Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Karet Rakyat Menjadi Lahan Kelapa Sawit Rakyat Di Kecamatan Stm Hulu Kabupaten Deli Serdang Chapter III VI

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian ditentukan secara purposive, artinya pemilihan daerah
penelitian didasarkan pada penilaian pribadi peneliti (sengaja) dengan
pertimbangan dan alasan tertentu. Daerah yang dipilih yaitu Kabupaten Deli
Serdang dengan alasan dan pertimbangan bahwa kabupaten ini merupakan salah satu
kabupaten sentra produksi karet di Sumatera Utara.
Tabel 3.1 Produksi Tanaman Karet Rakyat Menurut Kabupaten di Sumatera
Utara Tahun 2013
No Kabupaten
Produksi
(ton)
1
Nias
2.130,00
2
Mandailing Natal
82.260,00
3
Tapanuli Selatan

7.809,00
4
Tapanuli Tengah
19.955,00
5
Tapanuli Utara
4.835,00
6
Toba Samosir
352,00
7
Labuhan Batu
22.195,00
8
Asahan
8.574,00
9
Simalungun
11.400,00
10 Dairi

125,00
11 Karo
42,00
12 Deli Serdang
5.356,00
13 Langkat
34.371,00
14 Nias Selatan
6.118,00
15 Humbang Hasudutan
2.084,70
16 Pakpak Bharat
594,00
17 Samosir
18 Serdang Bedagai
10.389,00
19 Batu Bara
250,00
20 Padang Lawas Utara
24.800,00

21 Padang Lawas
3.760,00
22 Labuhan Batu Selatan
26.352,00
23 Labuhan Batu Utara
24.095,00
24 Nias Utara
7.719,00
25 Nias Barat
2.363,00
26 Gunung Sitoli
2.435,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2014

25

26

Kecamatan yang menjadi lokasi penelitian adalah Kecamatan STM Hulu, dengan
alasan dan pertimbangan bahwa kecamatan ini merupakan salah satu kecamatan

yang banyak melakukan konversi lahan karet menjadi kelapa sawit.
Tabel 3.2 Perkembangan Luas Lahan Perkebunan di Kecamatan STM Hulu
Tahun 2011-2014 (ha)
Tahun
Komoditi
2011 2012 2013 2014 pertumbuhan (%)
Karet Rakyat
2001 1996 1894 1811
-9,49
Kelapa Sawit Rakyat
1731 1787 1834 1923 11,09
Cokelat Rakyat
164
136
136
144 -12,19
Pinang Rakyat
84
0
0

0
-100
Kelapa Rakyat
19
19
31
31 63,15
Kemiri Rakyat
103
103
103
103
0
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang, 2015

Fenomena konversi ini diperlihatkan oleh adanya penurunan luas tanaman karet
rakyat selama periode tahun 2011 sampai 2014, dengan perkataan lain
pertumbuhannya negatif. Pada tahun 2011 luas tanaman karet seluas 2.001 ha
turun menjadi 1.811 ha pada tahun 2014. Penurunannya sebesar -9,49% selama
periode tersebut. Sementara itu dalam periode yang sama, luas lahan kelapa sawit

rakyat mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan sebesar 11,09%. Tahun
2011 luas tanaman kelapa sawit seluas 1731 ha meningkat menjadi 1923 ha pada
tahun 2014.
3.2 Metode Pengambilan Sampel
Sampel

dalam

penelitian

ini adalah

petani

kelapa

sawit

yang


telah

mengkonversikan tanaman karetnya menjadi tanaman kelapa sawit dalam periode
2011–2015. Besar populasi di lokasi penelitian ini tidak diketahui secara pasti,
oleh karenanya cara pengambilan sampel yang digunakan adalah Nonprobability
Sampling dengan teknik Snowball Sampling. Teknik snowball sampling adalah
mengambil sampel berdasarkan informasi dari sampel pertama yang berhasil

27

ditemui (Kenneth dan Ermman, 1977). Dalam penelitian multivariate (termasuk
analisis regresi berganda), ukuran sampel sebaiknya 10 kali dari jumlah variabel
(Roscoe, 1975). Oleh karena jumlah variabel ada 7, maka dalam penelitian ini
sampel petani diambil sebanyak 70 orang.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung dengan
petani kelapa sawit yang sebelumnya pernah menanam tanaman karet dengan
bantuan kuisioner yang telah dibuat sebelumnya. Data sekunder merupakan data
baku pelengkap yang diperoleh dari instansi pemerintah dan lembaga-lembaga

yang terkait dengan penelitian ini, seperti BPS Provinsi Sumatera Utara, Dinas
Pertanian Kabupaten Deli Serdang dan lain lain.
3.4 Metode Analisis Data
Untuk menganalisis masalah penelitian dilakukan metode analisis regresi linier
berganda (Multiple Regression) yaitu untuk menguji pengaruh faktor biaya
usahatani sebelum konversi lahan, harga karet ditingkat petani sebelum konversi
lahan, pendapatan usahatani sebelum konversi lahan, pengeluaran keluarga
sebelum konversi lahan, luas kepemilikan lahan, minat petani dan penyakit
tanaman karet yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan karet rakyat menjadi
kelapa sawit rakyat.
Variabel yang dimasukkan dalam model regresi adalah




Biaya usahatani sebelum konversi lahan
Harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan

28












Pendapatan usahatani sebelum konversi lahan
Pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan
Luas kepemilikan lahan
Minat petani
Penyakit tanaman karet

Untuk menguji pengaruh semua variabel bebas (biaya usahatani sebelum konversi
lahan, harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan, pendapatan usahatani
sebelum konversi lahan, pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan, luas
kepemilikan lahan, minat petani dan penyakit tanaman karet) yang diregresikan

terhadap variabel terikat yakni luas lahan yang dikonversi, digunakan persamaan
regresi linier berganda (Multiple Regression). Dua diantara veriabel tersebut
merupakan variabelm dummy yakni minat petani dan penyakit tanaman karet.
Model regresi yang digunakan adalah sebagai berikut.
Y = a0 + a1X1 + a2X2 + a3X3 + a4X4 + a5X5 + D1 + D2 + µ
Dimana :

Y = Luas lahan yang dikonversi (ha)
a0 = Koefisien intersep
a1...a5 = Koefisien regresi
X1 = Biaya usahatani sebelum konversi lahan (Rp/bulan)
X2 = Harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan (Rp/kg)
X3 = Pendapatan usahatani sebelum konversi lahan (Rp/bulan)
X4 = Pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan (Rp/bulan)
X5 = Luas kepemilikan lahan (ha)
D1 = Minat petani

0 : ikut-ikutan
1 : kemauan sendiri


29

D2 = Penyakit tanaman karet

0 : sedikit terjangkit penyakit
1 : banyak terjangkit penyakit

µ = Eror
Sebelum data digunakan dalam proses regresi (uji kesesuaian model), maka data
setiap variabel tersebut dilakukan uji asumsi klasik meliputi uji normalitas,
multikolinieritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui, bahwa uji
t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau
asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel
kecil. Cara mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak dalam
model regresi dengan Program SPSS adalah sebagai berikut.
a. Analisis grafik
Melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan
distribusi yang mendekati distribusi normal dan melihat normal probability plot
yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Dengan kriteria
uji sebagai berikut. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti
arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola berdistribusi
normal, menunjukkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika
data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal
atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, menunjukkan
bahwa model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

30

b. Uji normalitas Kolgomorov-Smirnov
Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov-Smirnov adalah dengan
membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi
normal baku.
Kriteria uji sebagai berikut.
Jika signifikansi > α : Ho diterima atau H1 ditolak.
Jika signifikansi < α : Ho ditolak atau H1diterima.
Dimana:
Ho: data residual berdistribusi normal;
H1: data residual tidak berdistribusi normal.
Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah suatu keadaan dimana variabel-variabel bebas saling
berkorelasi satu dengan lainnya. Persamaan regresi linier berganda yang baik
adalah persamaan yang bebas dari adanya multikolinieritas antara variabelvariabel bebasnya. Sebagai alat ukur yang sering digunakan untuk mengukur ada
tidaknya variabel yang berkorelasi, maka digunakan alat uji statistik
multikolinieritas (collinierity statistics) dengan menggunakan nilai Variance
Inflation Factor (VIF). Dimana apabila nilai toleransi (tolerance) > 0,1 dan nilai
VIF < 10 menunjukkan bahwa model regresi linier berganda terbebas dari
masalah multikolinieritas.
Uji Autokorelasi
Autokorelasi didefenisikan sebagai korelasi antara anggota observasi dalam
beberapa deret waktu (serial correlation) atau antara anggota observasi berbagai

31

objek atau ruang (spatial correlation). Uji autokorelasi terutama digunakan untuk
data time series. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model
regresi yang digunakan, maka cara yang digunakan dengan melakukan pengujian
serial korelasi dengan metode Durbin-Watson.
Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi pada uji Durbin Watson sebagai
berikut.
• Bila nilai du < dw < 4 – du maka H0 diterima, artinya tidak terjadi autokorelasi.
• Bila nilai dw < dl atau dw > 4 – dl maka H0 ditolak, artinya terjadi autokorelasi
• Bila nilai dl < dw < du atau 4 – du < dw < 4 – dl, artinya tidak ada kepastian atau
kesimpulan yang pasti.
Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi, terjadi perbedaan varian residual dari suatu periode pengamatan
kepengamatan yang lain. Jika varian residual dari suatu periode pengamatan
kepengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Jika varian berbeda,
maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah jika tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Uji Kesesuaian (test goodness of fit)
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari
goodness of fit-nya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai
koefisien determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik
disebut signifikan secara sratistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam
daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya, disebut tidak signifikan bila

32

nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima. Koefisien yang
dihasilkan dapat dilihat pada output regresi berdasarkan data yang dianalisis untuk
kemudian diinterpretasikan serta dilihat siginifikansi tiap-tiap variabel yang
diteliti. Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat (dependent).
Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui kekuatan variabelvariabel bebas (independent) menjelaskan variabel terikat (dependent).
1. Uji hipotesis secara serempak
Uji serempak (uji F) pada dasarnya menunjukkan apakah secara serempak semua
variabel bebas (independent) yang dimasukkan dalam model berpengaruh nyata
terhadap variabel terikat (dependent). Uji serempak (uji F) dimaksudkan untuk
mengetahui signifikansi statistik koefisien regresi secara serempak.
Untuk menguji hipotesis, yaitu analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
konversi lahan karet rakyat menjadi kelapa sawit rakyat, digunakan uji F. Dengan
kriteria uji sebagai berikut.
Jika F hitung < F tabel atau jika signifikansi F > α0,05 : Ho diterima atau H1
ditolak.
Jika F hitung > F tabel atau jika signifikansi F < α0,05 : Ho ditolak atau H1
diterima.
Dimana:
Ho: secara serempak, variabel bebas biaya usahatani sebelum konversi lahan,
harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan, pendapatan usahatani
sebelum konversi lahan, pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan, luas

33

kepemilikan lahan, minat petani dan penyakit tanaman karet tidak berpengaruh
terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi
H1: secara serempak, variabel bebas biaya usahatani sebelum konversi lahan,
harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan, pendapatan usahatani
sebelum konversi lahan, pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan, luas
kepemilikan lahan, minat petani dan penyakit tanaman karet berpengaruh terhadap
variabel terikat luas lahan yang dikonversi
2. Uji hipotesis secara parsial
Uji parsial (uji t) pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel bebas (independent) secara parsial dalam menerangkan variasi variabel
terikat (dependent). Uji parsial (uji t) dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi
statistik koefisien regresi secara parsial (Soekartawi, 1995).
Untuk menguji hipotesis, yaitu analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
konversi lahan karet rakyat menjadi kelapa sawit rakyat, digunakan uji t.
Dengan kriteria uji sebagai berikut.
Jika t hitung < t tabel atau jika signifikansi t > α : Ho diterima atau H1 ditolak.
Jika t hitung > t tabel atau jika signifikansi t < α : Ho ditolak atau H1 diterima.
Dimana :
Ho : secara parsial, variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel
terikat luas lahan yang dikonversi;
H1 : secara parsial, variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat
luas lahan yang dikonversi.

34

3.5 Definisi dan Batasan Operasional
3.5.1 Defenisi
1. Petani sampel adalah petani kelapa sawit yang sebelumnya pernah menanam
tanaman karet atau yang melakukan konversi pada periode 2011 – 2015.
2. Konversi lahan adalah peralihan dari lahan tanaman karet ke lahan tanaman
kelapa sawit.
3. Luas lahan yang dikonversi adalah peralihan fungsi lahan dari komoditi
perkebunan karet rakyat menjadi perkebunan kelapa sawit rakyat yang diukur
dalam bentuk ukuran luas yakni ha.
4. Harga adalah harga yang berada ditingkat petani karet sebelum konversi lahan
yang diukur dalam satuan Rupiah.
5. Pendapatan petani adalah imbalan yang diterima oleh petani karet dari hasil
kegiatan usahatani yang diperoleh dari selisih penerimaan petani dengan total
biaya produksi yang dikeluarkan petani dalam usahataninya yang diukur dalam
bentuk Rp/bulan.
6. Biaya usahatani adalah biaya yang dikeluarkan petani dalam mengoperasikan
usahatani karetnya yang diukur dalam bentuk Rp/bulan.
7. Pengeluaran keluarga adalah biaya yang dikeluarkan petani dalam sebulan
untuk menghidupi keluarganya seperti biaya makan, sekolah anak, transportasi,
kebutuhan rumah tangga lainnya dan termasuk didalamnya biaya yang
dikeluarkan petani untuk membayar utang dan biaya rumah sakit yang diukur
dalam bentuk Rp/bulan.

35

8. Luas kepemilikan lahan adalah jumlah keseluruhan luas lahan yang dimiliki
petani baik itu lahan basah maupun lahan kering pada saat sebelum
mengkonversikan lahannya yang diukur dalam bentuk ha
9. Minat petani adalah keinginan petani/responden mengkonversikan lahannya
apakah karena kemauan sendiri atau dikarenakan ikut-ikutan dengan orang lain
10. Penyakit tanaman karet adalah patogen yang banyak menyerang tanaman
karet seperti : jamur akar putih, jamur akar merah, jamur akar coklat, jamur
ustulina, kanker batang, gugur daun, rapuh daun dan bercak daun mata
burung.
11. Ikut – ikutan adalah keputusan petani dalam mengalih fungsikan lahannya
karena di pengaruhi orang lain atau karena melihat kesuksesan petani kelapa
sawit.
12. Kemauan sendiri adalah keputusan petani dalam mengalih fungsikan
lahannya tidak dipengaruhi oleh orang lain melainkan dari keinginan sendiri.
3.5.2 Batasan Operasional
1. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang,
Provinsi Sumatera Utara.
2. Sampel dalam penelitian ini adalah petani kelapa sawit rakyat yang sebelumnya
pernah menanam tanaman karet rakyat tahun (2011-2015).
3. Waktu penelitian dilakukan pada tahun 2015

36

BAB IV
DESKRIPSI WILAYAH

4.1 Wilayah Kecamatan STM Hulu
Kecamatan STM Hulu merupakan salah satu kecamatan yang berada di
Kabupaten Deli Serdang yang memiliki luas 223,38 km2, terdiri dari 20 desa
sebagian besar merupakan daerah berbukit dengan ketinggian ± 350-600 mdpl.
Kecamatan STM Hulu mempunyai batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara

: Kecamatan STM Hilir

Sebelah Selatan

: Kecamatan Gunung Meriah

Sebelah Timur

: Kecamatan Bangun Purba

Sebelah Barat

: Kabupaten Karo

Kecamatan STM Hulu terdiri dari 20 desa dengan persebaran luas yang dapat
dilihat pada tabel 4.1.

36

37

Tabel 4.1 Luas Kecamatan STM Hulu Tahun 2013 Menurut Desa
No
Desa
Luas (km2) Persentase (%)
1
Liang Pematang
36,28
16,24
2
Liang Muda
14,32
6,41
3
Tanjung Raja
9,55
4,27
4
Gunung Manuppak B
3,82
1,71
5
Sipingan
15,27
6,84
6
Tanjung Muda
9,55
4,27
7
Bah bah Buntu
24,82
11,11
8
Kuta Mbelin
11,46
5,13
9
Tanjung Bambu
9,55
4,27
10
Tanjung Timur
14,32
6,41
11
Durian Tinggung
3,82
1,71
12
Rumah Rih
11,46
5,13
13
Sibunga Bunga Hilir
2,86
1,28
14
Gunung Manuppak A
15,27
6,84
15
Durian IV Mbelang
3,82
1,71
16
Tiga Juhar
2,86
1,28
17
Ranggit Git
5,73
2,56
18
Rumah Lengo
5,73
2,56
19
Rumah Sumbul
15,26
6,84
20
Tanah Garah Hulu
7,63
3,42
Total
223,38
100,00
Sumber : Kecamatan STM Hulu Dalam Angka 2014

Dapat dilihat Desa Liang Pematang merupakan desa yang paling luas wilayahnya
di Kecamatan STM Hulu dengan luas 36,28 km2 meliputi 16,24 % luas
Kecamatan STM Hulu, sedangkan desa yang memiliki luas paling rendah yakni
Sibung Bunga Hilir dan Tiga Juhar dengan luas 2,86 km2.
4.2 Keadaan Kependudukan Kecamatan STM Hulu
Jumlah penduduk Kecamatan STM Hulu pada tahun 2013 adalah sebanyak
12.994 jiwa yang tersebar diseluruh Kecamatan STM Hulu.
a. Jumlah Penduduk Kecamatan STM Hulu Menurut Kepadatan
Keadaan penduduk Kecamatan STM Hulu terbagi atas 20 desa, jumlah penduduk
terbesar di Kecamatan STM Hulu pada tahun 2013 yaitu di Desa Tiga Juhar
dengan jumlah penduduk 2.378 jiwa dengan kepadatan 831 jiwa/km2. Sedangkan

38

kepadatan penduduk terkecil yaitu di Desa Liang pematang dengan kepadatan 4
jiwa/km2 dengan jumlah penduduk 155 jiwa.
Tabel 4.2. Luas Desa, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di
Kecamatan STM Hulu Tahun 2013
No
Desa
Luas(km2) Jumlah(jiwa)
Kepadatan/km2
1 Liang Pematang
36,28
155
4
2 Liang Muda
14,32
71
5
3 Tanjung Raja
9,55
483
51
4 Gunung Manuppak B
3,82
131
34
5 Sipingan
15,27
739
48
6 Tanjung Muda
9,55
235
25
7 Bah bah Buntu
24,82
597
24
8 Kuta Mbelin
11,46
844
74
9 Tanjung Bambu
9,55
448
47
10 Tanjung Timur
14,32
619
43
11 Durian Tinggung
3,82
661
173
12 Rumah Rih
11,46
590
51
13 Sibunga Bunga Hilir
2,86
486
170
14 Gunung Manuppak A
15,27
371
24
15 Durian IV Mbelang
3,82
549
144
16 Tiga Juhar
2,86
2.378
831
17 Ranggit Git
5,73
530
92
18 Rumah Lengo
5,73
446
78
19 Rumah Sumbul
15,26
1.952
129
20 Tanah Garah Hulu
7,63
709
93
Total
223,38
12.994
58
Sumber : Kecamatan STM Hulu Dalam Angka 2014

b. Jumlah Penduduk Kecamatan STM Hulu menurut Umur
Keadaan penduduk kecamatan STM Hulu terdiri dari 13 kelompok umur.
Kelompok umur yang terbesar yaitu 0-4 dengan jumlah 1.663 jiwa dengan
persentase 12,80% dari jumlah seluruh penduduk di Kecamatan STM Hulu.
Sedangkan kelompok umur yang terkecil yaitu 55-59 sebanyak 575 jiwa dengan
persentae 4,43% dari jumlah penduduk di Kecamatan STM Hulu. Selanjutnya
untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut.

39

Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Kecamatan STM Hulu Tahun 2013 Menurut
Kelompok Umur
No Kelompok umur
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
1
0-4
1.663
12,80
2
5-9
1.439
11,07
3
10-14
1.192
9,17
4
15-19
1.029
7,92
5
20-24
1.125
8,66
6
25-29
1.164
8,96
7
30-34
1.005
7,73
8
35-39
926
7,13
9
40-44
777
5,98
10
45-49
708
5,45
11
50-54
592
4,56
12
55-59
575
4,43
13
60+
799
6,14
Total
12.994
100,00
Sumber : Kecamatan STM Hulu Dalam Angka 2014

c. Penduduk Kecamatan STM Hulu Menurut Pekerjaan
Dapat dilihat tabel dibawah ini bahwa penduduk Kecamatan STM Hulu paling
banyak bermata pencaharian di bidang pertanian yakni 80,50% kemudian sebagai
buruh/karyawan 14,51% dan penduduk yang sedikit adalah bermata pencaharian
sebagai pegawai negri/ABRI yaitu 1,48%.
Tabel 4.4. Mata Pencarian Penduduk STM Hulu Tahun 2013
No
Pekerjaan
persentase (%)
1
Pertanian
80,50
2
Buruh/karyawan
14,51
3
Pegawainegri/ABRI 1,48
4
Perdagangan
2,03
5
Lain-lain
1,48
Sumber : Kecamatan STM Hulu Dalam Angka 2014

d. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan STM Hulu
Tahun 2013
Jumlah penduduk Kecamatan STM Hulu menurut jenis kelamin paling banyak
berjenis kelamin Laki-laki hal ini dapat dilihat di tabel 4.5 dimana jumlah

40

penduduk laki-laki di Kecamatan STM Hulu sebanyak 6.536 jiwa sedangkan
jumlah penduduk Perempuan yaitu 6.458 jiwa.
Tabel 4.5. Jumlah Penduduk STM Hulu Menurut Jenis kelamin Tahun 2013
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

Desa
Liang Pematang
Liang Muda
Tanjung Raja
Gunung Manuppak B
Sipingan
Tanjung Muda
Bah bah Buntu
Kuta Mbelin
Tanjung Bambu
Tanjung Timur
Durian Tinggung
Rumah Rih
Sibunga Bunga Hilir
Gunung Manuppak A
Durian IV Mbelang
Tiga Juhar
Ranggit Git
Rumah Lengo
Rumah Sumbul
20. Tanah Garah Hulu
Jumlah

Laki-laki
81
35
248
61
359
114
310
432
219
330
332
279
256
183
279
1.149
259
229
997
384
6.536

Perempuan
74
36
235
70
380
121
287
412
229
289
329
311
230
188
270
1.229
271
217
955
325
6.458

Sumber : Kecamatan STM Hulu Dalam Angka 2014

4.3. Karakteristik Petani Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah petani kelapa sawit yang sebelumnya pernah
mengusahakan tanaman karet pada periode 2011 – 2015 atau dengan kata lain
petani karet yang lahannya 5 tahun ini sudah dikonversikan menjadi tanaman
kelapa sawit.

41

4.3.1 Umur Petani
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur petani sampel berada diantara 37 – 65
tahun dengan rata-rata 50 tahun. Komposisi petani sampel berdasarkan umur
dapat ditunjukkan pada tabel 4.6.
Tabel 4.6. Komposisi Petani Sampel Berdasarkan Umur Petani
No
1
2
3
4
5
6

Umur (tahun)
36 – 40
41 – 45
46 – 50
51 – 55
56 – 60
>61
Jumlah

Jumlah (jiwa)
9
14
16
18
9
4

Persentase (%)
12,86
20,00
22,86
25,71
12,86
5,71

70

100

Sumber : Diolah Dari Lampiran 2

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebesar 25,71% petani berada pada umur 51 – 55
tahun sejumlah 18 jiwa, sebesar 22,86% petani berada pada umur 46 – 50 tahun
sejumlah 16 jiwa, sebesar 20,00% petani berada pada umur 41 – 45 sejumlah 14
jiwa, sebesar 12,86% berada pada umur 36 – 40 dan 56 – 60 sejumlah 9 jiwa,
sebesar 5,71% petani berada pada umur >61 tahun sejumlah 4 jiwa. Hal ini berarti
usia petani umumnya termasuk pada kategori usia produktif.
4.3.2 Jumlah Tanggungan
Jumlah tanggungan dalam penelitian ini adalah jumlah anggota keluarga yang
secara ekonomi masih menjadi beban bagi kepala keluarga petani. Dari sisi
ekonomi, jumlah tanggungan akan berengaruh terhadap tingkat pengeluaran
keluarga petani, tetapi disisi lain juga memberikan ketersediaan tenaga kerja
dalam keluarga untuk mengelola usahatani. Jumlah tanggungan keluarga petani
dihitung dalam jiwa/orang dengan distribusi seperti pada tabel 4.7.

42

Tabel 4.7. Jumlah Tanggungan Petani
No
Jumlah tanggungan
Jumlah (jiwa)
1
2–3
39
2
4–5
28
3
6–7
3
Rata-rata Tanggungan (jiwa)
3,58

Persentase (%)
55,71
40,00
4,29

Sumber : Diolah Dari Lampiran 2

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa jumlah tanggungan petani sampel yang paling
banyak adalah 2 – 3 tanggungan dengan jumlah 39 petani, diikuti 4 – 5
tanggungan sebanyak 28 petani dan 6 – 7 tanggungan sebanyak 3 petani.
Sedangkan untuk jumlah rata-rata tanggungan petani sampel di Kecamatan STM
Hulu sebanyak 3,58 jiwa.
4.3.3 Luas Lahan yang dikonversi
Luas lahan yang dikonversi adalah luas lahan karet rakyat yang dikonversikan
oleh petani sampel menjadi lahan kelapa sawit rakyat di Kecamatan STM Hulu.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Luas Lahan yang dikonvesi
No
Luas lahan yang dikonversi (ha)
1
0,1 – 1,5
2
1,6 – 3,0
3
3,1 – 5,0
Rata-rata Luas Konversi (ha)

Jumlah (petani)
39
28
3
1,65

Persentase(%)
55,71
40
4,29

Sumber : Diolah Dari Lampiran 2

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa luas lahan yang dikonversi petani sampel seluas
0,5 – 1,5 ha merupakan yang paling banyak jumlahnya dengan 39 petani dan
persentase sebesar 55,71% dan diikuti 28 petani mengkonversi lahannya seluas
1,6 – 3,0 ha dengan persentase 40% dan 3,1 – 5,0 ha sebanyak 3 petani dengan
persentase 4,29%, jadi rata-rata petani mengkonversi lahannya dari lahan karet
menjadi lahan kelapa sawit seluas 1,65 ha.

43

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Deskripsi Variabel Penelitian
Konversi lahan karet menjadi lahan kelapa sawit diduga dipengaruhi oleh variabel
biaya usahatani sebelum konversi lahan (X1), harga karet ditingkat petani sebelum
konversi lahan (X2), pendapatan petani sebelum konversi lahan (X3), pengeluaran
keluarga sebelum konversi lahan (X4), luas kepemilikan lahan (X5), minat petani
(D1) dan penyakit tanaman karet (D2).
Tabel 5.1 Karakteristik Variabel Penelitian
No
Karakteristik Variabel
Range
1
Luas lahan yang di konversi (ha)
0,5 – 5,0
2
Biaya usahatani (Rp/bulan)
50.000 – 3.000.000
3
Harga karet (Rp/bulan)
5.000 – 8.500
4
Pendapatan petani (Rp/bulan)
1.000.000 – 8.100.000
5
Pengeluaran keluarga (Rp/bulan) 1.000.000 – 4.200.000
6
Luas kepemilikan lahan (ha)
0,5 – 5
7
Minat petani
0–1
8
Penyakit tanaman karet
0–1

Rata-rata
1,65
1.119.229
6.029
2.937.357
2.444.529
2,44
0,83
0,93

Sumber: Lampiran 2

1. Luas Lahan Yang dikonversi
Luas lahan yang dikonversi adalah luas lahan karet yang dialih fungsikan oleh
petani sampel menjadi lahan kelapa sawit. Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat
range luas lahan yang konversi 0,5 – 5,0 ha dengan rata-rata lahan karet yang
konversi 1,65 ha.
2. Biaya Usahatani Sebelum Konversi
Biaya usahatani sebelum konversi adalah biaya yang harus dikeluarkan petani
dalam menjalankan usahataninya. Biaya usahatani ini meliputi : pupuk, pestisida,
upah tenaga kerja dan lain-lain. Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat biaya
43

44

usahatani

rata-rata

Rp

1.119.229/bulan

dengan

range

Rp

50.000



3.000.000/bulan.
3. Harga Karet
Harga karet adalah harga yang diterima petani dari penjualan karetnya. Harga
karet petani di Kecamatan STM Hulu rata-rata Rp 6.029 dan range Rp 5.000 –
8.500
4. Pendapatan Petani Sebelum Konversi
Pendapatan petani sebelum konversi adalah imbalan yang diterima oleh petani
karet dari hasil kegiatan usahatani yang diperoleh dari selisih penerimaan petani
dengan total biaya produksi yang dikeluarkan petani dalam usahataninya.
Berdasarkan tabel 5.1 dilihat range pendapatan sebelum alih fungsi sebesar Rp
1.000.000 – 8.100.000 dengan rata-rata Rp 2.937.357.
5. Pengeluaran Keluarga Sebelum Konversi
Pengeluaran keluarga sebelum konversi adalah biaya yang dikeluarkan petani
responden dalam sebulan untuk menghidupi keluarga seperti biaya makan,
sekolah anak, trasportasi dan termasuk didalamnya biaya untuk kesehatan serta
kebutuhan keluarga lainnya. Berdasarkan tabel 5.1 rata-rata pengeluaran keluarga
sebesar Rp 2.444.529/bulan dengan range Rp 1.000.000 – 4.200.000/bulan.
6. Luas Kepemilikan Lahan
Luas kepemilikan lahan adalah jumlah keseluruhan luas lahan yang dimiliki
petani baik itu lahan basah maupun lahan kering pada saat sebelum
mengkonversikan lahannya menjadi lahan kelapa sawit. Lahan kering bukan
hanya digunakan untuk tanaman karet saja tetapi juga diusahakan untuk komoditi

45

lainnya seperti kelapa sawit, kakao, salak dan lainnya. Berdasarkan tabel 5.1 dapat
dilihat rata-rata luas kepemilikan lahan adalah 2,44 ha dan range 0,5 – 5 ha.
7. Minat Petani
Minat petani adalah keinginan petani/responden mengkonversikan lahannya
apakah karena kemauan sendiri atau dikarenakan ikut-ikutan dengan orang lain
seperti tetangga, teman atau pendatang (banyak pendatang yang mengusahakan
komoditi kelapa sawit). Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat range 0-1 dengan ratarata 0,83.
8. Penyakit Tanaman Karet
Penyakit tanaman karet adalah banyak atau sedikitnya penyakit yang menyerang
tanaman karet petani (penyakit akar putih, akar merah, jamur upas, kanker bercak,
busuk pangkal batang, kanker garis dan embun tepung) yang menyebabkan
kerugian bagi petani seperti matinya pohon karet atau tingginya biaya dalam
menanggulangi dan mencegah berbagai penyakit tersebut. Berdasarkan tabel 5.1
dapat dilihat range 0 – 1 dengan rata-rata 0,93.
Uji Asumsi Ordinary Least Squares (OLS)
Sebelum dilakukan uji kesesuaian (goodness of fit) model terhadap variabel
dilakukan uji asumsi klasik, mencakup uji multikolinieritas, uji heterokedastisitas,
uji autokolerasi dan uji normalitas. Pengujian ini dilakukan untuk mendeteksi
terpenuhinya asumsi-asumsi dalam model regresi linier konversi lahan karet
rakyat menjadi lahan kelapa sawit rakyat yang dispesifikasi. Hasil pengujian
asumsi klasik diuraikan pada bagian berikut.

46

1. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah suatu keadaan dimana variabel-variabel bebas saling
berkorelasi satu dengan lainnya. Persamaan regresi linier berganda yang baik
adalah persamaan yang bebas dari adanya multikolinieritas antara variabelvariabel bebasnya. Sebagai alat ukur yang sering digunakan untuk mengukur ada
tidaknya variabel yang berkorelasi, maka digunakan alat uji statistik
multikolinieritas (collinierity statistics) dengan menggunakan nilai Variance
Inflation Factor (VIF). Dimana apabila nilai toleransi (tolerance) > 0,1 dan nilai
VIF < 10 menunjukkan bahwa model regresi linier berganda terbebas dari
masalah multikolinieritas. Hasil uji asumsi multikolinieritas untuk model konversi
lahan karet menjadi kelapa sawit dapat ditunjukkan pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Hasil Uji Multikolinieritas Menggunakan Statistik Kolinieritas
No
1
2
3
4
5
6
7

Variabel Bebas

Collinerity Statistics
Tollerance
VIF
Biaya usahatani sebelum konversi
0,492
2.035
Harga karet sebelum konversi
0,934
1,071
Pendapatan petani sebelum konversi
0,593
1,687
Pengeluaran keluarga sebelum konversi
0,207
4,839
Luas kepemilikan lahan
0,209
4,792
Minat petani
0,869
1,150
Penyakit tanaman karet
0,945
1,058

Sumber : Analisis Data Primer, 2015

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa masing-masing variabel bebas memiliki nilai VIF
< 10 dan nilai toleransi (tolerance) > 0,1. Maka dapat dinyatakan model regresi
linier konversi lahan karet rakyat menjadi lahan kelapa sawit rakyat terbebas dari
masalah multikolinieritas yaitu tidak ada hubungan antar variabel independen.
2. Uji Autokorelasi
Autokorelasi didefenisikan sebagai korelasi antara anggota observasi dalam
beberapa deret waktu (serial correlation) atau antara anggota observasi berbagai

47

objek atau ruang (spatial correlation). Untuk mengetahui ada tidaknya gejala
autokorelasi dalam model regresi yang digunakan, maka cara yang digunakan
dengan melakukan pengujian serial korelasi dengan metode Durbin-Watson.
Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi pada uji Durbin Watson sebagai
berikut.
• Bila nilai du < dw < 4 – du maka H0 diterima, artinya tidak terjadi autokorelasi.
• Bila nilai dw < dl atau dw > 4 – dl maka H0 ditolak, artinya terjadi autokorelasi
• Bila nilai dl < dw < du atau 4 – du < dw < 4 – dl, artinya tidak ada kepastian atau
kesimpulan yang pasti.
Tabel 5.3 Uji Autokorelasi
b

Model Summary

Model
1

R
.970

R Square
a

Adjusted R

Std. Error of the

Square

Estimate

.940

.934

Durbin-Watson

.2884

2.086

a. Predictors: (Constant), D2 (penyakit tanaman karet), x2 ( harga karet ditingkat
petani), x3 (pendapatan usahatani), D1 (minat petani), x4 (pengeluaran keluarga), x1
(biaya usahatani), x5 (luas kepemilikan lahan)
b. Dependent Variable: y (luas alih fungsi)

Sumber : Analisis Data Primer, 2015

Nilai Durbin-Watson bernilai 2,086, berdasarkan syarat pengambilan keputusan
pada uji Durbin-Watson diperoleh kesimpulan sesuai dengan poin 1 yakni tidak
ada gejala autokorelasi pada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi
lahan karet rakyat menjadi lahan kelapa sawit rakyat di Kecamatan STM Hulu
dikarenakan nilai Durbin-Watson 2,086 berada diantara du < dw < 4 – du yakni
1,8366 < 2,086 < 2,1634.

48

3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi, terjadi perbedaan varian residual dari suatu periode pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varian residual dari suatu periode pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Jika varian berbeda, maka
disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah jika tidak terjadi
heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas model faktor-faktor yang
mempengaruhi konversi lahan karet rakyat menjadi lahan kelapa sawit rakyat
disajikan pada gambar 5.1.
Metode grafik menunjukkan penyebaran titik-titik varian residual sebagai berikut.
a. Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0.
b. Titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja.
c. Penyebaran titik-titik data tidak membentuk pola bergelombang menyebar
kemudian menyempit dan melebar kembali.
d. Penyebaran titik-titik data tidak berpola.
Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas dalam model
regresi linier konversi lahan karet rakyat menjadi kelapa sawit rakyat.

49

Sumber : Analisis Data Primer, 2015

Gambar 5.1. Grafik Uji Heteroskedastisitas
4. Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah residual dalam model regresi
memiliki distribusi normal. Uji ini dapat dilakukan dengan menggunakan normal
probability plot dan diagram histogram yang tidak condong ke kiri maupun ke
kanan. Hasil uji normalitas residual model konversi lahan karet rakyat menjadi
lahan kelapa sawit rakyat disajikan pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2 menunjukkan bahwa residual terdistribusi dengan normal. Data
terlihat menyebar mengikuti garis diagonal dan diagram histogram yang tidak
condong ke kiri maupun ke kanan.

50

Sumber : Analisis Data Primer, 2015

Gambar 5.2. Grafik Uji Normalitas
Uji normalitas dapat juga dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji
Kolmogorov-Smirnov bertujuan membandingkan sebaran residual dengan sebaran
normal. Hipotesis yang diajukan adalah “Ho: tidak ada perbedaan sebaran residual
dengan sebaran normal” dan “H1: ada perbedaan distribusi residual dengan
distribusi normal”. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov disajikan pada tabel 5.4.

51

Tabel 5.4 Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N
Normal Parameters

70
a

Mean
Std. Deviation

Most Extreme Differences

.0000000
.27336425

Absolute

.105

Positive

.071

Negative

-.105

Kolmogorov-Smirnov Z

.876

Asymp. Sig. (2-tailed)

.426

a. Test distribution is Normal.

Sumber : Analisis Dta Primer,2015

Nilai uji Kolmogorov-Smirnov Z diperoleh pada kolom Asymp. Sig. (2-tailed)
sebesar 0,426, lebih besar dari 0,05, berarti Ho diterima, yaitu tidak ada perbedaan
distribusi residual dengan distribusi normal, sehingga dapat disimpulkan bahwa
residual model terdistribusi normal.
5.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Karet Menjadi
Lahan Kelapa Sawit
Untuk pemaparan mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi
lahan karet rakyat menjadi lahan kelapa sawit rakyat di Kecamatan STM Hulu
akan dijelaskan menggunakan persamaan regresi linier berganda. Data yang
didapatkan melalui koesioner ditabulasi kemudian dianalisis menggunakan SPSS
16 sehingga didapat hasil sebagai berikut ini.

52

Tabel 5.5 Hasil Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi
Lahan Karet Rakyat Menjadi Lahan Kelapa Sawit Rakyat
Variabel
Konstanta
Biaya usahatani (X1)
Harga karet ditingkat petani (X2)
Pendapatan sebelum konversi (X3)
Pengeluaran sebelum konversi (X4)
Luas kepemilikan lahan (X5)
Minat petani (D1)
Penyakit tanaman karet (D2)
R2
Fhit

Koefisien β
-0,471
0,0000000122
-0,057
0,0000000260
0,000000257
0,718
0,265
0,286
0,940
139,980

thit
Signifikansi
-1,527 0,132
0,221 0,826
-1,610 0,113
0,764 0,448
2,731 0,008
10,837 0,000
2,698 0,009
2,080 0,042

VIF
2,0
1,0
1,6
4,8
4,7
1,1
1,0

0,000

Sumber: Analisis Data Primer, 2015

Berdasarkan tabel 5.5 dapat dibuat model persamaan regresi sebagai berikut :
Y = - 0,471 + 0,0000000122X1 – 0,057X2 + 0,0000000260X3+ 0,000000257X4 +
0,718X5 + 0,265D1 + 0,286D2 + e
Dimana :
Y = Luas lahan yang dikonversi (ha)
X1 = Biaya usahatani sebelum konversi lahan (Rp/bulan)
X2 = Harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan (Rp)
X3 = Pendapatan usahatani sebelum konversi lahan(Rp/bulan)
X4 = Pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan(Rp/bulan)
X5 = Luas kepemilikan lahan (ha)
D1 = Minat petani
D2 = Penyakit tanaman karet
Determinasi variabel didapat dari nilai R-squared sebesar 0,940 atau 94%. Ini
menunjukkan bahwa variabel dependen yaitu luas lahan yang dikonversi dapat
dijelaskan oleh variabel independennya yaitu biaya usahatani sebelum konversi

53

lahan, harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan, pendapatan petani
sebelum konversi lahan, pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan, luas
kepemilikan lahan, minat petani, dan penyakit tanaman karet sebesar 94%, sisanya
sebesar 6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model
estimasi.
a. Uji Pengaruh Variabel Secara Serempak
Uji serempak dengan uji F bertujuan untuk menjelaskan pengaruh variabel bebas
secara serempak terhadap variabel terikat. Dari estimasi tersebut diperoleh nilai
Fhit sebesar 139.980 lebih besar dari Ftabel 2,16, dan nilai signifikansi uji F pada
tabel 5.5 sebesar 0,00 lebih kecil dari nilai signifikansi kesalahan yang ditolerir
yaitu 5% atau 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang
berarti biaya usahatani sebelum konversi lahan (X1), harga karet ditingkat petani
sebelum konversi lahan (X2), pendapatan usahatani sebelum konversi lahan (X3),
pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan (X4), luas kepemilikan lahan (X5),
minat petani (D1) dan penyakit tanaman karet (D2) secara serempak berpengaruh
nyata terhadap luas lahan yang dikonversi dari lahan karet rakyat menjadi lahan
kelapa sawit rakyat di Kecamatan STM Hulu.
b. Uji Pengaruh Variabel Secara Parsial
Setelah dilakukan uji pengaruh variabel secara serempak, pembahasan dilanjutkan
dengan pengujian pengaruh variabel bebas secara parsial. Hasil uji t menunjukkan
pengaruh variabel-variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat. Jika nilai
signifikansi t lebih kecil dari α (level of significant) yang ditentukan (X0,05), atau
nilai t-hitung lebih besar t-tabel, maka pengaruhnya nyata (signifikan). Dari hasil

54

estimasi diperoleh hasil uji parsial dan koefisien regresi setiap variabel sebagai
berikut :
1. Konstanta
Konstanta sebesar –0,471, secara teorirtis nilai ini menunjukkan bahwa luas
konversi lahan karet rakyat di Kecamatan STM Hulu adalah sebesar 0,471 ha
walaupun tidak ada dipengaruhi oleh biaya usahatani sebelum konversi lahan
(X1), harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan (X2), pendapatan petani
sebelum konversi lahan (X3), pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan (X4),
luas kepemilikan lahan (X5), minat petani, (D1) dan penyakit tanaman karet (D2).
2. Biaya Usahatani Sebelum Konversi Lahan
Nilai thit biaya usahatani sebelum konversi lahan (X1) sebesar 0,221 lebih kecil
dari ttabel 1,670, dan nilai signifikansi t lebih besar dari taraf nyata yang digunakan
(0,826>0,05) dengan demikian H0 diterima dan H1 ditolak.
Dimana :
Ho : secara parsial, biaya usahatani sebelum konversi lahan tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi;
H1 : secara parsial, biaya usahatani sebelum konversi lahan berpengaruh signifikan
terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi.
Berdasarkan hipotesis diatas bahwa biaya usahatani sebelum konversi lahan tidak
berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan karet rakyat. Koefisien variabel
biaya usahatani sebelum konversi lahan yang bernilai 0,0000000122 secara umum
nilai ini hanya menggambarkan kecenderungan bahwa setiap peningkatan biaya
usahatani sebelum konversi lahan sebesar Rp1 akan menyebabkan kenaikan
konversi lahan karet rakyat sebesar 0,0000000122 hektar (ceteris paribus). Hal ini

55

karena biaya yang ditanggung petani di Kecamatan STM Hulu cukup tinggi
terutama biaya pupuk dan biaya tenaga kerja pada tanaman karet yang
mengakibatkan penerimaan petani menjadi berkurang karena harus menyisihkan
biaya yang lebih untuk usahataninya.
3. Harga Karet Ditingkat Petani Sebelum Konversi Lahan
Nilai thit harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan (X2) adalah -1,610
lebih kecil dari ttabel 1,670 dan nilai signifikan t (0,113) lebih besar dari nilai tarif
nyata yang digunakan sebesar (0,05) dengan demikian H0 diterima dan H1 ditolak.
Dimana :
Ho : secara parsial, harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi;
H1 : secara parsial, harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi.
Berdasarkan hipotesis diatas bahwa harga karet ditingkat petani sebelum konversi
lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan karet rakyat. Akan
tetapi hasil estimasi menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel harga karet
ditingkat petani sebelum konversi lahan bertanda negatif. Koefisien variabel harga
karet ditingkat petani sebelum konversi lahan yang bernilai -0,057, secara teoritis
nilai ini hanya menggambarkan kecenderungan, bahwa jika terjadi kenaikan harga
sebanyak Rp1 maka akan terjadi penurunan alih fungsi sebanyak 0,057 ha (ceteris
paribus). Hal ini karena harga karet yang diterima petani naik yang kemudian
mempengaruhi penerimaan petani yang selanjutnya berdampak terhadap
peningkatan pendapatan petani sehingga petani mengurungkan keinginannya
untuk mengkonversi lahan. Hal ini sesuai dengan Darwis (2006), yang

56

menyatakan bahwa harga jual merupakan salah satu perangsang (motivator) bagi
petani untuk melakukan pekerjaannya.
4. Pendapatan usahatani Sebelum Konversi
Nilai thit pendapatan usahatani sebelum konversi (X3) sebesar 0,764 lebih kecil
dari nilai ttabel sebesar 1,670 dan nilai signifikansi t lebih besar dari taraf nyata
yang digunakan (0,448>0,05) dengan demikian H0 diterima dan H1 ditolak.
Dimana :
Ho : secara parsial, pendapatan usahatani sebelum konversi lahan tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi;
H1 : secara parsial, pendapatan usahatani sebelum konversi lahan berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi.
Berdasarkan hipotesis diatas bahwa pendapatan usahatani sebelum konversi lahan
tidak berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan karet rakyat di Kecamatan
STM Hulu. Koefisien pendapatan usahatani sebelum alih fungsi lahan bernilai
0,0000000260, secara teoritis nilai ini hanya menggambarkan kecenderungan
bahwa jika terjadi peningkatan pendapatan sebesar Rp1 maka akan terjadi
peningkatan konversi lahan sebanyak 0,0000000260 ha (ceteris paribus). Hal ini
terjadi karena pendapatan usahatani yang diterima petani di Kecamatan STM
Hulu dari komoditi karet masih belum cukup untuk memenuhi keperluan dan
kebutuhan keluarga petani apalagi pengeluaran keluarga petani yang selalu
meningkat serta jumlah tanggungan petani di Kecamatan STM Hulu cukup tinggi
yaitu rata-rata 3,5 jiwa/petani.

57

5. Pengeluaran Keluarga Sebelum Konversi Lahan
Nilai thit pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan (X4) sebesar 2,731 lebih
besar dari nilai ttabel sebesar 1,670 dan nilai signifikansi t lebih kecil dari taraf
nyata yang digunakan (0,008>0,05) dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima.
Dimana :
Ho : secara parsial, pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi;
H1 : secara parsial, pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi.
Hal ini berarti variabel pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan secara
parsial berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan karet rakyat menjadi lahan
kelapa sawit di Kecamatan STM Hulu. Koefisien pengeluaran sebelum konversi
lahan bernilai 0,000000257, secara teoritis nilai ini hanya menggambarkan
kecenderungan bahwa jika terjadi peningkatan pengeluaran keluarga sebelum
konversi lahan sebanyak Rp 1 maka akan terjadi peningkatan luas konversi lahan
sebanyak 0,000000257 ha (ceteris paribus). Hal ini terjadi karena biaya
kehidupan yang semakin meningkat dengan jumlah keluarga yang cukup banyak
membuat petani berpikir dan bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya dan cara yang ditempuh petani adalah dengan mengganti sumber
penghasilannya yang semula dari komoditi karet menjadi komoditi yang lebih
menguntungkan yaitu kelapa sawit. Sesuai dengan penelitian oleh Pewista (2011)
di Kabupaten Bantul yakni penduduk dengan jumlah tanggungan 4-6 orang yang
paling banyak melakukan konversi lahan pertaniannya. Telah diketahui bahwa
semakin banyaknya tanggungan keluarga tentunya pengeluaran keluarga juga

58

semakin besar. Untuk mendapatkan penghasilan rumah tangga yang besar
tentunya akan dilakukan berbagai upaya, dan tidak sedikit petani yang memiliki
lahan pertanian akan mengkonversi lahan pertaniaanya untuk menghasilkan
tambahan biaya agar dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.
6. Luas Kepemilikan Lahan
Nilai ttabel luas kepemilikan lahan (X5) sebesar 10,837 lebih besar dari nilai ttabel
sebesar 1,670 dan nilai signifikansi t lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan
(0,000>0,05) dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima.
Dimana :
Ho : secara parsial, luas kepemilikan lahan sebelum konversi lahan tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi;
H1 : secara parsial, luas kepemilikan lahan sebelum konversi lahan berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi.
Hal ini berarti variabel luas kepemilikan lahan secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap konversi lahan karet rakyat menjadi lahan kelapa sawit rakyat
di Kecamatan STM Hulu. Koefisien luas kepemilikan lahan 0,718, secara teoritis
nilai ini hanya menggambarkan kecenderungan bahwa jika terjadi peningkatan
luas kepemilikan lahan sebanyak 1 ha maka akan terjadi peningkatan luas
konversi lahan sebanyak 0,718 ha (ceteris paribus). Hal ini terjadi karena tanaman
kelapa sawit lebih mudah dalam pengawasan seperti pengawasan diwaktu panen
walaupun lahan luas. Serta tanaman kelapa sawit lebih menguntungkan jika
lahannya semakin luas. Hasil ini mendukung hasil penelitian Pewista (2011) di
Kabupaten Bantul, pada luas lahan < 1.000 m2, dimana sebelum terjadi konversi
lahan berjumlah 10 orang atau 14,29%, tetapi kini meningkat menjadi 42 orang

59

atau 60%. Untuk kepemilikan lahan 1.000–2.000 m2 sebelum konversi lahan ada
45 orang atau 64,29% tetapi setelah konversi lahan mengalami penurunan menjadi
22 orang atau 31,43%. Sedangkan pemilik lahan > 2.000 m2 juga mengalami
penurunan kepemilikan lahan dari 15 orang atau 21,42% menjadi 6 orang atau
8,57%.
7. Minat Petani
Nilai ttabel minat petani (D1) sebesar 2,698 lebih besar dari nilai ttabel sebesar 1,670
dan nilai signifikansi t lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (0,009

Dokumen yang terkait

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Persawahan Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Di Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai

16 225 69

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Mengkonversi Lahan Karet Menjadi Lahan Kelapa Sawit Di...

2 28 3

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Karet Rakyat Menjadi Lahan Kelapa Sawit Rakyat Di Kecamatan Stm Hulu Kabupaten Deli Serdang

2 22 79

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Persawahan Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Di Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 7

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Persawahan Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Di Kecamatan Pegajahan Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 1

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Karet Rakyat Menjadi Lahan Kelapa Sawit Rakyat Di Kecamatan Stm Hulu Kabupaten Deli Serdang

0 0 11

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Karet Rakyat Menjadi Lahan Kelapa Sawit Rakyat Di Kecamatan Stm Hulu Kabupaten Deli Serdang

0 0 1

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Karet Rakyat Menjadi Lahan Kelapa Sawit Rakyat Di Kecamatan Stm Hulu Kabupaten Deli Serdang

0 0 3

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Karet Rakyat Menjadi Lahan Kelapa Sawit Rakyat Di Kecamatan Stm Hulu Kabupaten Deli Serdang

0 0 21

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Karet Rakyat Menjadi Lahan Kelapa Sawit Rakyat Di Kecamatan Stm Hulu Kabupaten Deli Serdang

0 0 4