpin transformasional mampu menyatukan seluruh bawahannya dan mampu
mengubah sikap, keyakinan dan tujuan pribadi masing-masing anggota demi
mencapai tujuan, bahkan melampaui tujuan yang ditetapkan (Bass et al., 2003;
Humphreys, 2002; Liu et al., 2003; Rafferty &Griffin, 2004 ; Yammarino et al.,
1993). Kepemimpinan dapat dikembangkan dengan beberapa dimensi menurut
Humphreys (2002), yaitu :


karisma / pengaruh ideal (idealized influence),

inspirasi (inspirational motivation), pengembangan intelektual (intellectual
stimulation), dan perhatian pribadi (individualized consideration).

14
Universitas Sumatera Utara

Pada awalnya dimensi pengaruh ideal atau visi dinamakan charisma
namun mendapat banyak kritik sehingga harus diganti. Kajian mengenai dimensi
ini lebih terpusat pada pemimpin yang memiliki visi jauh kedepan dan mampu
menanamkan visi tersebut dalam diri bawahan (Rafferty & Griffin, 2004).
Pengaruh ideal merupakan dimensi terpenting dalam kepemimpinan transaksional
karena memberikan inspirasi

dan membangkitkan motivasi bawahan untuk

menyampingkan


pribadi

kepentingan

demi

pencapaian

tujuan

bersama

(Humphreys, 2002 ; Rafferty &Griffin, 2004).
Inspirational motivation bentuk komunikasi verbal yang ditujukan untuk
memacu semangat bawahan menurut Humpherys (2002). Pemimpin memotivasi
bawahan agar memiliki visi yang sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Inspirational motivation merupakan sisi luar atau perwujudan idealized influence
yang memiliki korelasi yang kuat (Humphreys, 2002 ; Rafferty &Griffin, 2004).
Intellectual stimulation merupakan perilaku yang berupaya mendorong
perhatian dan kesadaran bawahan akan permasalahan yang dihadapi. Pemimpin
berusaha

mengembangkan

kemampuan

bawahan

dalam

menyelesaikan

permasalahan dengan memahami dan menganilisis permasalahan serta kualitas
solusi yang ditawarkan. Intellectual stimulation pada prinsipnya memacu
bawahan untuk lebih kreatif dan inovatif dalam memahami dan menyelesaikan
masalah menurut Bass et al. (2003) serta Sarros dan Santora (2001).
Individualized Consideration atau perhatian pribadi mengarah pada
perhatian pemimpin pada kemampuan dan potensi bawahan. Pemimpin

15
Universitas Sumatera Utara

memandang setiap bawahannya merupakan aset yang memiliki perbedaan
kemampuan, potensi dan kebutuhan masing-masing. Sebab itu, pemahaman
pemimpin akan potensi dan kemampuan setiap bawahan memudahkannya
membina dan mengarahkan potensi serta kemampuan terbaik setiap bawahan Bass
et al., 2003; Humphreys, 2002; Liu et al., 2003; Sarros dan Santora (2001) ;
Yammarino et al., 1993).
Ciri pemimpin transformasional diantaranya :
a.

Mampu mendorong pengikut untuk menyadari pentingnya hasil perkerjaan.

b.

Mendorong pengikut untuk lebih mendahulukan kepentingan organisasi.

c.

Mendorong untuk mencapai kebutuhan yang lebih tinggi.
Perbedaan esensial menurut Sudarwan antara pemimpin transaksional dan

transformasional berikut ini :
1. Kepemimpinan Transaksional
a.

Pemimpin menyadari hubungan antara usaha dan imbalan.

b.

Kepemimpinan adalah responsive dan orientasi dasarnya adalah
berurusan dengan masalah sekarang.

c.

Pemimpin mengandalkan bentuk-bentuk standar bujukan, hadiah,
hukuman, dan sanksi untuk mengontrol bawahan.

d.

Pemimpin memotivasi dengan menetapkan tujuan dan menjanjikan
imbalan bagi kinerja yang dikehendaki.

e.

Kepemimpinan tergantung pada kekuatan pemimpin memperkuat
bawahan untuk berhasil tawar-menawar.

16
Universitas Sumatera Utara

2. Kepemimpinan Transformasional
a.

Pemimpin membangkitkan emosi bawahan dan memotivasi mereka
bertindak di luar kerangka dari apa yang digambarkan sebagai
hubungan pertukaran.

b.

Kepemimpinan adalah bentuk proaktif dan harapan-harapan baru
pengikut.

c.

Pemimpin dapat dibedakan oleh kapasitas mereka mengilhami dan
memberikan pertimbangan individual (bentuk perhatian, dukungan,
dan pengembangan bawahan), stimulasi intelektual (upaya pemimpin
untuk

meningkatkan

kesadaran

terhadap

permasalahan

organisasional dengan sudut pandang baru) dan pengaruh ideal
(membangkitkan emosi dan identifikasi yang kuat terhadap visi
organisasi) untuk bawahan.
d.

Pemimpin menciptakan kesempatan belajar bagi bawahan mereka
dan merangsang bawahan untuk memecahkan masalah.

e.

Pemimpi memiliki visi yang baik retoris dan keterampilan
manajemen untuk mengembangkan ikatan emosional yang kuat pada
pengikutnya.

f.

Pemimpin memotivasi bawahannya berkerja untuk tujuan melebihi
kepentingan pribadi.

17
Universitas Sumatera Utara

2.4

Kerjasama Tim
Hubungan kerja sama tim dan kinerja tim telah dipelajari dan hasilnya

menunjukan hubungan antara kerja sama tim termasuk komunikasi, kolabrasi,
kekompakan dan kinerja tim. Solomom (2001) mengatakan bahwa komunikasi
memainkan peran penting dalam operasional tim. Komunikasi tim dapat
mengakibatkan keseragaman anggota tim dan membuat tim lebih efektif. Dalam
literatur secara khusus mengenai komunikasi yang efektif meliputi:
a. Sebuah pertukaran informasi
b. Sebuah tindakan atau contoh dari transmisi informasi
c. Sebuah pesan verbal atau tertulis
d. Sebuah teknik untuk mengekspresikan ide secara efektif
e. Sebuah proses dimana makna dipertukarkian antara individu melalui system
umum simbol.
Gladstein (1984) menekan bahwa kerjasama tim merupakan faktor yang
sangat berpengaruh dalam kinerja tim. Kinerja tim yang efektif berasal dari
kolaborasi yang sukses antara anggota tim ( Jassawalla dan Sashittal, 1999 ;
Kotlarsky dan Oshri, 2005). Dan yang terakhir menurut Levine dan Moreland
(1990) menunjukan bahwa kekompakan memainkan peran penting dalam tim.
Kekompakan tim juga dapat meningkatkan keseragaman anggota tim. Sehingga
menurut McGrath (1964), kinerja tim yang efektif berasal dari kekompakan tim
yang sukses.

18
Universitas Sumatera Utara

Kerjasama tim dipengaruhi oleh komunikasi, kolaborasi, dan keutuhan
tim. Menurut Lussier (2003) komunikasi adalah proses untuk menyebarkan
informasi kepada anggota tim lainnya. Komunikasi tim diperlukan untuk proses
pertukaran pikiran dan pendapat dengan orang lain untuk menyelesaikan misi
(Campion et al, 1993). Bass dan Avolio (1994) berpendapat bahwa komunikasi
tim mungkin dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan. Dimana kepemimpinan dapat
meningkatkan komunikasi tim menurut Yammarino et al (1998).
Kolaborasi juga penting dalam kerja sama tim. Kolaborasi adalah bekerja
sama dengan satu atau lebih, terutama dalam intelektual bersama. Menurut Nelson
dan Cooprider (1996), kolaborasi dapat meningkatkan hubungan antara anggota
tim. Kerjasama tim dapat juga dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan (Shamir et
al, 2000).
Menurut Wang et al (2005), kekompakan tim dianggap sebagai
sejauhmana anggota tim merasa menjadi bagian dari tim dan keinginan untuk
tetap berada dalam tim. Kekompakan kelompok juga menghasilkan keseragaman
anggota kelompok yang membuat kelompok lebih efektif, serta menjadi salah satu
aspek penting dari kualitas kerjasama tim. Berikut adalah cara-cara yang dapat
dipakai oleh pemimpin untuk mendorong kekompakan kelompok yaitu :
a) Buatlah kelompok kecil
b) Meningkatkan waktu yang digunakan bersama anggota
c) Mendorong perjanjian dengan tujuan kelompok

19
Universitas Sumatera Utara

d) Meningkatkan status kelompok dan kesulitan

yang

dirasakan

dalam

memperoleh keanggotaan dalam kelompok
e) Memberikan penghargaan kepada kelompok daripada anggota individu
f)

Merangsang kompetisi dengan kelompok lain

g) Secara fisik mengisolasi kelompok
Ada beberapa hal agar kerjasama tim berhasil dengan baik menurut
Sarwono. S (1997) yaitu sebagai berikut :
a) Kesediaan mendelegasikan wewenangnya dan mempercayakan anggota
lain bahwa mereka mampu melaksanakan tugas
b) Kesediaan untuk mengalah dan menerima umpan balik dari sesama
anggota

tim

tentang

pelaksanaan

tugasnya,

serta

memberikan

pandangannya tentang orang lain secara terus terang
c) Persesuaian tentang pemahaman tentang tujuan tim dan pembagian tugas
masing-masing anggotanya
d) Kesedian untuk mengubah/memperbaiki diri berdasarkan kritik atau
umpan balik tersebut
e) Kemampuan untuk menyampaikan pandangan dan kritik secara baik
f) Rasa solidaritas kelompok yaitu : mengutamakan kepentingan kelompok
dan kesediaan membantu rekan-rekan sekelompok demi kesuksesan tujuan
tim
g) Pemantauan proses kerja sama ini secara berkala dan membandingkan apa
yang telah dicapai dengan yang direncanakan

20
Universitas Sumatera Utara

h) Tanggung jawab kelompok yaitu bersedia berkerja secara optimal demi
timnya dan mau menanggung resiko jika terjadi kesalahan dan tidak saling
menyalahkan atas kesalahan tersebut.
Kerjasama tim telah diindentifikasi merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap kinerja tim. Banyak penelitian sebelumnya yang menunjukan bahwa
kerjasama tim dalam kolaborasi, komunikasi, dan kekompakan tim memainkan
peranan penting dalam kinerja tim (Jewell dan Reitz, 1981 ; Trist, 1981 ;
Gladstein, 1984 ; Schwarz, 1994). Diakhir, kinerja tim yang efektif berasal dari
komunikasi, kolaborasi, dan keutuhan tim (Morris, 1988 ; Kendra dan Taplin,
2004).
2.5

Kinerja Tim
Didalam PMBOK (2008), manajemen waktu terletak pada proses

Planning, Monitoring, dan Controlling. Menurut PMBOK peran manajer proyek
dalam project time management terdapat dua proses pelaksanaan proyek yang
berpengaru terhadap kinerja waktu, yaitu :
1. Planning process group, meliputi :


Proses mengindentifikasi aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan
untuk menghasilkan berbagai produk proyek yang tercantum dalam
Work Breakdown Structure.



Proses mengindentifikasi semua kegiatan dan dokumentasi
hubungan antara aktivitas perkerjaan proyek.

21
Universitas Sumatera Utara



Proses estimasi dari tipe dan kualitas material, orang, alat atau
mensuplai semua yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan.



Proses monitoring dari proyek untuk memperbarui kemajuan
proyek dan mengelola perubahan schedule proyek yang berisikan
jadwal dan durasi waktu kegiatan.



Proses

memperkirakan

durasi

waktu

yang

perlu

untuk

menyelesaikan aktivitas dan indentifikasi semua resiko yang akan
terjadi.
2. Monitoring & Controlling Process Group yaitu proses memonitor dan
mengontrol jadwal (schedule) pelaksanaan proyek.
Kunci keberhasilan melakasanakan proyek yang tepat waktu adalah
penjadwalan dan perencanaan proyek yang lengkap dan tepat sesuai kondisi
lapangan. Keterlambatan terjadi karena kondisi kenyataan tidak sesuai dengan
kondisi saat jadwal tersebut dibuat. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi
waktu pelakasanaan proyek menurut LPKJN (Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi Nasional) yaitu :
a. Mengkomunikasikan ide-ide dan informasi
b. Mengumpulkan, menganalisa, dan mengorganisasikan informasi
c. Merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan
d. Bekerjasama dalam tim proyek
e. Menggunakan ide dan teknik matematis
f. Memecahakan masalah

22
Universitas Sumatera Utara

g. Memanfaatkan teknologi
Menurut Kog et.al (1999), pengukuran kinerja waktu pelaksanaan proyek
dituangkan dalam persamaan berikut :

Kinerja waktu tersebut diukur dengan pembobotan dalam skala penilaian
dari 1 sampai 5.
2.6

Hubungan antara Gaya Kepemimpinan, Kerjasama Tim dan Kinerja
Waktu Proyek
Tanpa kepemimpinan, organisasi hanya merupakan kelompok manusia

yang kacau, tidak teratur dan tidak akan dapat melahirkan perilaku menurut Davis
(dalam Danim, 2004). Perilaku pemimpin dapat terlihat langsung dari gaya
kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin itu sendiri. Sebagaimana
ditunjukan beberapa literature, perilaku pemimpin secara positif terkait dengan
kerjasama tim dalam komunikasi, ,kolaborasi, dan keutuhan tim (Wang et al, 2005
; Bass, 1990 ; Zaccaro et al, 2001).
Tim akan memiliki kerjasama tim yang baik dalam komunikasi, kolaborasi dan
kekompakan yang meningkatkan kinerja tim lebih baik, apabila model
kepemimpinan yang dipilih tepat sesuai dengan situasi dan kematangan tim.
Pemimpin harus mampu menciptakan komunikasi terbuka melalui
keterampilan kepemimpinan yang dimilikinya. Kepemimpinan juga penting dalam

23
Universitas Sumatera Utara

membentuk saling percaya antar anggota tim untuk mengarah pada komunikasi
yang efektif. Namun kurangnya perhatian yang diberikan pemimpin kepada
bawahan dapat menyebabkan frekuensi komunikasi menurun dan penting juga
memberikan penghargaan bagi bawahan yang memberikan hasil kerja yang baik
agar hubungan komunikasi dapat terjaga dengan baik.
Dalam proyek, kepemimpinan mampu meningkatkan kerja bawahan lebih
efektif dimana pemimpin mampu menciptakan lingkungan kerja yang saling
mendukung, percaya, dan bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama-sama.
Pemimpin harus mampu mengkoordinasikan dan mengintegrasikan usaha dari tiap
anggotanya, agar mau saling berkerja sama dalam menyelesaikan tugas serta
menyelesaikan masalah yang ada. Kepuasan dalam berkerja dan saling percaya
antar anggota tim ikut berperan dalam membentuk kekompakan tim. Hubungan
interaksi dan kerja yang baik perlu dibentuk pemimpin agar anggota tim memiliki
komitmen yang kuat dalam mencapai kinerja yang baik agar tujuan berhasil
dicapai.
Kerjasama tim yang efektif merupakan hasil dari kepemimpinan. Menurut
Slevin, kunci dari kepemimpinan yang sukses ialah mengetahui apa gaya yang
dominan dan mampu merubah gaya tersebut tergantung pada kemungkinan situasi
kepemimpinan tertentu. Efektivitas organisasi/tim tergantung pada kegiatan yang
berpusat diantara empat kelas utama faktor yaitu ;

24
Universitas Sumatera Utara

a. Faktor manusia, didalamnya termasuk sikap, keterampilan kepemimpinan,
keterampilan komunikasi, keterampilan interpersonal serta aspek lain dari
sumber daya manusia
b. Faktor sturktural, didalamnya termasuk kebijakan, prosedur, struktur
organisasi dan kontrol organisasi
c. Faktor teknologi, yang merujuk pada jenis peralatan atau proses yang
membantu anggota organisasi melakukan perkerjaan mereka.
d. Kerjasama tim, yang memiliki dampak yang signifikan terhadap
efektivitas proyek dalam mengelola faktor manusia, structural, dan
teknologi yang menciptakan sinergi manusia.
Komunikasi merupakan proses penyebaran informasi kepada anggota tim
lain, sehingga dapat dikatakan komunikasi berperan penting dalam operasional
tim. Komunikasi antar anggota tim dan kinerja tim yang baik akan membantu
pelakasanaan proyek sesuai dengan jadwal yang direncanakan. Dalam hampir
setiap kasus, kesalahpahaman dalam change order, kesalahan tafsir gambar
desain, tanggal pengiriman yang terlambat, serta kegagalan dalam mengeksekusi
hasil instruksi merupakan gangguan dalam komunikasi. Komunikasi yang tidak
baik dapat menyebabkan overlapping tanggung jawab, desentralisasi proses
pengembilan keputusan dan potensi semua konflik menimbulkan tantangan dalam
komunikasi.
Kolaborasi dapat meningkatkan hubungan antar anggota tim dan tim
tersebut bersedia bekerja optimal demi tim. Kolaborasi menghasilkan koordinasi

25
Universitas Sumatera Utara

antar anggota tim yang baik yang diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan
proyek agar tercapai tujuan proyek sesuai dengan schedule. Kolaborasi antar
anggota tim dapat berupa integrasi informasi dan sumber daya. Interkasi antar
anggota tim dilakukan dengan saling memberikan dukungan, motivasi, serta
bersama-sama memecahkan masalah yang dihadapi.
Kekompakan merupakan salah satu aspek penting dari kerjasama tim yang
tercipta yang berasal dari pribadi anggota tim. Kekompakan tim dapat dibangun
dari individu anggota tim yang merasa bagian dari tim dan menilai diri
menyerupai anggota tim lain (cognitive), memiliki perasaan senang berada dalam
kelompok dan berinteraksi dengan anggota lain (affective) dan berkerja sama
dalam tim dengan memberikan kontribusi untuk mencapai tujuan dan
penyelesaian masalah (behavior). Dengan ketiga hal tersebut anggota tim akan
berkerja sama dan melakukan perkerjaan dengan baik dan tidak akan cenderung
meninggalkan kelompok.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara gaya
kepemimpinan manajer proyek dan kerjasama tim serta dampak dari kerjasama
tim terhadap kinerja proyek pada proyek pemerintahan. Dalam menyelidiki
hubungan antara kerjasama tim dan kinerja proyek, kerjasama yang positif
berkaitan dengan kinerja proyek. Beberapa temuan menunjukan bahwa
keberhasilan proyek dalam hal kinerja biaya, kinerja jadwal, kinerja kualitas, dan
kepuasan stakeholder dapat dicapai dengan komunikasi yang baik, kolaborasi tim
dan kekompakan tim yang sama baiknya. Secara khusus, hasil menunjukan bahwa

26
Universitas Sumatera Utara

manajer

proyek

yang

mengadopsi

kepemimpinan

transaksional

dan

transformasional dapat meningkatkan komunikasi, kolaborasi, dan kekompakan
tim.
2.7

Analisa Statistik
Sudjana (2004, dalam Riduwan dan Sunarto, 2007) mendefinisikan

statistika sebagai pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan
fakta, pengolahan serta pembuatan keputusan yang cukup beralasan berdasarkan
fakta dan analisa yang dilakukan. Sementara statistik dipakai untuk menyatakan
kumpulan fakta, umumnya berbentuk angka yang disusun dalam tabel atau
diagram yang melukiskan atau menggambarkan suatu persoalan.
Lebih lanjut Sudjana (2004, dalam Riduwan dan Sunarto, 2007)
menyatakan statistika adalah ilmu terdiri dari teori dan metode yang merupakan
cabang dari matematika terapan dan membicarakan tentang : bagaimana
mengumpulkan data, bagaimana meringkas data, mengolah dan menyajikan data,
bagaimana menarik kesimpulan dari hasil analisis, bagaimana menentukan
keputusan dalam batas-batas resiko tertentu berdasarkan strategi yang ada.
Singgih Santoso (2002) menyatakan, pada prinsipnya statistic diartikan
sebagai kegiatan untuk mengumpulkan data, meringkas/menyajikan data,
menganalisa data dengan metode tertentu, dan menginterpretasikan hasil analisis
tersebut. Analisis data secara statistik dengan menggunakan bantuan software
SPSS (Statistical Program for Social Science).

27
Universitas Sumatera Utara

2.8

Analisa korelasi
Analisis korelasi dibuat untuk mengukur keeratan hubungan atau

pengaruh dari variabel bebas kepada variabel terikat yang dapat dilihat pada
besarnya nilai koefisien korelasi. Pengukuran tingkat korelasi antara variabel
gaya kepemimpinan dengan kerjasama tim dan variabel kerjasama tim dengan
kinerja waktu akan dilakukan pada penelitian ini. Analisis pengukuran korelasi
tersebut menggunakan Pearson Correlation yang dihitung menggunakan
perangkat aplikasi SPSS.
Hasil perhitungan variabel-variabel yang menunjukan nilai Sig.2tailed di
bawah 0.05 atau 5% akan memiliki signifikasi dalam korelasi. Nilai tersebut
merupakan nilai ambang batas maksimal untuk tingkat kesalahan yang
ditetapkan oleh peneliti. Ghozali (2007) mengatakan bila nilai korelasi yang
didapatkan berada pada nilai signifikansi di bawah 0.05 maka kedua variabel
memiliki korelasi yang signifikan. Sedangkan menurut Sugiyono (2003),
tingkatan koefisien korelasi dapat dijelaskan sebagai berikut :
0,00 – 0,199

= Sangat rendah

0,20 – 0,399

= Rendah

0,40 – 0,599

= Sedang

0,60 – 0,799

= Kuat

0,80 – 1,000

= Sangat kuat

Nilai koefisien korelasi ini paling kecil adalah -1. Jadi nilai R dapat

28
Universitas Sumatera Utara

dinyatakan sebagai berikut : -1 ≤ r ≤ 1 artinya apabila :


R = 1 Hubungan X dan Y sempurna positif
(mendekati 1 hubungan sangat kuat dan positif)



R= -1 Hubungan X dan Y sempurna negatif
(mendekati -1 hubungan sangat kuat dan negatif )


2.9

R = 0 Hubungan X dan Y lemah sekali atau tidak ada hubungan

Analisa Structural Equation Modelling (SEM)
Menurut Hox dan Becher (1998), Structural Equation Modeling (SEM)

merupakan teknik analisis multivariat yang dikembangkan untuk mengatasi
keterbatasan yang dimiliki oleh model-model analisis sebelumnya yang telah
digunakan secara luas dalam penelitian statistik. Model-model yang dimaksud
diantaranya adalah regression analysis (analisis regresi), path analysis (analisis
jalur), dan confirmatory factor analysis (analisis faktor konfirmatori).
Analisis regresi digunakan untuk menganalisis pengaruh satu atau
beberapa variabel bebas terhadap variabel terikat. Analisis pengaruh tidak bisa
diselesaikan menggunakan analisis regresi jika melibatkan beberapa variabel
bebas, variabel perantara, dan variabel terikat. Penyelesaian kasus yang
melibatkan ketiga variabel tersebut dapat digunakan analisis jalur. Analisis jalur
dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung,
dan pengaruh total suatu variabel bebas terhadap variabel terikat.
Menurut Widodo (2006) analisa SEM secara umum terdiri atas beberapa
tahap yaitu :

29
Universitas Sumatera Utara

a. Pengembangan model berdasarkan teori.
Tujuannya

adalah

untuk

mengembangkan

sebuah

model

yang

mempunyai justifikasi (pembenaran) secara teoritis yang kuat untuk
mendukung upaya analisis terhadap suatu maslah yang sedang
dikaji/diteliti.
b. Pengembangan diagram lintasan (path diagram).
Menggambarkan model teoritis yang telah dibangun pada langkah
pertama ke dalam sebuah diagram jalur agar peneliti dengan mudah dapat
mencermati hubungan kausalitas yang ingin diujinya.
c. Mengkonversi diagram jalur kedalam persamaan struktural.
Langkah ini membentuk persamaan-persamaan pada model struktural dan
model pengukuran.
d. Pemilihan data input dan teknik estimasi.
Tujuannya adalah menetapkan data input yang digunakan dalam
pemodelan dan teknik estimasi model.
e. Evaluasi masalah identifikasi model.
Bertujuan

untuk

mendeteksi

ada

tidaknya

masalah

identifikasi

berdasarkan evaluasi terhadap hasil estimasi yang dilakukan program
komputer.
f. Evaluasi Asumsi dan Kesesuaian model.
Untuk mengevaluasi pemenuhan asumsi yang disyaratkan SEM, dan

30
Universitas Sumatera Utara

kesesuaian model berdasarkan kriteria goodness-of-fit tertentu.
g. Interpretasi dan modifikasi model.
h. Untuk memutuskan bentuk perlakuan lanjutan setelah dilakukan evaluasi
asumsi dan uji kesesuaian model.
Diagram lintasan (path diagram) pada SEM dipakai untuk membuat
detail spesifikasi model SEM dengan lebih jelas serta mudah dibandingkan
dengan model persamaan matematik. Perlu diketahui tentang variabel-variabel
dalam SEM berserta notasi dan simbol

yang berkaitan agar dapat

menggambarkan diagram jalur sebuah persamaan secara tepat. Dalam analisa
SEM terdapat beberapa variabel yang terdiri dari :
a. Variabel laten (latent variable).
Variabel laten adalah konsep abstrak, sebagai contoh : perilaku, perasaan,
dan motivasi yang hanya dapat diamati secara tidak langsung dan tidak
sempurna melalui efeknya pada variabel teramati. Pada variabel ini
dibedakan menjadi dua yaitu variabel eksogen dan endogen. Variabel
eksogen setara dengan variabel bebas, sedangkan variabel endogen
setara dengan variabel terikat. Notasi untuk variabel laten eksogen ialah
(ksi) dan variabel laten endogen ialah (eta).
b. Variabel teramati (observed variable) atau variebel terukur (measured
variable).
Menurut Efferin (2008), variabel teramati ialah variabel yang dapat
diamati atau dapat diukur secara enpiris dan sering disebut sebagai

31
Universitas Sumatera Utara

indikator (Efferin, 2008). Variabel teramati merupakan ukuran dari
variabel laten. Pada penelitian yang survei dengan menggunakan
kuesioner, setiap pertanyaan pada kuesioner mewakili sebuah variabel
teramati. Variabel teramati yang berkaitan serta efek dari variabel laten
eksogen diberi notasi dengan label X, sedangkan yang berkaitan dengan
variabel laten endogen diberi label Y. Bujur sangkar atau empat persegi
panjang merupakan symbol diagram lintasan pada variabel teramati.
Menurut Efferin, S et al (2008) pada analisa SEM terdapat dua model
yaitu :
a. Model Struktural (Structural Model)
Pada model sturktural menjelaskan hubungan antara variabel-variabel
laten. Parameter yang digunakan untuk menunjukkan regresi variabel
laten endogen pada eksogen dinotasikan dengan (gamma). Sementara
untuk regresi variabel

endogen pada variabel endogen lainnya

dinotasikan dengan (beta). Variabel laten eksogen jika berhubungan
dalam dua arah (covary) dapat dinotasikan dengan (phi).
b. Model Pengukuran (Measurement Model)
Setiap variabel laten mempunyai beberapa atau variabel teramati atau
indikator. Variabel laten dihubungkan dengan variabel-variabel teramati
melalui model pengukuran yang berbentuk analisis faktor. Setiap
variabel laten yang dimodelkan sebagai sebuah faktor yang mendasari
variabel-variabel

terkait.

Muatan

faktor

(factor

loading)

yang

32
Universitas Sumatera Utara

menghubungkan variabel laten dengan variabel teramati diberi label
(lambda).
Menurut Ghozali, I. (2008), model yang telah dibuat SEM menggunakan
program PLS (Partial Least Square) dilakukan interpretasi pada pengukuran
konstruk dan model, yaitu sebagai berikut :
a. Factor Loading
Model PLS diperkirakan dengan cara menentukan bobot yang
menggambarkan bagaimana pengamatan berhubungan dengan yang tidak
teramati, dan hubungan struktural, dimana nilai-nilai yang tidak teramati
mempengaruhi nilai yang tidak teramati lain di sistem. Pada metode PLS
estimasi dilakukan melalui operator nonlinier yang vektor dari semua
item loadings diestimasi sebagai konstrain fixed-point. Awalnya beberapa
parameter yang dianggap diketahui dan karena itu dipertahankan tetap,
dalam sebuah iterasi berikutnya yang lain adalah tetap sedangkan apa
yang sebelumnya dipegang tetap tersebut sekarang diestimasi. Menurut
Efron, B dan Gong, G (1983) iterasi melanjutkan konvergensi secara
bertahap dengan masalah estimasi yang dikurangi menjadi serangkaian
regresi sederhana dan ganda saling tergantung. Indikator yang memiliki
nilai factor loading sebesar antara -0.2 sampai dengan 0.2 dapat
dinyatakan indikator tersebut memiliki pengaruh yang sangat kecil atau
tidak berpengaruh sehingga variabel tersebut dapat dibuang sebelum
melakukan analisa agar nilai R-Square dapat ditingkatkan.

33
Universitas Sumatera Utara

b. Average Variance Extracted (AVE)
Metode ini ialah salah satu cara untuk mengukur discriminant validity
dari model pengukuran yang telah dibuat dengan membandingkan nilai
square root of average variance extracted (AVE) setiap konstruk dengan
korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model. Menurut
Fornell dan Larkcker (1981) jika nilai akar kuadrat AVE setiap konstruk
lebih besar dari pada nilai korelasi antara konstruk dengan konstruk
lainnya dalam model, maka dapat dikatakan memiliki nilai discriminant
validity yang baik. Metode ini digunakan untuk melakukan uji validitas
terhadap konstruk dengan persyaratan yaitu nilai average variance
extracted (AVE) yang direkomendasikan harus diatas > 0.5.
c. Composite Reliability
Selain uji validitas konstruk, dilakukan uji reliabilitas konstruk yang
diukur dengan composite reliability dan cronbach’s alpha. Composite
Reliability blok indikator untuk mengukur suatu konstruk yang dapat
dievaluasi dengan 2 (dua) macam bentuk ukuran yaitu internal
consistency yang dikembangkan oleh Wert, Linn dan Joreskog (1974)
dan Cronbach’s Alpha. Perbedaan kedua pengukuran tersebut dapat
dilihat dari asumsi tau equaivalence antar pengukuran dengan asumsi
semua indikator yang diberi bobot sama. Cronbach’s alpha tidak
melakukan asumsi tau equaivalence sehingga cenderung lower bound
estimate reliability sedangkan composite reliability merupakan closer

34
Universitas Sumatera Utara

approximation dengan asumsi estimasi parameter yang akurat sebagai
ukuran internal consistence yang dapat digunakan untuk konstruk dengan
reflektif indikator. Nilai cronbach’s alpha yang baik harus memiliki nilai
diatas > 0.7 dan nilai composite reliability yang dapat dikatakan reliabel
harus diatas > 0.6.
d. Path Coefficients
Untuk melakukan uji terhadap model struktural dapat dilihat melalui nilai
R- square yang merupakan uji goodness-fit model. Hasil R-square untuk
variabel endogen (terikat) sebesar 0.67 dapat dikatakan baik, 0.33
dikatakan moderat dan 0.19 dikatakan lemah. Uji selanjutnya yang perlu
dilakukan adalah analisa jalur (path analysis) yang melihat hubungan
signifikan antar variabel laten dengan melihat nilai T-statistics. Nilai t
statistik yang lebih besar >1.96 dengan signikan 0.05 menunjukan
hubungan yang signifikan antar hubungan variabel laten karena nilai T
hitung > T tabel.

35
Universitas Sumatera Utara

2.10

Review Penelitian Terlebih Dahulu
Penelitian ini didukung oleh beberapa teori dari penelitian sebelumnya,

seperti:
1. Menurut I Putu Widyarsana (2015) yang melakukan penelitian mengenai
karakteristik manajer proyek terhadap kualitas kinerja pelaksanaan
konstruksi gedung di Kabupaten Badung.
2. Menurut Frans Natalius (2011) yang melakukan penelitian mengenai
analisa transaksional dan transformasional untuk meningkatkan kerjasama
tim dan kinerja waktu proyek pada perusahan kontraktor PT.X yang
bergerak pada bidang properti. (top-down).
3. Menurut Caroline Maretha Sujana (2013) yang melakukan penelitian
mengenai sifat dan gaya kepemimpinan manajer proyek yang diharapkan
oleh tim proyek pada perusahaan kontraktor. (bottom-up).

36
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu

No
1.

2.

Referensi
Sifat Dan Gaya Kepemimpinan
Manajer Proyek Yang
Diharapkan Oleh Tim Proyek
Pada Perusahaan Kontraktor.
(Caroline Maretha Sujana,
Mahasiswa Program Doktoral,
Bidang Studi Manajemen
Rekayasa Konstruksi Fakultas
Teknik Sipil dan
Lingkungan, ITB, Bandung,
2013)
Analisa Kepemimpinan
Transaksional dan
Transformasional untuk
meningkatkan kerjasama tim dan
kinerja waktu proyek (Studi Kasus
Pada Perusahaan PT.X)

Topik/Masalah
a)

1.

2.

Gaya kepemimpinan apa yang
sebenernya diharapkan tim
proyek terhadap atasannya ?
Hal ini penting karena
kepemimpinan yang sesuai
dengan persepsi anak buah akan
membuat anak buah tersebut
lebih termotivasi dan membuat
kepemimpinannya akan semakin
efektif

Mengindentifikasi pengaruh gaya
kepemimpinan transaksional dan
transformasional manajer proyek
terhadap kerjasama tim proyek.
Mengindentifikasi pengaruh
kerjasama tim terhadap kinerja
waktu proyek.

(Frans Natalius, Mahasiswa
Program Magister Teknik Program
Studi Teknik Sipil Kekhususan
Manajemen Proyek, UI, Jakarta,
2011)
3.

Karakteristik Manajer Proyek
terhadap Kualitas Kinerja
Pelaksanaan Konstruksi Gedung di
Kabupaten Badung.
(I Putu Widyarsana, Mahasiswa
Program Magister Teknik Program
Studi Teknik Sipil, UNUD,
Denpasar, 2015)

1. Faktor-faktor apa saja yang

2.

mempengaruhi kualitas pelaksanaan
proyek konstruksi gedung di
Kabupaten Badung?
Bagaimana hubungan karakteristik
Manajer Proyek terhadap kualitas
pelaksanaan proyek konstruksi
gedung di Kabupaten Badung ?

Metode Penelitian
1. Penelitian ini dilakukan dengan
menyebarkan kuesioner kepada anggota
tim proyek pada kontraktor baik besar,
menengah dan kecil.
2. Gaya kepemimpinan yang digunakan adalah
pendekatan sifat, pendekatan kemampuan,
pendekatan situasional, Path Goal Theory,
Pendekatan Style, Leader Member
Exchange, pendekatan transformasional,
dan kepemimpinan otentik.

1. Penelitian ini dilakukan dengan
menyebarkan kuesioner kepada anggota tim
proyek pada perusahaan kontraktor yang
bergerak pada bidang properti/developer di
DKI Jakarta untuk Gedung Bertingkat.
2. Gaya kepemimpinan yang digunakan adalah
Gaya transaksional dan transformasional.
3. Metode yang dipakai adalah Analisa
Statistik & Analisa SEM

1. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan

2.
3.

kuesioner kepada para tim proyek, seperti :
supervisor engineer, quality control, quantity
surveyor, konsultan manajemen konstruksi,
konsultan mep, dan konsultan arsitek.
Metode penelitian dilakukan dengan 2 tahap
yaitu metode observasi dan survei.
Penelitian terhadap kemampuan dasar yang
harus dimiliki manajer proyek, antara lain :
Conceptual Skill (Keterampilan Konsepsual),
Technical Skill (Keterampilan Teknis), dan
Soft Skill (Keterampilan Sosial).

Hasil
1. Dari hasil yang diperoleh, sifat manajer
proyek kontraktor yang paling diharapkan
oleh bawahannya adalah sifat yang dapat
dipercaya, dapat berkomunikasi dengan
baik dan dapat diandalkan.
2. Menurut bawahan, kemampuan seorang
pemimpin yang paling diperlukan agar proyek
berjalan adalah kemampuan konseptual.
Mereka berharap pemimpin mereka dapat
melihat jauh ke depan, membuat strategi agar
proyek berhasil dan dapat melihat keterkaitan
antar bagian dalam proyek secara menyeluruh.
1. Berdasarkan analisa yang dilakukan diperoleh
bahwa kepemimpinan transaksional dan
transformasional memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kerjasama tim.
2. Pada kinerja waktu juga dipengaruhi oleh
komunikasi, kolaborasi dan kekompakan tim.
Kerjasama tim dapat mempengaruhi kinerja waktu
yang baik pada tahap pelaksanaan konsturksi.
3. Terdapat beberapa indikator model kepemimpinan
manajer proyek di perusahaan PT.X

1. Manajer Proyek yang berpengaruh paling besar

2.

terhadap kualitas kinerja pelaksanaan proyek
konstruksi gedung adalah aspek Keterampilan
Sosial dibandingkan Keterampilan Konseptual
dan Teknikal.
Ketiga aspek karakteristik manajer dipengaruhi
oleh faktor lainnya, seperti keadaan alam, situasi
lingkungan, lokasi, dan sebagainya, terhadap
pelaksanaan proyek konstruksi gedung di
Kabupaten Badung.

37

Universitas Sumatera Utara