Evaluasi Desain Koridor Kota Medan

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1. Hubungan Urban Design dan Parkir
Menurut Hamid Shirvani, The Urban Design Process (1985), ada 8 elemen di dalam
proses urban design, yaitu :


Land Use ( Tata Guna Lahan )
Tata Guna Lahan merupakan rancangan dua dimensi berupa denah peruntukan
lahan sebuah kota. Ruang-ruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun di tempattempat sesuai dengan fungsi bangunan tersebut.



Bentuk dan Massa Bangunan
Building form and massing membahas mengenai bagaimana bentuk dan massamassa bangunan yang ada dapat membentuk suatu kota serta bagaimana hubungan antarmassa (banyak bangunan) yang ada. Pada penataan suatu kota, bentuk dan hubungan
antar-massa seperti ketinggian bangunan, jarak antar-bangunan, bentuk bangunan, fasad
bangunan, dan sebagainya harus diperhatikan sehingga ruang yang terbentuk menjadi
teratur, mempunyai garis langit - horizon (skyline) yang dinamis serta menghindari
adanya lost space (ruang tidak terpakai).




Sirkulasi dan Parkir
Sirkulasi adalah elemen perancangan kota yang secara langsung dapat
membentuk dan mengkontrol pola kegiatan kota, sebagaimana halnya dengan keberadaan
sistem transportasi dari jalan publik, pedestrian way, dan tempat-tempat transit yang
saling berhubungan akan membentuk pergerakan (suatu kegiatan). Sirkulasi di dalam
kota merupakan salah satu alat yang paling kuat untuk menstrukturkan lingkungan
perkotaan karena dapat membentuk, mengarahkan, dan mengendalikan pola aktivitas
dalam suatu kota. Selain itu sirkulasi dapat membentuk karakter suatu daerah, tempat
aktivitas dan lain sebagainya. Tempat parkir mempunyai pengaruh langsung pada suatu
lingkungan yaitu pada kegiatan komersial di daerah perkotaan dan mempunyai pengaruh

Universitas Sumatera Utara

visual pada beberapa daerah perkotaan. Penyediaan ruang parkir yang paling sedikit
memberi efek visual yang merupakan suatu usaha yang sukses dalam perancangan kota.


Ruang Terbuka

Berbicara tentang ruang terbuka (open space) selalu menyangkut lansekap.
Elemen lansekap terdiri dari elemen keras (hardscape seperti : jalan, trotoar, patun,
bebatuan dan sebagainya) serta elemen lunak (softscape) berupa tanaman dan air. Ruang
terbuka biasa berupa lapangan, jalan, sempadan sungai, green belt, taman dan sebagainya.



Jalan Pejalan Kaki
Elemen pejalan kaki harus dibantu dengan interaksinya pada elemen-elemen dasar
desain tata kota dan harus berkaitan dengan lingkungan kota dan pola-pola aktivitas
sertas sesuai dengan rencana perubahan atau pembangunan fisik kota di masa mendatang.



Aktivitas Pendukung
Aktivitas pendukung adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang
mendukung ruang publik suatu kawasan kota. Bentuk, lokasi dan karakter suatu kawasan
yang memiliki ciri khusus akan berpengaruh terhadap fungsi, penggunaan lahan dan
kegiatan pendukungnya. Aktivitas pendukung tidak hanya menyediakan jalan pedestrian
atau plasa tetapi juga mempertimbangkan fungsi utama dan penggunaan elemen-elemen

kota yang dapat menggerakkan aktivitas.



Preservasi
Preservasi dalam perancangan kota adalah perlindungan terhadap lingkungan
tempat tinggal (permukiman) dan urban places (alun-alun, plasa, area perbelanjaan) yang
ada dan mempunyai ciri khas, seperti halnya perlindungan terhadap bangunan bersejarah.



Signage
Penandaan yang dimaksud adalah petunjuk arah jalan, rambu lalu lintas, media
iklan, dan berbagai bentuk penandaan lain. Keberadaan penandaan akan sangat
mempengaruhi visualisasi kota, baik secara makro maupun mikro, jika jumlahnya cukup
banyak dan memiliki karakter yang berbeda. Sebagai contoh, jika banyak terdapat
penandaan dan tidak diatur perletakannya, maka akan dapat menutupi fasad bangunan di
belakangnya. Dengan begitu, visual bangunan tersebut akan terganggu. Namun, jika
dilakukan enataan dengan baik, ada kemungkinan penandaan tersebut dapat menambah
keindahan visual bangunan di belakangnya.


Universitas Sumatera Utara

2.1.1. Sirkulasi dan Parkir
Hamid Shirvani (1985), juga menjabarkan bahwa elemen ruang parkir memiliki dua efek
langsung pada kualitas lingkungan, yaitu :


Kelangsungan aktivitas komersial.



Pengaruh visual yang penting pada bentuk fisik dan susunan kota.

Dalam merencanakan tempat parkir yang benar, hendaknya memenuhi persyaratan :


keberadaan strukturnya tidak mengganggu aktivitas di sekitar kawasan




tempat parkir khusus



tempat parkir di pinggiran kota.

Dalam perencanaan untuk jaringan sirkulasi dan parkir harus selalu memperhatikan :


Jaringan jalan harus merupakan ruang terbuka yang mendukung citra kawasan dan
aktivitas pada kawasan.



Jaringan jalan harus memberi orientasi pada penggunan dan membuat lingkungan yang
legible.




Kerjasama dari sektor kepemilikan dan privat dan publik dalam mewujudkan tujuan dari
kawasan.

2.2. Koridor Kota
Menurut Urban Hamilton Official Plan (2011), koridor merupakan area jalan yang yang
menghubungkan berbagai macam kawasan komersil, dan terletak di berbagai macam jalan arteri.
Menurut Hamid Shirvani, The Urban Design Process (1985), koridor kota adalah suatu
ruang yang terbentuk oleh dua deretan massa (bangunan atau pohon).
Di Medan, koridor kota banyak terbentuk dari deretan bangunan yang bersifat komersil.
Bila jalan dua arah, dibatasi dengan deretan pohon atau sekedar pembatas jalan yang sering
digunakan sebagai trotoar.

Universitas Sumatera Utara

2.2.1. Desain Koridor Kota dan Parkir
Koridor kota yang terbentuk dari deretan bangunan biasanya minim akan kawasan yang
dimanfaatkan untuk fasilitas parkir. Salah satu cara untuk tetap menyediakan fasilitas parkir
tetapi tidak mengganggu kawasan sekitar adalah dengan menyediakan gedung parkir atau
basement seperti yang sudah diterapkan di beberapa kota besar seperti Barcelona, New York,
Portland, bahkan Bandung.

Di Medan, khususnya Jalan Setiabudi, tidak ada yang menyediakan gedung parkir
ataupun basement. Fasilitas parkir yang ada berupa on street parking, dimana banyak masyarakat
yang melanggarnya.

2.3. Pengertian Parkir
Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara karena
ditinggalkan oleh pengemudinya ( Direktur Jenderal Perhubungan Darat, 1996). Secara
hukum dilarang untuk parkir di tengah jalan raya; namun parkir di sisi jalan umumnya

diperbolehkan. Fasilitas parkir dibangun bersama-sama dengan kebanyakan gedung, untuk
memfasilitasi kendaraan pemakai gedung. Termasuk dalam pengertian parkir adalah setiap
kendaraan yang berhenti pada tempat-tempat tertentu baik yang dinyatakan dengan rambu lalu
lintas ataupun tidak, serta tidak semata-mata untuk kepentingan menaikkan dan/atau menurunkan

orang dan/atau barang.
2.4. Kriteria Parkir
Merujuk dari Direktur Jenderal Perhubungan Darat (1996), kriteria peletakan fasilitas
parkir adalah :



Tempat parkir diusahakan di permukaan yang datar agar kendaraan tidak menggelinding.
Jika tanah miring lakukan grading dengan sistem cut and fill.



Tempat parkir dengan bangunan (tempat kegiatan) diusahakan tidak jauh. Jika cukup
jauh, buat sirkulasi yang jelas dan terarah menuju area parkir.

Universitas Sumatera Utara

2.4.1. Penggunaan Parkir
Ditinjau dari penggunaannya, tempat parkir terbagi atas :


Parkir kendaraan roda lebih dari 4, misalnya bus ( lebar 3 meter, panjang 8 m ), bus kecil
( lebar 2,4 m, panjang 6 m ) dan truk.



Parkir kendaraan roda 4, misalnya sedan besar ( lebar 1,765 m, panjang 4,82 m ), sedan

sedang ( lebar 1,4 m, panjang 3,8 m ), sedan kecil ( lebar 1,4 m, panjang 2,9 m ), MPV (
lebar 1,6 m, panjang 4,8 m ), jeep ( lebar 1,6 m, panjang 4 m ) dan minibus ( lebar 1,5
m, panjang 5 m ).



Parkir kendaraan roda 3, misalnya bemo ( lebar 1.05 m, panjang 2,5 m ) dan motor
sisipan. Becak ( lebar 90 cm, panjang 2 m ).



Parkir kendaraan roda 2, misalnya sepeda ( lebar 45 cm, panjang 1,5 m ) dan sepeda
motor ( lebar 90 cm, panjang 2 m ), motor besar ( lebar 1,05 m, panjang 2,5 m ).

2.4.2. Desain Parkir
Dari sudut desain, kriteria dan prinsip tempat parkir secara garis besar harus
memperhatikan :


Waktu penggunaan dan pemanfaatan tempat parkir. Untuk kegiatan yang berlangsung

sepanjang waktu, tempat parkir perlu dilengkapi penerangan yang cukup. Bisa
menggunakan lampu taman setinggi 2 meter atau penempatan lampu jalan merkuri.



Jumlah kendaraan yang akan ditampung sehingga diketahui perkiraan luas yang
dibutuhkan.



Ukuran dan jenis kendaraan yang akan ditampung. Perhatikan standarnya.



Aman dan terlindung dari panas matahari. Berikan tanaman peneduh di antara pembatas
parkir. Pilih tanaman berbentuk pohon atau perdu, cukup kuat, tidak mudah patah, tidak
mengeluarkan getah yang merusak cat kendaraan, mempunyai tajuk yang cukup padat
dan lebar, mempunyai sistem perakaran yang tidak merusak perkerasan ( pelataran

Universitas Sumatera Utara


parkir ) dan tidak menggugurkan dahan dan ranting. Contoh, Biola cantik ( Ficus
benyamina ) dan Kiara payung ( Filicium desifiens ).


Cukup penerangan cahaya di malam hari.



Tersedia sarana penunjang parkir, misalnya tempat tunggu sopir dan tempat sampah.
Pada tempat tertentu dilengkapi pengeras suara untuk memanggil sopir. Karena
merupakan area umum, tempat parkir perlu gardu jaga untuk petugas keamanan.

2.5. Jenis Parkir
Ada tiga jenis utama parkir yang berdasarkan pengaturan posisi kendaraan menurut
Direktur Jenderal Perhubungan Darat (1996), yaitu :
2.5.1. Parkir Tegak Lurus
Dengan cara ini mobil diparkir tegak lurus, berdampingan, menghadap tegak lurus
ke lorong/gang, trotoar, atau dinding. Jenis mobil ini parkir lebih terukur daripada parkir
paralel dan karena itu biasanya digunakan di tempat di pelataran parkir parkir atau
gedung parkir. Sering kali, di tempat parkir mobil menggunakan parkir tegak lurus, dua
baris tempat parkir dapat diatur berhadapan depan dengan depan, dengan atau tanpa gang
di antara keduanya. Bisa juga parkir tegak lurus dilakukan dipinggir jalan sepanjang
jalan dimana parkir ditempatkan cukup lebar untuk kendaraan keluar atau masuk ke
ruang parkir.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1. Parkir Lurus
Sumber Gambar : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, (1996)

2.5.2. Parkir Sudut
Salah satu cara parkir yang banyak digunakan dipinggir jalan ataupun di pelataran
maupun gedung parkir adalah parkir serong yang memudahkan kendaraan masuk ataupun
keluar dari ruang parkir. Pada pelataran ataupun gedung parkir yang luas, diperlukan
gang yang lebih sempit bila dibandingkan dengan parkir tegak lurus.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2. Parkir Sudut
Sumber Gambar : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, (1996)

2.5.3. Parkir Paralel
Parkir sejajar dimana parkir diatur dalam sebuah baris, dengan bumper depan
mobil menghadap salah satu bumper belakang yang berdekatan. Parkir dilakukan sejajar
dengan tepi jalan, baik di sisi kiri jalan atau sisi kanan atau kedua sisi bila hal itu
memungkinkan,. Parkir paralel adalah cara paling umum dilakasanakan untuk parkir
mobil dipinggir jalan. Cara ini juga digunakan dipelataran parkir ataupun gedung parkir
khususnya untuk mengisi ruang parkir yang parkir serong tidak memungkinkan.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3. Parkir Paralel

Sumber Gambar : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, (1996)

2.6. Klasifikasi Jalan
Klasifikasi jalan fungsional di Indonesia berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku adalah :


Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani (angkutan) utama dengan
ciri perjalanan jarak jauh, keceptan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk (akses)
dibatasi secara berdaya guna.



Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul
atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah
jalan masuk dibatasi.



Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan
ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.



Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan
dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

2.6.1. Jalan Arteri Primer

Universitas Sumatera Utara

Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional
dengan pusat kegiatan wilayah. Karakteristik jalan arteri primer adalah sebagai berikut :
Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam



puluh) kilometer per jam (km/h);


Lebar Daerah Manfaat Jalan minimal 11 (sebelas) meter;



Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien; jarak antar jalan masuk/akses langsung
minimal 500 meter, jarak antar akses lahan langsung berupa kapling luas lahan harus di
atas 1000 m2, dengan pemanfaatan untuk perumahan;
Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai



dengan volume lalu lintas dan karakteristiknya;
Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu lalu lintas, marka



jalan, lampu lalu lintas, lampu penerangan jalan, dan lain-lain;
Jalur khusus seharusnya disediakan, yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan



lambat lainnya;
Jalan arteri primer mempunyai 4 lajur lalu lintas atau lebih dan seharusnya dilengkapi



dengan median (sesuai dengan ketentuan geometrik);
Apabila persyaratan jarak akses jalan dan atau akses lahan tidak dapat dipenuhi, maka



pada jalan arteri primer harus disediakan jalur lambat (frontage road) dan juga jalur
khusus untuk kendaraan tidak bermotor (sepeda, becak, dll).

2.6.2. Jalan Arteri Sekunder
Jalan arteri sekunder adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan

jarak

jauh kecepatan rata-rata

tinggi,

dan

jumlah

jalan

masuk

dibatasi

seefisien,dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota. Didaerah
perkotaan juga disebut sebagai jalan protokol. Karakteristik jalan arteri sekunder adalah sebagai
berikut :

Universitas Sumatera Utara



Jalan arteri sekunder menghubungkan :

1. kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu.
2. antar kawasan sekunder kesatu.
3. kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
4. jalan arteri/kolektor primer dengan kawasan sekunder kesatu.


Jalan arteri sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 (tiga
puluh) km per jam.



Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 (delapan) meter.



Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu lintas
lambat.



Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 meter.



Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota dapat diizinkan
melalui jalan ini.



Persimpangan pads jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai
dengan volume lalu lintasnya.



Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas same atau lebih besar dari volume lalu lintas
rata-rata.



Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak
dizinkan pada jam sibuk.



Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu
pengatur lalu lintas, lampu jalan dan lain-lain.



Besarnya lala lintas harian rata-rata pada umumnya paling besar dari sistem sekunder
yang lain.



Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan
lambat lainnya.



Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dari jarak selang dengan kelas
jalan yang lebih rendah.

Universitas Sumatera Utara

2.7. Desain Parkir Pada Badan Jalan ( On Street Parking )
Berdasarkan data dari Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan,
1996, ukuran kebutuhan ruang parkir ditentukan oleh fungsi bangunan. Fungsi bangunan
komersil yang berbeda, menghasilkan ukuran kebutuhan ruang parkir yang berbeda pula.
Peruntukan

Satuan

Kebutuhan

Pusat Perdagangan
Pertokoan
Pasar Swalayan

SRP / 100 m2 luas lantai efektif
SRP / 100 m2 luas lantai efektif

3,5 - 7,5
3,5 - 7,5

SRP / 100 m2 luas lantai efektif

Pasar
Pusat Perkantoran
SRP / 100 m2 luas
Pelayanan bukan umum lantai
Pelayanan umum
SRP / 100 m2 luas
lantai
Sekolah

SRP
mahasiswa

Hotel/Tempat
Penginapan

SRP
kamar

Rumah Sakit

1,5 - 3,5

0,7 - 1,0

/

/

0,2 - 1,0

SRP / tempat
tidur

Bioskop

0,2 - 1,3

SRP / tempat
duduk

0,1 - 0,4

Sumber : Naasra, 1988

2.7.1. Penentuan Sudut Parkir
Berdasarkan

rujukan

dari

Direktur

Jenderal

Perhubungan

Darat,

Departemen

Perhubungan (1996), sudut parkir yang akan digunakan umumnya ditentukan oleh :

Universitas Sumatera Utara



Lebar jalan



Volume lalu lintas pada jalan bersangkutan



Karakteristik kecepatan



dimensi kendaraan



sifat peruntukkan lahan sekitarnya dan peranan jalan yang bersangkutan.


Kriteria Parkir
Sudut
Parkir
( n )

Lebar
Ruang
Parkir
A

D+M
(E)

Ruang
Parkir
Efektif

Ruang
Manuver

(m)

D
(m)

M
(m)

0

2,3

2,3

3,0

5,3

30

2,5

4,5

2,9

45

2,5

5,1

60

2,5

90

2,5

D+M-J

Satu Lajur
Lebar
Lebar
Jalan
Total
Efektif
Jalan
L
W

Dua Lajur
Lebar
Lebar
Jalan
Total
EfekJalan
tif
W

(m)

(m)

L

(m)

2,8

3

5,8

6,0

8,8

7,4

4,9

3

7,9

6,0

10,9

3,7

8,8

6,3

3

9,3

6,0

12,3

5,3

4,6

9,9

7,4

3

10,4

6,0

13,4

5,0

5,8

10,8

8,3

3

11,3

6,0

14,3

Keterangan : J = lebar pengurangan ruang manuver (2,5 meter)
Tabel 2.2. Lebar Minimum Jalan Lokal Primer Satu Arah Untuk Parkir Pada Badan Jalan
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

Sudut
Parkir
( n )

Lebar
Ruang
Parkir
A
(m)

Kriteria P arkir
Ruang
Ruang
Parkir
ManuEfektif
ver
D
M
(m)

D+M
(E)

D+M-J

Satu Lajur
Lebar
Lebar
Jalan
Total
Efektif
Jalan
L
W
(m)

(m)

Dua Lajur
Lebar
Lebar
Jalan
Total
EfekJalan
tif
W
L
(m)

(m)

Universitas Sumatera Utara

0

2,3

2,3

3,0

5,3

2,8

2,5

5,3

5,0

7,8

30

2,5

4,5

2,9

7,4

4,9

2,5

7,4

5,0

9,9

45

2,5

5,1

3,7

8,8

6,3

2,5

8,8

5,0

11,3

60

2,5

5,3

4,6

9,9

7,4

2,5

9,9

5,0

12,4

90

2,5

5,0

5,8

10,8

8,3

2,5

10,8

5,0

13,3

Keterangan : J = Lebar pengurangan ruang manuver (2,5 meter)
Tabel 2.3. Lebar Minimum Jalan Lokal Sekunder Satu Arah Untuk Parkir Pada Badan Jalan
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

2.7.2. Ruang Parkir Pada Badan Jalan
Berikut gambar dari standard ruang parkir pada badan jalan berdasarkan peraturan yang
telah dibuat oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996) :

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 . Ruang Parkir Pada Badan Jalan
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

Keterangan ;

A

=

lebar ruang parkir (m)

D

=

ruang parkir efektif (m)

M

=

ruang manuver (m)

J

=

lebar pengurangan ruang manuver

W

=

lebar total jalan (m)

L

=

lebar jalan efektif

2.7.3. Pola Parkir
a. Pola Parkir Paralel


Pada Bidang Datar

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5. Peraturan pola parkir paralel pada bidang datar
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)



Pada Daerah Tanjakan

Gambar 2.6 Peraturan pola parkir paralel pada daerah tanjakan
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)



Pada Daerah Turunan

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.7. Peraturan pola parkir paralel pada daerah turunan
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

b. Pola Parkir Menyudut :
1. Lebar ruang parkir, ruang parkir efektif, berlaku untuk jalan kolektor dan jalan
lokal.
2. Lebar ruang parkir, ruang parkir efektif, dan ruang manuver berbeda berdasarkan
sudut berikut ini.


Sudut 30°

Gambar 2.8. Peraturan pola parkir sudut pada sudut 30°
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)


Sudut 45°

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.9. Peraturan pola parkir sudut pada sudut 45°
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)



Sudut 60°

Gambar 2.10. Peraturan pola parkir sudut pada sudut 60°
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)






Sudut 90°

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.11. Peraturan pola parkir sudut pada sudut 90°
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

Keterangan :
A

=

Lebar ryang parkir (m)

B

=

Lebar kaki ruang parkir (m)

C

=

Selisih panjang ruang parkir (m)

D

=

Ruang parkir efektif (m)

M

=

Ruang manuver (m)

E

=

Ruang parkir efektif ditambah ruang manuver (m)

2.7.4. Larangan Parkir


Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah tempat penyeberangan jalan kaki atau
tempat penyeberangan sepeda yang telah ditentukan.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.12. Peraturan larangan parkir di sekitar zebra cross
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)



Sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah tikungan tajam dengan radius kurang
dari 500 meter.

Gambar 2.13. Peraturan larangan parkir di tikungan yang tajam
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

Universitas Sumatera Utara



Sepanjang 50 meter sebelum dan sesudah jembatan.

Gambar 2.14 . Peraturan larangan parkir di sekitar jembatan
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)



Sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah persimpangan.

Gambar 2.15. Peraturan larangan parkir di daerah persimpangan
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

Universitas Sumatera Utara



Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah akses bangunan gedung

Gambar 2.16. Peraturan larangan parkir di akses sebuah bangunan
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)

2.8. Tata Guna Lahan Komersil dan Kebutuhan Parkir
2.8.1. Tata Guna Lahan
Menurut Maurice Yates, komponen penggunaan lahan suatu wilayah terdiri atas
(Yeates, 1980) :







Permukiman
Industri
Komersial
Jalan
Tanah Publik
Tanah Kosong

Sebagian besar bangunan yang terdapat di koridor Jalan Setiabudi merupakan bangunan
komersil. Dengan banyaknya lahan komersil di koridor ini menarik sejumlah besar
pelanggan, dan mengakibatkan padatnya aktivitas kendaraan. Tetapi padatnya kendaraan
tidak diiringi dengan sistem parkir yang terintegrasi.
2.8.2. Kebutuhan Parkir
Kawasan komersil yang padat akan aktivitas kendaraan harus memiliki fasilitas parkir
yang memadai. Seperti basement, gedung parkir, atau lapangan parkir. Kita dapat melihat
penataan kota Perth, dimana banyak kawasan komersil dan aktivitas kendaraan yang padat,
tetapi hampir tidak pernah terjadi kemacetan yang ekstrim karena sistem parkir yang

Universitas Sumatera Utara

terintegrasi dengan tata guna lahan. Kota Perth sendiri banyak terdapat pabrik dan
departement store yang berjarak berdekatan. Fasilitas parkir yang banyak ditemui di Perth
adalah gedung parkir dan lapangan parkir yang terhubung dengan baik. Seperti yang dapat
terlihat di gambar berikut ini.

Gambar 2.17. Suasana Stirling Activity Centre yang merupakan salah satu pusat kota Perth
yang memiliki aktivitas kendaraan yang padat
Sumber : Activity Corridor Intensification Perth

Universitas Sumatera Utara