Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pendidikan”.(Studi Di Yayasan Pendidikan Labuhan [YASPENHAM] Pasar 5 Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Kota Medan)

BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA

2.1.

Penger tian Dasar Manajemen Ber basis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan terjemahan dari

istilah School-Based Management (SBM) sebagai suatu model pengelolaan
sekolah secara desentralisasi di tingkat sekolah. MBS merupakan sistem
pengelolaan sekolah yang menjadikan lembaga sekolah sebagai institusi
yang

memiliki

otonomi

luas

dengan


segala

tanggungjawabnya

untuk

mengembangkan dan melaksanakan visi, misi, dan tujuan-tujuan yang
disepakati. Sekolah memiliki kewenangan luas untuk menetapkan berbagai
kebijakan teknis operasional sekolah dengan berbagai implikasinya sesuai
dengan kebutuhan aktual siswa atau masyarakat. Dalam MBS, sekolah
memiliki kewenangan luas untuk menggali dan memanfaatkan berbagai
sumberdaya sesuai dengan prioritas kebutuhan aktual sekolah.
Implementasi praktis dari konsep dasar MBS sangat bervariasi dari
satu negara dengan negara lainnya, bahkan dari satu sekolah dengan
sekolah lainnya. Hal ini sangat tergantung kepada sistem politik pendidikan
dan kebijakan dasar sistem pengelolaan pendidikan yang diterapkan di
negara yang bersangkutan. Di negara bagian Quesland, Australia, misalnya,
MBS

dilaksanakan


dengan

mempadukan

kebijakan

dasar

pendidikan

pemerintah negara bagian dengan aspirasi dan partisipasi masyarakat yang
dihimpun dalam wadah “School Council” dan “Parent and Community
Association”. Perpaduan dari dua kepentingan tersebut dibicarakan dan
7

Universitas Sumatera Utara

didiskusikan secara terbuka, dan hasilnya dituangkan dalam dokumen
tertulis yang dijadikan pedoman bagi semua pihak terkait. Dokumen tertulis

tersebut terdiri dari: 1) “school policy” (kebijakan sekolah) yang memuat
visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran prioritas pengembangan program
sekolah untuk mencapai visi, misi, dan tujuan-tujuan yang dikehendaki
bersama, 2) “school planning review”, yaitu rencana jangka pendek atau
menengah sekolah yang memuat berbagai rencana kerja sekolah untuk
jangka waktu antara tiga sampai lima tahun, dan 3) “school annual
planning”, yaitu program kerja tahunan sekolah yang lebih rinci, termasuk
anggaran biaya yang diperlukan.
Penilaian

terhadap

penjaminan,

kualitas

dan

akuntabilitas


hasil

kegiatan sekolah (quality assurance and accountability of the school
programs) dilakukan melalui monitoring dan evaluasi secara kontinyu oleh
berbagai pihak yang terkait dengan kegiatan sekolah. Bahkan jika perlu,
pihak “school

council”

dan “parent

and

community

association”

membentuk tim monitoring dan evaluasi yang bersifat permanen. Anggota
tim ini dipilih secara


demokratis

dari

kedua

belah

pihak

sebagai

representasi dari kedua lembaga tersebut. Dengan cara ini, perkembangan
dan kemajuan sekolah dapat selalu dimonitor dan diinformasikan kepada kedua
lembaga yang bersangkutan sebagai bahan evaluasi untuk perubahan atau
perbaikan dokumen yang disepakati bersama.
Secara teoritis, pengelolaan sekolah dalam MBS ditandai oleh
adanya karakteristik dasar pemberian otonomi sekolah yang luas dan

Universitas Sumatera Utara


tingkat partisipasi

masyarakat

yang

tinggi

dalam

mendukung program

sekolah. Otonomi yang luas diberikan kepada institusi lokal sekolah untuk
mengelola berbagai sumberdaya yang tersedia dan mengalokasikan dana yang
tersedia

sesuai

dengan


prioritas

kebutuhan

sekolah

dalam

upaya

meningkatkan mutu sekolah secara umum dan mutu hasil belajar siswa.
Sekolah diberi kewenangan yang luas untuk mengembangkan programprogram kurikulum dan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan siswa serta tuntutan masyarakat setempat. Dengan otonomi luas
ini, sekolah dapat meningkatkan kinerja staf dengan menawarkan partisipasi
aktif mereka dalam mengambil keputusan bersama dan bertanggungjawab
bersama dalam pelaksanaan keputusan yang diambil.
Selain otonomi yang luas, sekolah juga didukung oleh adanya
partisipasi yang tinggi dari pihak orangtua siswa dan masyarakat di sekitar
sekolah


dalam

merealisir

program-program

sekolah. Orangtua dan

masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan finansial,
tetapi bersama “school council” merumuskan

dan

mengembangkan

program-program yang dapat meningkatkan kualitas sekolah secara umum.
Masyarakat menyediakan diri untuk membantu sekolah sebagai nara sumber
atau


organisator

kegiatan

sekolah

yang

dapat

meningkatkan

mutu

hasil belajar siswa dan prestise sekolah secara keseluruhan. Orangtua dan
masyarakat juga terlibat

secara

aktif


dalam

proses

kontrol

kualitas

pengelolaan sekolah. Dengan demikian, dalam pelaksanaan MBS, sekolah

Universitas Sumatera Utara

dituntut untuk memiliki

tingkat “accountability”

yang

tinggi


kepada

masyarakat dan pemerintah.
Dalam prakteknya, pelaksanaan

MBS

akan

bervariasi

dari

satu

sekolah dengan sekolah yang lainnya atau antara satu daerah dengan daerah
lainnya. Hal ini sangat tergantung dari persiapan aspek-aspek pendukung
implementasi
manusia

MBS di tingkat

pelaksana

di

sekolah

tingkat

serta

sekolah.

kemampuan
Implementasi

sumber
MBS

daya
dalam

pengelolaan pendidikan dasar di Indonesia, khususnya Sekolah Menengah
Petama, memerlukan modifikasi konsep dan aplikasi sesuai dengan kondisi
aktual sekolah, agar inovasi yang ditawarkan dapat dilaksanakan dengan tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip dasar MBS. Selain itu, penerapan MBS secara
praktis perlu dukungan berbagai faktor yang dewasa ini secara aktual ada sekolah,
sehingga MBS mampu meningkatkan efektivitas pengelolaan SMP dengan lebih
baik.

2.2.

Komite Sekolah
Masyarakat merupakan suatu komunitas yang selalu berkembang dan

berubah menuju suatu keadaan kehidupan yang diharapkan. Masyarakat memiliki
peranan dalam penyelenggaraan pendidikan, diantaranya:
1. Menentukan tujuan dan aspirasi pendidikan
2. Menentukan kebijakan dan rencana-rencana sekolah
3. Menyediakan sumber-sumber yang diperlukan pendidikan
4. Mengorganisasi partisipasi masyarakat dalam pendidikan

Universitas Sumatera Utara

Oleh karena itu, keberadaan masyarakat terhadap sekolah sangat
diperlukan

dalam

melakukan

pembaharuan

program sekolah

yang

memerlukan dukungan, terutama dukungan dari masyarakat secara optimal.
Partisipasi optimal dari masyarakat yang dimaksud adalah kesadaran
dan kepedulian masyarakat melakukan aktivitas-aktivitas untuk turut serta
mengambil keputusan, melaksanakan dan mengevaluasi keputusan suatu
program

pendidikan di sekolah

secara

proporsional

yang

dilandasi

kesepakatan. Sebagai konsekuensi untuk mengakomodasi aspirasi, harapan dan
kebutuhan stakeholder sekolah, maka perlu dikembangkan adanya wadah
untuk menampung dan menyalurkannya. Wadah tersebut berfungsi sebagai
forum dimana representasi para stakeholder

sekolah

terwakili

secara

proporsional. Dalam berbagai dokumen yang ada serta konsensus yang
telah muncul dalam berbagai forum dan wadah ini diberi nama “Komite
Sekolah”.
Partisipasi yang berlaku pada masyarakat kita, masih belum diartikan
secara universal. Para perencana pembangunan mengartikan partisipasi sebagai
dukungan terhadap rencana atau proyek pembangunan yang direncanakan dan
ditentukan oleh pemerintah. Ukuran partisipasi masyarakat diukur oleh berapa
besar sumbangan yang diberikan masyarakat untuk ikut menanggung biaya
pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga yang diberikan kepada
pemerintah. Partisipasi yang berlaku secara universal adalah kerja sama yang erat
antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan,

Universitas Sumatera Utara

dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai.
Sebagai konsekuensi perluasan makna partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, maka perlu dibentuk
suatu wadah untuk menampung dan menyalurkannya yang diberi nama Komite
Sekolah. Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta
masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah,
jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.
Komite Sekolah merupakan suatu badan atau lembaga non profit dan non
politis, dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokratis oleh para stake-holder
pendidikan pada tingkat satuan pendidikan sebagai representasi dari berbagai
unsur yang bertanggungjawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil
pendidikan.
Ditinjau dari perspektif sejarah persekolahan pada tingkat SD, SLTP, dan
SMU/SMK di Indonesia, masyarakat sekolah, khususnya orang tua siswa, telah
memerankan sebagian fungsinya dalam membantu penyelenggaraan pendidikan.
Sebelum tahun 1974 masyarakat orang tua siswa di lingkungan masing-masing
sekolah telah membentuk Persatuan Orang Tua Murid dan Guru (POMG).
Sesuai

dengan

perkembangan

tuntutan

masyarakat

terhadap

penyelenggaraan pendidikan jalur sekolah semakin meningkat, maka POMG pada
awal tahun 1974 dibubarkan dan dibentuk suatu badan yang dikenal dengan
Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3). Pasang surut perkembangan

Universitas Sumatera Utara

penyelenggaraan pendidikan jalur dan jenis sekolah, tidak dapat dilepaskan dari
partisipasi masyarakat, khususnya orang tua peserta didik termasuk keberadaan
BP3.
Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap kualitas
pelayanan dan hasil pendidikan yang diberikan oleh sekolah, dan dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan nasional melalui upaya peningkatan mutu,
pemerataan, dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan, dan tercapainya
demokratisasi pendidikan, perlu adanya dukungan dan peran serta masyarakat
untuk bersinergi dalam suatu wadah yang lebih sekedar lembaga pengumpul dana
pendidikan dari orang tua siswa.
Pada saat ini, selain adanya BP3 dibentuk pula Komite Sekolah (di
beberapa sekolah yang memperoleh program khusus), beranggotakan kepala
sekolah sebagai ketua dan salah seorang guru, ketua BP3, ketua LKMD dan tokoh
masyarakat sebagai anggota. Pembentukan komite dimaksudkan untuk menangani
pelaksanaan rehabilitasi bangunan sekolah (SD dan MI), dan pembangunan unit
sekolah baru (SLTP dan MTs), sedangkan di SMK, selain terdapat BP3 dibentuk
juga Majelis Sekolah yang mempunyai peran menjembatani sekolah dengan
industri dalam pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda (PSG), dan Bursa Kerja
Khusus (BKK) yang merupakan kerja sama sekolah dengan Depnaker dalam
pemasaran lulusan.
Kondisi nyata tersebut dalam memasuki era Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) perlu dibenahi selaras dengan tuntutan perubahan yang dilandasi

Universitas Sumatera Utara

kesepakatan, komitmen, kesadaran, dan kesiapan membangun budaya baru dan
profesionalisme dalam mewujudkan “Masyarakat Sekolah” yang memiliki
loyalitas pada peningkatan mutu sekolah. Untuk terciptanya suatu masyarakat
sekolah yang kompak dan sinergis, maka Komite Sekolah merupakan bentuk atau
wujud kebersamaan yang dibangun melalui kesepakatan (SK Mendiknas Nomor
044/U/2002).
Komite Sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satu satuan
pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan
pendidikan yang sama di satu kompleks yang sama. Nama Komite Sekolah
merupakan nama generik. Artinya, bahwa nama badan disesuaikan dengan kondisi
dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti Komite Sekolah,
Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar Sekolah, Dewan Sekolah, Majelis
Sekolah, Majelis Madrasah, Komite TK, atau nama lainnya yang disepakati.
Dengan demikian, organisasi yang ada tersebut dapat memperluas fungsi, peran,
dan keanggotaannya sesuai dengan panduan ini atau melebur menjadi organisasi
baru, yang bernama Komite Sekolah (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002).
Peleburan BP3 atau bentuk-bentuk organisasi lain yang ada di sekolah,
kewenangannya akan berkembang sesuai kebutuhan dalam wadah Komite
Sekolah.

Universitas Sumatera Utara

2.2.1. Kedudukan dan Sifat Komite Sekolah
Komite Sekolah berkedudukan di satuan pendidikan, baik sekolah maupun
luar sekolah. Satuan pendidikan dalam berbagai jenjang, jenis, dan jalur
pendidikan, mempunyai penyebaran lokasi yang amat beragam. Ada sekolah
tunggal dan ada sekolah yang berada dalam satu kompleks. Ada sekolah negeri
dan ada sekolah swasta yang didirikan oleh yayasan penyelenggara pendidikan.
Oleh karena itu, maka Komite Sekolah dapat dibentuk dengan alternatif sebagai
berikut:
Pertama, Komite Sekolah yang dibentuk di satu satuan pendidikan.
Satuan pendidikan sekolah yang siswanya dalam jumlah yang banyak, atau
sekolah khusus seperti Sekolah Luar Biasa, temasuk dalam ketegori yang dapat
membentuk Komite Sekolah sendiri. Kedua, Komite Sekolah yang dibentuk untuk
beberapa satuan pendidikan sekolah yang sejenis. Sebagai misal, beberapa SD
yang terletak di dalam satu kompleks atau kawasan yang berdekatan dapat
membentuk satu Komite Sekolah. Ketiga, Komite Sekolah yang dibentuk untuk
beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenis dan jenjang pendidikan dan
terletak di dalam satu kompleks atau kawasan yang berdekatan. Sebagai misal,
ada satu kompleks pendidikan yang terdiri dari satuan pendidikan TK, SD, SLB,
dan SMU, dan bahkan SMK dapat membentuk satu Komite Sekolah. Keempat,
Komite Sekolah yang dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang berbeda
jenis dan jenjang pendidikan milik atau dalam pembinaan satu yayasan
penyelenggara pendidikan, misalnya sekolah-sekolah di bawah lembaga
pendidikan Muhammadiyah, Al Azhar, Al Izhar, Sekolah Katholik, Sekolah
Kristen dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Komite Sekolah merupakan badan yang bersifat mandiri, tidak mempunyai
hubungan hierarkis dengan sekolah maupun lembaga pemerintah lainnya. Komite
Sekolah dan sekolah memiliki kemandirian masing-masing, tetapi tetap sebagai
mitra yang harus saling bekerja sama sejalan dengan konsep Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS).
Dibentuknya Komite Sekolah dimaksudkan agar adanya suatu organisasi
masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli
terhadap peningkatan kualitas sekolah. Komite Sekolah yang dibentuk dapat
dikembangkan secara khas dan berakar dari budaya, demografis, ekologis, nilai
kesepakatan, serta kepercayaan yang dibangun sesuai potensi masyarakat
setempat. Oleh karena itu, Komite Sekolah yang dibangun harus merupakan
pengembangan kekayaan filosofis masyarakat secara kolektif. Artinya, Komite
Sekolah mengembangkan konsep yang berorientasi kepada pengguna (client
model), berbagai kewenangan (power sharing and advocacy model) dan
kemitraan (partnership model) yang difokuskan pada peningkatan mutu pelayanan
pendidikan.
Adapun tujuan dibentuknya Komite Sekolah sebagai suatu organisasi
masyarakat sekolah adalah sebagai berikut.
1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam
melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan
pendidikan.
2. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

Universitas Sumatera Utara

3. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis
dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di
satuan pendidikan.
2.2.2. Peran dan Fungsi Komite Sekolah
Keberadaan Komite Sekolah harus bertumpu pada landasan partisipasi
masyarakat dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan hasil pendidikan di
sekolah. Oleh karena itu, pembentukannya harus memperhatikan pembagian peran
sesuai posisi dan otonomi yang ada. Adapun peran yang dijalankan Komite
Sekolah adalah sebagai berikut.
a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan
pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
b. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial,
pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di
satuan pendidikan.
c. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan
pendidikan.
d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan
pendidikan.

Untuk menjalankan perannya itu, Komite Sekolah memiliki fungsi sebagai
berikut.
a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

Universitas Sumatera Utara

b. Melakukan kerja sama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/
dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai
kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan
pendidikan mengenai:
1) kebijakan dan program pendidikan;
2) Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS);
3) kriteria kinerja satuan pendidikan;
4) kriteria tenaga kependidikan;
5) kriteria fasilitas pendidikan; dan
6) hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.
d. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam
pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan
pendidikan.
e. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
f. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,
penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Komite Sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya, melakukan
akuntabilitas sebagai berikut.
a. Komite Sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program
sekolah kepada stakeholder secara periodik, baik yang berupa

Universitas Sumatera Utara

keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran
program sekolah.
b. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bantuan masyarakat baik
berupa materi (dana, barang tak bergerak maupun bergerak), maupun
non materi (tenaga, pikiran) kepada masyarakat dan pemerintah
setempat
2.2.3 Keanggotaan Komite Sekolah
Keanggotaan Komite Sekolah berasal dari unsur-unsur yang ada dalam
masyarakat. Di samping itu unsur dewan guru, yayasan/lembaga penyelenggara
pendidikan, Badan Pertimbangan Desa dapat pula dilibatkan sebagai anggota.
Anggota Komite Sekolah dari unsur masyarakat dapat berasal dari komponenkomponen sebagai berikut:
a. Perwakilan orang tua/wali peserta didik berdasarkan jenjang kelas
yang dipilih secara demokratis.
b. Tokoh masyarakat (ketua RT/RW/RK, kepala dusun, ulama,
budayawan, pemuka adat).
c. Anggota masyarakat yang mempunyai perhatian atau dijadikan figur
dan mempunyai perhatian untuk meningkatkan mutu pendidikan.
d. Pejabat pemerintah setempat (Kepala Desa/Lurah, Kepolisian,
Koramil, Depnaker, Kadin, dan instansi lain).
e. Dunia usaha/industri (pengusaha industri, jasa, asosiasi, dan lainlain).
f. Pakar pendidikan yang mempunyai perhatian pada peningkatan mutu
pendidikan.

Universitas Sumatera Utara

g. Organisasi profesi tenaga pendidikan (PGRI, ISPI, dan lain-lain).
h. Perwakilan siswa bagi tingkat SLTP/SMU/SMK yang dipilih secara
demokratis berdasarkan jenjang kelas.
i. Perwakilan forum alumni SD/SLTP/SMU/SMK yang telah dewasa
dan mandiri.
Anggota Komite Sekolah yang berasal dari unsur dewan guru, yayasan/
lembaga penyelenggara pendidikan, Badan Pertimbangan Desa sebanyakbanyaknya berjumlah tiga orang.
Jumlah anggota Komite Sekolah sekurang-kurangnya 9 (sembilan) orang dan
jumlahnya harus gasal. Syarat-syarat, hak, dan kewajiban, serta masa keanggotaan
Komite Sekolah ditetapkan di dalam AD/ART.
2.2.4. Kepengurusan Komite Sekolah
Pengurus Komite Sekolah ditetapkan berdasarkan AD/ART yang sekurangkurangnya terdiri atas seorang ketua, sekretaris, bendahara, dan bidang-bidang
tertentu sesuai dengan kebutuhan. Pengurus komite dipilih dari dan oleh anggota
secara demokratis. Khusus jabatan ketua komite bukan berasal dari kepala satuan
pendidikan. Jika diperlukan dapat diangkat petugas khusus yang menangani
urusan administrasi Komite Sekolah dan bukan pegawai sekolah, berdasarkan
kesepakatan rapat Komite Sekolah.
Pengurus Komite Sekolah adalah personal yang ditetapkan berdasarkan
kriteria sebagai berikut.
a. Dipilih dari dan oleh anggota secara demokratis dan terbuka dalam
musyawarah Komite Sekolah.
b. Masa kerja ditetapkan oleh musyawarah anggota Komite Sekolah.

Universitas Sumatera Utara

c. Jika diperlukan pengurus Komite Sekolah dapat menunjuk atau
dibantu oleh tim ahli sebagai konsultan sesuai dengan bidang
keahliannya.
Mekanisme kerja pengurus Komite Sekolah dapat diidentifikasikan sebagai
berikut :
a. Pengurus

komite

Sekolah

terpilih

bertanggungjawab

kepada

musyawarah anggota sebagai forum tertinggi sesuai AD dan ART.
b. Pengurus Komite Sekolah menyusun program kerja yang disetujui
melalui musyawarah anggota yang berfokus pada peningkatan mutu
pelayanan pendidikan peserta didik.
c. Apabila pengurus Komite Sekolah terpilih dinilai tidak produktif
dalam

masa

jabatannya,

maka

musyawarah

anggota

dapat

memberhentikan dan mengganti dengan kepengurusan baru.
d. Pembiayaan pengurus Komite Sekolah diambil dari anggaran Komite
Sekolah yang ditetapkan melalui musyawarah.
Komite Sekolah wajib memiliki AD/ART. Anggaran Dasar sekurangkurangnya memuat:
a. Nama dan tempat kedudukan.
b. Dasar, tujuan, dan kegiatan.
c. Keanggotaan dan kepengurusan.
d. Hak dan kewajiban anggota dan pengurus.
e. Keuangan.
f. Mekanisme kerja dan rapat-rapat.
g. Perubahan AD dan ART, serta pembubaran organisasi.

Universitas Sumatera Utara

Anggaran Rumah Tangga sekurang-kurangnya memuat:
a. Mekanisme pemilihan dan penetapan anggota dan pengurus Komite
Sekolah.
b. Rincian tugas Komite Sekolah.
c. Mekanisme rapat.
d. Kerja sama dengan pihak lain.
e. Ketentuan penutup.
Pembentukan Komite Sekolah harus dilakukan secara transparan,
akuntabel, dan demokratis. Dilakukan secara transparan adalah bahwa Komite
Sekolah harus dibentuk secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat secara luas
mulai dari tahap pembentukan panitia persiapan, proses sosialisasi oleh panitia
persiapan, kriteria calon anggota, proses seleksi calon anggota, pengumuman
calon anggota, proses pemilihan, dan penyampaian hasil pemilihan. Dilakukan
secara akuntabel adalah bahwa panitia persiapan hendaknya menyampaikan
laporan pertanggungjawaban kinerjanya maupun penggunaan dana kepanitiaan.
Dilakukan secara demokratis adalah bahwa dalam proses pemilihan anggota dan
pengurus dilakukan dengan musyawarah mufakat. Jika dipandang perlu pemilihan
anggota dan pengurus dapat dilakukan melalui pemungutan suara.
Pembentukan komite Sekolah diawali dengan pembentukan panitia
persiapan yang dibentuk oleh kepala satuan pendidikan dan/atau oleh atau oleh
masyarakat. Panitia persiapan berjumlah sekurang-kurangnya 5 (lima) orang yang
terdiri atas kalangan praktisi pendidikan (seperti guru, kepala satuan pendidikan,
penyelenggara pendidikan), pemerhati pendidikan (LSM peduli pendidikan, tokoh
masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan industri), dan orang tua peserta didik.

Universitas Sumatera Utara

Panitia persiapan bertugas mempersiapkan pembentukan Komite Sekolah
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mengadakan forum sosialisasi kepada masyarakat (termasuk
pengurus/anggota BP3, Majelis Sekolah, dan Komite Sekolah yang
sudah ada) tentang Komite Sekolah menurut keputusan ini.
b. Menyusun kriteria dan mengidentifikasi calon anggota berdasarkan
usulan dari masyarakat;
c. Menyeleksi anggota berdasarkan usulan dari masyarakat;
d. Mengumumkan nama-nama calon anggota kepada masyarakat;
e. Menyusun nama-nama anggota terpilih;
f. Memfasilitasi pemilihan pengurus dan anggota Komite Sekolah;
g. Menyampaikan nama pengurus dan anggota Komite Sekolah kepada
kepala satuan pendidikan.
h. Panitia Persiapan dinyatakan bubar setelah Komite Sekolah
terbentuk.
Calon anggota Komite Sekolah yang disepakati dalam musyawarah atau
mendapat dukungan suara terbanyak melalui pemungutan suara secara langsung
menjadi anggota Komite Sekolah sesuai dengan jumlah anggota yang disepakati
dari masing-masing unsur. Komite Sekolah ditetapkan untuk pertama kali dengan
Surat Keputusan kepala satuan pendidikan, dan selanjutnya diatur dalam AD dan
ART. Misalnya dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga disebutkan
bahwa pemilihan anggota dan pengurus Komite Sekolah ditetapkan oleh
musyawarah anggota Komite Sekolah.

Universitas Sumatera Utara

Pengurus dan anggota komite terpilih dilaporkan kepada pemerintah
daerah dan dinas pendidikan setempat. Untuk memperoleh kekuatan hukum,
Komite Sekolah dapat dikukuhkan oleh pejabat pemerintahan setempat. Misalnya
Komite Sekolah untuk SD dan SLTP dikukuhkan oleh Camat dan Kepala Cabang
Dinas Pendidikan Kecamatan; SMU/SMK dikukuhkan oleh Kepala Dinas
Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota.
Penyelenggaraan pendidikan jalur sekolah sesuai dengan jenjang dan jenis,
baik negeri maupun swasta, telah diatur melalui perundang-undangan serta
perangkat peraturan yang mengikutinya. Selain itu setiap penyelenggaraan
persekolahan dibina oleh instansi yang berwenang. Dengan demikian, kondisi
tersebut berimplikasi terhadap tatanan dan hubungan baik vertikal maupun
horizontal yang baku antara sekolah dengan instansi lain. Hubungan-hubungan
tersebut bisa berupa laporan, konsultasi, koordinasi, pelayanan, dan kemitraan.
Tata hubungan antara Komite Sekolah dengan satuan pendidikan, Dewan
Pendidikan, dan institusi lain yang bertanggungjawab dalam pengelolaan
pendidikan dengan Komite-komite Sekolah pada satuan pendidikan lain bersifat
koordinatif.

2.3.

Penger tian Dasar tentang Par tisipasi Or ang Tua dan Masyar akat
Istilah partisipasi mengandung arti keikutsertaan. Menurut Kamus Besar

Indonesia (1989:679), partisipasi adalah “sejumlah orang yang turut berperan
dalam suatu kegiatan; keikutsertaan dan peran serta”.
Berdasarkan hal tersebut, terdapat beberapa unsur penting yang
tercakup

dalam

pengertian

partisipasi,

diantaranya:

Pertama,

dalam

Universitas Sumatera Utara

partisipasi yang ditelaah bukan hanya keikutsertaan secara fisik tetapi juga
fikiran dan perasaan (mental dan emosional). Kedua, partisipasi dapat
digunakan

untuk

memotivasi

kemampuannya kepada

situasi

orang-orang
kelompok

yang

sehingga

menyumbangkan
daya

kemampuan

berfikir serta inisiatifnya dapat timbul dan diarahkan kepada tujuan-tujuan
kelompok. Ketiga, dalam partisipasi mengandung pengertian orang untuk ikut
serta

dan

bertanggungjawab

dalam

kegiatan-kegiatan

organisasi.

Hal

ini menunjukkan bahwa makin tinggi rasa keterlibatan psikologis individu
dengan tugas yang diberikan kepadanya, semakin tinggi pula rasa tanggung
jawab seseorang dalam melaksanakan tugas tersebut. Beberapa hal yang
berhubungan dengan partisipasi orang tua dan masyarakat sebagai berikut:
1. Partisipasi masyarakat merupakan satu alat guna memperoleh informasi
mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat.
2. Masyarakat akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan
akan mempunyai rasa memiliki program tersebut.
3. Partisipasi merupakan hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam
pembangunan.

2.3.1. Bentuk-bentuk Par tisipasi Or ang Tua dan Masyar akat
Keterlibatan seseorang terhadap suatu program akan berbeda-beda,
tergantung jenis keterlibatannya yang dapat dibedakan menjadi lima bagian
yaitu:
1. Partispasi buah pikiran

Universitas Sumatera Utara

2. Partsipasi tenaga
3. Partisipasi harta benda
4. Partisipasi keterampilan atau kemahiran
5. Partisipasi sosial
Dari

beberapa

jenis

partisipasi

tersebut

diharapkan

dapat

dikembangkan oleh sekolah, sehingga partisipasi masyarakat dan orang tua
murid terwujud secara optimal. Dalam hal ini sekolah harus mampu
menggali semua jenis partisipasi dari masyarakat dan orang tua murid yang
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing demi kelancaran program
sekolah.
Sedangkan partisipasi berdasarkan pengelompokan dapat ditinjau dari
tujuan,

pengelolaan,

frekuensi,

langsung

dan tidak

langsung,

serta

kelembagaan sebagai berikut:

1. Partisipasi ditinjau dari segi tujuan, meliputi:
a. Partispasi berupa probilisasi, yaitu partisipasi yang bertujuan hanya
untuk mendukung kebijaksanaan yang telah ditetapkan dari atas.
b. Partisipasi saling menunjang, yakni partisipasi yang bertujuan tidak
hanya mendukung kebijaksanaan yang telah ditetapkan akan tetapi
juga mengoreksi serta mengisi kekurangan kebijakan tersebut.
2. Partisipasi ditinjau dari segi pengelolaan, meliputi:
a. Partisipasi pada tahap perencanaan

Universitas Sumatera Utara

b. Partisipasi pada tahap pelaksanaan
c. Partisipasi pada tahap evaluasi
3. Partisipasi ditinjau dari segi frekuensinya, meliputi:
a. Partisipasi yang hanya dapat dilakukan secara periodik
b. Partisipasi yang dilakukan tidak secara periodik
4. Partisipasi ditinjau dari segi langsung tidak langsung, meliputi:
a. Partisipasi langsung yaitu partisipasi yang dilakukan oleh orang
yang berkepentingan.
b. Partisipasi tidak langsung yaitu dapat dilakukan dengan dua cara:
Pertama, orang atau warga masyarakat membentuk suatu kelompok,
kemudian didalam kelompok tersebut orang atau warga masyarakat
mengungkapkan partisipasinya. Kedua, orang-orang atau kelompok
tertentu

mengungkapkan

masalah,

kemudian

kelompok

mengolahnya.
5. Partisipasi ditinjau dari kelembagaan, meliputi:
a. Partisipasi yang disampaikan secara perorangan tanpa adanya
lembaga
b. Partisipasi massa
c. Partisipasi teratur melalui lembaga penengah yang menyalurkan
aspirasi

masyarakat

dan

wakil-wakil

diberbagai

golongan

masyarakat.

2.3.2. Upaya-upaya Peningkatan Par tisipasi Or ang tua dan Masyar akat
untuk mendukung Pr ogram Sekolah

Universitas Sumatera Utara

Sangat

penting

bagi

sekolah

untuk

menjalankan

peranan

kepemimpinan yang aktif dalam menggalakkan program-program sekolah
melalui peran serta aktif orang tua dan masyarakat. Ada beberapa hal yang
harus dipertimbangkan dalam mengupayakan partisipasi orang tua dan
masyarakat terhadap keberhasilan program sekolah, diantaranya:
1. Menjalin Komunikasi yang Efektif dengan Orang Tua dan Masyarakat
Partisipasi orang tua dan masyarakat akan tumbuh jika orang tua dan
masyarakat juga merasakan manfaat dari keikutsertaanya dalam program
sekolah. Manfaat dapat diartikan luas, termasuk rasa diperhatikan dan rasa
puas karena dapat menyumbangkan kemampuannya bagi kepentingan
sekolah. Jadi prinsip menumbuhkan hubungan dengan masyarakat adalah
saling memberikan kepuasan. Salah satu jalan penting untuk membina
hubungan dengan masyarakat adalah menetapkan komunikasi yang efektif.
Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk membangun
komunikasi dengan orang tua dan masyarakat, yaitu:
a. Mengidentifikasi orang-orang kunci, yaitu orang-orang yang mampu
mempengaruhi teman lain. Orang-orang itulah yang tahap pertama
dihubungi, diajak konsultasi, dan diminta bantuannya untuk menarik
orang lain berpartisipasi dalam program sekolah. Tokoh-tokoh semacam
itu dapat berasal dari orang tua siswa atau warga masyarakat yang
“dituakan” atau “informal leaders”, pejabat, tokoh bisnis, dan profesi
lainnya.

Universitas Sumatera Utara

b. Melibatkan

orang-orang

kunci

tersebut

dalam

kegiatan

sekolah,

khususnya yang sesuai dengan minatnya. Misalnya tokoh seni dapat
dilibatkan dalam pembinaan kesenian di sekolah. Orang yang hobi
olahraga dapat dilibatkan dalam program olahraga sekolah. Selanjutnya
tokoh-tokoh tersebut diperankan sebagai mediator dengan masyarakat
luas.
c. Memilih saat yang tepat, misalnya pelibatan masyarakat yang hobi
olahraga dikaitkan dengan adanya PON atau sejenis yaitu saat minat
olahraga di masyarakat sedang naik. Pelibatan tokoh dan masyarakat
yang peduli terhadap kebersihan/kesehatan dimulai pada hari Kesehatan
Nasional misalnya.
2. Melibatkan Masyarakat dan Orang Tua dalam Program Sekolah
Pepatah “Tak senang jika tak kenal” juga berlaku dalam hal ini. Oleh
karena itu sekolah harus mengenalkan program dan kegiatannya kepada
masyarakat. Dalam program tersebut harus tampak manfaat yang diperoleh
masyarakat jika membantu program sekolah. Untuk maksud di atas, sekolah
dapat melakukan:
a. Melaksanakan program-program kemasyarakatan, misalnya kebersihan
lingkungan, mambantu lalu lintas di sekitar sekolah, dan sebagainya.
Program

sederhana

semacam

ini

dapat

menumbuhkan

simpati

masyarakat.
b. Mengadakan open house yang memberi kesempatan masyarakat luas

Universitas Sumatera Utara

untuk mengetahui program dan kegiatan sekolah. Tentu saja dalam
kesempatan semacam itu sekolah perlu menonjolkan program-program yang
menarik minat masyarakat.
c. Mengadakan buletin sekolah atau majalah atau lembar informasi yang secara
berkala

memuat

kegiatan

dan

program

sekolah,

untuk

diinformasikan kepada masyarakat.
d. Mengundang

tokoh

untuk

menjadi pembicara

atau

pembina

suatu

program sekolah. Misalnya mengundang dokter yang tinggal di sekitar
sekolah atau orang tua untuk menjadi pembicara atau pembina program
kesehatan sekolah.
e. Membuat program kerja sama sekolah dengan masyarakat, misalnya
perayaan hari-hari nasional maupun keagamaan
3. Memberdayakan Dewan Sekolah
Keberadaan

Dewan

Sekolah

akan

menjadi

penentu

dalam

pelaksanaan otonomi pendidikan di sekolah. Melalui Dewan Sekolah orang tua
dan

masyarakat

ikut

merencanakan,

melaksanakan,

dan

mengawasi

pengelolaan pendidikan di sekolah. Untuk meningkatkan komitmen peran serta
masyarakat dalam menjunjang pendidikan, termasuk dari dunia usaha, perlu
dilakukan antara lain dengan upaya sebagai berikut:
a. Melibatkan

masyarakat

dalam

pengambilan

keputusan

tentang

pendidikan terutama ditingkat sekolah. Melalui otonomi, pengambilan
keputusan yang menyangkut pelaksanaan layanan jasa pendidikan akan
semakin mendekati kepentingan masyarakat yang dilayani.

Universitas Sumatera Utara

b. Selanjutnya program imlab

swadana,

yaitu

pemerintah baru akan

memberikan sejumlah bantuan tertentu pada sekolah apabila masyarakat
telah menyediakan sejumlah biaya pendamping.
c. Mengembangkan sistem sponsorship bagi kegiatan pendidikan.
Melalui

upaya-upaya

yang

dilakukan

pihak

sekolah

dalam

meningkatkan partisipasi masyarakat dan orang tua dalam mendukung
program-program sekolah dapat teroptimalkan.

2.3.3. Kesejajar an Per an Or ang Tua, Sekolah
Pendidikan

dan Masyar akat Dalam

Comer dan Haynes (1997) mengatakan anak-anak belajar dengan lebih baik
jika lingkungan sekelilingnya mendukung, yakni orangtua, guru, dan
anggota keluarga lainnya serta kalangan masyarakat sekitar. Sekolah
tidak dapat memberikan semua kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan
siswa, sehingga diperlukan keterlibatan bermakna oleh orangtua dan anggota
masyarakat. Hal ini sangat masuk akal mengingat sebetulnya orangtua, guru dan
masyarakat memiliki kesempatan untuk mendiskusikan sejauhmana kemajuan
anak. Seiring dengan masyarakat yang semakin kompleks dan penuh tuntutan,
maka kebutuhan untuk bermitra seringkali dikesampingkan. Alasannya baik
pendidik maupun orangtua tidak memiliki waktu yang cukup untuk bertemu dan
membangun hubungan yang baik dalam rangka kemajuan si anak. Sementara ini
masyarakat telah menciptakan bias pembagian peran antara orangtua dan
guru. Kita terbiasa dengan pandangan bahwa sekolah harus menangani anak
dari sisiakademik, sedangkan keluarga mengurusi masalah moral dan

Universitas Sumatera Utara

perkembangan emosional anak. Padahal, anak juga belajar mengenai masalah
moral dan emosi dari apa yang dijumpainya di ruang kelas. Begitu juga
ketika mereka berada di tengah-tengah masyarakat, sesungguhnya mereka
juga mengamati sikap-sikap orang dewasa
Permasalahan awal yang harus dipahami adalah bahwa orangtua yang
menyekolahkan anaknya rata-rata memiliki hubungan yang kurang kuat dengan
sekolah. Banyak dari mereka yang merasa segan untuk membangun hubungan itu,
terlebih bagi mereka yang memiliki latar belakang pengalaman tidak menyukai
sekolah ketika masih bersekolah dulu. Adapun guru hanya bekerja dan tidak tahu
banyak tentang lingkungan sekitar sekolah. Jadi, sebelum ketiga komponen ini
membentuk kemitraan, baik guru, keluarga, maupun masyarakat pertama-tama harus
belajar percaya dan menghormati satu sama lain.
Kerjasama antara guru, orangtua, kalangan bisnis, dan anggota masyarakat
lainnya dalam bentuk mitra penuh berpeluang besar dalam menciptakan program
pendidikan

yang

sesuai

dengan

kebutuhan

lokal

yang

unik

sekaligus

menggambarkan keanekaragaman di dalam sekolah. Jadi, mereka dapat membawa
iklim sekolah yang baik karena menghargai dan menanggapi adanya perbedaan
dan kesamaan di antara siswa. Dengan kata lain partisipasi yang dicita-citakan
adalah partisipasi sehat.

Beragam kerjasama dilakukan oleh sekolah dengan berbagai pihak.
Menurut Keith & Girling (1991: 256-259), bentuk hubungan antara sekolah
dengan para stakeholder-nya terbagi menjadi tiga model. Model pertama
adalah profesional, kedua yaitu advokasi, dan ketiga ialah kemitraan. Model
Kemitraan mengandung pembagian tanggungjawab dan inisiatif antara
keluarga, sekolah dan masyarakat yang ditujukan pada pencapaian target

Universitas Sumatera Utara

kependidikan tertentu. Model ini berbeda dengan dua model lainnya. Model
profesional mengandalkan pada layanan pegawai sekolah dan para pakar,
sehingga hubungan yang terjalin dengan pihak orangtua atau masyarakat
umumnya hanya satu arah. Adapun model advokasi terkesan lebih
mendudukkan

dirinya

sebagai

usaha

oposisi

terhadap

kebijakan

pendidikan pada umumnya dan sekolah pada khususnya.
Model kemitraan mengandalkan pada kepentingan pribadi orangtua dan
anggota masyarakat yang mau tidak mau membuat mereka berpartisipasi
dalam aktivitas yang berkaitan dengan sekolah. Kemitraan memandang
semua pihak yang memiliki kepentingan terhadap sekolah merupakan
pihak

yang

dapat didayagunakan dan mampu membantu sekolah dalam

rangka peningkatan mutu pendidikan, sehingga jejaringnya begitu luas atau dengan
kata lain hampir semua orang; siswa, orangtua, guru, staf, penduduk setempat,
kalangan

pengusaha,

dan

organisasi-organisasi

lokal.

Kemitraan

memang

menitikberatkan pada keterlibatan yang dilandasi oleh kepentingan pribadi, sehingga
ketika orangtua terlibat dalam pengambilan keputusan sebenarnya yang melandasi
adalah kepentingan anak dari orangtua bersangkutan.

Mitra sekolah selain orangtua adalah masyarakat, dan berkenaan dengan
itu Kowalski (2004: 41)

menyebutkan

alasan

kuat

perlunya

sekolah

menjalin kemitraan dengan masyarakat, yakni sebagai berikut:
1. Masyarakat telah membayar pajak untuk terselenggaranya pendidikan
2.

Kebanyakan komunikasi sekolah dan masyarakat dilakukan satu
arah, sehingga ada informasi dari masyarakat yang tidak sampai ke
sekolah

3.

Pendekatan informal cenderung kurang efektif dibandingkan

Universitas Sumatera Utara

dengan cara yang lebih sistematis
4. Masyarakat terdiri atas keberagaman
Dengan demikian tidak beralasan lagi mendudukkan sekolah sebagai
satu-satunya pranata sosial yang bertanggungjawab atas tumbuhkembangnya
sesosok individu. Ada dunia di luar sekolah yang juga memberi kontribusi
akan hal itu, dan implikasinya harus ada pensikapan positif dari orangtua dan
masyarakat untuk melakukan kerjasama terutama dalam menselaraskan nilai dan
pengetahuan

siswa

dan

dukungan

penyelenggaraan

pendidikan

yang

Sekolah

dan

dinyatakan dalam bentuk partisipasi pendidikan.

2.3.4. Membangun

Kemitr aan

Or angtua,

Masyar akat
Pada sebuah penulisan yang dilakukan oleh Bauch dan Goldring (1995: 1617), dikemukakan

adanya

implikasi

berupa

kurang

baiknya

pengkondisian lembaga dengan nuansa birokratis jika kita bermaksud
mengundang lebih banyak partisipasi orangtua. Nuansa ini tercermin dari
adanya ukuran sekolah yang terus menerus bertambah besar, semakin peliknya
kurikulum, pembedaan siswa, dan terdapat konflik antara staf sekolah dengan
pihak eksternal yang mengarah pada masalah akuntabilitas lembaga. Model
yang disarankan Bauch dan Goldring untuk dikembangkan adalah model
komunitarian, yakni model yang mengedepankan keeratan sosial di antara
siswa, orangtua, dan sekolah dengan didasarkan atas nilai, kepercayaan dan
harapan yang sama, pengorganisasian kurikulum yang sederhana, tidak

Universitas Sumatera Utara

adanya pembedaan siswa, dan ukuran yang tidak terlalu besar.
Membangun kemitraan dengan orangtua menurut Molloy, dkk (1995 :62)
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1.

Memulai kemitraan
Sekolah

selaku

pemicu

awal

kemitraan

memulai

dengan

menganalisis kebutuhan baik siswa, orangtua maupun sekolah. Kesamaan
atau kesejalanan kebutuhan diantara ketiga pihak tersebut adalah latar
belakang yang baik untuk memulai kemitraan. Sekolah dalam tahapan ini
juga perlu menelusuri informasi tentang kemitraan yang pernah
dilakukan sebelumnya antara sekolah dan orangtua, sehingga dapat
menjadi acuanpada kegiatan selanjutnya. Informasi lain yang perlu
diketahui

pihak

sekolah

adalah

mengenai

potensi

orangtua

sebagai mitra sekolah. Potensi yang dimaksud bisa dari berbagai
sudut pandang,

antara

lain

ekonomi,

pekerjaan,

keahlian

dan

pengalaman, kepentingan, minat, kegemaran, dan lain sebagainya.

2.

Membangun kemitraan
Pola persuasif menjadi pilihan yang utama dalam

mengundang

perhatian orangtua akan permasalahan kenakalan anak. Kemasan yang
informal juga menjadi cara jitu untuk membangun kemitraan antara
sekolah dan orangtua sebelum mengarah kepada bentuk kegiatan yang
formal. Efektivitas kemitraan sekolah dan orangtua dalam membangun
kemampuan sosial anak akan lebih dipertajam dengan hadirnya fasilitator
yang berkeahlian dan bersifat netral, misal pakar pendidikan tinggi dan

Universitas Sumatera Utara

praktisi. Kemitraan bahkan dapat diperluas menjadi sebuah jaringan dengan
melibatkan bagian - bagian masyarakat, misal unit pelayanan publik,
media

lokal,

perusahaan

komersil,

wadah

pelatihan.

Tempat yang dipergunakan pun tidak hanya sekolah, contoh antara lain
berupa perpustakaan publik, rumah sakit, kegiatan bazaar, pameran daerah,
karnaval, museum, kantor polisi, dan lain sebagainya. Merajut jaringan
kemitraan memang tidak dapat dikatakan mudah, namun demikian dampak
dari keberadaannya tidak dapat dianggap sepele karena bisa menghadirkan
dukungan

bagi

sekolah

yang

lebih

luas

(http://www.nwrel.org/request/feb01/networking.html, di akses 2011). Pihak pihak yang dilibatkan antara lain komite sekolah itu sendiri, pemimpin agama,
mitra bisnis, organisasi publik, LSM dan organisasi lainnya, dan tokoh
komunikasi.

3. Mengembangkan visi bersama
Pihak sekolah maupun orangtua bersama - sama merancang visi yang
dalam hal ini dimisalkan berupa pencegahan kenakalan anak. Kedua pihak
berpikir tentang tujuan yang hendak dicapai dan cara apa yang
dilakukan guna meraihnya. Dari tuangan pemikiran tersebut diharapkan
munculnya rasa tanggungjawab akan pelaksanaan, keberlangsungan, dan
keterkaitan kegiatan.
4. Mengimplementasikan perencanaan ke dalam tindakan kolaboratif
Sebagai

kegiatan

kolaboratif,

maka

keterlibatan

semua

pihak

sangat diperlukan. Sebagai contoh tujuan sebuah kegiatan yang berupa
memperkuat

hubungan

anak

dan

orangtua

melalui

peningkatan

keterampilan komunikasi, maka secara implementatif aktivitas yang

Universitas Sumatera Utara

dilaksanakan harus dapat menunjuk secara nyata interaksi antara anak
dan orangtua, misal perlombaan antara keluarga siswa dan lokakarya
pola asuh anak yang melibatkan orangtua dan siswa sebagai peserta.
Contoh lain semisal upaya membangun citra diri anak di tengah - tengah
masyarakat. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah dengan mengajak anak
dan orangtua mengunjungi rumah sakit, museum, perpustakaan, kantor
polisi, dan lain sebagainya.

Di sisi lain Grant (1979: 128) mengingatkan bahwa kemitraan tidak
boleh mengabaikan prinsip akuntabilitas dan kemandirian. Dalam hal
menumbuhkan kemandirian, secara eksplisit Grant
setelah

menganjurkan agar

terbentuknya kelompok kemitraan masing-masing anggota harus

menjaga kenetralan khususnya dalam segi politik. Kemandirian finansial juga
menjadi penekanan dalam hal ini, dan meskipun ada bantuan dari pihak lain,
kelompok kemitraan wajib memegang teguh prinsip akuntabilitas.
Terbentuknya

kelompok

kemitraan

dalam

iklim

demokratis

pastilah memiliki latar belakang pemihakan terhadap kaum yang lemah. Untuk
itu White dan Wehlage (1995: 37) mengungkapkan daripada memulai
kolaborasi yang menekankan pada profesionalisme dan program, sebaiknya
lebih memilih untuk mengawalinya dengan strategi politis mengajak pihak atau
lembaga lain memihak kepada kepentingan kaum lemah. Dengan demikian
sumberdaya yang ada otomatis akan lebih banyak berada di golongan
masyarakat yang kurang beruntung.

Universitas Sumatera Utara