4. HASIL and PEMBAHASAN docx

4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Kekeruhan
Berdasarkan pengamatan maka didapat grafik kekeruhan per sampling
pada setiap pengamatan, adalah sebagai berikut:

kekeruhan

lumpur aktif
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0.5

kontrol

kel 1
kel 2
kel 3
1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5


5.5

sampling
Grafik 5. Grafik kekeruhan pada lumpur aktif

rawa buatan
60
kekeruhan

50

kontrol
kel 4
kel 5
kel 6

40
30
20

10
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
samoling
Grafik 6. Grafik kekeruhan pada rawa buatan

Berdasarkan kedua grafik diatas terlihat bahwa nilai kekeruhan cenderung
fluktuatif setiap kali sampling.
4.1.2 Derajat Keasaman (ph)

Grafik dibawah ini merupakan perbandingan ph antara lumpur aktif
dengan rawa buatan.

ph

lumpur aktif
12
10
8
6

4
2
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5

kontrol
kel 1
kel 2
kel 3

sampling

Grafik 1. Grafik ph pada lumpur aktif

rawa buatan
12
10

kontrol
kel 4

kel 5
kel 6

ph

8
6
4
2
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
sampling

Grafik 2. Grafik ph pada lumpur aktif

Berdasarkan kedua grafik diatas terlihat bahwa nilai ph cenderung
fluktuatif setiap kali sampling.
4.1.3 Suhu
Grafik dibawah ini merupakan perbandingan suhu antara lumpur aktif
dengan rawa buatan.


lumpur aktif
32
31

kontrol
kel 1
kel 2
kel 3

suhu

30
29
28
27
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
sampling

Grafik 3 Grafik suhu pada lumpur aktif


suhu

rawa buatan
32
31
30
29
28
27
26
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5

kontrol
kel 4
kel 5
kel 6

sampling
Grafik 4. Grafik suhu pada rawa buatan


Berdasarkan kedua grafik diatas terlihat bahwa nilai suhu cenderung
fluktuatif setiap kali sampling.
4.1.4 TDS
Grafik dibawah ini merupakan perbandingan TDS antara lumpur aktif
dengan rawa buatan.

lumpur aktif
120
tds (mg/l)

100
kontrol
kel 1
kel 2
kel 3

80
60
40

20
0
0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5


sampling
Grafik 7. Grafik tds pada lumpur aktif

rawa buatan
100

tds (mg/l)

80
kontrol
kel 4
kel 5
kel 6

60
40
20
0
0.5


1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

sampling
Grafik 8. Grafik tds pada rawa buatan

Berdasarkan kedua grafik diatas terlihat bahwa nilai TDS cenderung
fluktuatif setiap kali sampling.
4.1.5 DHL
Grafik dibawah ini merupakan perbandingan DHL antara lumpur aktif
dengan rawa buatan.

lumpur aktif
250

dhl

200

kontrol
kel 1
kel 2
kel 3

150
100
50
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
sampling
Grafik 9. Grafik dhl paa lumpur aktif

rawa buatan
500

dhl

400

kontrol
kel 4
kel 5
kel 6

300
200
100
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
sampling
Grafik 10. Grafik dhl pada rawa buatan

Berdasarkan kedua grafik diatas terlihat bahwa nilai DHL cenderung
fluktuatif setiap kali sampling.
4.1.6 DO
Tabel dibawah ini merupakan perbandingan nilai DO0 dan DO4 antara
lumpur aktif dengan rawa buatan:

PARAMETER

PENGAMATAN

KIMIA

LUMPUR AKTIF

RAWA BUATAN

SAMPLING KE-

SAMPLING KE-

T1

T2

T3

T1

T2

T3

DOo

14.7057

9.2878

9.2878

6.9659

9.2878

7.7398

DO4

6.1919

5.4179

5.4179

6.1919

6.1919

6.9659

Tabel 1. Tabel nila DO0 dan DO4 pada lumpur aktif dan rawa buatan

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa nilai DO0 dan DO4 cenderung
meningkat baik pada lumpur aktif maupun rawa buatan.
4.1.7 BOD
Grafik dibawah ini merupakan perbandingan nilai BOD antara lumpur
aktif dengan rawa buatan

lumpur aktif
10.0000

bod

8.0000

kontrol
kel 1
kel 2
kel 3

6.0000
4.0000
2.0000
0.0000
0

1

2

3

4

5

6

sampling
Grafik 11. Grafik BOD pada lumpur aktif

rawa buatan
4.0000

kontrol
kel 4
kel 5
kel 6

bod

3.0000
2.0000
1.0000
0.0000
0

1

2

3

4

5

6

sampling
Grafik 12, grafik BOD pada rawa buatan

Berdasarkan kedua grafik diatas terlihat bahwa nilai BOD cenderung
fluktuatif setiap kali sampling.

4.1.8 COD
Grafik dibawah ini merupakan perbandingan nilai COD antara lumpur
aktif dengan rawa buatan

cod

lumpur aktif
6
5
4
3
2
1
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
-1

kontrol
kel 1
kel 2
kel 3

sampling
Grafik 13. Grafik COD pada lumpur aktif

rawa buatan
5
4

cod

3
2
1
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
-1

kontrol
kel 4
kel 5
kel 6

-2
sampling
Grafik 14 grafik COD pada rawa buatan

Berdasarkan kedua grafik tersebut, terlihat jelas bahwa nilai COD
cenderung menurun jauh pada pengake 3 matan , namun
pengamatan ke 5.
4.1.9 Amonia

meningkat pada

Grafik dibawah ini merupakan perbandingan nilai COD antara lumpur
aktif dengan rawa buatan

lumpur aktif
35.0000
30.0000
amonia

25.0000

kontrol
kel 1
kel 2
kel 3

20.0000
15.0000
10.0000
5.0000
0.0000
0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

sampling
Grafik 15 grafik ammonia pada lumpur aktif

amonia

rawa buatan
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0.5

kontrol
kel 4
kel 5
kel 6

1

1.5

2

2.5

3

3.5

sampling
Grafik 16 grafik ammonia pada rawa buatan

Berdasarkan kedua grafik tersebut, terlihat jelas bahwa nilai amonia
cenderung menurun jauh dari nilai control, terjadi pada lumpur aktif maupun rawa
buatan.
4.1.10 Plankton

Grafik dibawah ini merupakan perbandingan kelimpahan plankton antara
lumpur aktif dengan rawa buatan

plankton

lumpur aktif
450000
400000
350000
300000
250000
200000
150000
100000
50000
0
0.5

kel 1
kel 2
kel 3

1

1.5

2

2.5

3

3.5

sampling
Grafik 17 kelimpahan plankton pada lumpur aktif

plankton

rawa buatan
90000
80000
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
0.5

kel 4
kel 5
kel 6

1

1.5

2

2.5

3

3.5

sampling
Grafik 18 kelimpahan plankton pada rawa buatan

Berdasarkan kedua grafik tersebut, terlihat jelas bahwa kelimpahan
plankton fluktuatif , terjadi pada lumpur aktif maupun rawa buatan

4.2. Pembahasan

Secara keseluruhan terlihat bahwa tingkat kekeruhan baik pada media
lumpur aktif maupun rawa buatan berfluktuatif. Namun, media lumpur aktif
memiliki tingkat kekeruhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan media rawa
buatan. Hal tersebut kemungkinan disebabkan media rawa buatan ditutupi oleh
tanaman air yaitu Lemna dan kandungan bahan organiknya tidak terakumulasi
sehingga tidak terlalu keruh. Sedangkan pada lumpur aktif, tidak terdapat tanaman
air dan kandungan bahan organiknya terakumulasi sehingga mengendap serta
menjadi lebih keruh. Selain itu, Kekeruhan disebabkan adanya zat tersuspensi
dalam air. Biasanya,semakin tinggi kandungan bahan tersuspensi tersebut, maka
air akan semakin keruh. Namun, karena zat-zat tersuspensi yang ada dalam air
terdiri dari berbagai macam zat yang bentuk dan berat jenisnya berbeda-beda
maka kekeruhan tidak selalu sebanding dengan kadar zat tersuspensi. (MetCalf &
Eddy 2003 in Susana 2008).
Pada hasil yang didapat, Terjadi Perubahan pH per sampling antara lumpur
aktif dan rawa buatan, konsentrasi pH terjadi secara fluktuatif baik pada media
lumpur aktif maupun rawa buatan. Pada hari pertama pH di setiap kelompok
mengalami peningkatan namun pada hari kedua terjadi penurunan pH begitu juga
pada pengamatan selanjutnya. Penurunan pH tersebut juga dipengaruhi oleh
penurunan suhu. Hal ini dikarenakan pH yang berbanding lurus dengan suhu
(Seamolec 2009).
Berdasarkan data, didapatkan

bahwa nilai TDS pada kedua media

pengamatan (lumpur aktif dan rawa buatan) relatif meningkat. Meskipun nilai
TDS pada lumpur aktif lebih tinggi peningkatannya. Hal ini disebabkan oleh
karena tidak adanya tanaman yang dapat menyerap bahan bahan organik yang ada
di dalam lumpur aktif tersebut. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan
dapat menimbulkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju
fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang
pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan. Padatan
tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan melalui dua cara.
Pertama, menghalangi dan mengurangi penentrasi cahaya ke dalam badan air,
sehingga mengahambat proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air

lainnya. Kondisi ini akan mengurangi pasokan oksigen terlarut dalam badan air.
Kedua, secara langsung TDS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti
ikan karena tersaring oleh insang. Menurut Tarigan (2003), padatan tersuspensi
akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air, sehingga mempengaruhi
regenerasi oksigen secara fotosisntesis dan kekeruhan air juga semakin
meningkat. Ditambahkan oleh Nybakken (1992), peningkatan kandungan padatan
tersuspensi dalam air dapat mengakibatkan penurunan kedalaman eufotik,sehingga
kedalaman perairan produktif menjadi turun.
Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan
tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air,
buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan
tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu
pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna
perairan.
Dari data yang di peroleh selama 4 minggu pengamatan didapat bahwa
nilai DHL pada lumpur aktif semakin bertambah pada setiap pengamatan daripada
nilai DHL pada rawa buatan, Peningkatan nilai DHL pada tiap pengamatan juga
berbanding lurus terhadap nilai TDS yang juga selalu meningkat setiap
pengamatan. Konduktivitas adalah kemampuan air untuk melakukan arus listrik,
dan ion terlarut adalah konduktor. Ion bermuatan positif utama adalah natrium,
(Na +) kalsium (Ca +2), kalium (K +) dan magnesium (Mg +2). Ion bermuatan
negatif utama klorida (Cl-), sulfat (SO4-2), karbonat (CO3-2), dan bikarbonat
(HCO3-). Nitrat (NO3-2) dan fosfat (PO4-3) merupakan kontributor kecil untuk
konduktivitas, meskipun mereka sangat penting biologis. Lumpur aktif (activated
sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi. Proses ini pada dasarnya
merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2
dan H2O, NH4. dan sel biomassa baru. Hal ini dikarenakan nilai DHL di suatu
perairan dipengaruhi oleh kadar bahan-bahan terlarut (TDS). Effendi 2003,
mengatakan bahwa Daya Hantar Listrik atau DHL adalah gambaran numerik dari
kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Oleh karena itu, semakin banyak
garam-garam terlarut yang terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL.

Pemerikasaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran
akibat air limbah dan untuk merancang sistem pengolahan biologis air yang
tercemar. Angka BOD menunjukan jumlah oksigen yang diperlukan oleh
mikoorganisme pada waktu melakukan penguraian hampir mua bahan organik
yang terlarut dan sebagian yang tak terlarut.
Dalam penguraian bahan organik , apabila tersedia oksigen terlarut dalam
jumlah yang cukup, maka proses penguraian akan berlangsung dalam suasana
aerobik samapai semua bahan organik terkonsumsi. Sebaliknya apabila tidak
tersedia oksigen terlarut dalam jumlah yang cukup atau tingkat pencemaran terjadi
relatif tinggi, maka proses penguraian akan terjadi dalam suasana yang anaerobik
yang menimbulkan bau busuk dan warna abu-abu sampai hitam pada air.
Penurunan nilai BOD dalam air sesungguhannya disebabkan oleh dua hal
yaitu sedimentasi dan juga deoksigenasi efek dari bahan air sungai atau limbah.
Pengaruhnya adalah kondisi lingkungan sungai dan karakteristik limbah yang
masuk kesungai serta tingkat pengolahan limbah sebelum dibuang ke sungai
tersebut. I BOD menurut standar baku mutu penggunaan air permukaan adalah 35 mg/l.
Kandungan BOD ini merupakan petunjuk penting untuk mengetahui
banyaknya zat-zat organik yang terkandung didalam media air. Semakin besar
nilai BOD , berarti semakin rendah persediaan DO . kenaikan kandungan BOD
diduga karena selama perjalanannya aliran air yang dimulai dari hulu sampai hilir
banyak menerima limbah buangan. Berikut Nilai BOD pada media lumpur aktif
dan rawa buatan yang telah diamati dalam beberapa kali sampling dan dengan 3
kali ulangan.
Nilai BOD pada lumpur aktif tertinggi terdapat pada kelompok 1 sebesar
8,51382 mg/l yang mengindikasikan bahwa limbah yang dikelola pada lumpur
aktif mengandung banyak senyawa organik yang tinggi sehingga meningkatkan
konsumsi pemakaian O2. Dengan adanya konsumsi O2 , maka kandungan BOD
dalam lumpur aktif meningkat.
Berdasarkan PP Menteri Kesehatan RI, penggolongan air sungai kelas A
dan B mempunyai kandungan BOD maksimum adalah 3,00 mg/l. Sedangkan
kandungan BOD maksimum untuk air kelas C adalah sebesar 5,00mg/l. Sehingga

dari beberapa pengamatan pengolahan yang dilakukan baik dengan lumpur aktif
dan rawa buatan diperoleh hasil bahwa efisiensi pengolahan limbah organik baik
dilakukan dengan lumpur aktif karena dengan lumpur aktif dapat mendegrasi
bahan organik dalam jumlah besar, itu terlihat dari nilai BOD yang tinggi.

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan konsentrasi
amonia pada setiap pengamatan. Konsentrasi awal amonia pada pengamatan awal
lebih tinggi pada rawa buatan yaitu sebesar 41,631mg/L daripada di lumpur aktif
29,491mg/L.
Berdasarkan rasio penurunan konsentrasi amonia sampling 2 dan 3 terhadap
sampling 1, rawa buatan memiliki rasio yang lebih besar dibandingkan dengan
lumpur aktif. Hal ini menunjukan bahwa rawa buata memiliki tingkat efektifitas
penyerapan limbah tahu yang lebih baik daripada daripada llumpur aktif.
Berdasarkan data pengamatan selama kurang lebih dua minggu kelimpahan
plankton mengalami perubahan yang fluktuatif. Pada pengamatn pertama
kelimpahan rata-rata plankton pada rawa buatan lebih tinggi daripada lumpur aktif
sebaliknya pda pengamatan kedua dan ketiga. Kelimpahan rata-rata planktonpada
lumpur aktif lebih tinggi dibanding pada rawa buatan. Hal ini menunjukkan
jumlah bahan anorganik di lumpur aktif lebih banyak dibanding dengan rawa
buatan. Bahan anorganik ini merupakan hasil dari oksidasi bahan organik oleh
bakteri. Keberhasilan tingkat pengoksidasian bahan organik ini ditunjang oleh
adanya aerasi yang membantu bakteri aerobik untuk mengoksidasi bahan organik.
Hal ini berbeda pada rawa buatan yang tidak menggunakan aerasi sehingga suplai
oksigen hanya terbatas pada proses difusi dan hasil fotosintesis. Sistem aerasi
dengan oksigen murni didasarkan pada prinsip bahwa laju tranfer oksigen lebih
tinggi pada oksigen murni dari pada oksigen atmosfir. Proses ini menghasilkan
kemampuan oksigen terlarut menjadi lebih tinggi, sehingga meningkatkan
efisiensi pengolahan dan mengurangi produksi lumpur.(Anonim2 2011)
Nilai indeks keragaman dan indeks dominansi juga mengalami nilai yang
fluktuatif baik pada lumpur aktif maupun pada rawa buatan. Indeks keragaman
yang berbeda dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: temperatur air,

pH, salinitas, dan lain-lain (Anonim1 2011). Pada indeks dominansi nilainya juga
berubah-ubah pada setiap pengamatan. Hal ini menunjukkan tidak ada spesies
yang secara ekstrim mendominansi spesies lain.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

HASIL PENELITIAN KETERKAITAN ASUPAN KALORI DENGAN PENURUNAN STATUS GIZI PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL PENYAKIT DALAM RSU DR SAIFUL ANWAR MALANG PERIODE NOVEMBER 2010

7 171 21

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3

KADAR TOTAL NITROGEN TERLARUT HASIL HIDROLISIS DAGING UDANG MENGGUNAKAN CRUDE EKSTRAK ENZIM PROTEASE DARI LAMBUNG IKAN TUNA YELLOWFIN (Thunnus albacares)

5 114 11

KAJIAN MUTU FISIK TEPUNG WORTEL (Daucus carota L.) HASIL PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN

17 218 83

KARAKTERISASI DAN PENENTUAN KOMPOSISI ASAM LEMAK DARI HASIL PEMURNIAN LIMBAH PENGALENGAN IKAN DENGAN VARIASI ALKALI PADA ROSES NETRALISASI

9 139 85

The Correlation between students vocabulary master and reading comprehension

16 145 49

Improping student's reading comprehension of descriptive text through textual teaching and learning (CTL)

8 140 133

The correlation between listening skill and pronunciation accuracy : a case study in the firt year of smk vocation higt school pupita bangsa ciputat school year 2005-2006

9 128 37

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58