Pengan Ibu Nifas Dalam Melakukan Manajemen Laktasi Pada Bayi Dengan BBLR Di Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)/ Low Birth Weight (LBW) adalah bayi
lahir dengan berat badan 1.500 gram sampai kurang dari 2.500 gram. Paling
sedikit 17 juta BBLR lahir setiap tahunnya. Masalah BBLR merupakan
masalah utama di negara berkembang termasuk Indonesia. BBLR merupakan
penyebab terjadinya peningkatan angka mortalitas (kematian) dan morbiditas
(kesakitan) pada bayi. Penyebab utama BBLR adalah prematuritas (Yulifah,
2009).
Bayi yang lahir dengan berat badan rendah ditandai dengan umur
kehamilan yang kurang dari 37 minggu, berat badan kurang dari 2.500 gram,
panjang badan kurang dari 46 cm, rambut lanugo masih banyak, jaringan
lemak subkutan tipis atau kurang, tulang rawan daun telinga belum sempurna
penumbuhannya, kulit mengkilap, tonus otot lemah (Proverawati, 2010)
Bayi prematur (lahir sebelum gestasi 37 minggu) cenderung mengalami
lebih banyak masalah dibandingkan bayi cukup bulan yang kecil (kurang dari
2,5 kg pada saat lahir). Akan tetapi, karena usia gestasi bayi tidak selalu
diketahui, bayi prematur dan bayi cukup bulan yang kecil sama-sama disebut
sebagai “bayi kecil”. Makin prematur bayi atau makin kecil bayi, makin

cenderung bayi tersebut mengalami masalah (Tim, 2008).
Bayi berat badan rendah rentan terhadap kekurangan nutrisi, fungsi
organnya belum matang, kebutuhan nutrisinya besar dan mudah sakit sehingga

pemberian ASI atau nutrisi yang tepat penting untuk tumbuh kembang yang
optimal bagi bayi (Maryunani,2009).
BBLR sering mengalami kesulitan pemberian makan semata karena
mereka tidak cukup matang untuk makan dengan baik. Tanpa memerhatikan
masalah lain yang dialami, semua bayi kecil membutuhkan pertimbangan
khusus

dalam

hal

pemberian

makan,

penatalaksanaan


cairan,

dan

mempertahankan suhu tubuh yang normal idealnya menggunakan kangoroo
mother care (Tim, 2008).
Metode laktasi atau yang biasanya disebut menyusui adalah cara yang
tidak ada duanya dalam pemberian makanan bagi pertumbuhan dan
perkembangan bayi. Pengaruhnya dapat secara biologis, kejiwaan. Zat- zat
yang terkandung dalam ASI membantu melindungi bayi terhadap penyakit
(Anggraeni, 2010).
Masalah dalam pemberian ASI atau menyusui pada BBLR disebabkan
oleh bayi biasanya belum mampu mengisap dengan baik

sehingga

pemberiannya perlu secara bertahap sampai jumlah kebutuhannya terpenuhi
(Proverawati, 2010).
Jika diamati dari prevalensi bayi dengan berat badan lahir rendah

(BBLR) berkurang dari11,1% lahir 2010 menjadi 10,2% tahun 2013. Variasi
antar provinsi sangat mencolok dari terendah di Sumatera Utara (7,2%) sampai
yang tertinggi di Sulawesi Tengah (16,9%). Untuk pertama kali tahun 2013
dilakukan juga pengumpulan data panjang bayi lahir dengan angka nasional
bayi lahir pendek