Pengaruh Hydraulic Retenton Time (HRT) Dan Recycle Sludge Pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur 45 °C

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Saat ini Indonesia merupakan produsen minyak sawit pertama dunia. Namun

demikian, industri pengolahan kelapa sawit menyebabkan permasalahan lingkungan
yang perlu mendapat perhatian, antara lain adalah mesokarp, serat, tempurung, tandan
kosong kelapa sawit, dan palm oil mill effluent atau limbah cair pabrik kelapa sawit
(LCPKS) [1]. LCPKS merupakan limbah cair yang dibuang dari pabrik kelapa sawit
sebagai cairan coklat kental pada suhu antara 80 oC dan 90 oC dengan pH antara 4 dan 5.
Ini merupakan kombinasi dari air limbah yang dihasilkan dan dibuang dari sterilisasi
kondensat (36% dari total LCPKS), air limbah klarifikasi (60% dari total LCPKS) dan
air limbah hidrosiklon (hampir 4% dari total LCPKS) [2].
Namun, di sisi lain kandungan organik pada LCPKS sangat tinggi dengan
kandungan BOD sebesar 25.000 – 65.714 dan COD sebesar 44.300 – 102.696, sehingga
membuat LCPKS menjadi sumber yang baik untuk menghasilkan gas metana melalui
proses anaerobik. Selain itu, LCPKS juga mengandung konstituen biodegradable
dengan rasio BOD / COD sebesar 0,5 dan ini berarti bahwa LCPKS dapat diurai dengan
mudah menggunakan cara biologis [3]. Perhatian pada menipisnya bahan bakar fosil

telah menyebabkan peningkatan kegiatan penelitian pada pengembangan energi
terbarukan seperti produksi biogas. LCPKS sebagai limbah dengan kandungan karbon
organik tinggi menjadi sumber yang menjanjikan untuk produksi biogas dan berpotensi
menaikkan sektor energi terbarukan [4].
Berdasarkan Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi ESDM tahun
2012, produksi energi nasional terus mengalami peningkatan dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 4,6% per tahun selama 11 tahun terakhir. Kondisi ini tentunya
perlu menjadi perhatian yang penting, dimana peningkatan produksi energi nasional
ternyata tidak diimbangi dengan pertumbuhan konsumsi energi domestik. Sementara itu,

1

Indonesia memiliki potensi sumber daya energi baru terbarukan yang sangat beragam
selain sumber energi fosil, seperti yang terlampir pada Tabel 1.1 berikut.
Tabel 1.1 Potensi Sumber Daya Energi Baru Terbarukan [5]
No
1
2
3
4

5
6
7
8
9
10

Energi Baru Terbarukan

Sumber Daya

Tenaga Air
Panas Bumi
Mini/Mikro Hydro
Biomasa
Tenaga Surya
Tenaga Angin
Bahan Bakar Nabati
Biogas
Sampah Kota

Uranium

75.091 MW
29.164 MW
769,69 MW
49.810 MW
4,80 kWh/m2/day
3 – 6 m/s
161,5 juta SBM
2,3 juta SBM
1.872 MW
3.000 MW

Biogas adalah campuran beberapa gas yang merupakan hasil fermentasi dari
bahan organik dalam kondisi anaerobik, yang terdiri dari campuran metana (50-75%),
CO2 (25-45%), dan sejumlah kecil H2, N2, dan H2S [1]. Salah satu faktor yang penting
yang harus diperhatikan dalam proses fermentasi untuk menghasilkan biogas pada
digester anaerob adalah temperatur yang digunakan untuk memanaskan digester [6].
Proses fermentasi anaerobik adalah proses yang kompleks yang mengalami
empat fase: hidrolisis, asidogenesis - fase pengasaman, asetogenesis, metanogenesis.

Terlibat dalam konversi biokimia dari H2 dan CO2 menjadi metana dan asetat menjadi
metana dan CO2 [7]. Dalam setiap langkah dari proses, produksi gas dan laju
dekomposisi bahan organik dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti suhu, pH, waktu
retensi hidrolik (HRT) dan konsentrasi substrat [8].
Untuk meningkatkan laju dekomposisi COD, salah satu caranya yaitu dengan
melakukan recycle sludge atau pengembalian lumpur dari digester ke reaktor. Selain itu,
recycle sludge juga digunakan untuk mendapatkan kembali mikroba pengurai yang

sudah familiar dengan kondisi reaktor. Berdasarkan penelitian Sulaiman (2009) proses
recycle sludge dapat meningkatkan produksi VFA (volatile fatty acid). Dimana recycle
sludge diaplikasikan pada 12 m3/hari dan sistem stabil sampai OLR (organic loading

2

rate) 6,0 kg COD m3/hari di mana konsentrasi VFA dalam digester menunjukkan

peningkatan [9].
Hasil keluaran tahap asidogenesis adalah asam-asam lemak volatil seperti asam
asetat, asam propionat dan asam butirat. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
proses metanogenesis dipengaruhi oleh propionat ketika konsentrasi propionat sebanyak

1500-2220 mg/L. Degradasi propionat menjadi asetat dianggap sebagai salah satu
langkah laju pembatas dalam sistem pencernaan anaerobik. Selanjutnya konsentrasi
propionat yang tinggi (> 3000 mg/L) dapat menghentikan proses fermentasi [10]. Oleh
sebab itu penelitian ini penting dilakukan untuk melihat pengaruh rasio recycle sludge
terhadap proses asidognesis LCPKS.
Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan untuk menguraikan
LCPKS pada proses asidogesis diantaranya ditunjukkan oleh Tabel 1.2 berikut ini:
Tabel 1.2 Rangkuman Hasil Penelitian Terdahulu
Peneliti (Tahun)

Metode Penelitian

Bambang
Trisakti,
Veronica
Manalu, Irvan,
Taslim,
Muhammad
Turmuzi (2015)
[11]


Menggunakan reaktor Continous
Stirred Tank Reactor dengan volume
2 liter untuk menguraikan POME
variasi HRT menggunakan HRT 6,7;
5 dan 4 hari dengan laju pengadukan
50 rpm, pH 6 dan temperatur
ruangan, sedangkan variasi pH
menggunakan pH 5; 5,5; 6, dengan
laju pengadukan 100-110 rpm pada
temperatur 55°C
Maneerat
Menggunakan
reaktor
Upflow
Khemkhao,
Anaerobic Sludge Bed (UASB)
Boonyarit
dengan volume 5,3 liter untuk
Nuntakumjorn,

menguraikan POME dengan OLR
Somkiet
antara 2.2 dan 9.5 g COD/L.hari.
Techkarnjanaruk, Dioperasikan pada suhu 37oC, 42oC,
Chantaraporn
47oC, 52oC dan 57oC dengan HRT 2
Phalakornkule
sebanyak 123 hari.
(2012) [12]
Tjandra Setiadi,
Menggunakan Anaerobic Baffled
Husaini and Asis reactor dengan volume 5 liter untuk
Djajadiningrat.
penguraian POME pada suhu 35oC.
(1996) [13]
Dioperasikan pada HRT 4 selama 80
3

Hasil Penelitian
Hasil terbaik didapatkan pada

HRT 4 dengan konsentrasi
mikroba 20.62 mg VSS/L dan
pengurangan COD sebesar 15.7%.
Konsentrasi VFA maksimum
(5.622,72 mg/L) pada HRT 4 hari
dan pH 6.

Penurunan COD efisiensi berkisar
antara 76 dan 86%. Total VFA
tertinggi diperoleh pada hari ke 94
dengan suhu 57 oC sebanyak
4.400 mg CH3COOH/L. Suhu
termofilik 57 oC ditemukan lebih
cocok
untuk
diversifikasi
hidrolitik dan asidogenik.
Efisiensi
penurunan
COD

tertinggi pada rasio recycle 25%
yaitu 84.6%. untuk rasio recycle
diatas
15%
dibutuhkan

Yi Jing Chan,
Mei Fong
Chong, Chung
Lim Law (2015)
[14]

1.2

hari dengan variasi recycle 5, 10, 15,
20 dan 25%.
Menggunakan Sequencing Batch
Reactor (SBR) dengan volume 2
liter untuk menguraikan POME
pada suhu 50oC. waktu operasi

divariasikan dengan MLSS 18.000,
21.000, 24.000, 27.000 dan 30.000
mg/L serta OLR 1.5, 2.5 dan 3.5
dan COD/L.day. HRT 4 hari.

penanganan pH agar tidak ebih
besar dari 6.8.
Efisiensi penurunan COD, BOD
dan TSS optimal hingga 86%,
87% dan 89% pada konsentrasi
MLSS 27.000 mg/L dan OLR
2.5 g COD/L.day

PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dapat dilihat bahwa proses asidogenesis

dapat dilangsungkan pada keadaan mesofilik [13] dan termofilik [12], namun juga dapat
dilakukan pada temperatur intermediet 45oC [15]. Menurut penelitian Bambang Trisakti
[11] HRT terbaik untuk proses ini adalah 4 hari pada temperatur 55 oC . Sedangkan
menurut Tjandra Setiadi [13] rasio recycle slugde terbaik untuk proses digestasi

anaerobik cenderung meningkat dengan meningkatnya rasio recycle (25%) pada
temperatur 35oC.
Oleh karena itu perlu dikaji pengaruh variasi HRT dan pengaruh variasi rasio
recycle sludge terhadap proses asidogenesis LCPKS pada temperatur 45°C.

1.3

TUJUAN PENELITIAN
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1.

Mendapatkan pengaruh variasi HRT dan mendapatkan HRT target untuk proses
asidognesis LCPKS pada temperatur 45 oC.

2.

Mendapatkan pengaruh recycle sludge dan rasio recycle sludge terbaik pada
proses asidognesis LCPKS pada temperatur 45 oC.

1.4

MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini antara lain yaitu :

1.

Memberikan informasi mengenai pengaruh variasi HRT pada proses asidognesis
LCPKS pada temperatur 45 oC.

4

2.

Memberikan informasi mengenai pengaruh recycle sludge dan rasio recycle
sludge terbaik pada proses asidognesis LCPKS pada temperatur 45 oC.

3.

Memberikan informasi bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis atau
yang berhubungan.

1.5

RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian

dilakukan

dengan

proses

asidogenesis

digestasi

anaerobik

menggunakan digester jenis Continous Stirred Tank Reactor (CSTR) recycle sludge dan
tanpa recycle sludge dengan volume umpan 2 liter. Adapun variabel-variabel dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Variabel konstan:
a.

Starter yang digunakan berasal dari hasil olahan penelitian sebelumnya yaitu

proses digestasi anaerobik tahapan asidogenesis, dimana starter yang
digunakan paling awal berasal dari kolam pengasaman Pabrik Kelapa Sawit
Torgamba PTPN III.
b.

Jenis bahan baku atau umpan yang digunakan : Limbah cair kelapa sawit dari
Pabrik Kelapa Sawit Adolina PTPN IV.

2.

c.

Kecepatan pengadukan tangki umpan : 250 rpm.

d.

Kecepatan pengadukan fermentor : 150 rpm.

e.

Temperatur fermentor 45oC.

f.

pH : 6

Variabel divariasikan:
a.

HRT dari fermentor yaitu : 20; 15; 10 dan 4 hari

b.

Perlakuan non-recycle sludge dan recycle sludge pada effluent dari fermentor :
0%, 15%, 25% dan 35% .
Analisis yang akan dilakukan di dalam penelitian ini meliputi analisis pada bahan

baku yang digunakan yaitu LCPKS dengan influent limbah dan effluent limbah. Adapun
analisis cairan ini terdiri dari :
1.

Pengontrolan pH

2.

Analisis M-Alkalinity (Metode Titrasi)

5

3.

Analisis kadar total solid (TS) (Metode Analisis Proksimat)

4.

Analisis volatile solid (VS) (Metode Analisis Proksimat)

5.

Analisis kadar total suspended solid (TSS) (Metode Analisis Proksimat)

6.

Analisis volatile suspended solid (VSS) (Metode Analisis Proksimat)

7.

Analisis COD (Chemical Oxygen Demand) (Metode Open Reflux)

8.

Analisis volatile fatty acid (VFA) (Metode Kromatografi)
Adapun analisis gas dilakukan jika pada penelitian ada terbentuk gas yaitu gas

CO2, H2S dan CH4.
Analisis pH, M-Alkalinity, kadar TS dan VS, dilakukan setiap hari. Sedangkan
análisis kadar TSS, VSS, COD, dan VFA ini dilakukan tiga kali dalam 15 hari yaitu hari
ke 10, 13 dan 15.

6

Dokumen yang terkait

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Rasio Recycle Sludge pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

1 58 96

Pengaruh Hydraulic Retenton Time (HRT) Dan Recycle Sludge Pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur 45 °C

0 71 95

Pengaruh Hydraulic Retenton Time (HRT) Dan Recycle Sludge Pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur 45 °C

0 19 95

Pengaruh Hydraulic Retenton Time (HRT) Dan Recycle Sludge Pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur 45 °C

0 0 19

Pengaruh Hydraulic Retenton Time (HRT) Dan Recycle Sludge Pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur 45 °C

0 0 2

Pengaruh Hydraulic Retenton Time (HRT) Dan Recycle Sludge Pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur 45 °C

1 1 15

Pengaruh Hydraulic Retenton Time (HRT) Dan Recycle Sludge Pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur 45 °C

0 0 6

Pengaruh Hydraulic Retenton Time (HRT) Dan Recycle Sludge Pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur 45 °C

0 0 22

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Rasio Recycle Sludge pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

0 0 5

PENGARUH HYDRAULIC RETENTION TIME (HRT) DAN pH PADA PROSES ASIDOGENESIS LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) MENGGUNAKAN TEMPERATUR 45 C

0 0 16