Pengalaman Ibu Nifas Dalam Melakukan Manajemen Laktasi Pada Bayi Dengan BBLR Di Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang

(1)

PENGALAMAN IBU NIFAS DALAM MELAKUKAN

MANAJEMEN LAKTASI PADA BAYI BBLR DI

KECAMATAN DELITUA KABUPATEN

DELI SERDANG

CUT FITRIYANI 145102032

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

Pengalaman Ibu Nifas Dalam Melakukan Manajemen Laktasi Pada Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah Di KecamatanDelituaKabupaten Deli Serdan

Tahun 2015 Abstrak Cut Fitriyani

Latar Belakang : Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)/ Low Birth Weight (LBW) adalah bayi lahir dengan berat badan 1.500 gram sampai kurang dari 2.500 gram. Paling sedikit 17 juta BBLR lahir setiap tahunnya. Masalah BBLR merupakan masalah utama di negara berkembang termasuk Indonesia. BBLR merupakan penyebab terjadinya peningkatan angka mortalitas (kematian) dan morbiditas (kesakitan) pada bayi. Penyebab utama BBLR adalah prematuritas

Tujuan penelitian : Untuk mengeksplorasi pengalaman ibu nifas dalam manajemen laktasi pada bayi dengan BBLR di desa delitua kecamatan delitua kabupaten deliserdang.

Metodologi : Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif fenomenologi. Tehnik pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan jumlah partisipan 5 orang. Penelitian dilakukan di Desa Deli Tua Kecamatan Deli Serdang Tahun 2015.

Hasil : Diperoleh bahwa karakteristik pengalaman ibu nifas dalam melakukan manajemen laktasi pada bayi dengan BBLR memiliki lima tema yaitu perawatan segera setelah kelahiran bayi BBLR, kebiasaan yang dilakukan untuk menjaga suhu tubuh bayi, kebiasaan yang dilakukan untuk menaikkan berat badan bayi, kebiasaan yang dilakukan untuk menghindari bayi sakit, kebiasaan untuk mencegah infeksi pada bayi.

Kesimpulan : hasil penelitian ini diharapkan akan dapat dijadikan sebagai bahan pengetahuan dan informasi bagi bidan dalam merencanakan asuhan kebidanan yang kompherensif terkait dengan manajemen laktasi pada bayi dengan BBLR.


(4)

Puerperal Of Maternal Experience In Managing Lactation Infants With Low Birth Weight In The District Of Deli SerdangDelitua

Abstract Cut Fitriyani

Background: Infant Low Birth Weight (LBW) / Low Birth Weight (LBW) babies are born weighing less than 1,500 grams to 2,500 grams. At least 17 million low birth weight are born every year. Problem LBW is a major problem in developing countries, including Indonesia. LBW is a cause of the increased mortality (death) and morbidity (illness) in infants. LBWmajor cause of prematurity

Objective: To explore the experience of puerperal women in lactation management in infants with low birth weight in the rural districts Delitua Delitua Deliserdang district.

Methodology: This study used a qualitative research design phenomenology. Sampling technique is purposive sampling with the number of participants 5 persons. The study was conducted in the Village Deli Tua Subdistrict of Deli Serdang 2015.

Results: It was found that the characteristics of postpartum mothers experience in managing lactation in infants with low birth weight has five themes, namely care immediately after the birth of LBW infants, custom made to keep the baby's body temperature, custom made to increase the weight of the baby, custom made to avoid the baby is sick, habits to prevent infection in infants.

Conclusion: The results of this study are expected to be used as the material of knowledge and information for midwives in midwifery care kompherensif plan related to lactation management in infants with low birth weight.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmatNya lah penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan USU Medan. Adapun judul yang diambil penulis dalam Karya Tulis Ilmiah ini adalah “Pengalaman Ibu Nifas Dalam Melakukan Manajemen Laktasi Pada Bayi Dengan BBLR Di Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, walaupun demikian besar harapan penulis kiranya Karya Tulis Ilmiah ini dapat menambah wawasan penulis mengenai Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang akan datang.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep selaku ketua pelaksana program D IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universita Sumatera Utara

3. Ibu Nur Afi Darti, SKp, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini


(6)

4. Seluruh staf dosen pengajar D IV Bidan Pendidik yang telah bayak memberikan ilmu pengetahuan dan arahan selama penulis menyusun Karya Tulis Ilmiah ini

5. Secara khusus dan teristimewa kepada orang tua saya yang terkasih, almarhum ayah dan Ibunda tersayang yang telah banyak memberikan semangat, doa dan dukungan baik secara moril maupaun material sekaligus kasih sayang yang sangat besar kepada peneliti dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini

5. Teman-teman D IV Bidan Pendidik yang telah banyak membantu dan memberikan semangat dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun untuk memperbaiki Karya Tulis Ilmiah ini. Penulis tidak lupa mendoakan semua pihak agar selalu dilimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Amin

Medan, 20 Januari 2015 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN. ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR LAMPIRAN... ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

1. Bagi pelayanan kesehatan.. ... 3

2. Bagi pendidikan. ... 3

3. Bagi peneliti lanjut. ... 4

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Masa Post Partum (Nifas) ... 5

B. Perubahan Fisiologi dan Anatomis Puerperium ... 5

1. Uterus ... 5

2. Lochea ... 6

3. Serviks ... 7

4. Vulva dan Vagina ... 8

5. Perineum ... 8

6. Payudara ... 9

C. Manajemen Laktasi ... 9

1. Fisiologi laktasi ... 9

2. Pemberian Asi ... 11

D. Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR) ... 12


(8)

2. Klasifikasi ... 12

3. Etiologi ... 12

4. Masalah pada BBLR ... 13

a. Gangguan metabolik ... 13

b. Gangguan imunitas ... 14

c. Gangguan cairan dan elektrolit ... 15

5. Manajemen Laktasi BBLR ... 17

a. Bayi dengan berat lahir 1750 – 2500 gram ... 17

b. Bayi dengan berat lahir 1500 – 1749 gram ... 18

c. Bayi dengan berat lahir 1250 – 1499 gram ... 19

E. Metode Penelitian Kualitatif Fenomenologi ... 19

F. Keabsahan Data ... 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 22

B. Partisipan ... 22

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

D. Pertimbangan Etik ... 23

E. Instrumen Penelitian ... 23

F. Pengumpulan Data ... 24

G. Analisa Data ... 24

H. Tingkat Kepercayaan Data ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik penelitian. ... 26

B. Pembahasan. ... 42

C. Keterbatasan Penelitian. ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan. ... 47

B. Saran. ... 48

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan Penelitian Lampiran 2 : Lembar Panduan Wawancara Penelitian

Lampiran 3 : Lembar Instrumen Penelitian Lampiran 4 : Lembar Konsul

Lampiran 5 : Surat Izin Data Penelitian Dari Fakultas USU Lampiran 6 : Balasan Surat Izin Penelitian


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Karakteristik Partispan


(11)

Pengalaman Ibu Nifas Dalam Melakukan Manajemen Laktasi Pada Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah Di KecamatanDelituaKabupaten Deli Serdan

Tahun 2015 Abstrak Cut Fitriyani

Latar Belakang : Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)/ Low Birth Weight (LBW) adalah bayi lahir dengan berat badan 1.500 gram sampai kurang dari 2.500 gram. Paling sedikit 17 juta BBLR lahir setiap tahunnya. Masalah BBLR merupakan masalah utama di negara berkembang termasuk Indonesia. BBLR merupakan penyebab terjadinya peningkatan angka mortalitas (kematian) dan morbiditas (kesakitan) pada bayi. Penyebab utama BBLR adalah prematuritas

Tujuan penelitian : Untuk mengeksplorasi pengalaman ibu nifas dalam manajemen laktasi pada bayi dengan BBLR di desa delitua kecamatan delitua kabupaten deliserdang.

Metodologi : Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif fenomenologi. Tehnik pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan jumlah partisipan 5 orang. Penelitian dilakukan di Desa Deli Tua Kecamatan Deli Serdang Tahun 2015.

Hasil : Diperoleh bahwa karakteristik pengalaman ibu nifas dalam melakukan manajemen laktasi pada bayi dengan BBLR memiliki lima tema yaitu perawatan segera setelah kelahiran bayi BBLR, kebiasaan yang dilakukan untuk menjaga suhu tubuh bayi, kebiasaan yang dilakukan untuk menaikkan berat badan bayi, kebiasaan yang dilakukan untuk menghindari bayi sakit, kebiasaan untuk mencegah infeksi pada bayi.

Kesimpulan : hasil penelitian ini diharapkan akan dapat dijadikan sebagai bahan pengetahuan dan informasi bagi bidan dalam merencanakan asuhan kebidanan yang kompherensif terkait dengan manajemen laktasi pada bayi dengan BBLR.


(12)

Puerperal Of Maternal Experience In Managing Lactation Infants With Low Birth Weight In The District Of Deli SerdangDelitua

Abstract Cut Fitriyani

Background: Infant Low Birth Weight (LBW) / Low Birth Weight (LBW) babies are born weighing less than 1,500 grams to 2,500 grams. At least 17 million low birth weight are born every year. Problem LBW is a major problem in developing countries, including Indonesia. LBW is a cause of the increased mortality (death) and morbidity (illness) in infants. LBWmajor cause of prematurity

Objective: To explore the experience of puerperal women in lactation management in infants with low birth weight in the rural districts Delitua Delitua Deliserdang district.

Methodology: This study used a qualitative research design phenomenology. Sampling technique is purposive sampling with the number of participants 5 persons. The study was conducted in the Village Deli Tua Subdistrict of Deli Serdang 2015.

Results: It was found that the characteristics of postpartum mothers experience in managing lactation in infants with low birth weight has five themes, namely care immediately after the birth of LBW infants, custom made to keep the baby's body temperature, custom made to increase the weight of the baby, custom made to avoid the baby is sick, habits to prevent infection in infants.

Conclusion: The results of this study are expected to be used as the material of knowledge and information for midwives in midwifery care kompherensif plan related to lactation management in infants with low birth weight.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)/ Low Birth Weight (LBW) adalah bayi lahir dengan berat badan 1.500 gram sampai kurang dari 2.500 gram. Paling sedikit 17 juta BBLR lahir setiap tahunnya. Masalah BBLR merupakan masalah utama di negara berkembang termasuk Indonesia. BBLR merupakan penyebab terjadinya peningkatan angka mortalitas (kematian) dan morbiditas (kesakitan) pada bayi. Penyebab utama BBLR adalah prematuritas (Yulifah, 2009).

Bayi yang lahir dengan berat badan rendah ditandai dengan umur kehamilan yang kurang dari 37 minggu, berat badan kurang dari 2.500 gram, panjang badan kurang dari 46 cm, rambut lanugo masih banyak, jaringan lemak subkutan tipis atau kurang, tulang rawan daun telinga belum sempurna penumbuhannya, kulit mengkilap, tonus otot lemah (Proverawati, 2010)

Bayi prematur (lahir sebelum gestasi 37 minggu) cenderung mengalami lebih banyak masalah dibandingkan bayi cukup bulan yang kecil (kurang dari 2,5 kg pada saat lahir). Akan tetapi, karena usia gestasi bayi tidak selalu diketahui, bayi prematur dan bayi cukup bulan yang kecil sama-sama disebut sebagai “bayi kecil”. Makin prematur bayi atau makin kecil bayi, makin cenderung bayi tersebut mengalami masalah (Tim, 2008).

Bayi berat badan rendah rentan terhadap kekurangan nutrisi, fungsi organnya belum matang, kebutuhan nutrisinya besar dan mudah sakit sehingga


(14)

pemberian ASI atau nutrisi yang tepat penting untuk tumbuh kembang yang optimal bagi bayi (Maryunani,2009).

BBLR sering mengalami kesulitan pemberian makan semata karena mereka tidak cukup matang untuk makan dengan baik. Tanpa memerhatikan masalah lain yang dialami, semua bayi kecil membutuhkan pertimbangan khusus dalam hal pemberian makan, penatalaksanaan cairan, dan mempertahankan suhu tubuh yang normal idealnya menggunakan kangoroo mother care (Tim, 2008).

Metode laktasi atau yang biasanya disebut menyusui adalah cara yang tidak ada duanya dalam pemberian makanan bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi. Pengaruhnya dapat secara biologis, kejiwaan. Zat- zat yang terkandung dalam ASI membantu melindungi bayi terhadap penyakit (Anggraeni, 2010).

Masalah dalam pemberian ASI atau menyusui pada BBLR disebabkan oleh bayi biasanya belum mampu mengisap dengan baik sehingga pemberiannya perlu secara bertahap sampai jumlah kebutuhannya terpenuhi (Proverawati, 2010).

Jika diamati dari prevalensi bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) berkurang dari11,1% lahir 2010 menjadi 10,2% tahun 2013. Variasi antar provinsi sangat mencolok dari terendah di Sumatera Utara (7,2%) sampai yang tertinggi di Sulawesi Tengah (16,9%). Untuk pertama kali tahun 2013 dilakukan juga pengumpulan data panjang bayi lahir dengan angka nasional bayi lahir pendek <48 cm adalah 20,2%, bervariasi dari yang tertinggi di Nusa Tenggara Timur (28,7%) dan terendah di Bali (9,6%) (Riskesdas, 2013).


(15)

Berdasarkan pengamatan awal yang peneliti lakukan di salah satu rumah sakit swasta, banyak ibu yang memiliki bayi prematur atau bayi kecil yang belum siap secara psikilogis dan dibebani oleh rasa takut, stress dan kecemasan yang bisa mengganggu hubungan antara ibu dan bayinya. Ketika bayi prematur boleh dibawa pulang sering kali orang tua juga belum siap untuk merawat bayi prematur di rumah terutama dalam manajemen laktasi. Kebanyakan orang tua sangat cemas membawa bayi dengan berat lahir rendah kerumah.

Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin mengetahui dan mengadakan penelitian tentang “Pengalaman Ibu Nifas Dalam Melakukan Manajemen Laktasi Pada Bayi Dengan BBLR di Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015”.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penulis merumuskan permasalahan yaitu bagaimana pengalaman ibu nifas dalam melakukan manajemen laktasi pada bayi dengan BBLR di Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang.

C.Tujuan Penelitian

Untuk mengeksplorasi pengalaman ibu nifas dalam manajemen laktasi pada bayi dengan BBLR di Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang.

D. Manfaat Penelitian


(16)

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi tenaga kesehatan seperti dokter, bidan, perawat dan tenaga kesehatan lain yang bertugas di Unit Perawatan Khusus Bayi (UPKB). 2. Bagi Pendidikan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberi tambahan informasi terutama bagi mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus.

3. Bagi Peneliti Lanjut

Sebagai masukan dan tambahan informasi bagi peneliti lanjut yang ingin meneliti tentang pengalaman manajemen laktasi pada bayi dengan berat lahir rendah.


(17)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A.Masa Post Partum (Nifas)

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlansung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan (Anggraini,2010).

B.Perubahan Fisiologis dan Anatomis Puerperium

Periode 6 minggu setelah melahirkan semua sistem dalam tubuh ibu akan pulih dari berbagai pengaruh kehamilan dan kembali pada keadaan sebelum hamil (Beischer dan Mackay 1986, Cunningham et al 1993).

Perubahan sistem reproduksi, diantara lain yaitu : 1. Uterus

Dalam masa nifas, uterus akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaaan sebelum hamil. Perubahan uterus ini dalam keseluruhannya disebut involusi. (Rukiyah.dkk, 2011).

Involusi uterus meliputi reorganisasi dan pengeluaran desidua/endometrium dan eksfoliasi tempat perlekatan plasenta yang ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada lokasi uterus juga ditandai dengan warna dan jumlah lokea.

Segera setelah pelahiran bayi, plasenta, dan selaput janin, beratnya sekitar 1000 gram. Berat uterus menurun sekitar 500 gram pada akhir minggu pertama pascapartum dan kembali pada berat


(18)

biasanya pada saat tidak hamil yaitu 70 gram pada minggu kedelapan pascapartum.

Penurunan yang cepat ini direfleksikan dengan perubahan lokasi uterus, yaitu uterus turun dari abdomen dan kembali menjadi organ panggul. Segera setelah pelahiran, tinggi fundus uteri (TFU) terletak sekitar dua per tiga hingga tiga per empat bagian atas antara simfisis pubis dan umbilikus. Letak tfu kemudian naik, sejajar dengan umbilikus dalam beberapa jam. TFU tetap terletak kira-kira sejajar (atau satu ruas jari dibawah) umbilikus selama satu atau dua hari secara bertahap turun kedalam panggul sehingga tidak dapat dipalpasi lagi diatas simpisis pubis setelah hari kesepuluh pascapartum (Varney, 2002).

2. Lochea

Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina selama masa nifas. Lochea mempunyai bau amis (anyir), meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda pada setiap wanita. Lochea biasanya berlansung kurang lebih selama 2 minggu setelah bersalin, namun penelitian terbaru mengindikasikan bahwa lochea menetap hingga 4 minggu dan dapat berhenti atau berlanjut hingga 56 hari setelah bersalin (Rukiyah, 2011)

Karena perubahan warnanya, nama deskriptif locheaa berubah : lochea rubra,serosa, atau alba. Lochea rubra berwarna merah karena mengandung darah. Lochea ini adalah yang pertama keluar segera setelah pelahiran dan terus berlanjut selama dua hingga tiga hari


(19)

pertama pascapartum. Lochea rubra pertama mengandung darah dan jaringan desidua.

Variasi dalam durasi aliran lochea sangat umum terjadi. Akan tetapi, warna aliran lochea harian cenderung semakin terang, yaitu berubah dari merah segar menjadi merah tua, kemudian coklat, dan merah muda. Aliran lochea yang tiba-tiba kembali berwarna merah segar bukan merupakan temuan normal dan memerlukan evaluasi. Penyebabnya meliputi aktifitas fisik berlebihan, bagian placenta atau selaput janin yang tertinggal, dan atonia uterus (Varney, 2004)

3. Serviks

Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks postpasrtum adalah bentuk serviks yang akan membuka seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Beberapa hari setelah persalinan, ostium externum dapat dilalui oleh 2 jari, pinggir-pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak kareana robekan dalam persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja, dan lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas dari canalis servikalis. Pada serviks terbentuk otot-otot baru yang mengakibatkan serviks memanjang seperti celah. Karena hiper palpasi


(20)

ini dan karena retralsi dari serviks, robekan serviks menjadi sembuh, setelah 6 minggu persalinan serviks menutup.

Walaupun begitu, setelah involusi selesai, ostium externum tidak serupa dengan keadaannya sebelum hamil, pada umumnya ostium externum lebih besar dan tetap ada retak-retak dan robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Oleh robekan ke samping ini terbentuk bibir depan dan bibir belakang pada serviks.

4. Vulva dan vagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol.

5. Perineum

Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada postnatal hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum melahirkan. Tipe penurunan tonus otot dan motilitas traktus intestinal berlangsung hanya beberapa waktu setelah


(21)

persalinan. Penggunaan analgetik dan anastesi yang berlebihan dapat memperlambat pemulihan kontraksi dan motilitas otot.

6. Payudara

Payudara juga akan mengalami perubahan meliputi, terjadinya penurunan kadar estrogen dan progesterone dengan peningkatan sekresi prolaktin setelah melahirkan. Kolostrum sudah ada pada waktu melahirkan, ASI diproduksi pada hari ke-3 atau ke-4 pasca persalinan. Payudara lebih besar dan lebih keras terjadi karena laktasi (pembengkakan primer). Kongesti berkurang dalam 1-2 hari. Didalam payudara prolaktin menstimulasi, bayi baru lahir memicu pelepasan oksitosin dan kontuksilitas sel-sel miopitelial, yang menstimulasi aliran susu, ini dikenal sebagai reflek let-down, jumlah rata-rata ASI yang dihasilkam selama 24 jam meningkat pada minggu pertama 6-10 ons, 1-4 minggu 20 ons dan setelah 4 minggu 30 ons.

C.Manajemen Laktasi 1. Fisiologi laktasi

Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui dari mulai ASI diproduksi, disekresi, dan pengeluaran ASI sampai pada proses bayi menghisap dan menelan ASI (Marmi, 2012).

Pada wanita yang tidak hamil berat rata-rata sekitar 200 gram, tergantung individu. Selama kehamilan, payudara meningkat dan beratnya juga meningkat dari sekitar 200 g menjadi 400-600 g. pada kehamilan trimester pertama, payudara wanita berespons terhadap perubahan


(22)

duktus-lobulus-alveoli. Selama bulan ketiga kehamilan, materi sekresi yang dikenal sebagai kolostrum mulai tampak dibawah pengaruh prolaktin, dan pada trimester terakhir, alveoli diisi dengan kolostrum. Pada minggu keenam belas kehamilan, payudara benar-benar dipersiapkan untuk laktasi, penyempurnaan fisiologis siklus reproduksi.

Hormon luteum dan plasenta memengaruhi pembentukan payudara wanita hamil,mengakibatkan pertumbuhan, dan percabangan duktus, serta pertumbuhan lobules. Laktogen placenta, prolactin, dan gonadotropin korionik bertanggung jawab terhadap kontinuitas dan percepatan pertumbuhan, dengan estrogen dan progesterone juga memainkan peran. Prolaktin adalah hormone esensial untuk penyempurnaan lobules-alveolus dalam kehamilan dan memulai sekresi air susu melalui reseptor pada dinding sel alveolus. Hipotalamus secara negatif mengendalikan prolaktin, yang disekresikan oleh hipofisis. Kadar prolaktin meningkat sebanyak sepuluh sampai duapuluh kali lipat selama kehamilan, air susu tidak diproduksi karena peningkatan kadar progesteron.

Dengan pelahiran plasenta, estrogen dan progesteron menurun hingga kadar prolaktin yang tinggi dipertahankan melalui efek menyusui, dan sekresi air susu yang banyak sekali mulai dan tampak secara klinis dua hingga tiga hari pasca partum. Payudara juga terdapat mekanisme local penendalian produksi air susu. Pengeluaran air susu menstimulasi sintesis air susu dan jika air susu tidak dikeluarkan, sekresi berhenti selama periode beberapa hari.


(23)

Laktogenesis mulai sekitar 12 minggu sebelum melahirkan sebagai laktogenesis I dan dimulai pada masa pascapartum dengan penurunan progesteron yang cepat setelah pelahiran plasenta sebagai laktogenesi II. Tahap II ditandai dengan sekresi susu yang banyak pada dua sampai tiga hari pascapartum. Tahap III laktogenesis atau disebut galaktopeoiesis merupakan produksi susu matur yang terus-menerus yang dipengaruhi seberapa sering dan seberapa sering bayi menghisap. Apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan menghasilkan ASI yang banyak (Varney, 2008). 2. Pemberian ASI

ASI dan kolostrum merupakan makanan yang terbaik untuk bayi. Kandungan dan komposisi ASI sangat sesuai dengan kebutuhan bayi pada keadaan masing-masing. Pemberian ASI sebaiknya sesering mungkin tidak perlu dijadwal, bayi disusui sesuai dengan keinginannya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung akan kosong selama 2 jam. Menyusui dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada ransangan produksi berikutnya.

Posisi yang nyaman untuk menyusui sangat penting. Lecet pada putting susu dan payudara merupakan kondisi tidak normal dalam menyusui, penyebab lecet yang paling umum adalah posisi dan perlekatan yang tidak benar pada payudara.

Posisi ibu harus adekuat diatas kursi atau tempat tidur. Posisi yang sering kali bermanfaat bagi ibu yang baru akan menyusui biasanya dengan bayi berbaring miring, menghadap ibu, kepala, leher, dan punggung atas


(24)

bayi diletakkan pada lengan bawah lateral payudara, ibu menggunakan tangan sebelahnya untuk memegang payudara disebut posisi madona. Posisi mengendong-menyilang dengan bayi berbaring miring, menghadap ibu, kepala, leher, dan punggung atas bayi diletakkan pada telapak kontralateral dan sepanjang bawahnya, tangan ibu sebelahnya memegang payudara. Kemudian posisi football yaitu bayi nerbaring miring atau punggung melingkar antara lengan dan samping dada ibu, lengan bawah dan tangan ibu menyangga bayi dan tangan sebelahnya memegang payudara.

Akan tetapi, tidak perlu menyesuaikan posisi jika ibu dan bayi nyaman, dan jika transfer air susu yang adekuat.

Untuk menyusu dengan baik, bayi harus mencakup puting dan aerola ibu dengan mulut terbuka lebar. Agar bayi menganga lebar, hidung bayi harus sejajar dengan putting susu ibu. Ibu menyangga kepala dan leher bayi dengan meletakkan tangannya pada tulang oksipital bayi dan membuat kepala bayi bergerak kebelakang pada posisi seperti mencium bunga. Saat rahang bawah bayi membuka, ibu menggerakkan bayi mendekati payudara dengan perlahan, mengarahkan bibir bawah bayi kearah lingkar luar aerola. Payudara harus benar benar memenuhi mulut bayi. Dan indicator terbaik kecukupan ASI adalah peningkatan berat badan dan haluaran bayi (Varney, 2008).


(25)

D.Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR) 1. Defenisi

Bayi BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan. Bayi yang berada dibawah persentil10 dinamakan ringan untuk umur kehamilan. Dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut prematur (Maryanti, 2011).

2. Klasifikasi

Neonatus/bayi yang termasuk dalam BBLR merupakan salah satu dari keadaan-keadaan yang menurut bulannya terbagi atas NKB SMK (Neonatus kurang bulan-sesuai masa kehamilan) adalah bayi prematur dengan berat badan lahir yang sesuai dengan masa kehamilan. NKB KMK (neonatus kurang bulan-kecil masa kehamilan) adalah bayi premature dengan berat badan lahir kurang dari normal menurut usia kehamilan. Dan NCB KMK (neonatus cukup bulan-kecil untuk masa kehamilan) adalah bayi yang lahir cukup bulan dengan berat badan lahir kurang dari normal (Maryunani, 2009).

3. Etiologi

Penyebab bayi berat lahir rendah biasanya disebabkan faktor yang beragam. faktor yang disebabkan oleh ibu karena ibu yang memiliki penyakit yang berhubungan lansung dengan kehamilan, usia ibu, berat badan ibu yang rendah, ibu hamil yang masih remaja, riwayat BBLR sebelumnya, jarak kelahiran yang terlalu dekat, ibu yang perokok, pecandu narkotika, peminum alkohol serta ibu yang menggunakan obat


(26)

antimetabolik. Faktor janin yaitu kelainan kromosom, infeksi janin kronik, radiasi. Dan faktor pendukung terjadinya BBLR lainnya adalah keadaan sosial ekonomi, keadaan ini sangat berperanan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi yang rendah (Maryanti, 2011).

4. Masalah pada BBLR a. Gangguan metabolik

Gangguan metabolik beragam yang terjadi pada BBLR, yaitu gangguan hipotermi yang terjadi karena hanya sedikitnya lemak tubuh dan system pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir belum matang. memiliki ciri-ciri suhu tubuh < 32o C, mengantuk dan sukar dibangunkan, menangis sangat lemah, seluruh tubuh dingin, pernafasan lambat dan tidak teratur, bunyi jantung lambat, tidak mau mentek sehingga beresiko dehidrasi. Gangguan hipoglikemia yaitu asupan glukosa yang kurang, akibatnya sel-sel syarah di otak mati dan memengaruhi kecerdasan bayi kelak. BBLR membutuhkan ASI sesegera mungkin setelah lahir dan minum sangat sering (setiap 2 jam pada minggu pertama). Gangguan hiperglikemia sering merupakan pada masalah bayi yang sangat amat premature yang mendapat cairan glukosa berlebihan secara intravena tetapi mungkin juga terjadi pada bayi BBLR lainnya. Dan kemudian masalah pemberian ASI terjadi pada BBLR karena ukuran tubuh bayi dengan BBLR kecil, kurang energy, lemah, lambungnya kecil dan tidak dapat menghisap. Baayi dengan BBLRsering mendapatkan ASI dengan


(27)

bantuan, membutuhkan pemberian ASI dalam jumlah yang lebih sedikit tapi sering.

b. Gangguan imunitas

Gangguan ini dibagi atas gangguan imunologik yaitu daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar Ig G, maupun gamma glubolin. Bayi premature relative belum sanggup membentuk anti bodi dan daya fagotosis serta reaksi terhadap infeksi belum baik karena system kekebalan tubuh BBLR belum matang. Kejang saat dilahirkan yang akan dipantau dalam 1 X 24 jam untuk dicari penyebabnya. Misalnya karena infeksi sebelum lahir (prenatal), pendarahan intrakrania, atau karena vit B6 yang dikonsumsi ibu, selain itu bayi dijaga jalan nafasnya bila perlu diberkan anti kejang sepeti diazepam. Gangguan imunitas lainnya adalah ikterus (kadar bilirubin yang tinggi) yang memiliki cirri-ciri kuningnya warna kulit, selaput lender dan berbagai jaringan oleh zat warna empedu. Ikterus neonatal sering ditemukan pada bayi tetapi ada ikterus patologis yang terjadi jika kuningnya timbul dalam 24 jam pertama setelah lahir, dalam sehari kadar bilirubin meningkat secara pesat atau progresif, bayi tampak tidak aktif, tidak mau menyusu, jika air kencingnya berwarna tua seperti teh, dan ada ikterus fisiologis dengan tanda tanda ikterus yang timbul pada hari kedua atau ketiga, tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melampaui batasdan tidak mempunyai potensi menjadi kern-icterus (suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirect pada otak).


(28)

c. Gangguan cairan dan elektrolit

Karena kerja ginjal masih belum matang, maka kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna. Produksi urine yang sedikit, urea clearencer yang rendah menjadi gangguan eliminasi hingga tidak sanggup mengurangi kelebihan air tubuh dan eletrolit dari badan hingga berakibat mudah terjadi oedema. gangguan eliminasi tersebut juga disebabkan saluran pencernaan pada bayi belum sempurna sehingga penyerapan makanan dengan lemah atau kurang baik. Aktifitas otot pencernaan masih belum sempurna, sehingga pengosongan lambung berkurang. Bayi jadi mudah kembung, hal ini disebabkan oleh karena stenosis anorektal, atresia ileum,peritonitis meconium,dan mega colon. Ketika gangguan pada pencernaan bayi maka usus bayi juga tidak berfungsi dengan baik disebut distensi abdomen diakibatkan motilitas usus berkurang, volume lambung berkurang sehingga waktu pengosongan lambung bertambah, daya untuk mencernakan dan mengabsorbsi lemak, laktosa, vitamin yang larut dalam lemak dan beberapa mineral tertentu berkurang. Setelah gangguan eliminasi, gangguan pencernaan, dan distensi abdomen kemudian adanya gangguan elektrolit. Diduga kehilangan cairan melalui tinja dari janij yang tidak mendapay makanan melalui mulut, sangat sedikit. Kebutuhan akan cairan sesuai dengan kehilangan cairan insensibel, cairan yang dikeluarkan ginjal, dan pengeluaran cairan yang disebabkan keadaan lainnya (Proverawati, 2010).


(29)

Masalah jangka panjang yang mungkin terjadi pada BBLR, antara lain :

a. Masalah psikis

Pada bayi BBLR, ada gangguan pertumbuhan dan perkembangan lebih lambat berkaitan dengan maturitas otak. Penelitian longitudional menunujukkan gangguan bicara dan komunikasi yaitu perbedaan kecepatan bicara yang menarik antara BBLR dan berat lahir normal (BLN). Pada bayi BBLR kemampuan bicaranya akan lambat dibandingkan BLN sampai usia 6 tahun.

b. Masalah fisik

1. Penyakit paru kronis yang disebabkan karena infeksi, kebiasaan ibu merokok selama kehamilan, dan radiasi udara di lingkungan.

2. Gangguan penglihatan (Retinopati) dan pendengaran sering dikeluhkan meskipun telah diberi oksigen terapi terkendali. Biasanya retinopathy of prematurity (ROP) ini menyerang bayi BBLR dengan BB <1500 gram dan masa gestasi <30 minggu. Bayi bisa mengalami kebutaan.

3. Kelainan bawaan adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Cacat bawaan lebih sering ditemukan pada bayi BBLR dari pada bayi lahir hidup lainnya. Sekitar 3-4 % bayi baru lahir memiliki kelainan bawaan yang berat. Faktor


(30)

resiko kelainan bawaan antara lain faktor obat-obatan, radiasi, racun ataupun infeksi (tetarogen), menjaga kesehatan janin tidak hanya dilakukan dengan menhindari tetarogen, tetapi juga mengkonsumsi gizi yang baik.

Salah satu zat penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Kemudian didalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga merupakan pelindung terhadap cedera. Jumlah cairan ketuban yang abnormal bisa menyebabkan atau menunjukkan adanya kelainan bawaan. Cairan ketuban yang terlalu sedikit bisa mempengaruhi pertumbuhan paru-paru dan anggota gerak tubuh atau bisa menunjukkan adanya kelainan ginjal yang memperlambat proses pembentukan air kemih. Penimbunan cairan ketuban terjadi jika janin mengalami gangguan menelan, yang bisa disebabkan oleh kelainan otak yang berat (misalnya anensefalus atau atresia esophagus). Kemudian genetic berperan penting dalam beberapa kelainan bawaan. (Proverawati, 2010).

5. Manajemen Laktasi BBLR

Prinsip utama pemberian makanan pada bayi prematur adalah sedikit demi sedikit, secara perlahan dan hati-hati. Bayi yang daya isapnya kuat dan tanpa rasa sakit berat dapat dicoba minum melalui mulut. Bayi dengan BB kurang dari 1500 gram dan kebanyakan juga yang lebih besar memerlukan minum pertama dengan pipa lambung karna belum adanya koordinasi antara gerakan menghisap dan menelan.

Pemberian minum bagi bayi berat lahir rendah (BBLR)menurut berat badan lahir dan keadaan bayinya :


(31)

a. Bayi dengan berat lahir 1750 – 2500 gram

Pada bayi sehat, anjurkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Bayi premature mudah merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering contohnya setiap 2 jam. Apabila bayi kurang dapat menghisap, tambahkan ASI peras dengan menggunakan alternatif cara pemberian minum bayi.

Pada bayi sakit yang tidak dapat minum per oral berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama, lalu mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau anjurkan ibu memberikan ASI sesegera mungkin setelah bayi stabil. Apabila masalah sakitnya mengahalangi proses menyusu misalnya gangguan nafas atau kejang, berikan ASI peras melalui pipa lambung dengan anjuran 8 kali dalam 24 jam.

b. Bayi dengan berat lahir 1500 – 1749 gram

Pada bayi sehat berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Berikan 8 kali dama 24 jam. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak dapat diberikan menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko terjadinya aspirasi berikan minum dengan pipa lambung. Lanjutkan pemberian dengan menggunakan cangkir/sendok bila bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak.

Pada bayi sakit berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama, lalu hari kedua berkan ASI peras melalui pipa lambung dan kurangi cairan melalui intravena. Beriakan minum 8 kali dalam 24 jam, apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB tapi


(32)

masih tampak lapar maka berikan ASI tambahan setiap kali minum. Lanjutkan pemebrian minum melalui cangkir/sendok jika bayi sudah dapat menelan dengan stabil. Jika bayi telah minum dengan baik menggunakan cangkir/sendok coba untuk menyusui lansung.

c. Berat lahir 1250 – 1499 gram

Pada bayi sehat berikan ASI peras 8 kali dalam 24 jam melalui pipa lambung. Lanjutkan pemberian melalui cangkir/sendok. Apabila bayi telah minum dengan baik menggunakan cangkir/sendok, coba untuk mulai menyusui lansung.

Pada bayi sakit berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama lalu beri ASI peras melalui pipa lambung pada hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan intravena secara perlahan. Beri minum 8 kali dalam 24 jam. Lanjutkan pemberian minum melalui cangkir/sendok. Jika bayi telah dapat minum dengan baik melalui cangkir/sendok coba untuk menyusui lansung (Proverawati, 2010). E.Metode Penelitian Kualitatif Fenomenologi

Fenomenologi diartikan sebagai pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal atau suatu studi tentang kesadaran dari perspektif dari seseorang. Istilah fenomenologi juga sering diartikan sebagai anggapan umum namun untuk menunjuk pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjek yang ditemui. Istilah fenomenologi juga mengacu pada penelitian terdisiplin tentang kesadaran dari perspektif pertama seseorang. (Moelong,2005)


(33)

Penelitian dalam pandangan fenemenologi berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu (Moelong,2005). Fenemenologi tidak berarti bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti, yang ditekankan oleh kaum fenemenologis ialah aspek subjektif dari perilaku seseorang. Tetapi peneliti berusaha untuk kedalam dunia konseptual para subjek yang ditelitinya sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu yang dikembangkan oleh mereka disekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari (Moelong,2005). F. Keabsahan Data

Hasil penelitian diharapkan mempunyai data yang akurat dan dapat dipercaya, sehingga hasil penelitian tersebut benar-benar dapat menjadi sebuah karangan ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan tanpa adanya manipulasi atau pemalsuan data. Untuk itu perlu adanya cara agar penelitian tersebut memenuhi keabsahan data. Ada beberapa kriteria yang dipenuhi, sebagaimana menurut Lincoln dan Guba (1985) bahwa tingkat kepercayaan hasil penelitian dapat dicapai jika peneliti berpegangan pada empat prinsip, meliputi: pertama, Credibility yaitu apakah hasil penelitian dapat dipercaya atau tidak, hal ini dapat dilakukan dengan cara triangulasi, member cek, dan wawancara atau pengamatan secara terus menerus (prologed engangment), kedua, Dependability yaitu apakah hasil penelitian dapat dipercaya atau tidak, hal ini dapat dilakukan dengan cara triangulasi, member cek, dan wawancara atau pengamatan secara terus menerus (prologed engangment), kedua, Dependability yaitu apakah hasil penelitian memiliki kendala atau realbilitas, dimana hasil penelitian tersebut nantinya harus memiliki kekonsistenan


(34)

terhadap data yang dikumpulkan, dianalisis dan pada saat dilakukan kesimpulan. Ketiga, confimability yaitu keyakinan akan kebenaran terhadap data yang diperoleh. Dengan meminta bantuan kepada orang lain yang berkompeten untuk memeriksa hasil dan mengoreksi hasil penelitian yang diperoleh dan dikumpulkan oleh peneliti. Keempat, transferability yaitu: mengandung makna apakah hasil penelitian ini nantinya akan dapat dipergunakan pada situasi yang lain.


(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Desain penelitian dalam penelitian ini akan menggunakan desain kualitatif fenomenologi. Fenomenologi adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk menggambarkan pengalaman hidup seseorang (Polit&Hungler,1997) dengan tujuan untuk menelaah dan mendiskripsikan sebuah fenomena sebagaimana fenomena tersebut dialami secara langsung oleh manusia dalam hidupnya sehari-hari seperti melahirkan (Asih, 2005). hal ini sesuai dengan tujuan peneliti yang ingin mengidentifikasi pengalaman ibu nifas dalam melakukan manajemen laktasi pada bayi dengan BBLR.

B.Partisipan

Pada penelitian kualitiatif, jumlah partisipan tidak ditentukan dari awal tetapi dengan menggunakan saturasi data. Apabila informasi baru yang didapatkan sama dengan informasi sebelumnya maka data dikatakan telah sampai pada titik jenuh dan pengambilan partisipan berikutnya dihentikan. Penelitian kualitatif menggunakan partisipan dalam jumlah yang sedikit dan tidak acak. Jumlah sampel (partisipan) dari penelitian kualitatif kurang lebih 10 orang. (Polit & Beck,2012).

Pengambilan partisipan dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling (Moelong,2005). Metode purposive sampling adalah metode pemilihan partisipan dalam suatu penelitian dengan menentukan terlebih dahulu kriteria sampel secara sengaja dan dengan terlebih dahulu


(36)

mempelajari ciri khas dari populasi masalah yang diteliti (Saryono, Anggraini,2013). Adapun kriteria partisipan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ibu nifas yang sedang menyusui 2. Memiliki bayi dengan BBLR

3. Bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini C.Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret dan akan dilaksanakan di desa delitua kabupaten Deli Serdang dengan pertimbangan banyak ibu ibu yang belum paham tentang perawatan bayi BBLR.

D.Pertimbangan Etik

Pada penelitian ini dilakukan pertimbangan etik, yaitu memberi penjelasan kepada calon partisipan penelitian tentang makna dan tujuan penelitian. Apabila calon partisipan bersedia berpartisipasi dalam penelitian, maka partisipan dipersilahkan untuk mendatangani lembar persetujuan atau informed consent yang sebelumnya sudah dibaca oleh partisipan dan mengerti isinya. Peneliti tidak akan memaksa jika partisipan menolak untuk diwawancarai dan tetap menghargai haknya. Penelitian ini juga tidak menimbulkan risiko bagi individu yang menjadi partisipan, baik risiko fisik maupun psikis. Selanjutnya, untuk menjaga kerahasiaan identitas partisipan, lembar pengumpulan data (kuesioner) hanya diberi nomor kode yang hanya diketahui oleh peneliti sehingga kerahasiaan identitias semua informasi yang diberikan tetap terjaga.


(37)

E. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua jenis instrumen yaitu:

a. Kuesioner data demografi berisi tentang data umum partisipan pada lembar pengumpulan data (Kuesioner) yakni: usia, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengalaman berdasarkan penyuluhan, bantuan persalinan, perawatan nifas, dan lokasi persalinan.

b. Panduan wawancara mendalam (depth interview) berupa pertanyaan tentang pengalaman ibu nifas dalam melakukan manajemen laktasi pada bayi dengan BBLR

F. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin dari Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan USU untuk melakukan penelitian. Setelah itu peneliti melakukan wawancara awal sebagai pilot studi kepada seorang ibu yang kriterianya sama dengan partisipan. Tujuan pilot study adalah sebagai latihan wawancara dan melakukan analisa data. Setelah mendapat izin dari pembimbing untuk meneliti, peneliti melakukan prolog engagement dengan cara pendekatan dan memperkenalkan diri kepada partisipan dan menjelaskan hal – hal yang terkait serta tujuan dari penelitian ini sehingga peneliti dan pertisipan dapat saling mengenal. Partisipan terlebih dahulu diminta mengisi kuesioner data demografi, setelah itu memulai wawancara sebanyak 2 kali, dan atas kesediaan partisipan peneliti merekam proses wawancara. Setelah itu hasil wawancara ditulis dalam bentuk transkip dan selanjutnya di analisa. Jika ada hal yang kurang jelas, peneliti akan melakukan wawancara ulang terhadap partisipan sampai data yang dibutuhkan terpenuhi.


(38)

G.Analisa Data

Analisa data didahului dengan proses transkripsi hasil wawancara. Kemudian setiap transkripsi diberi identitas, diperiksa keakuratannya, kemudian dianalisa.

Menurut metode Collaizi (1978) hal ini meliputi :

a. Membaca transkrip berulang-ulang agar dapat menyaru dengan data b. Merumuskan pernyataan-pernyataan spesifik

c. Menformulasikan makna dari pernyataan spesifik d. Menformulasikan tema dan kluster tema

e. Membuat deskrpsi lengkap dengan cara memberikan deskripsi kepada partisipan. (Asih,2005)

H. Tingkat Keabsahan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua prinsip dan kriteria dalam menentukan tingkat keabsahan data, yaitu

a. Prinsip creadibility karena untuk memenuhi kriteria ini, peneliti akan melakukan member check. Member checking merupakan suatu teknik untuk mempertahankan kepercayaan data dengan cara pertisipan memferifikasi dan menguraikan data yang diperoleh. Jadi dengan cara ini peneliti mengklarifikasi kembali data yang telah diperoleh kepada partisipan untuk mengetahui kesesuainnya. Member checking di lakukan peneliti dengan bertanya kembali kepada partisipan mengenai jawaban yang telah diberikan.

b. Prinsip confirmability karena untuk memenuhi kriteria tersebut peneliti menginformasikan hasil penelitian kepada pembimbing, karena


(39)

pembimbing merupakan seorang yang ahli dalam penelitian kualitatif fenomenologi, dan mendiskusikan kembali hasil wawancara dan proses member checking yang telah dilakukan dengan dosen pembimbing.


(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian pengalaman ibu nifas dalam melakukan manajemen laktasi pada bayi dengan BBLR di Kecamatan Delitua, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian fenomenologi ini bertujuan mengetahui dan mengeksplor secara mendalam bagaimana tentang pengalaman ibu nifas dalam melakukan manajemen laktasi pada bayi dengan BBLR. Lima orang partisipan dalam penelitian ini berdomisili di Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang. Dalam pengumpulan data peneliti melakukan wawancara mendalam dengan para partisipan.

1. Karakteristik Partisipan

Penelitian ini melibatkan 5 orang partisipan yang memiliki bayi BBLR. Berikut ini paparan masing-masing karakteristik partisipan dari data demografi.

Lima orang partisipan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah partisipan yang memenuhi kriteria dan bersedia untuk diwawancarai serta mau menandatangani perjanjian sebelum interview dimulai. Para partisipan adalah ibu yang pernah memiliki bayi dengan BBLR dan memberikan manajemen laktasi pada bayi tersebut. Umur kelima partisipan berkisar antara 18-31 tahun. Rata-rata umur partisipan adalah 25 tahun.

Kelima partisipan beragama Islam. Mayoritas partisipan bekerja sebagai ibu rumah tangga yaitu tiga orang, satu orang partisipan bekerja sebagai pegawai swasta, satu partisipan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Dua orang


(41)

partisipan pendidikan terakhirnya SMP, dua orang SMA dan satu orang Perguruan Tinggi. Kelima partisipan menceritakan bagaimana pengalaman melakukan manajemen laktasi pada bayi dengan BBLR. Data demografi dapat dilihat di Tabel 4.1.

Table 4.1 Karakteristik Partisipan

Parti sipan

Karakteristik

Umur Pekerjaan Suku Anak Pendidi

kan

Bb bayi

1. 18 Tahun Ibu Rumah tangga Padang Pertama SMP 1900 kg 2. 22Tahun Pembantu rumah

tangga

Jawa Kedua SMP 1800 kg

3. 23 Tahun Pegawai swasta Jawa Pertama Pergurua n tinggi

2200 kg

4. 30 Tahun Ibu Rumah Tangga Aceh Pertama SMA 2000 kg 5. 31 Tahun Ibu Rumah Tangga Jawa Ketiga SMA 1900 kg

2. Manajemen Laktasi pada Bayi dengan BBLR

Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap lima partisipan yang telah melakukan manajemen laktasi pada bayi dengan BBLR, maka peneliti menemukan lima tema dalam upaya manajemen laktasi pada bayi dengan BBLR dan telah disebutkan oleh partisipan tersebut adalah: (1) Perawatan segera setelah kelahiran bayi BBLR, (2) Kebiasaan yang dilakukan untuk menjaga suhu tubuh


(42)

bayi, (3) Kebiasaan yang dilakukan untuk menaikkan berat badan bayi, (4) Kebiasaan yang dilakukan untuk menghindari bayi sakit, (5) Kebiasaan untuk mencegah infeksi pada bayi.

Table 4.2 Tema dan Sub Tema Manajemen Laktasi pada Bayi dengan BBLR

No Tema Sub Tema

1.

Perawatan segera setelah kelahiran bayi BBLR

1.1.Meletakkan bayi diatas dada ibu 1.2.Membungkus bayi dan

membedong bayi 2. Kebiasaan yang dilakukan untuk

menjaga suhu tubuh bayi

2.1.Berjemur dibawah matahari pagi (08.00-10.00)

2.2.Menghangatkan kamar dengan cara lampu tetap hidup

2.3.Menghangatkan kamar dengan cara sale

2.4.Melakukan metode kangguru 2.5.Memandikan bayi dengan air

hangat

2.6.Memakai topi, sarung tangan dan sarung kaki

2.7.Memberikan pilis dikening bayi BBLR


(43)

ditelapak tangan dan telapak kaki

3. Kebiasaan yang dilakukan untuk menaikkan berat badan bayi

3.1.Memberikan ASI 2 jam sekali

3.2.Memberikan ASI sesering mungkin

3.3.Memberikan ASI menggunakan sendok

3.4.Memberikan air tajin

3.5.Memberikan nasi tim yang diolah sendiri

3.6.Memberikan pisang yang dihaluskan

4. Kebiasaan yang dilakukan untuk menghindari bayi sakit

4.1.Menggunakan obat-obatan dan ramuan kampung

4.2.Menggunakan gelang dan kalung dari benang 7 warna sebagai penangkal

4.3.Memakai gunting dan bawang putih

4.4.Bayi tidak boleh keluar sebelum 40 hari

4.5.Memijat dan mengoleskan minyak yang dicampurkan bawang keseluruh tubuh bayi


(44)

4.6.Membawa kebidan atau kerumah sakit

5. Kebiasaan untuk mencegah infeksi pada bayi

5.1.Mencuci tangan sebelum menyentuh bayi

5.2.Merebus kompeng, dodot bayi, dan peralatan makan

5.3.Tidak memberikan sembarang orang menggendong bayi

Ibu memiliki pengalaman yang berbeda dan beragam dalam melakukan manajemen laktasi pada bayi BBLR, hal ini dikarenakan anjuran dari bidan dan dukungan dari keluarga saat ibu merawat bayi. Meliputi: perawatan segera setelah kelahiran bayi BBLR, kebiasaan yang dilakukan untuk menjaga suhu tubuh bayi, kebiasaan yang dilakukan untuk menaikkan berat badan bayi, kebiasaan yang dilakukan untuk mengindari bayi sakit, kebiasaan untuk mencegah infeksi pada bayi. Berikut ini merupakan paparan dari masing-masing partisipan adalah sebagai berikut:

1. Perawatan segera setelah kelahiran bayi BBLR

Segera setelah lahir bayi dengan BBLR membutuhkan kehangatan. Pada masa ini bayi dihangatkan agar bayi merasa hangat dan terlindungi. Dengan dipandu oleh bidan dan didukung oleh keluarga ibu yang merasa khawatir melihat kondisi bayinya akan yakin untuk melakukan perawatan segera setelah kelahiran. Bidan meyakinkan pada ibu bahwa perawatan ini harus


(45)

dilakukan demi kebaikan bayi itu sendiri. Diantaranya adalah meletakkan bayi diatas dada ibu serta membungkus dan membedong bayi.

1.1.Meletakkan bayi diatas dada ibu

Salah satu asuhan bayi baru lahir yaitu segera setelah lahir diletakkan diatas dada ibu agar bayi merasa kehangatan dan bayi dapat meraba untuk mencari sendiri puting susu ibu agar terlaksananya IMD. Proses skin to skin ini diyakini dapat menghangatkan tubuh bayi yang baru merasakan dunia diluar uterus. Hal tersebut didukung oleh pernyataan partispan berikut ini:

“ Pas lahir sebelum dipotong tali pusatnya anak kakak lansung ditarok diatas dada kakak tanpa baju trus diatas badan anak kakak ditutup selimut biar hangat”

(Partisipan A) “Anak kakak lansung nyari puting susu waktu dinaikkan kedada kakak, kakak peluk anak kakak biar terjalin sentuhan sayang ibunya”

(Partisipan C) “setelah si adek dibedong bidannya lansung telengkupin di atas badan kakak katanya biar hangat anaknya”

(Partisipan D) 1.2.Membungkus dan membedong bayi

Menurut kepercayaan dan adat istiadat disetiap daerah bayi yang baru lahir harus dibedong walaupun telah banyak penyuluhan kesehatan tentang larangan membedong bayi baru lahir normal. Tetapi pada bayi yang berat badan lahir kurang sangat efektif jika dibedong karena dapat membantu menghangatkan tubuh bayi. Hal tersebut didukung oleh pernyataan partisipan berikut ini:


(46)

“Anak saya dibedong sama mamak saya sampe usianya 3 bulan dek”

(Partisipan A) “Cuma satu bulan bayi kakak dibedong dek biar dia tetap hangat badannya trus mengantisipasi jalannya ngangkang pas gedek”

(Partisipan C) “Anak kakak kalo dibedong rewel dek, jadi setelah berat badannya normal gak kakak bedong lagi dia”

(Partisipan E)

2. Kebiasaan yang dilakukan untuk menjaga suhu tubuh bayi

Ketika bayi lahir, tentu saja tubuh bayi akan menyesuaikan diri dengan kehidupan diluar uterus. Agar tidak kehilangan panas tubuh ada beberapa ritual yang dilakukan, diantaranya adalah berjemur dibawah matahari pagi (08.00-10.00), menghangatkan kamar dengan cara lampu tetap hidup, menghangatkan kamar dengan cara sale, melakukan metode kangguru, memandikan bayi dengan air hangat, memakai topi, sarung tangan dan sarung kaki, memberikan pilis dikening bayi BBLR, mengoleskan minyak telon ditelapak tangan dan telapak kaki.

2.1.Berjemur dibawah matahari pagi (08.00-10.00)

Matahari pagi memproduksi vitamin D alami yang berfungsi sebagai pembentukan tulang dan memberikan kehangatan alami kepada tubuh. Pada bayi BBLR matahri pagi sangat baik diberikan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan partisipan berikut ini:

“Setiap jam stengah sembilan pagi mamak saya slalu menggendong anak saya kedepan teras untuk menjemur anak saya dek, agar anak saya gak kuning”


(47)

2.2.Menghangatkan kamar dengan cara lampu tetap hidup

Suhu ruangan diciptakan sehangat mungkin agar bayi tidak kedinginan. Lampu pijar dapat menciptakan kehangatan dalam kamar. Hal tersebut didukung oleh pernyataan partisipan berikut ini:

“dikamar kakak jendelanya gak di buka dek, lampunya gapernah dimatiin”

(Partisipan A) “biar kamarnya hangat lampu kamar gak dikasih matikan sama mamak saya dek, katanya biar suhu kamarnya gak dingin dek”

(partisipan B) “siang siang pun lampu kamar kami tetap hidup”

(Partisipan C) “lampu kamar gak pernah dimatikan dek, malah kalo lagi cuaca dingin diatas tempat tidur dipasang lampu belajar dan dihidupin mengarah ke anak kakak dek biar gak kedinginan”

(Partisipan E)

2.3.Menghangatkan kamar dengan cara sale

Sale adalah adat istiadat suku Aceh yang diberikan kepada ibu nifas. Caranya dengan membakar arang lalu diletakkan dibawah tempat tidur. Cara sale juga dapat menciptakan kehangatan kamar secara alami. Hal tersebut didukung oleh pernyataan partisipan berikut ini:

“Suku Aceh ada istilahnya sale dek, pas kakak di sale si adek juga ikut tidur disamping kakak”


(48)

2.4.Melakukan metode kangguru

Salah satu cara untuk mengurangi kesakitan dan keatian BBLR adalah dengan Perawatan Metode Kangguru (PMK) yaitu perwatan bayi baru lahir dengan melekatkan bayi didada ibu ataupun keluarga yang lain ada kontak kulit antar bayi dengan ibu atau keluarga sehingga suhu tubuh bayi tetap hangat. Hal tersebut didukung oleh pernyataan partisipan berikut ini:

“anak kakak sering dimasukkan kedalam baju dek, kadang mau juga dipeluk ayahnya biar dia merasa hangat”

(Partisipan A) “karena saya lemas kali dek, jadi suami atau ibu saya yg memeluk bayi saya dek, tapi terkadang diberikan kesaya juga sih dek”

(Partisipan B) “kemarin bidannya ngajarin kami metode kangguru dek, anak saya jadinya saya peluk terus diatas dada saya dek”

(Partisipan C) “setiap malam anak saya tidur diatas dada saya dek”

(Partisipan D) “biar bayi tetap hangat trus ngerasa asuhan kasih saying jadi anak saya sering saya peluk diatas dada saya dek”

(Partisipan E)

2.5.Memandikan bayi dengan air hangat

Salah satu bentuk personal hygine adalah memandikan bayi. Pada bayi BBLR air yang digunakan tidak boleh terlalu dingin, agar bayi tidak kehilangan panas tubuhnya. Ait yang digunakan untuk mandi bayi harus


(49)

diupayakan sehangat mungkin. Hal tersebut didukung oleh pernyataan partisipan berikut ini:

“anak saya dimandikan setiap pagi dan sore pakai air hangat”

(Partisipan A) “mamak saya yang selalu memandikan anak saya dek, biasanya pake air hangat kuku dek dan gak lama lama biar gak menggigil”

(Partisipan B) “saya takut mandikan anak saya dek, jadi bidannya setiap hari datang untuk mandikan anak saya”

(Partisipan D)

2.6.Memakai topi, sarung tangan dan sarung kaki

Menurut tradisi topi memang baik untuk menjaga agar bayi tidak kedinginan serta sarung tangan dan sarung kaki agar kuku bayi tidak melukai kulit bayi yang tergesek dengan kukunya selain itu juga berfungsi untuk menghangatkan atau mencegah bayi masuk angin. Hal tersebut didukung oleh pernyataan partisipan berikut ini:

“Bayi saya selalu memakai topi dan sarung tangan sarung kaki”

(Partisipan C) “kalo keluar rumah, topi sama sarung tangannya gak ktinggalan dek biar gak masuk angin dia”


(50)

2.7.Memberikan pilis dikening bayi

Pilis dipercaya dapat mencegah masuk angin bagi ibu post partum juga diberikan pilis, pilis dioleskan dikening sibayi. Hal tersebut didukung oleh pernyataan partisipan berikut ini:

“mertua saya memang nyuruh kening bayi saya dioles pilis dek”

(Partisipan A) “setiap habis mandi pake pilis”

(Partisipan B) “karena sudah tradisi kakak sama si adek di pakekan pilis dek”

(Partisipan C) “selama 40 hari kening anak kakak dioles pilis”

(Partisipan E)

2.8.Mengoleskan minyak telon ditelapak tangan dan telapak kaki

Minyak telon berguna menghangatkan, selain minyak telon juga digunakan baby oil karena tubuh bayi dengan BBLR kulitnya sangatlah sensitif. Hal tersebut didukung oleh pernyataan partisipan berikut ini :

“sehabis mandi telapak tangan dan telapak kaki anak saya dioles minyak telon biar hangat”

(Partisipan C) “tangan dan kakinya kadang dioles minyak telon kadang baby oil”

(Partisipan D) 3. Kebiasaan yang dilakukan untuk menaikkan berat badan bayi

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap kelima partisipan, seluruhnya memebrikan ASI pada bayinya tapi mereka juga memberikan makanan tambahan sebagai MP-ASI. Tetapi mereka lebih mengutamakan pemberian ASI. Adapun nutrisi yang mereka berikan, diantaranya adalah:


(51)

Memberikan ASI 2 jam sekali, memberikan ASI sesering mungkin, memberikan ASI menggunakan sendok, memberikan air tajin, memberikan nasi tim yang diolah sendiri, memberikan pisang yang dihaluskan.

3.1.Memberikan ASI 2 jam sekali

Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan, partisipan mengatakan bahwa memberikan ASI setiap 2jam efektif untuk menaikan berat badan bayi. Hal tersebut didukung oleh pernyataan partisipan berikut ini:

“setiap 2 jam sekali saya rutin memberikan ASI pada anak saya”

(Partisipan E)

3.2.Memberikan ASI sesering mungkin

Dari beberapa partisipan yang diwawancarai, ada yang menyatakan memberikan ASI sesering mungkin dapat menaikkan berat badan bayi BBLR. Hal tersebut didukung oleh pernyataan partisipan berikut ini:

“asal anak kakak lidahnya udah melet-melet lansung kakak susuin dek”

(Partisipan A) “kalo udah rewel itu tandanya dia haus, lansung kakak gendong dan kasi ASI anak kakak dek”

(Partisipan B) “semakin bertambah hari semakin sering kakak kasi ASI biar cepat naik berat badannnya dek”\

(Partisipan D)

3.3.Memberikan ASI menggunakan sendok

Dari hasil wawancara ada partisipan yang refleks menghisap bayinya tidak kuat, maka ibu memerah ASInya dengan pompa lalu menyendokkan


(52)

secara perlahan kepada bayinya. Hal tersebut didukung oleh pernyataan partisipan berikut ini:

“anak kakak malah ngisap dek, mungkin belum kuat dia, jadi kakak sendokkan ASInya tp setelah 2 minggu kakak tetekin dia dek tapi harus sabar sabarlah”

(Partisipan C) 3.4.Memberikan air tajin

Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti ada dua partisipan yang memberikan air tajin untuk mendukung kenaikan berat badan bayinya. Hal tersebut didukung oleh pernyataan partisipan berikut ini:

“kalo ASI kakak lagi gak banyak, dibuatkan air tajin hangat sama mamak kakak dek, trus diminumkan anak kakak dek”

(Partisipan B) “kalo dikampung kakak air tajin memang minuman buat bayi dek apalagi kalo dia rewel mungkin karena kekurangan ASI, ngak berbahaya kok kata orang tua dulu”

(Partisipan E)

3.5.Memberikan nasi tim

Dari wawancara pada partispan ada yang memberikan nasi tim dengan campuran yang diolah sendiri pada bayinya. Menurut partisipan nasi tim mendukung kenaikan berat badan bayi. Hal tersebt didukung oleh pernyataan partisipan berikut ini:

“selain air tajin ditambahkan juga nasi tim yang mamak kakak buat biasanya dicampur sama hati ayam, kentang, wartel, pokoknya dihaluskan jadi satu biar anak kakak kenyang dan gak rewel lagio dek”


(53)

3.6.Memberikan pisang yang dihaluskan\

Pisang yang digunakan adalah pisang barangan, menurut partisipan pisang juga mendukung sebagai makanan bayi. Hal tersebut didukung oleh pernyataan partisipan berikut ini:

“anak kakak umur 2 minggu udah dikasi makan pisang barangan yg dikerok trus dihaluskan dek”

(Partisipan D) “kalo anak kakak memang ada dicoba dikasi pisang halus itu dua kali tapi yang ketiga hari dia gamau lagi padahalkan pisang bagus biar dia gak mencret”

(Partisipan E)

4. Kebiasaan yang dilakukan untuk menghindari bayi sakit

Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan pada 5 partisipan, mereka punya cara yang beragam untuk menghindari bayi sakit mulai dari kebiasaan spiritual ataupun medis. Diantaranya adalah menggunakan obat-obatan dan ramuan kampong, menggunakan gelang dan kalung dari benang 7 warna sebagai penangkal, memakai gunting dan bawang putih, bayi tidak boleh keluar sebelum 40 hari, memijat dan mengoleskan minyak yang dicampurkan bawang keseluruh tubuh bayi, membawa kebidan atau kerumah sakit.

4.1.Menggunakan obat-obatan dan ramuan kampong

“anak kakak kalo udah masuk angin dipanggang daun jarak trus tarok diatas perutnya baru dilapisi gurita”


(54)

“udah jadi rahasia semua orang dek kalo anak anak sakit perut atau mencret dibalut sama daun jarak layu pasti besoknya sembuh”

(Partisipan C) “kalo perut anak kakak udah gembung lansung dipanaskan daun jarak sama mamak kakak trus diletakkan diatas perut siadek”

(Partisipan D) “memang daun jarak ampuh dek kalo untuk anak kakak udah mulai sakit”

(Partisipan E)

4.2.Menggunakan gelang dan kalung dari benang 7 warna sebagai penangkal “ pas lahir memang udah dibuatkan sama kakeknya

siadek gelas sama kalung yang diikat diperut, sebagai penangkal makhluk halus dek”

(Partisipan A) “ menurut tradisi memang setiap bayi baru lahir itu hari diikatkan benang 7 warna diperutnya sebagai obat”

(Partisipan C) 4.3.Memakai gunting dan bawang putih

“biar ga diganggu makhluk jahat bajunya dipenitikan gunting lipat”

(Partisipan A) “dibawah bantalnya diselip gunting sama bawang

putih dek, sebenarnya saya tidak terlalu percaya hal mistis, tapi kalo ga dilakukan mamak saya marah karena itu memang pengobatan tradisonal”

(Partisipan B)

4.4. Memijat dan mengoles minyak yang dicampurkan bawang keseluruh tubuh bayi

“neneknya sering buat minyak lampu dicampur bawang trus dipijat pijat ke badan anak kakak dek”


(55)

(Partisipan B) “biar hangat kakak oleskan minyak pake bawang ke badan si adek, trus kalo dukun anak itu datang sering dibuat pijat bayi dek biar peredaran darah anak kakak lancar”

(Partisipan C) “pas umur dua bulan anak kakak pernah dipijat sama mamak kakak dek”

(Partisipan D) “kalo udah hujan kakak oleskan minyak pake bawang dek ke badannya trus keperutnya anak kakak biar hangat badannya trus gak masuk angin”

(Partisipan E)

4.5.Membawa kebidan atau kerumah sakit

“anak kakak insyaallah belum pernah sakit parah dek. Palingan kalo demam dibawa ke bidan lina yang didepan”

(Partisipan A) “kalo imunisasi aja dibawa kebidan dek. Disini bidannya mau dipanggil kerumah kalo anak kakak sakit”

(Partisipan C)

5. Kebiasaan untuk mencegah infeksi pada bayi

Bayi BBLR sangat rentan terkena infeksi karena kadar immunoglobulin pada bayi BBLR masih sangat rendah, jadi perlu menjaga kebersihan dan lingkungan yang optimal untuk tumbuh kembang bayi. Diantaranya adalah mencuci tangan sebelum menyentuh bayi, merebus kompeng, dodot bayi, dan peralatan makan, tidak memberikan sembarang orang menggendong bayi. 5.1.Mencuci tangan sebelum menyentuh bayi

“sebelum ngegendong anak kakak, kakak cuci tangan dulu dek”


(56)

“kalo mau netekin kakak bersihin dulu pake air hangat daerah putingnya dek, trus kakak pijat sikit biar lancar keluar air susunya”

(Partisipan C) “siapapun yang mau megang anak kakak disuruh cuci tangan dulu”

(Partisipan D ) “kalo suami kakak pulang kerja gak kakak kasih megang si adek lansung dek, kakak suruh mandi bersih bersih dulu baru boleh soalnya kan dari luar banyak kumannnya dek”

(Partisipan E)

5.2.Merebus kompeng , dodot bayi, dan peralatan makan

“ sebelum buat susu direbus dulu dek dodotnya biar hilang kumannya”

(Partisipan B) “setiap pagi direbus sama mamak kakak dek smua peralatan makan sama dodotnya smua dek”

(Partisipan C)

5.3.Tidak memberikan sembarang orang menggendong bayi

“kalo ada orang datang ya kakak ajalah yang gendong bayi kakak dek, gak kakak kasih gendong dek, takut salah gendong kan kasian bayi kakak”

(Partisipan A) “pas tamu datang kakak cuma kasih liat ajalah dek gak kakak kasih gendong”

(Partisipan D) B. PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian yang diperoleh dari partisipan sesuai dengan teori yang berhubungan yaitu mengenai manajaemen laktasi pada bayi BBLR di kecamatan delitua kabupaten deli


(57)

serdang dimana meliputi perawatan segera setelah kelahiran bayi BBLR, kebiasaan yang dilakukan untuk menjaga suhu tubuh bayi, kebiasaan yang dilakukan untuk menaikkan berat badan bayi, kebiasaan yang dilakukan untuk mengindari bayi sakit, kebiasaan untuk mencegah infeksi pada bayi

Pada bayi BBLR banyak sekali resiko terjadi permasalahn pada system tubuh, oleh karena kondisi tubuh yang tidak stabil. Kematian perinatal pada bayi BBLR adalah 8 kali lebih besar dari bayi normal. Prognosis akan lebih buruk bila berat badan semakin rendah, kematian sering disebabkan karena komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi, pneumonia, pendarahan intra kranial, hipoglikemia. Bila hidup akan dijumpai kerusakan saraf, gangguan bicara, tingkat kecerdasan rendah. Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan dan postnatal.pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan, pencegahan infeksi, mengatasi pernafasan, asfiksia,hiperbilirubinemia, hipoglikemia, dan lain-lain (Proverawati, 2010)

Oleh karena itu penting bagi tenaga kesehatan memahami manajemen laktasi pada bayi BBLR agar dapat mengurangi kematian yang terjadi karena berat badan bayi semangkin buruk atau rendah.

Hal ini dapat kita lihat dari lima informan yang memberikan manajemen laktasi dan perawatan pada bayi serta masih memberikan makanan pendamping ASI walaupun sudah diberikan penyuluhan oleh tenaga kesehatan yang ada disekitar wilayah mereka. Sudah menjadi tradisi bagi setiap masyarakat bahwa bayi yang baru lahir membutuhkan makanan


(58)

pendamping bila ASI yang keluar sedikit tanpa memperdulikan kapasitas lambung bayi.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa terdapat nilai-nilai yang mendasari praktek manajemen laktasi pada bayi BBLR terdiri lima ketegori yaitu, perawatan segera setelah kelahiran bayi BBLR, kebiasaan yang dilakukan untuk menjaga suhu tubuh bayi, kebiasaan yang dilakukan untuk menaikkan berat badan bayi, kebiasaan yang dilakukan untuk menghindari bayi sakit, kebiasaan untuk mencegah infeksi pada bayi

1. Interprestasi dan hasil diskusi

Bayi baru lahir terhitung mulai usia 0 sampai 28 hari atau satu bulan. Hari sesudah bayi lahir sangat penting oleh karena keadaannya hari itu menentukan perkembangan selanjutnya ( Maryunani, 2008 ).

Orang tua, terutama ibu, secara fisik dan psikologis mesti mampu dan siap merawat bayinya di rumah. Ibu harus dapat menguasai cara memberi ASI dengan benar, cara memandikan, merawat tali pusat, mengganti popok, member ASI dan Pendamping ASI (PASI), juga menjaga kebersihan dan lingkungan yang optimal untuk tumbuh kembang bayi. Ibu harus percaya diri dan berani merawat bayinya sendiri, karena dari situlah akan terjadi kontak untuk menciptakan bonding antara ibu dan bayi (Proverawati, 2010).

1.1 Perawatan segera setelah kelahiran BBLR

Dari hasil penelitian partisipan menyebutkan bahwa mereka yang melakukan perawatan segera kelahiran BBLR dengan meletakkan bayi diatas dada ibu serta membungkus dan membedong bayi.


(59)

Perawatan harian untuk bayi baru lahir salah satunya dalam keseharian yang biasa dilakukan ibu saat terbiasa dengan rutinitas seperti menenangkan bayi saat rewel, dan menidurkannya diatas dada ibu, ketergantungan bayi kepada ibunya akan melekat. Pada bayi BBLR ibu harus berani mendekatkan diri pada bayinya karena bayi dengan BBLR membutuhkan bonding antara ibu dan bayi.

Meskipun umumnya partisipan melahirkan anak pertama dengan kelahiran prematur, tetapi semua partisipan memiliki pengetahuan dasar yang cukup tentang perawatan bayi baru lahir. Pengetahuan semua partisipan diperoleh dari penjelasan dari petugas kesehatan baik saat konsultasi di puskesmas ataupun pengobatan di posyandu.

1.1. Kebiasaan yang dilakukan untuk menjaga suhu tubuh bayi

Bayi kecil sangat rentan terhadap perubahan suhu. Sehingga sebaiknya ruangan dijaga agar tetap hangat. Upaya para ibu untuk menjaga kehangatan bayi diantaranya, menghangatkan kamar dengan cara lampu tetap hidup, melakukan metode kangguru, memakai topi, sarung tangan dan sarung kaki, mengoleskan minyak telon ditelapak tangan dan telapak kaki.

Metode kangguru adalah metode yang tepat dalam merawat BBLR, yakni dengan kangaroo mother care atau metode kangguru. Metode kanguru adalah perawatan bayi baru lahir seperti kanguru dalam kantung ibunya. Keunggulan metode ini bayi mendapatkan panas alami (36-37o C) terus menerus lansung dari kulit ibu, mendapatkan kehangatan udara dalam baju ibu, serta ASI menjadi lancar (Proverawati, 2010).


(60)

1.2. Kebiasaan yang dilakukan untuk menaikkan berat badan bayi

Refleks menelan BBLR belum sempurna. Oleh sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat. ASI merupakan pilihan pertama jika bayi mampu mengisap. ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASI adalah pilihan yang harus didahulukan untuk diberikan. ASI juga dapat dikeluarkan dan diberikan pada bayi yang tidak cukup menghisap. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI diperas atau diminumkandengan sendok perlahan lahan atau jika dirawat dirumah sakit dengan memasang sonde ke lambung.

Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu formula yang komposisinya mirip ASI atau susu formula khusus bayi BBLR. Ketika refleks menghisap masih lemah, sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit tapi dengan frekuensi lebih sering (Proverawati, 2010)

Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat (Ekka, 2013)

1.3.Kebiasaan yang dilakukan untuk menghindari bayi sakit

Dari hasil penelitian partisipan mengatakan kebiasaan yang dilakukan untuk menghindari bayi sakit yaitu menggunakan obat-obatan dan ramuan kampung, menggunakan gelang dan kalung dari benang 7 warna sebagai penangkal, memakai gunting dan bawang putih, bayi tidak boleh keluar


(61)

sebelum 40 hari , memijat dan mengoleskan minyak yang dicampurkan bawang keseluruh tubuh bayi, membawa kebidan atau kerumah sakit

Menggunakan obat obatan dan ramuan kampong karena sudah menjadi tradisi. Obat obatan dan ramuan kampung yang digunakan adalah daun jarak yang berfungsi untuk mencegah masuk angin pada bayi tersebut.

Apabila bayi terlihat dalam kondisi yang memburuk seprti tidak mau minum, suara menangis yang lemah sesak, terlihat lemah, buang air besar terganggu dan suhu tubuhnya tinggi sebaiknya segera diperiksakan kembali kedokter atau kebidan terdekat untuk dilakukan tindakan perawatan lebih lanjut (Proverawati, 2010).

1.5Kebiasaan untuk mencegah infeksi pada bayi

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap partisipan, kebiasaan yang dilakukan oleh partisipan untuk mencegah infeksi pada bayi yaitu Mencuci tangan sebelum menyentuh bayi, merebus kompeng, dodot bayi, dan peralatan makan, tidak memberikan sembarang orang menggendong bayi.

Bayi premature sangat rentan terhadap infeksi oleh karena daya tahan tubuh bayi lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan antibody belum sempurna. Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik. Prosedur yang dapat dilakukan dalam rangka pencegahan infeksi adalah mencuci tangan sampai kesiku dengan sabun dan air mengalir, mencuci tangan dengan zat antiseptic/sabun setiap dan sesudah memegang bayi, melakukan tindakan


(62)

untuk mengurangi kontaminasi pada makanan bayi dan semua benda yang berhubungan lansung dengan bayi, mencegah kontaminasi udara sekitar bayi, membatasi kontak lansung bayi dengan para pengunjung dan melarang penderita infeksi masuk kekamar bayi (Proverawati, 2010).

1.3.1. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian kualitatif, peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Oleh karena itu, untuk dapat menjadi instrumen, maka peneliti harus memiliki kemampuan untuk melakukan wawancara mendalam. Pada penelitian ini, peneliti sebagai instrumen masih membutuhkan banyak pengalaman agar hasil peneltian mencakup seluruh aspek yang diinginkan. 1.3.2. Implikasi Untuk Asuhan Kebidanan/Pendidikan Bidan

Dari hasil penelitian ditemukan tentang perawatan segera setelah kelahiran bayi BBLR, kebiasaan yang dilakukan untuk menjaga suhu tubuh bayi, kebiasaan yang dilakukan untuk menaikkan berat badan bayi, kebiasaan yang dilakukan untuk mengindari bayi sakit, kebiasaan untuk mencegah infeksi pada bayi. Hasil penelitian ini dapat diimplikasikan bagi tenaga kesehatan khususnya dalam memberikan asuhan kebidanan pada pasien yang melakukan manajemen laktasi pada bayi BBLR, bagi pendidikan dan bagi peneliti selanjutnya.


(63)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian yang diperoleh peneliti dari kelima partisipan tentang manajemen laktasi pada bayi BBLR meliputi memberikan ASI 2 jam sekali, memberikan ASI sesering mungkin, memberikan ASI menggunakan sendok, memberikan air tajin, memberikan nasi tim yang diolah sendiri, dan memberikan pisang yang dihaluskan. Dari kelima partisipan semuanya melakukan manajemen laktasi yang sama pada BBLR.

Dari hasil pembahasan berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti terhadap kelima partisipan terdapat beberapa persamaan antara teoretis dengan kenyataan yang dijumpai di lapangan berdasarkan dari manajemen laktasi terhadap bayi BBLR. Misalnya untuk memberikan ASI dengan sendok jika refleks menghisap bayi masih lemah. Menurut Proverawati (2010) pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat menghisap dan sianosis ketika minum melalui botol, sendok atau menetek pada ibunya, makanan diberikan melalui Naso Gastrik Tube (NGT).

Selain itu juga ditemukan partisipan yang memberika n ASI dua jam sekali sesuai dengan Proverawati (2010) yang mengatakan bahwa jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat


(64)

badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval setiap jam dilakukan pada bayi dengan Berat Badan Lebih Rendah.

Dari kebiasaan yang dilakukan pada partisipan yang memberikan air tajin, pisang dan bubur tim tidak sesuai dengan alat pencernaan bayi BBLR masih belum sempurna, lambung kecil, enzim pencernaan belum matang. Menurut Proverawati (2010) ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASI adalah pilihan yang harus didahulukan untuk diberikan.

Banyak juga pembahasan yang tidak dapat dibuktikan secara teoritis, namun menjadi budaya yang melekat pada masyarakat setempat dan sulit dibuktikan kebenarannya secara teoritis. Dari penelitian ini peneliti dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang perawatan dan manajemen laktasi pada bayi baru BBLR. Masih ada hal yang berdampak positif bagi bayi dalam perawatan dan manajemen laktasi pada bayi tersebut .

B. Saran

Saran yang perlu dikemukakan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tenaga Kesehatan

Diharapkan tenaga kesehatan agar dapat memberikan penyuluhan tentang manajemen laktasi pada bayi BBLR, selain itu juga diharapkan pada tenaga kesehatan agar memperhatikan kebutuhan nutrisi pada bayi BBLR.


(65)

2. Pendidikan

Hasil penelitian diaharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk menambah pengetahuan bagi mahasiswa nantinya dalam menerapkan asuhan kebidanan khususnya pada manajemen laktasi yang baik dan mencegah angka kesakitan dan kematian pada bayi BBLR tersebut sesuai acuan kebidanan.

3. Peneliti Lanjutan

Diharapkan peneliti lanjutan dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai masukan dan tambahan informasi tentang penelitian fenomenologi atau bahan perbandingan terhadap penelitian yang akan dilakukan selanjutnya


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Y. (2010) Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka Rihama

Cunningham,F.G. Gant,N.F, Leveno,K.J. (2006). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.

Marmi (2011). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas “Peuperium Care”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Maryanti, D. Sujianti. Budiarti, T (2011) Buku Ajar Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta: Trans Info Media

Maryunani, A. Nurhayati. (2009) Asuhan Kegawatdaruratan Dan Penyulit Pada Neonatus. Jakarta : Trans Info Media

Moelong, Lexy. J. (2005). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Nurjannannah, N, Maemunah, A, Badriah, D. (2013) Asuhan Kebidanan Postpartum. Bandung: Refika Aditama

Polit & Hungler. (2001). Essential of Nursing Research Metthods, Appraisals and Utilization. Philadelphia: Lippincott.

Polit, D,F. Beck, C. T. (2012) Nursing Research: Generting and Assessing Evidence For Nursing Practice (9th ed). Philadelphia: Lippincott..Soepardan, Soeryani. (2007). Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.

Potter, Perry (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Alih Bahasa: Yasmin Asih, Jakarta: EGC.

Proverawati, Atikah (2010) BBLR Berat Badan Lahir Rendah. Yogjakarta: Nuha Medica

Roito, J,H. Nurmalis, N. Mardiah. (2013). Asuhan Kebidanan Ibu Nifas & Deteksi Dini Komplikasi. Jakarta: EGC

Rukiyah, Y,A. Yulianti, L. Liana, M. (2011) Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: Trans Info Media.

Varney, H. Kriebs,J.M, Gegor.C.L. (2008) Buku ajar Asuhan Kebidanan Volume 2. Jakarta: EGC


(67)

Yulifah, R. Yuswanto, T,J,A. (2009). Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika.


(68)

Lampiran 1

Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan Penelitian

Pengalaman Ibu Nifas Dalam Melakukan Manajemen Laktasi Pada Bayi Dengan BBLR Di Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

Dengan hormat,

Saya yang bernama Cut Fitriyani, Nim: 145102032 adalah Mahasiswa Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Pengalaman Ibu Nifas Dalam Melakukan Manajemen Laktasi Pada Bayi Dengan BBLR Di Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015”. Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat lulus program studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Universitas Keperawatan Sumatera Utara.

Saya berharap saudara berpartisipasi sebagai bagian dari penelitian ini untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Partisipasi saudara bersifat sukarela dan tidak dipengaruhi oleh orang lain. Jika saudara bersedia menjadi responden penelitian ini, saudara dapat mendatangani surat persetujuan ini.

Atas perhatian dan kesediaaan saudara untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.

Partisipan


(69)

Lampiran 2

Panduan Wawancara Penelitian

Pengalaman Ibu Nifas Dalam Melakukan Manajemen Laktasi Pada Bayi Dengan BBLR Di Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

No. Responden:

Tanggal :

Pertanyaan penelitian

1. Coba ibu ceritakan bagaimana pengalaman ibu melakukan manajemen laktasi pada BBLR?

2. Bagaimana cara ibu melakukan proses menyusui pada bayi BBLR? 3. Apa hambatan/masalah yang ibu hadapi saat menyusui bayi BBLR?

4. Bagaimana cara ibu mengatasi hambatan/masalah saat menyusui bayi BBLR?


(70)

Lampiran 3

Instrumen Penelitian

Pengalaman Ibu Nifas Dalam Melakukan Manajemen Laktasi Pada Bayi Dengan BBLR Di Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015 No Responden :

Petunjuk Pengisian :

Data Demografi

1. Umur :

2. Pendidikan : 3. Lama bekerja :

4. Agama :


(1)

mandi tangan dan kakinya dioleh minyak telon atau baby oil biar tetap hangat dek.

Peneliti :lalu rutinitas apalagi yang diberikan pada bayi kakak? Partisipan :setiap jam setengah sembilan pagi mamak saya selalu

menggendong anak saya untuk menjemur anak saya agar tidak kuning dek.trus pas umur 2 bulan pernah dipijat sama mamak kakak.

Peneliti : lalu bagaimana dengan menyusuinya kak ?

Partispan :anak kakak dari lahir kakak kasih asi dek, dan setiap hari makin bertambah semakin sering kakak kasih asi biar cepat naik badannya dek

Peneliti :apakah ada makanan tambahan kak?

Partisipan :ada dek,anak kakak umur 2 minggu sudah dikasih makan pisang barangan yang dikerok trus dihaluskan dek

Peneliti :ada kendala memberikan makan anak kakak? Partisipan : tidak ada dek

Peneliti : ada lagi perawatan yang kakak berikan?

Partisipan :ada dek, kakak menjaga agar anak kakak tidak terkena virus, kalo ada tamu datang kakak Cuma bolehin liat aja dek ga dibolehin gendong. Bukan niat mau sombong tapi kan anak kakak kasian juga dek kalo infeksi, kakak atau siapa aja orang rumah kalau mau menggendong harus cuci tangan dulu

Peneliti :iya kak,adalagi gak yang belum kakak berikan informasi kak? Partispan :udah smua dek


(2)

PARTISIPAN E

Peneliti :bagaimana rutinitas menyusui anak kakak?

Partispan :setiap 2 jam sekali saya selalu memberikan ASI pada anak saya Partisipan ;apakah ada makanan tambahan yang kaka berikan?

Partisipan :ada dicoba kasih pisang halus itu dek, tapi setelah dua kali diberikan ketiga kalinya anak kakak gamau lagi, padahal pisang bagus buat ga mencret anak kakak. Jadi sekarang kalo anak kakak rewel mungkin karena asinya kurang dikasi air tajin.

Peneliti :apa tidak berbahaya air tajin itu kak?

Partisipan :kalo kata orang tua dulu tidah berbahaya kok dek, sama kayak penggunaan pilis dek

Peneliti :bagaimana penggunaan pilis itu kak?

Partisipan :selama 40 hari kening anak kakak dioles pilis dek Peneliti :supaya apa pilis itu kak?

Partisipan :biar hangat aja dek

Peneliti :trus cara apa lagi yang kk berikan agar bayi kakak tetap hangat? Partisipan :dibedong dek, tapi anak akakkkalo dibedong rewel dek, jadi

setelah berat badannya normal gak kakak bedong lagi dia dek, trus lampu kamar kami gak pernah dimatikan dek, malah kalau cuaca dingin diatas tempat tidur dipasang lampu belajar dan dihidupin mengarah keanak kakak dek biar hangat

Peneliti :trus adalagi gak upaya kakak?

Partisipan :ada dek, biar bayi tetap hangat trus ngerasa asuhan kasih saying ibu saya sering peluk diatas dada saya dek trus palingan kalo kluar rumah topi sama sarung tangannya gak ktinggalan lah dek biar gak masuk angin

Peneliti :apa kakak pernah memakai daun jarak?

Partisipan :memang daun jarak ampuh dek kalau anak kakak udah mulai sakit, trus kalo udah hujan kakka oleskan minyakpake bawang ke badan dan perutnya anak kakak biar hangat dan gak masuk angin.


(3)

Peneliti :apakah ada tekhnik lain yang kakak berikan? Partisipan :tidak ada dek itu saja


(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Cut Fitriyani

Nim : 145102032

Tempat/Tanggal Lahir : Krueng Beukah (Aceh), 04 April 1993 No Telpon : 082360200808 / 085207259400

Email : Fitriyanicut04@gmail.com

Asal Daerah : Medan

Jumlah Saudara : 1 Orang

Nama Ayah : Alm.Afifuddin

Nama Ibu : Raiyan

Alamat : Jl. Delitua gang kasih no.18a Riwayat Pendidikan :

No Jenis Pendidikan Tempat Pendidikan Tahun

1 TK. Ikhrasul Amal Medan 1998-1999

2 SD Sutomo 1 Medan 1999-2005

3 SMP Sutomo 1 Medan 2005-2008

4 SMA Dharmawangsa Medan 2008-2011

5

Akademi Kebidanan Sembiring Deli Husada

Delitua

Medan 2011-2014

6

Program D-IV Bidan Pendidik Universitas

Sumatera Utara

Medan 2014 -