Pengaruh Hydraulic Retenton Time (HRT) Dan Recycle Sludge Pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur 45 °C

(1)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS)

Indonesia memproduksi minyak sawit mentah (CPO) sebesar hampir 33 juta metrik ton sawit di 2014/2015 karena tambahan 300.000 hektar perkebunan pindah ke buah usia bantalan. Total luas panen kelapa sawit Indonesia diperkirakan akan mencapai 8,4 juta hektar di tahun ini [16].

Proses untuk mengekstrak minyak sawit membutuhkan sejumlah besar air untuk uap sterilisasi tandan buah sawit dan mengklarifikasi minyak yang diekstraksi. Pabrik-pabrik kelapa sawit juga memerlukan sejumlah besar air untuk operasi dan debit dalam jumlah besar air limbah atau limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS). Gambar 2.1 berikut merupakan diagram alir proses ekstraksi minyak sawit pada industri kelapa sawit, dilengkapi dengan limbah yang dihasilkan beserta sumber limbahnya.

Gambar 2.1. Diagram alir sederhana proses produksi minyak sawit mentah termasuk limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) [17].


(2)

8

Dalam satu ton buah kelapa sawit sekitar 0,87 m3 LCPKS dihasilkan atau 3,7 ton limbah per ton minyak yang dihasilkan. Pabrik kelapa sawit juga menghasilkan sejumlah besar limbah padatan seperti tandan kosong buah (TKS) (23%), serat mesocarp (12%) dan shell (5%) untuk setiap ton tandan buah segar (TBS) yang diproses [18].

LCPKS berwarna kecoklatan, berbentuk bubur, kental, asam dan mengandung minyak dan lemak yang tinggi. Karakteristik LCPKS dan TKS yang ditunjukkan pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Parameter Satuan Nilai Referensi

Ph – 4 – 5 [19]

Suhu °C 47 [20]

Biochemical Oxygen Demand (BOD) mg/l 25.000 – 65.714 [19]

Chemical Oxygen Demand (COD) mg/l 44.300 – 102.696 [19]

Soluble Chemical Oxygen Demand

(SCOD)

mg/l 22.000 – 32.400 [21]

Total Chemical Oxygen Demand

(TCOD)

mg/l 54.100 – 94.300 [21]

Total Solids (TS) mg/l 40,500 – 72,058 [19]

Total Suspended Solids (TSS) mg/l 16,000 – 32,000 [21]

Volatile Solids (VS) mg/l 34,000 – 49,300 [19]

Volatile Suspended Solids (VSS) mg/l 15,200 – 30,600 [21]

Minyak dan Lemak mg/l 4.000 – 9.341 [19]

Total nitrogen (TN) mg/l 750 – 770 [19]

Ammoniacal nitrogen(NH3–N) mg/l 35 – 103 [19]

Total P mg/l 628 – 2,370 [22]

Total K mg/l 260 – 400 [23]

Total Ca mg/l 1.000 – 2.000 [23]

Total Mg mg/l 250 – 350 [23]

Volatile Fatty Acid / VFA (CH3COOH) mg/l 3540 [20]

Limbah LCPKS ini, jika tidak dibuang dengan benar, akan memiliki dampak negatif yang besar terhadap lingkungan sekitar. Beberapa peneliti menyoroti bahwa membuang LCPKS tanpa pengolahan yang memadai di kolam terbuka menyebabkan degradasi lingkungan dan emisi gas rumah kaca yang tinggi [17].

Oleh karena itu, dibutuhkan pengolahan sebelum LCPKS dibuang ke lingkungan. Tabel 2.2 berikut merupakan baku mutu limbah cair industri minyak sawit yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan.


(3)

9

Tabel 2.2 Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Minyak Sawit [24]

Parameter Kadar Maksimum

(mg/l)

Beban Pencemaran Maksimum (kg/ton)

BOD5 250 1,5

COD 500 3,0

TSS 300 1,8

Minyak dan Lemak 30 0,18

Amonia Total (sebagai NH3-N) 20 0,12

pH 6,0 – 9,0

Debit Limbah Maksimum 6 m3 ton bahan baku

Perhatian pada menipisnya bahan bakar fosil telah menyebabkan peningkatan kegiatan penelitian pada pengembangan energi terbarukan seperti produksi biogas dari limbah untuk pembangkit listrik yang berkelanjutan. LCPKS menjadi limbah dengan kandungan karbon organik yang tinggi telah menjadi sumber yang menjanjikan untuk produksi biogas dan berpotensi menaikkan sektor energi terbarukan .

2.2 BIOGAS

Biogas adalah gas digester yang timbul dari aktivitas bakteri anaerob metanogen yang menguraikan bahan organik [25]. Biogas yang diperoleh dapat digunakan dalam berbagai bidang ekonomi, terutama dalam proses teknologi dan untuk tujuan rekayasa listrik, termasuk yang berikut :

1. Produksi energi panas di boiler gas dan produksi energi panas dan listrik dalam satuan terkait - (dari 1 m3 biogas - dalam produksi terkait energi 2.1 kWh energi listrik dan 2,9 kWh panas diperoleh);

2. Produksi energi listrik di percikan - pengapian atau turbin mesin;

3. Menggunakan gas yang diperoleh sebagai bahan bakar dalam mesin motor-mobil; 4. Menggunakan gas yang diperoleh dalam berbagai proses teknologi, misalnya dalam

produksi methanol [7].

Komposisi biogas bervariasi sangat tergantung pada bahan organik dan proses biologis yang digunakan. Tabel 2.3 berikut merupakan karakteristik biogas secara umum.


(4)

10

Tabel 2.3 Karakteristik Biogas

Parameter Komposisi Referensi

Metana (CH4) 50 – 60% [26]

Karbon dioksida (CO2) 38 – 48% [26]

Nitrogen (N2) 0,4 – 1,2% [27]

Oksigen (O2) 0 – 0,4% [27]

Hidrogen Sulfida (H2S) 0,02 – 0,4% [27]

Kandungan Energi 6,0 – 6,5 kWh/m3 [28]

Kesetaraan Bahan Bakar

0,60 – 0,65 liter minyak/m3 udara [28]

Batas Ledakan 6 – 12% biogas di udara [28]

Temperatur Nyala 650 – 750 °C [28]

Tekanan Kritis 75 – 89 bar [28]

Temperatur Kritis –82,5 °C [28]

Densitas Normal 1,2 kg/m3 [28]

Massa Molar 16,043 kg/kmol-1 [28]

Kandungan energi biogas tergantung langsung pada isi metana. Semakin tinggi kandungan zat mudah terurai seperti lemak dan pati yang akan difermentasi, substrat yang lebih tinggi akan menjadi output gas. Sebuah meter kubik gas metana memiliki kandungan energi hampir sepuluh jam kilowatt (9,97 kWh). Jika kandungan metana akan berjumlah 60% kandungan energi total dari satu meter kubik biogas sekitar enam kWh, nilai kalor akan sesuai kira-kira 0,6 liter bahan bakar minyak [25].

Efisiensi rata-rata pencernaan metana mencapai sekitar 0,24 m3 metana dari 1 kg bahan organik kering. 1 m3 biogas dari 26 MJ nilai kalori dapat menggantikan 0,77 m3 gas alam dari nilai kalori 33,5 MJ, 1,1 kg batubara keras nilai kalori 23,4 MJ atau 2 kg kayu bakar dari 13,3 MJ nilai kalori [7]. Tabel 2.4 berikut merupakan perbandingan nilai kalori dan kesetaraan biogas dengan sumber energi lain.

Tabel 2.4 Perbandingan Nilai Kalori dan Kesetaraan Biogas dengan Sumber Energi Lain [7],[18].

No Bahan Bakar Nilai Kalori (kJ) Nilai Kesetaraan

1 Biogas 15000 1 m3

2 Gas alam 33500 0.77 m3

3 Batubara 23400 1.1 kg

4 Minyak tanah 8000 0.62 liter


(5)

11

bakteri metana

hidrolisis

fosforilas i

β-oksidasi

bakteri metana

bakteri metana

hidrolisis deaminasi bakteri metana

2.3 PROSES PEMBUATAN BIOGAS

Proses pencernaan anaerobik terdiri dari hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis, dan tahap metanogenesis, dan setiap tahap merupakan fungsi dari kondisi metabolik dari berbagai mikroorganisme [29]. Langkah-langkah degradasi individu dilakukan oleh berbagai mikroorganisme, yang memiliki kebutuhan yang berbeda pada lingkungan. Mikroorganisme hidrolisis dan fermentasi seperti Clostridia, dan Bifidobacteria

bertanggung jawab untuk awal serangan terhadap polimer dan monomer dan menghasilkan terutama asetat, hidrogen dan volatile lemak asam seperti propionat dan butirat dalam jumlah yang bervariasi [30].

Proses fermentasi memerlukan waktu 7 sampai 10 hari untuk menghasilkan biogas dengan suhu optimum 35 oC dan pH optimum pada range 6,4 – 7,9 [31]. Pada akhir rantai degradasi, dua kelompok bakteri metanogen menghasilkan metana dari asetat atau hidrogen dan karbon dioksida. Bakteri ini adalah jenis anaerob yang memerlukan potensial redoks yang lebih rendah untuk pertumbuhannya daripada kebanyakan bakteri anaerobik lainnya. Hanya sedikit spesies yang mampu mendegradasi asetat ke CH4 dan CO2, misalnya, Methanosarcina barkeri, Metanonococcus mazei, dan

Methanotrix soehngenii, sedangkan semua bakteri metanogen dapat menggunakan hidrogen untuk membentuk metana [30].

Reaksi pembentukan metana dari bahan – bahan organik yang dapat terdegradasi dengan bantuan enzim maupun bakteri dapat dilihat sebagai berikut [31]:

 polisakarida glukosa asam asetat CH4+CO2+H2 (2.1)

gliserol asam asetat CH4+CO2+H2 (2.2)

 lemak asam lemak asam asetat CH4+CO2+H2 (2.3)

 protein asam amin asam asetat CH4+CO2+H2 (2.4) hidrolisis glikolisis


(6)

12

Empat tahapan proses digestasi anaerobik yaitu hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Tahapan proses fermentasi metana [7].

2.3.1 Hidrolisis

Degradasi bahan organik diawali dengan tahapan penguraian secara enzimatik bahan organik dengan berat molekul besar (berantai panjang) sebagai sumber energi bagi sel dan sumber karbon. Sejumlah a-glycosidic carbohydrates, seperti zat tepung, sukrosa, glikogen dan amilase terhidrolisis oleh enzim amilase yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Enzim ini merusak polisakarida dengan memutus ikatan rantai

glycosidic menjadi disakarida yang kemudian oleh enzim glikosidase diuraikan menjadi

monosakarida. Sedangkan protein akan di hidrolisis oleh enzim protease dan peptidase, kedua enzim ini sebagian bersumber dari dinding sel mikroorganisme dan sebagian lagi terdapat bebas dalam reaktor [32].

Polimers, proteins, carbohydrates, lipids

Acetic acid

HYDROLYSIS

Monomeres, oligomeres, aminoacids, sugars, long-chain fatty acids

Fatty acids (propionic, butylic, valeric and others), alcohols ACIDOGENESIS

ACETOGENESIS

H2

METHANOGENESIS


(7)

13

selulosa air glukosa

Reaksi hidrolisis dapat dilihat seperti dibawah ini [31]: (C6H10O5)n (s) + n H2O(l) n C6H12O6 (2.5)

2.3.2 Asidogenesis

Asam amino, gula dan asam lemak yang dihasilkan proses hidrolisis selanjutnya difermentasi menjadi asam lemak volatile (asam asetat, asam propionat, asam butirat). Konsentrasi total asam volatil terbentuk dapat meningkat dengan adanya kenaikan nilai pembebanan organik dan keberadaan toksik [33].

Asidogenesis mungkin dua-arah karena efek dari berbagai populasi mikroorganisme. Proses ini dapat dibagi menjadi dua jenis: Hidrogenasi dan dehidrogenasi. Jalur dasar transformasi melewati asetat, CO2 dan H2, sedangkan produk asidogenesis lainnya memainkan peran signifikan. Produk baru tidak boleh digunakan secara langsung oleh bakteri metanogen dan harus diubah oleh bakteri wajib memproduksi hidrogen dalam proses yang disebut asetogenesis. Diantara produk dari asidogenesis, amonia dan hidrogen sulfida yang memberikan bau yang tidak menyenangkan. Bakteri asam anaerob fakultatif yang digunakan sebagai berikut:

Pseudomonas, Bacillus, Clostridium, Micrococcus atau Flavobacterium [7]. Reaksi asidogenesis dapat di lihat di bawah ini [34]:

C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2 CO2 + 2 H2 (2.6) Glukosa asam butirat

C6H12O6 + 2 H2 CH3CH2COOH + 2 H2O (2.7)

Glukosa asam propionat

2.3.3 Asetogenesis

Tahap berikutnya asetogenesis, permintaan biologis oksigen (BOD) dan kebutuhan oksigen kimia (COD) berkurang melalui jalur ini. Asetogenesis terjadi melalui fermentasi karbohidrat, di mana asetat merupakan produk utama, dan proses metabolisme lainnya. Hasilnya adalah kombinasi dari asetat, CO2, dan H2. Peran hidrogen sebagai perantara adalah sangat penting untuk reaksi digestasi anaerobik.


(8)

14

Asam lemak rantai panjang, terbentuk dari hidrolisis lipid, yang teroksidasi menjadi asetat atau propionat dan gas hidrogen terbentuk. Dalam kondisi standar, dengan adanya hidrogen dalam larutan dapat menghambat oksidasi.

Reaksi penting lainnya dalam tahap asetogenesis melibatkan konversi glukosa (2.8), etanol (2.9) dan bikarbonat (2.10) menjadi asetat, yaitu :

C6H12O6 + 2H2O ↔ 2CH3COOH + 2 CO2 + 4H2 (2.8) CH3CH2OH + 2H2O ↔ CH3COO- + 2H2 +H+ (2.9) 2HCO3- + 4H2+ H+ ↔ CH3COO- + 4H2O (2.10)

Transisi dari substrat bahan organik menjadi asam organik dalam tahap pembentukan asam menyebabkan pH sistem drop. Hal ini menguntungkan bagi bakteri

acidogenic dan acetagenic yang lebih memilih lingkungan yang sedikit asam, dengan pH 4,5-5,5, dan kurang sensitif terhadap perubahan dalam aliran umpan yang masuk, tetapi bermasalah bagi bakteri yang terlibat dalam tahap berikutnya metanogenesis [35].

2.3.4 Metanogenesis

Proses ini sangat penting dalam digester anaerob. Selama proses metanogenesis karbondioksida direduksi menjadi metana dan air, asetat dikonversi menjadi metana dan karbondioksida. Bakteri penghasil metana antara lain Methanococcus, Methanobacteria, dan Methanosarcina. Kebanyakan bakteri metanogen bersifat mesofilik dengan kisaran suhu optimum 20oC - 40oC, namun bakteri metanogen juga dapat ditemui pada suhu termofilik. Bakteri ini akan membentuk gas CH4 dan CO2 dari gas H2, CO2 dan asam asetat yang dihasilkan pada tahap pengasaman [36].

CH3COOH → CH4 + CO2 (2.11) (methane)

2 H2 + CO2→ CH4 + 2 H2O (2.12) (methane)

2.4 PEMILIHAN PROSES DIGESTASI ANAEROBIK DUA TAHAP

Proses dekomposisi bahan organik dengan sistem anaerobik akan dihasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi substitusi (bukan sumber energi alternatif) dan dapat digunakan untuk menunjang energi dari sistem pengolahan limbah


(9)

15

itu sendiri. Pada sistem anaerobik ini terdapat dua kelompok besar mikroorganisme yang bekerja yaitu bakteri pembentuk asam dan bakteri pembentuk metan. Kedua bakteri ini memiliki kemampuan duplikasi yang sangat berbeda dan sangat kontradiksi. Dengan menggunakan sistem anaerobik, permasalahan ini dapat diatasi karena sistem ini mempunyai kemampuan penyangga pH (buffer) terhadap tingkat keasaman dengan adanya alkalinitas sebagai reaksi adanya komponen bikarbonat dan hidroksida dalam reaktor [32].

Pembentukan biogas lebih besar pada proses fermentasi 2 tahap disebabkan karena adanya proses hidrolisa terlebih dahulu yang merupakan proses degradasi senyawa kompleks yaitu polisakarida menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu disakarida dan monosakarida sehingga akan mempermudah proses pembentukan asam oleh bakteri asetogenik dan juga proses pembentukan metan oleh bakteri metanogenesis. Proses tersebut tidak akan dijumpai pada fermentasi 1 tahap, sehingga akan terjadi pembentukan asam yang terlalu cepat. Pembentukan asam yang terlalu cepat ini menyebabkan banyaknya bakteri metanogenesis yang mati karena tidak tahan dengan suasana asam [36]. Proses digestasi anaerobik dua tahap dapat digambarkan sebagai berikut:


(10)

16

Pengembangan reaktor tingkat tinggi didasarkan pada imobilisasi dari biomassa dalam sistem pengolahan air limbah yang meningkatkan tingkat degradasi sistem pengolahan anaerobik dengan mengurangi waktu retensi. Kelemahan dari sistem ini adalah bahwa sistem biasanya cocok untuk aliran air limbah encer, yang mengandung sekitar 3% total suspensi padatan dengan ukuran partikel kurang dari 0,75 mm. Ini berarti bahwa substrat dengan kandungan padatan tinggi harus dilarutkan sebelum dapat diperkenalkan ke sistem tingkat tinggi ini. Oleh karena itu, sistem dua fasa yang diperlukan dalam rangka untuk mencapai pencernaan yang cepat dan operasi lebih stabil dan kapasitas beban organik yang lebih tinggi. Namun, hanya ada pemeriksaan yang sangat sedikit pada penerapan substrat dengan kandungan total padatan yang tinggi dalam proses dua tahap [22].

2.4.1 Parameter Digestasi Anaerobik

Keberhasilan dari proses digestasi anaerobik tergantung dari beberapa parameter. Pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme anaerobik sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti :

a) Temperatur b) Nilai pH c) Nutrisi

d) Kecepatan pengadukan

e) Hydraulic Retention Time (HRT) f) Alkalinitas

2.4.1.1 Temperatur

Bagian yang dominan dari bakteri metana yaitu memiliki suhu optimum dalam berbagai temperatur mesofilik sekitar 30°C hingga 40°C. Sebagian besar (85%) dari pabrik biogas di Jerman dioperasikan pada rentang suhu ini yang dapat mengatasi temperatur variasi ± 3 K tanpa efek negatif yang besar. Pengoperasian pabrik pada dasarnya lebih sensitif dalam kisaran termofilik (50°C hingga 57°C). Di sini, variasi suhu harus dibatasi sampai ± 1 K seperti dalam kasus variasi beberapa derajat penurunan


(11)

17

drastis dari tingkat konversi dan dengan demikian diharapkan produksi biogas dapat terbentuk.

Jika tingkat aliran tinggi yang digunakan dan substrat yang digunakan adalah

biowastes, maka proses termofilik akan menjadi keuntungan. Proses termofilik mencapai kecepatan dekomposisi lebih tinggi, produksi gas lebih tinggi dan lebih stabil untuk sejumlah beban. Operasi mesofilik dan operasi termofilik berbeda dalam hal adaptasi bakteri untuk suhu lingkungan dan tidak boleh cepat berubah [25].

2.4.1.2 Nilai pH

Pada pH dikendalikan, biogas yang terbentuk adalah lebih besar daripada pH yang tidak terkendali. Pengaruh perubahan pH sangat sensitif terhadap proses fermentasi yang dilakukan oleh aktivitas bakteri. Oleh karena itu, kontrol pH adalah parameter penting untuk aplikasi produksi biogas. Penurunan pH disebabkan oleh bakteri asidogenesis yang menghasilkan asetat, gas hidrogen, karbon dioksida, dan beberapa lainnya VFA seperti asam propionat dan butirat. Nilai pH yang rendah menghambat aktivitas mikroorganisme yang terlibat dalam produksi biogas terutama bakteri metanogen.

Kondisi pH rendah disebabkan oleh dua sumber keasaman (H2CO3 dan VFA), yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri. Asam ini diperlukan alkalinitas untuk netralisasi sehingga aktivitas bakteri tidak terganggu dengan penurunan pH. Natrium karbonat (Na2CO3) dapat meningkatkan alkalinitas atau penyangga kapasitas fermentasi untuk mengontrol pH substrat. Hubungan yang sempurna antara tahap asidogenesis dan metanogenesis adalah saat pH tetap pada 7,0 dan tidak ada peningkatan drastis dalam keasaman atau alkalinitas [37].

2.4.1.3 Nutrisi

Substrat untuk produksi bisa berupa kotoran cair dari sapi, babi dan unggas digunakan sebagai substrat dasar untuk banyak pabrik biogas karena mereka mudah untuk ditangani dan dapat dipompa. Selain itu, pupuk cair merupakan substrat yang ideal karena zat biokimia. Pupuk cair memiliki kapasitas buffer yang tinggi, mengandung


(12)

18

mikronutrien yang cukup dan tersedia populasi bakteri yang diperlukan untuk fermentasi anaerobik [25]. Tabel 2.5 berikut merupakan kebutuhan nutrisi mikroba dalam fermentasi.

Tabel 2.5 Kebutuhan Nutrisi Mikroba [38].

Bahan Jumlah Kebutuhan (mg/gr asetat)

NH4-N 3.3

PO4-P 0.1

S 0.33

Ca 0.13

Mg 0.018

Fe 0.023

Ni 0.004

Co 0.003

Zn 0.02

2.4.1.4 Kecepatan pengadukan

Kecepatan upflow yang lebih tinggi berpengaruh terhadap pengadukan dalam reaktor sehingga mikroorganisme dan substrat dapat bercampur dengan lebih baik dan memudahkan mikroorganisme dalam mendegradasi zat organik. Kecepatan upflow yang tinggi memberikan kontak yang baik antara substrat dan biomassa yang menyebabkan peningkatan efisiensi penyisihan dalam reaktor. Menurunkan kecepatan upflow dapat mengurangi pencampuran dalam reaktor dan karenanya yang mengganggu kontak antara substrat dan biomassa [39].

2.4.1.5 Hydraulic Retention Time (HRT)

Kebanyakan sistem anaerob dirancang untuk mempertahankan limbah agar tetap jumlahnya setiap harinya. Jumlah hari bahan tetap dalam tangki disebut Hydraulic Retention Time (HRT). HRT sama dengan volume tangki dibagi dengan aliran harian (HRT = V / Q). HRT penting karena menetapkan jumlah waktu yang tersedia untuk pertumbuhan bakteri dan konversi berikutnya dari bahan organik ke gas [40].

Waktu retensi hidrolik (HRT) adalah parameter penting untuk digestasi anaerobik. Untuk reaktor (CSTR), HRT tidak hanya parameter operasional yang baik


(13)

19

yang mudah untuk mengontrol, tetapi juga waktu makro-konseptual untuk bahan organik untuk tinggal di reaktor. Dalam rekayasa bio-reaksi, kebalikan dari HRT didefinisikan sebagai tingkat pengenceran, yang jika lebih besar dari laju pertumbuhan sel-sel mikroba dalam reaktor, mikroba akan dicuci, dan sebaliknya mikroba akan terakumulasi dalam reaktor. Salah satu dari situasi ini dapat mengakibatkan kerusakan biologis dalam reaktor [41].

2.4.1.6 Alkalinitas

Alkalinitas dalam air limbah dapat dihasilkan dari keberadaan senyawa hidroksida dan karbonat dari kalsium, magnesium, natrium, kalium atau ammonia memegang peranan penting dalam proses pengkontrolan pH. Tingginya nilai alkalinitas cairan dalam sistem digestasi anaerobik diperlukan untuk meningkatkan kemampuan netralisasi terhadap asam lemak volatil yang dihasilkan untuk mencegah terjadinya penurunan pH drastis yang dapat bersifat menghambat aktivitas metanogen. Jika alkalinitas tidak tersedia cukup dalam substrat, maka dapat dilakukan pengurangan laju pembebanan organik atau penambahan bahan kimia. Penambahan senyawa kimia seperti Ca(OH)2 dan Na2CO3 dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai pH dan alkalinitas larutan perlu dilakukan pada substrat dengan kadar alkalinitas di bawah 1000 mg/L CaCO3. Peningkatan nilai alkalinitas akan menghasilkan peningkatan laju metanogenesis yang selanjutnya berakibat pada perbaikan dalam reduksi COD [42].

2.5 ANALISA EKONOMI

Pada penelitian ini dilakukan analisa ekonomi yang sederhana terhadap proses asidogenesis LCPKS pada temperature 45oC dengan produk yang diharapkan berupa VFA yang pada tahapan berikutnya dapat dikonversi menjadi biogas. Maka pada penelitian ini yang dikaji adalah jumlah VFA yang akan dikonversi menjadi biogas pada proses digestasi anaerobik dua tahap. Beberapa penelitian yang berhasil menghitung volume biogas dari VFA ditunjukkan pada Tabel 2.6.


(14)

20

Tabel 2.6 Volume Biogas dari Jumlah VFA yang Terbentuk

Pada penelitian ini, total pembentukan VFA diperoleh pada variasi HRT 4 hari (tanpa Recycle Sludge) dengan jumlah 14.984,32 mg/L. Melalui Tabel 2.6 dapat digambarkan grafik linear seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4 berikut.

Gambar 2.4 Konversi Total VFA menjadi Biogas [57, 58, 59]

Gambar 2.4 menunjukkan grafik linearisasi pembentukkan biogas dari VFA dengan persamaan garis lurus: y = 0,0009 x + 0,1043 dengan y merupakan produksi biogas dan x merupakan VFA yang terbentuk. Berdasarkan persamaan tersebut maka jumlah biogas yang dapat dihasilkan dari total VFA tertinggi pada penelitian ini adalah:

y = 0,0009 x + 0,1043

= (0,0009) (14.984,32) + 0,1043 = 13,59 liter biogas/liter LCPKS hari = 13,59 m3 biogas/m3 LCPKS hari

y = 0,0009x + 0,104 0

2 4 6 8

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

P

ro

du

k

si

B

io

g

a

s

(lite

r/lit

er

·ha

ri)

Total VFA (mg/l)

Produksi Biogas Linear (Produksi Biogas)

Peneliti Total VFA (mg/L) Volume Biogas (L/L·hari)

Ivet Ferrer et al [57] 1.270 0,87

Setiadi et al [13] 19.800 19,8


(15)

21

Ekivalensi 1 m3 biogas terhadap solar adalah sebesar 0,62 liter [7]. Sehingga

=

×

= 8,43 liter solar/m3 LCPKS

Harga solar industri adalah Rp 8.200/liter [56], sehingga untuk biogas yang dihasilkan pada proses satu tahap diperoleh keuntungan sebesar:

Harga biogas yang dihasilkan =

×

= Rp. 69.126/m3 LCPKS

Jika LCPKS yang diolah sebesar 450 m3/ hari, maka keuntungan yang akan diperoleh perhari adalah:

Keuntungan yang diperoleh =

×

= Rp. 31.106.700/hari


(1)

16

Pengembangan reaktor tingkat tinggi didasarkan pada imobilisasi dari biomassa dalam sistem pengolahan air limbah yang meningkatkan tingkat degradasi sistem pengolahan anaerobik dengan mengurangi waktu retensi. Kelemahan dari sistem ini adalah bahwa sistem biasanya cocok untuk aliran air limbah encer, yang mengandung sekitar 3% total suspensi padatan dengan ukuran partikel kurang dari 0,75 mm. Ini berarti bahwa substrat dengan kandungan padatan tinggi harus dilarutkan sebelum dapat diperkenalkan ke sistem tingkat tinggi ini. Oleh karena itu, sistem dua fasa yang diperlukan dalam rangka untuk mencapai pencernaan yang cepat dan operasi lebih stabil dan kapasitas beban organik yang lebih tinggi. Namun, hanya ada pemeriksaan yang sangat sedikit pada penerapan substrat dengan kandungan total padatan yang tinggi dalam proses dua tahap [22].

2.4.1 Parameter Digestasi Anaerobik

Keberhasilan dari proses digestasi anaerobik tergantung dari beberapa parameter. Pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme anaerobik sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti :

a) Temperatur b) Nilai pH c) Nutrisi

d) Kecepatan pengadukan

e) Hydraulic Retention Time (HRT) f) Alkalinitas

2.4.1.1 Temperatur

Bagian yang dominan dari bakteri metana yaitu memiliki suhu optimum dalam berbagai temperatur mesofilik sekitar 30°C hingga 40°C. Sebagian besar (85%) dari pabrik biogas di Jerman dioperasikan pada rentang suhu ini yang dapat mengatasi temperatur variasi ± 3 K tanpa efek negatif yang besar. Pengoperasian pabrik pada dasarnya lebih sensitif dalam kisaran termofilik (50°C hingga 57°C). Di sini, variasi suhu harus dibatasi sampai ± 1 K seperti dalam kasus variasi beberapa derajat penurunan


(2)

17

drastis dari tingkat konversi dan dengan demikian diharapkan produksi biogas dapat terbentuk.

Jika tingkat aliran tinggi yang digunakan dan substrat yang digunakan adalah

biowastes, maka proses termofilik akan menjadi keuntungan. Proses termofilik mencapai kecepatan dekomposisi lebih tinggi, produksi gas lebih tinggi dan lebih stabil untuk sejumlah beban. Operasi mesofilik dan operasi termofilik berbeda dalam hal adaptasi bakteri untuk suhu lingkungan dan tidak boleh cepat berubah [25].

2.4.1.2 Nilai pH

Pada pH dikendalikan, biogas yang terbentuk adalah lebih besar daripada pH yang tidak terkendali. Pengaruh perubahan pH sangat sensitif terhadap proses fermentasi yang dilakukan oleh aktivitas bakteri. Oleh karena itu, kontrol pH adalah parameter penting untuk aplikasi produksi biogas. Penurunan pH disebabkan oleh bakteri asidogenesis yang menghasilkan asetat, gas hidrogen, karbon dioksida, dan beberapa lainnya VFA seperti asam propionat dan butirat. Nilai pH yang rendah menghambat aktivitas mikroorganisme yang terlibat dalam produksi biogas terutama bakteri metanogen.

Kondisi pH rendah disebabkan oleh dua sumber keasaman (H2CO3 dan VFA),

yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri. Asam ini diperlukan alkalinitas untuk netralisasi sehingga aktivitas bakteri tidak terganggu dengan penurunan pH. Natrium karbonat (Na2CO3) dapat meningkatkan alkalinitas atau penyangga kapasitas fermentasi untuk

mengontrol pH substrat. Hubungan yang sempurna antara tahap asidogenesis dan metanogenesis adalah saat pH tetap pada 7,0 dan tidak ada peningkatan drastis dalam keasaman atau alkalinitas [37].

2.4.1.3 Nutrisi

Substrat untuk produksi bisa berupa kotoran cair dari sapi, babi dan unggas digunakan sebagai substrat dasar untuk banyak pabrik biogas karena mereka mudah untuk ditangani dan dapat dipompa. Selain itu, pupuk cair merupakan substrat yang ideal karena zat biokimia. Pupuk cair memiliki kapasitas buffer yang tinggi, mengandung


(3)

18

mikronutrien yang cukup dan tersedia populasi bakteri yang diperlukan untuk fermentasi anaerobik [25]. Tabel 2.5 berikut merupakan kebutuhan nutrisi mikroba dalam fermentasi.

Tabel 2.5 Kebutuhan Nutrisi Mikroba [38].

Bahan Jumlah Kebutuhan

(mg/gr asetat)

NH4-N 3.3

PO4-P 0.1

S 0.33

Ca 0.13

Mg 0.018

Fe 0.023

Ni 0.004

Co 0.003

Zn 0.02

2.4.1.4 Kecepatan pengadukan

Kecepatan upflow yang lebih tinggi berpengaruh terhadap pengadukan dalam reaktor sehingga mikroorganisme dan substrat dapat bercampur dengan lebih baik dan memudahkan mikroorganisme dalam mendegradasi zat organik. Kecepatan upflow yang tinggi memberikan kontak yang baik antara substrat dan biomassa yang menyebabkan peningkatan efisiensi penyisihan dalam reaktor. Menurunkan kecepatan upflow dapat mengurangi pencampuran dalam reaktor dan karenanya yang mengganggu kontak antara substrat dan biomassa [39].

2.4.1.5 Hydraulic Retention Time (HRT)

Kebanyakan sistem anaerob dirancang untuk mempertahankan limbah agar tetap jumlahnya setiap harinya. Jumlah hari bahan tetap dalam tangki disebut Hydraulic Retention Time (HRT). HRT sama dengan volume tangki dibagi dengan aliran harian

(HRT = V / Q). HRT penting karena menetapkan jumlah waktu yang tersedia untuk pertumbuhan bakteri dan konversi berikutnya dari bahan organik ke gas [40].

Waktu retensi hidrolik (HRT) adalah parameter penting untuk digestasi anaerobik. Untuk reaktor (CSTR), HRT tidak hanya parameter operasional yang baik


(4)

19

yang mudah untuk mengontrol, tetapi juga waktu makro-konseptual untuk bahan organik untuk tinggal di reaktor. Dalam rekayasa bio-reaksi, kebalikan dari HRT didefinisikan sebagai tingkat pengenceran, yang jika lebih besar dari laju pertumbuhan sel-sel mikroba dalam reaktor, mikroba akan dicuci, dan sebaliknya mikroba akan terakumulasi dalam reaktor. Salah satu dari situasi ini dapat mengakibatkan kerusakan biologis dalam reaktor [41].

2.4.1.6 Alkalinitas

Alkalinitas dalam air limbah dapat dihasilkan dari keberadaan senyawa hidroksida dan karbonat dari kalsium, magnesium, natrium, kalium atau ammonia memegang peranan penting dalam proses pengkontrolan pH. Tingginya nilai alkalinitas cairan dalam sistem digestasi anaerobik diperlukan untuk meningkatkan kemampuan netralisasi terhadap asam lemak volatil yang dihasilkan untuk mencegah terjadinya penurunan pH drastis yang dapat bersifat menghambat aktivitas metanogen. Jika alkalinitas tidak tersedia cukup dalam substrat, maka dapat dilakukan pengurangan laju pembebanan organik atau penambahan bahan kimia. Penambahan senyawa kimia seperti Ca(OH)2 dan Na2CO3 dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai pH dan alkalinitas

larutan perlu dilakukan pada substrat dengan kadar alkalinitas di bawah 1000 mg/L CaCO3. Peningkatan nilai alkalinitas akan menghasilkan peningkatan laju metanogenesis

yang selanjutnya berakibat pada perbaikan dalam reduksi COD [42].

2.5 ANALISA EKONOMI

Pada penelitian ini dilakukan analisa ekonomi yang sederhana terhadap proses asidogenesis LCPKS pada temperature 45oC dengan produk yang diharapkan berupa VFA yang pada tahapan berikutnya dapat dikonversi menjadi biogas. Maka pada penelitian ini yang dikaji adalah jumlah VFA yang akan dikonversi menjadi biogas pada proses digestasi anaerobik dua tahap. Beberapa penelitian yang berhasil menghitung volume biogas dari VFA ditunjukkan pada Tabel 2.6.


(5)

20

Tabel 2.6 Volume Biogas dari Jumlah VFA yang Terbentuk

Pada penelitian ini, total pembentukan VFA diperoleh pada variasi HRT 4 hari (tanpa Recycle Sludge) dengan jumlah 14.984,32 mg/L. Melalui Tabel 2.6 dapat digambarkan grafik linear seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4 berikut.

Gambar 2.4 Konversi Total VFA menjadi Biogas [57, 58, 59]

Gambar 2.4 menunjukkan grafik linearisasi pembentukkan biogas dari VFA dengan persamaan garis lurus: y = 0,0009 x + 0,1043 dengan y merupakan produksi biogas dan x merupakan VFA yang terbentuk. Berdasarkan persamaan tersebut maka jumlah biogas yang dapat dihasilkan dari total VFA tertinggi pada penelitian ini adalah:

y = 0,0009 x + 0,1043

= (0,0009) (14.984,32) + 0,1043 = 13,59 liter biogas/liter LCPKS hari = 13,59 m3 biogas/m3 LCPKS hari

y = 0,0009x + 0,104 0

2 4 6 8

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

P

ro

du

k

si

B

io

g

a

s

(lite

r/lit

er

·ha

ri)

Total VFA (mg/l)

Produksi Biogas Linear (Produksi Biogas)

Peneliti Total VFA (mg/L) Volume Biogas (L/L·hari)

Ivet Ferrer et al [57] 1.270 0,87

Setiadi et al [13] 19.800 19,8


(6)

21

Ekivalensi 1 m3 biogas terhadap solar adalah sebesar 0,62 liter [7]. Sehingga =

×

= 8,43 liter solar/m3 LCPKS

Harga solar industri adalah Rp 8.200/liter [56], sehingga untuk biogas yang dihasilkan pada proses satu tahap diperoleh keuntungan sebesar:

Harga biogas yang dihasilkan =

×

= Rp. 69.126/m3 LCPKS

Jika LCPKS yang diolah sebesar 450 m3/ hari, maka keuntungan yang akan diperoleh perhari adalah:

Keuntungan yang diperoleh =

×


Dokumen yang terkait

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Rasio Recycle Sludge pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

1 58 96

Pengaruh Hydraulic Retenton Time (HRT) Dan Recycle Sludge Pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur 45 °C

0 71 95

Pengaruh Hydraulic Retenton Time (HRT) Dan Recycle Sludge Pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur 45 °C

0 19 95

Pengaruh Hydraulic Retenton Time (HRT) Dan Recycle Sludge Pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur 45 °C

0 0 19

Pengaruh Hydraulic Retenton Time (HRT) Dan Recycle Sludge Pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur 45 °C

0 0 2

Pengaruh Hydraulic Retenton Time (HRT) Dan Recycle Sludge Pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur 45 °C

0 0 6

Pengaruh Hydraulic Retenton Time (HRT) Dan Recycle Sludge Pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur 45 °C

0 0 6

Pengaruh Hydraulic Retenton Time (HRT) Dan Recycle Sludge Pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Menggunakan Temperatur 45 °C

0 0 22

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Rasio Recycle Sludge pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

0 0 5

PENGARUH HYDRAULIC RETENTION TIME (HRT) DAN pH PADA PROSES ASIDOGENESIS LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) MENGGUNAKAN TEMPERATUR 45 C

0 0 16