Studi Efektifitas Penggunaan Halte Di Kota Medan (Studi Kasus: Koridor-Koridor Utama Kota Medan)

(1)

STUDI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN HALTE DI KOTA MEDAN

(Studi Kasus : Koridor-koridor Utama Kota Medan)

Je lud d in Da ud

Abstrak: Halte adalah tempat untuk menaikkan/menurunkan penumpang yang dilengkapi dengan bangunan, yang keberadaannya disepanjang rute angkutan umum sangat diperlukan. Namun pada kenyataannya di Kota Medan keberadaan halte belum dimanfaatkan dengan semestinya oleh masyarakat. Berdasarkan pengamatan penyalahgunaan halte dapat terlihat pada 90% halte di kota Medan, para calon penumpang maupun pengemudi angkutan umum lebih senang menunggu atau menaikkan penumpang di tempat selain halte dan pedagang kaki lima memanfaatkan halte untuk menjajakan dagangannya. Ketidakefektifan ini ternyata membawa dampak yang cukup buruk, seperti kemacetan dan keruwetan lalu lintas, terutama pada persimpangan dan sarana publik.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk dapat menemukan faktor-faktor yang menjadi penyebab tidak efektifnya halte sebagai suatu sarana untuk memperlancar kegiatan transportasi.

Kota Medan merupakan wilayah penelitian, di bagi menjadi lima koridor utama. Dimana halte yang berada pada koridor tersebut menjadi populasi pada penelitian ini. Sampel di ambil dengan menggunakan metode Proporsionate stratified random sampling (Sampel acak berlapis berimbang), sehingga terpilih 15 halte yang akan diteliti dengan menggunakan tabel acak. Untuk mengetahui efektifitas penggunaan halte di Kota Medan, dilakukan wawancara langsung kepada 30 pengguna halte dan 220 pengemudi angkutan umum. Dilakukan observasi langsung ke lapangan untuk mengetahui kondisi fisik halte.

Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa halte di Kota Medan sudah tidak efektif lagi penggunaannya. Hal ini dikarenakan 90% halte di Kota Medan telah berubah fungsi menjadi tempat berjualan. 60% responden pengguna dan pengemudi menilai kondisi halte di Kota Medan dalam keadaan tidak terawat dan diabaikan. Sehingga 83.3% pengguna, menggunakan halte hanya sesekali. Sedangkan 71.1% pengemudi tidak pernah menaikkan/menurunkan penumpang pada halte. Selain itu 46.6% pengemudi menilai kurangnya penyebaran halte di Kota Medan sehingga tidak dapat melayani kebutuhan masyarakat akan halte. Untuk mengatasinya 100% responden menyetujui apabila dilakukan peningkatan fungsi terhadap halte. Baik itu dengan cara sosialisasi terhadap masyarakat, maupun moderenisasi penampilan halte.

1. PENDAHULUAN

Halte merupakan salah satu fasilitas transportasi yang disediakan pemerintah sebagai pendukung dalam mewujudkan sistem transportasi yang efektif dan efisien. Halte diperlukan keberadaannya disepanjang rute angkutan umum dan angkutan umum harus melalui tempat yang telah ditetapkan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang agar perpindahan penumpang lebih mudah dan gangguan terhadap lalu lintas dapat diminimalkan. Karena disepanjang rute inilah keberadaan calon penumpang memberi andil yang cukup besar terhadap gangguan lalu lintas yang menyebabkan kemacetan. Penempatan halte disepanjang rute kendaraan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku, yang telah ditetapkan oleh dinas lalu lintas jalan raya, dan digunakan sesuai dengan kegunaannya. Karena apabila keberadaan halte tersebut diabaikan, maka keberadaannya justru merupakan penyebab utama dari kemacetan lalu lintas pada jalur tempat halte berada.

2. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN

Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk dapat mengetahui faktor–faktor yang menjadi penyebab tidak efektifnya halte sebagai suatu sarana untuk memperlancar kegiatan

transportasi. Dan diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk meningkatkan efektifitas penggunaan halte sehingga manfaat dari keberadaan halte di Kota Medan dapat tercapai dengan optimal.

3. TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian prilaku efektif menurut Catur (2002), keefektifan dalam konteks perilaku merupakan hubungan yang optimal antara hasil, kualitas, efisiensi, fleksibilitas dan kepuasan. Sehingga keefektifan ditentukan oleh tingkatan dari sesuatu yang direalisasikan sesuai dengan tujuannya.

Berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996), Tempat pemberhentian kendaraan penumpang umum ini merupakan salah satu bentuk fungsi pelayanan umum perkotaan yang disediakan oleh pemerintah, yang dimaksudkan untuk:

’ Menjamin kelancaran dan ketertiban arus lalu lintas

’ Menjamin keselamatan bagi pengguna angkutan penumpang umum

’ Menjamin kepastian keselamatan untuk menaikkan dan/atau menurunkan penumpang

’ Memudahkan penumpang dalam melakukan perpindahan moda angkutan umum atau bus.


(2)

Adapun persyaratan umum tempat perhentian kendaraan penumpang umum adalah:

1. Berada di sepanjang rute angkutan umum atau bus.

2. Terletak pada jalur pejalan kaki dan dekat dengan fasilitas pejalan kaki.

3. Diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau pemukiman.

4. Dilengkapi dengan rambu petunjuk.

5. Tidak mengganggu kelancaran arus lalu lintas.

1. 2. 3. 4.

5.

Koridor I : Koridor II : Koridor III : Koridor IV :

Koridor V :

Jalan Balai Kota, jalan Putri Hijau, Jalan K.L Yos Sudarso

Jalan Guru Patimpus, jalan Jend.Gatot Subroto

Jalan Mayjend S. Parman, jalan Let.Jend Jamin Ginting

Jalan Jend A. Yani, jalan Pemuda, jalan Brigjend. Katamso, jalan Ir. Juanda, jalan Sisingamangaraja.

Jalan Perintis Kemerdekaan, jalan HM Yamin SH, jalan Letda Sujono.

4.1 Penentuan sampel 4.1.1 Sampel halte

Pengambilan populasi halte dilakukan dengan cara menghitung seluruh halte yang berada di sepanjang jalan yang merupakan koridor utama. Dari hasil observasi ketahui jumlah halte di dalam wilayah penelitian adalah 45 buah. Sampel yang akan digunakan untuk penelitian sebanyak 15 sampel. Jumlah sampel yang diambil pada setiap koridor ditentukan secara berimbang. Yaitu dengan menggunakan rumus :

Proporsi = ×100%

Halte Jumlah Total

Koridor Tiap

Halte Jumlah

Jumlah sampel = Proporsi×Total jumlahsampel

Tabel 1. Jumlah Sampel Halte di Kotamadya Medan

No Bagian

Jumlah

Halte

Proporsi

(%)

Jumlah

Sampel

1 Koridor I 8 17.8 3

2 Koridor II 14 31.1 4

3 Koridor III 5 11.1 2

4 Koridor IV 8 17.8 3

5 Koridor V 10 22.2 3

Total 45 100 15

Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling). Kemudian memberikan nomor pada semua populasi. Dengan menggunakan tabel angka acak, akan diperoleh nomor halte yang akan di teliti.

4.1.2 Sampel responden

Untuk memperoleh gambaran yang lebih teliti tentang pengaruh keberadaan Halte di Kotamadya Medan secara menyeluruh, maka presentasi data yang disajikan dibagi dalam dua kelompok jenis responden yaitu pengemudi angkutan umum dan pengguna halte pada daerah studi . Sebagai pedoman umum, menurut Gay (1987) bahwa untuk studi yang bersifat diskriptif ukuran sampel minimum yang digunakan adalah sebesar 10% dari jumlah populasi. Sedangkan untuk studi korelasional dan studi kausal-komparatif disarankan menggunakan sampel minimum sebanyak 30 subjek atau responden. Sehingga jumlah sampel responden pengemudi angkutan umum diambil sebesar 10% dari jumlah populasi angkutan umum. Sedangkan untuk responden pengguna halte, masing-masing diambil 30 orang. Untuk tiap koridor terdiri dari 6 orang responden.

Tabel 2. Jumlah Responden Pengemudi Angkutan Umum

Bagian Jumlah Trayek Populasi Sampel

Koridor I 6 308 31

Koridor II 16 223 22

Koridor III 13 485 49

Koridor IV 10 645 65

Koridor V 19 535 53

Total 2196 220

Dari tabel 7 diatas, diperoleh jumlah responden pengemudi angkutan umum untuk koridor I sebanyak 31 orang, koridor II sebanyak 22 orang, 49 orang untuk koridor III dan 65 orang untuk koridor IV serta 53 orang untuk koridor V. Sehingga total dari responden pengemudi adalah 220 orang.

5 KOMPILASI DAN ANALISA DATA 5.1 Kondisi Fisik Halte

Halte yang digunakan menjadi sampel pada penelitian ini sebanyak 15 halte, yang dipilih secara acak pada wilayah studi.

5.1.1 Jenis Halte

Tempat perhentian kendaraaan yang ada di Kota Medan termasuk kedalam tempat henti dengan perlindungan (halte) dan tidak terdapat tempat henti tanpa perlindungan (shelter). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran kondisi halte di Kota Medan :

⎤ 33.3% dalam kondisi fisik yang tidak terawat, hal ini terlihat karena warna cat yang memudar dan rusaknya tiang-tiang penyangga halte yang diakibatkan oleh korosi dan terdapatnya puing-puing yang merupakan bekas tempat duduk


(3)

halte. Kondisi tersebut biasanya ditemukan pada halte yang di bangun oleh pemerintah dan belum pernah mengalami perbaikan sejak didirikan.

⎤ 66.7% dalam kondisi fisik yang bersih dan terawat. Dengan bangunan halte yang masih baru dan lebih modern, biasanya di bangun pihak swasta. Pihak swasta tersebut biasanya bertujuan untuk mempromosikan suatu produk, dengan memberikan label produk tertentu pada halte. Hal ini menyebabkan bervariasinya bentuk, warna, dan dimensi halte di Kota Medan. Tentu saja melalui perijinan yang dikeluarkan oleh dinas perhubungan kota Medan.

⎤ 10% halte yang tidak dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima karena kondisi fisik halte yang sudah sangat rusak, atau halte tidak berada pada lokasi yang strategis untuk digunakan sebagai tempat berjualan.

⎤ Sedangkan 90% halte dijadikan tempat berjualan oleh para pedagang kaki lima, Kios-kios ada yang sudah menjadi bangunan permanen pada halte sehingga halte berubah fungsi menjadi tempat berjualan yang membangkitkan orang-orang untuk kegiatan jual beli pada halte. Penumpang tidak lagi menggunakan halte untuk menunggu angkutan umum. Sedangkan kondisi kios-kios yang bukan bangunan permanen, kondisi halte menjadi semrawut. Dagangan yang dijajakan dan gerobak-gerobak jualan mempersempit ruang gerak pengguna pada halte. Seperti pada halte nomor 19 pada jalan Gatot Subroto, nomor 29 dan nomor 31 jalan Sisingamangaraja, halte nomor 8 pada jalan Balai Kota dan nomor 39 pada jalan Prop. HM Yamin,SH.

5.1.2 Fasilitas Halte

Di Kota Medan halte tidak dilengkapi dengan fasilitas utama maupun tambahan seperti :

⎤ Identitas halte, berupa nama atau nomor.

⎤ Informasi tentang rute dan jadwal angkutan umum.

⎤ Rambu-rambu untuk menjamin keamanan pengguna.

⎤ Tidak dilengkapi dengan teluk bus untuk melancarkan lalu lintas.

⎤ Lampu penerangan, Sehingga pada malam hari pengguna halte tidak dapat menggunakan halte untuk menunggu angkutan umum karena kondisinya yang menjadi sangat gelap.

⎤ Pagar pengaman, agar pejalan kaki tidak menyeberang di sembarangan tempat.

⎤ Hanya fasilitas tempat sampah dan telepon umum yang melengkapi beberapa halte di kota Medan.

⎤ Di Kota Medan halte di bangun diatas trotoar, dan tidak menyisakan ruang untuk pejalan kaki, sehingga pejalan kaki yang melintasi halte tersebut harus menggunakan badan jalan untuk

melewatinya. Tentu saja hal ini mengakibatkan pengguna jalan lainnya terganggu.

⎤ Sedangkan sebanyak 66.7% halte di Kota Medan merupakan sarana untuk iklan.

5.1.3 Dimensi Halte

Dimensi halte di Kota Medan sangat beragam, seperti yang tertera pada tabel 11 di bawah ini. Hal ini menggambarkan tidak adanya kordinasi dari pihak pemerintah, karena pemerintah tidak menerapkan standar untuk dimensi halte pada saat perbaikan dilakukan. Semua halte dilengkapi dengan tempat duduk yang lebarnya antara 30-50 cm dan diletakkan disepanjang badan halte. Hal ini membuat halte dapat menampung 6 sampai 10 pengguna halte yang duduk, dan sekitar 20 orang pengguna halte yang berdiri. Pada semua halte, lindungan dibuat sama dengan luas halte. Dimensi halte diperlihatkan pada tabel 3 berikut ini:

Tabel 3. Dimensi Halte

No Bagian Nomor Halte Dimensi

1 Koridor I 2 8.10 m x 2.00 m 5 8.15 m x 1.80 m 8 8.30 m x 1.50 m 2 Koridor II 11 7.75 m x 1.40 m 13 5.10 m x 1.00 m 15 7.25 m x 1.00 m 19 5.10 m x 1.00 m 3 Koridor III 24 5.10 m x 1.00 m 27 8.30 m x 1.50 m 4 Koridor IV 29 7.75 m x 1.40 m 31 7.90 m x 1.60 m 34 7.60 m x 1.60 m 5 Koridor V 37 4.00 m x 1.00 m 39 7.70 m x 1.60 m 44 8.33 m x 1.90 m

Sumber : Hasil Survey

5.1.4 Tata Letak Halte

⎤ Di kota Medan, 53.3% halte dibangun pada sarana publik dan 46.7% lainnya di bangun pada lokasi sekolah.

⎤ Halte yang letaknya berdekatan dengan fasilitas penyeberangan pejalan kaki, seperti zebra cross atau jembatan penyeberangan , masih berada pada jarak yang di tetapkan yaitu maksimal 100 meter. Kondisi seperti ini dapat dilihat pada halte nomor 8 yang berada 100 meter dari jembatan


(4)

penyeberangan, sedangkan halte nomor 34 berada 70 meter dari jembatan penyeberangan.

⎤ Halte yang letaknya sesudah persimpangan, seperti posisi halte nomor 37 berjarak 50 meter dari persimpangan, sedangkan yang terletak sebelum persimpangan, seperti halte nomor 34 berjarak 80 meter sebelum persimpangan.

⎤ Halte yang di bangun pada lokasi sekolah, berjarak 20 meter dari zebracross.

5.2 Karakteristik Responden

Responden pada penelitian ini dibagi atas responden pengemudi angkutan umum sebanyak 220 orang dan responden pengguna halte sebanyak 30 orang.

5.2.1 Pengemudi Angkutan Umum

Pada responden pengemudi angkutan umum, beberapa hal yang ditinjau adalah dari segi usia, pendidikan, lama bekerja sebagai pengemudi angkutan umum dan pengetahuan mengenai halte.

1. Identifikasi Responden Pengguna Halte Usia, dari hasil survey dapat disimpulkan

usia rata-rata pengemudi angkutan umum di Kota Medan adalah antara 20–35 tahun yaitu sebanyak 52.2%.

Pendidikan, Tingkat pendidikan terakhir pengemudi terbanyak adalah SLTA/sederajat yaitu sebesar 53.6%, dengan kondisi demikian seharusnya pengemui dapat lebih memahami dan mentaati peraturan lalu lintas.

Lama Bekerja pengemudi menunjukkan bahwa 49.3% responden pengemudi sudah menjalani profesi sebagai pengemudi angkutan umum selama 5 tahun.

2. Pengetahuan Tentang Halte

Faktor utama untuk mengetahui efektif atau tidaknya suatu halte adalah dengan meneliti pengetahuan responden mengenai halte itu sendiri. Hasil survey menunjukkan 62.3% dari pengemudi angkutan umum mengetahui secara benar fungsi dari halte, yaitu tempat untuk menaikkan/menurunkan penumpang.

Responden pengemudi lainnya memiliki pemikiran sendiri terhadap halte. Hal ini timbul akibat kondisi fisik halte itu sendiri. Adapun pengetahuan pengemudi tentang halte dapat diperlihatkan pada tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Pengetahuan Pengemudi Tentang Halte

Pengetahuan Jumlah %

Tempat menurunkan/menaikkan

penumpang 137 62.3

Tempat berteduh dari kondisi

cuaca 22 10.2

Tempat berjualan 16 7.2

Tempat istirahat/duduk 45 20.3

Total 220 100

3. Ketaatan pengemudi mematuhi peraturan ⎤ Ketidaktaatan para pengemudi terhadap

peraturan lalu lintas, digambarkan dengan persentase pengemudi yang kadang-kadang menaikan/menurunkan penumpang pada halte sebanyak 71.1% pengemudi. Hal ini tentu saja sangat bertentangan mengingat 62.3% responden mengetahui dengan pasti fungsi dari halte.

⎤ Sebanyak 73.8% pengemudi menurunkan/ menaikkan penumpang tidak pada halte disebabkan atas permintaan penumpang.

4. Penumpang yang menunggu angkutan umum pada halte

Adapun alasan pengemudi tidak memanfaatkan halte, karena tidak banyaknya penumpang yang mau menunggu angkutan umum pada halte. Menurut 60.9% pengemudi hanya kurang dari 5 calon penumpang yang mau menunggu angkutan umum pada halte. Hal inilah yang menjadi pemicu para responden pengemudi sehingga tidak menggunakan halte untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, dan menaikkan/ menurunkan penumpang di tempat selain pada halte. Pada tabel 6 berikut diperlihatkan banyaknya penumpang pada halte ;

Tabel 6. Penumpang yang menunggu angkutan umum pada halte

Banyaknya Jumlah %

Kurang dari 5 orang 134 60.9 Antara 5 - 10 orang 54 24.5 Antara 10 - 15 orang 22 10

Lebih dari 15 orang 10 4.6

Total 220 100

5. Kondisi halte di Kota Medan

Dalam menanggapi kondisi halte di Kota Medan,

⎤ 50.7% pengemudi angkutan umum memberi tanggapan bahwa kondisi halte di Kota Medan telah berubah fungsi.

⎤ 37.7% responden menjawab halte di Kota Medan tidak mendapatkan perawatan dan cenderung diabaikan.

⎤ 1.4% responden yang berpendapat bahwa halte digunakan sesuai dengan fungsinya sebagi tempat untuk menunggu angkutan umum.

⎤ Tingkat kriminalitas yang dialami pengemudi angkutan umum pada halte, dapat dikatakan rendah.

6. Fungsi dan Kebutuhan akan halte

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden menilai halte di kota Medan keberadaannya sudah


(5)

berubah berfungsi. Tetapi keberadaannya tetap dibutuhkan oleh 79.7% pengemudi. Dimana 40% memiliki alasan karena keberadaan halte di Kota Medan dapat mengurangi kemacetan lalu lintas dan 31% menyatakan halte dapat mengurangi antrian angkutan umum pada persimpangan ataupun pada pusat-pusat kegiatan dan sarana publik. Sedangkan responden yang mempunyai anggapan bahwa keberadaan halte membuat kota jadi lebih indah dan alasan lain-lain, masing-masing sebanyak 14.5% responden.

7. Peningkatan fungsi halte di kota Medan

Dalam usaha untuk menjadikan Kota Medan yang tertib, salah satu usaha yang harus dilakukan pemerintah kota terhadap keberadaan halte adalah dengan melakukan efisiensi dan peningkatkan fungsi halte itu sendiri.

Untuk mewujudkan efisiensi serta peningkatan fungsi halte di Kota Medan, sebanyak 95.7% responden menyatakan setuju terhadap peningkatan fungsi halte di Kota Medan, dimana 56.1% responden tersebut mengharapkan kondisi halte yang bersih, aman dan nyaman. Sedangkan sebanyak 34.8% responden mengharapkan kondisi halte dimana penumpang mau menunggu angkutan umum pada halte dan 7,6% responden pengemudi mengharapkan halte dilengkapi dengan fasilitas yang memadai sehingga dalam proses menaikkan/menurunkan penumpang dapat dilakukan dengan mudah.

8. Saran Kepada Pemerintah

Pemerintah memegang peranan yang sangat penting untuk mewujudkan efektifitas penggunaan halte di Kota Medan. Untuk itu 68,1% responden mengharapkan pemerintah agar melakukan peningkatan ketertiban dalam hal penggunaan halte. Saran responden lainnya yaitu sebanyak 20.4% adalah agar pemerintah melakukan sosialisasi penggunaan halte terhadap masyarakat Kota Medan, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan halte sebagai mana mestinya. Saran kepada pemerintah agar melakukan moderenisasi penampilan halte dipilih oleh sebanyak 7.2% responden. Hal tersebut diperlihakan pada tabel 7 berikut:

Tabel 7. Saran pengemudi untuk pemerintah mengenai keberadaan halte

Saran Jumlah %

Peningkatan ketertiban penggunaan halte 150 68.1 Moderenisasi penampilan halte 16 7.2 Sosialisasi terhadap masyarakat 45 20.4

Lain-lain 9 4.3

Total 220 100

5.2.2 Pengguna Halte

1. Identifikasi Responden Pengguna Halte

Pada responden pengguna halte, beberapa hal yang ditinjau adalah dari segi usia, pekerjaan, tujuan pengguna halte ketika menunggu angkutan umum pada halte, dan pengetahuan pengguna mengenai halte.

o Pekerjaan

Pada halte 70% pelajar ataupun mahasiswa yang menunggu angkutan umum pada halte. Hal ini disebabkan 46.7% halte di Kota Medan didirikan pada pusat pendidikan.

o Tujuan Penumpang

Responden yang paling banyak menggunakan halte adalah mahasisiwa dan muri-murid sekolah dengan tujuan untuk pergi ke kampus atau sekolah, yaitu sebanyak 43.3%. Sebanyak 16.7% responden mempunyai tujuan pergi ke pusat perdagangan.

2. Pengetahuan Tentang Halte

Faktor utama untuk mengetahui efektif atau tidaknya suatu halte adalah dengan mengetahui pengetahuan responden mengenai halte tersebut.

⎤ Pada tabel 8 berikut ini, dapat dilihat bahwa 83.3% responden pengguna halte mengetahui secara benar fungsi dari halte. Yaitu sebagai tempat menunggu angkutan umum. Tetapi sebanyak 83.3% responden pengguna halte menyatakan menggunakan halte hanya kadang-kadang saja. Hal ini mencerminkan kurangnya kesadaran responden untuk menggunakan halte sebagai tempat tunggu, dalam rutinitasnya menunggu angkutan umum sehari-hari. 10% responden menggunakan halte 2 sampai 3 kali dalam sehari ketika menunggu angkutan umum. Hanya 6.7% responden yang menggunakan halte 1 kali dalam sehari ketika beraktifitas dengan menggunakan angkutan umum.

⎤ Hal ini disebabkan 46.7% responden berpendapat bahwa lebih mudah memperoleh angkutan umum apabila menunggu pada halte, sedangkan 26.7% responden menunggu pada halte disebabkan kondisi cuaca pada hari itu. Frekuensi lamanya penumpang menunggu angkutan umum pada halte dapat menjelaskan salah satu yang menjadi alasan responden pengguna untuk tidak menunggu angkutan umum pada halte. 60% responden yang menunggu angkutan umum pada halte memakan waktu 5 sampai 10 menit, Sedangkan pada tempat selain halte, 56.7% responden menunggu dalam waktu 5 sampai 10 menit. Menuggu angkutan umum pada halte memakan waktu lebih lama bila dibandingkan jika penumpang menunggu angkutan umum di tempat selain halte. Hal ini dapat menjadi penyebab keberadaan halte tidak dimanfaatkan oleh masyarakat dengan sebagaimana mestinya.


(6)

Tabel 8. Pengetahuan Tentang Halte

Pengetahuan Jumlah % Tempat menunggu angkutan

umum

25 83.3 Tempat berteduh dari panas

2 6.7 Tempat berjualan

- - Tempat istirahat/duduk

3 10.0

Total 30 100

3. Tempat menunggu angkutan umum selain pada halte

Ketika menunggu angkutan umum, studi menunjukkan bahwa 100% responden pernah menunggu angkutan umum di tempat selain halte dan tidak ada responden yang tidak pernah menunggu angkutan umum di tempat selain halte.

Adapun lokasi-lokasi yang biasa digunakan oleh responden untuk menunggu angkutan umum selain pada halte, ditemukan bahwa 63.3% responden memilih untuk menunggu di trotoar yang terdapat di sepanjang jalan raya. Masing-masing responden 10% dan 23.3% yang memilih persimpangan jalan dan tempat yang dekat dengan sarana publik. sementara itu 3.4% responden menjawab dengan alasan lain-lain.

Di Kota Medan masyarakat lebih memilih menunggu angkutan umum tidak pada halte. Alasan responden menunggu angkutan di tempat selain halte, adalah para responden tidak perlu berjalan jauh untuk mendapatkan angkutan umum, yaitu sebanyak 43.3% responden. Sedangkan sebanyak 43.3% responden lainnya menjawab karena pengemudi bersedia berhenti dimanapun penumpang menunggu, dan tidak ada responden yang beranggapan bahwa halte merupakan tempat yang tidak aman dan nyaman untuk menunggu angkutan umum.

Tabel 9. Alasan menunggu angkutan umum tidak pada halte

Alasan Jumlah %

Mudah memperoleh angkutan umum 4 13.4 Pengemudi mau berhenti di mana saja 13 43.3 Tidak perlu berjalan jauh 13 43.3

Tidak aman dan nyaman - -

Total 30 100

4. Kondisi keberadaan halte di Kota Medan

Kondisi halte pada wilayah ditanggapi dengan beragam alasan oleh pengguna halte. Dapat dilihat dari persentasenya, 60% responden menilai kondisi fisik halte di Kota Medan tidak terawat dan diabaikan, baik oleh para pengguna halte maupun oleh pemerintah kota. Sebanyak 33.3% responden menilai kondisi halte di Kota Medan telah berubah

fungsi, seperti menjadi tempat berjualan maupun tempat mangkal para pengamen.

Tetapi keberadaan halte di masyarakat, menurut 70% responden bahwa di Kota Medan keberadaan halte masih dibutuhkan oleh masyarakat.

Jika di tinjau dari jumlah penyebaran halte di Kota Medan, 46.7% responden menilai kurangnya jumlah penyebaran halte untuk melayani kebutuhan masyarakat. Hanya 6.7% responden yang menilai sesuai dengan kebutuhan. Ada juga responden yang menilai bahwa penyebaran halte berlebih di kota Medan, yaitu sebanyak 3.3% responden.

Adapun alasan 70% responden yang menanggapi dibutuhkannya keberadaan halte di Kota Medan, 19% dari responden tersebut menanggapi dengan adanya halte pada wilayah studi dapat mengurangi kemacetan lalu lintas pada persimpangan, dapat juga mengurangi antrian yang disebabkan angkutan umum berhenti di manapun untuk menaikkan atau menurunkan penumpang, dipilih sebanyak 28.6% responden, sedangkan 19% responden lainnya menanggapi halte hanya sebagai tempat berlindung dari kondisi cuaca. Menurut responden terbanyak, yaitu sebesar 33.3% beranggapan bahwa keberadaan halte di Kota Medan dapat membuat tatanan kota menjadi lebih indah.

Tingkat kriminalitas pada halte yang pernah dialami pengguna halte dapat dikatakan cukup rendah. Hanya 13.3% yang pernah mengalami tindak kriminal dengan persentase terbesar pada frekuensi satu kali pengalaman tindakan kriminal, yaitu sebesar 100%.

5. Saran pengguna terhadap pemerintah

Sebanyak 26.7% responden pengguna halte menyarankan agar pemerintah melakukan sosialisasi penggunaan dan manfaat halte terhadap masyarakat, saran terhadap peningkatan ketertiban penggunaan halte dipilih oleh 50.0% responden dan 23.3% responden lainnya lebih memilih moderenisasi penampilan halte, sehingga masyarakat dapat menggunakan halte dalam kegiatannya sehari-hari untuk menunggu angkutan umum. Adapun kondisi halte yang diharapkan oleh pengguna, dalam usaha pemerintah untuk mengefektifitaskan penggunaan halte, sebanyak 53.3% responden mengharapkan kondisi halte yang bersih, aman dan nyaman sehingga penumpang angkutan umum mau memanfaatkan keberadaan halte tersebut. 30% pengguna halte lainnya mengharapkan kondisi dimana angkutan umum selalu berhenti pada halte dan tidak mengindahkan penumpang yang menunggu di tempat selain halte. Sedangkan kondisi halte dengan fasilitas yang memadai di pilih oleh 16.7% responden.


(7)

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Keberadaan halte di Kota Medan tidak efektifit lagi penggunaannya bila ditinjau dari kondisi fisik halte, prilaku responden pengemudi halte maupun prilaku responden pengguna halte.

6.1.1 Ditinjau dari kondisi fisik halte, dapat tunjukkan bahwa penggunaan halte di Kota Medan tidak lagi efektif, hal ini disebabkan karena:

o Bangunan fisik, halte yang di bangun oleh pemerintah belum pernah mengalami perbaikan.

o Sebanyak 90% halte di kota Medan digunakan sebagai tempat berjualan.

o Halte di Kota Medan tidak dilengkapi dengan fasilitas, baik fasilitas utama maupun fasilitas tambahan. Seperti identitas halte berupa nama atau nomor, informasi tentang rute dan jadwal keberangkatan, serta rambu-rambu untuk menjamin keamanan pengguna.

6.1.2 Ditinjau dari perilaku pengemudi angkutan umum :

o Pengemudi angkutan umum pada wilayah studi tidak menggunakan halte, sarana untuk menurunkan/menaikkan penumpang.

Pada prinsipnya pengemudi angkutan umum menyadari sepenuhnya manfaat daripada halte, tetapi sebagai individu pengemudi angkutan umum merasakan harus adanya dorongan yang keras dari pemerintah untuk melaksanakannya

o Untuk itu, pengemudi merasa perlunya penegasan peraturan bagi pengguna jalan, untuk memanfaatkan halte sesuai dengan fungsinya. Yaitu dengan menaikkan/menurunkan penumpang pada halte.

o Di kota Medan, 90% angkutan umum berupa mobil penumpang umum dan bukan bus. Hal ini yang memicu

pengemudi untuk menurunkan/menaikkan penumpang

di sembarangan tempat, sehingga halte tidak lagi berfungsi sebagai mana mestinya.

6.1.3 Responden pengguna halte

o Pengguna halte mengharapkan kondisi yang aman, nyaman dan bersih pada halte ketika menunggu angkutan umum. Tetapi hal tersebut

tidak terwujud pada halte di Kota Medan.

o Pengemudi angkutan umum bersedia menurunkan atau menaikkan penumpang di mana saja. Sehingga memicu penumpang enggan untuk berjalan menuju halte.

o Penumpang angkutan umum memakan waktu lebih lama, 5 sampai 10 menit untuk memperoleh angkutan umum ketika menunggu di halte. Hal ini tidak terjadi bila calon penumpang menunggu angkutan di tempat selain halte.

6.2 Saran

Seiring dengan perkembangan waktu, keberadaan halte di Kota Medan, apabila tidak mengalami perawatan, perbaikan dan perhatian khusus akan menjadi penyebab kemacetan di Kota Medan. Dengan berkembangnya waktu, armada angkutan umum juga akan bertambah banyak sehingga kemacetan tidak dapat dihindari. Mengingat kondisi masyarakat yang terbiasa tidak mengindahkan peraturan, angkutan umum yang berhenti di sembarangan tempat, sehingga di masa yang akan datang, Kota Medan akan dihadapkan dengan masalah transportasi yang sangat kompleks.

Untuk itu hendaknya dari dini, sebelum masalah transportasi menjadi lebih kompleks, dilakukan penertiban lalu lintas. Seperti menegaskan peraturan kepada pengemudi angkutan umum dan pengguna halte untuk menggunakan halte dalam kegiatannya.

Dalam mendukung pelaksanaannya hendaknya kondisi halte juga dalam keadaan bersih, aman dan nyaman. Serta memudahkan penumpang untuk memperoleh angkutan umum. Sehingga masyarakat tertarik untuk menggunakan halte. Angkutan umum hendaknya juga menggunakan halte dalam kegiatannya menaikkan/menurunkan penumpang. Sementara itu hendaknya halte dilengkapi dengan fasilitas-fasiltas untuk pengguna halte. Seperti tempat untuk duduk, informasi tentang rute, jadwal keberangkatan angkutan umum, jembatan penyeberangan, zebra cross dan rambu-rambu untuk keamanan pengguna halte. Untuk mencapai hal tersebut hendaknya pemerintah melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar masyarakat lebih memahami fungsi dari halte tersebut. Menegakkan disiplin bagi pengemudi angkutan umum agar pengemudi menggunakan halte untuk menaikkan/menurunkan penumpang. Hal ini dpat dengan mudah dilaksanakan mengingat 100% pengguna halte mendukung apabila pemerintah melakukan peningkatan terhadap fungsi dan keberadaan halte


(8)

DAFTAR PUSTAKA

Iskandar, A., 1995. Menuju Lalulintas dan Angkutan

Jalan Yang Tertib, Direktorat Jendral

Perhubungan Darat, Jakarta.

Jalil, A., dkk., 1997. Metode Penelitian buku 2 modul 3-5, Universitas terbuka.

Catur, F.R, 2002. Faktor–faktor yang mengakomodasikan Ketidakefektifan Penggunaan Halte, Makalah. Semarang.

Direktorat Jendral Perhubungan Darat. 1996.

Pedoman teknis Perekayasaan Tempat perhentian Kendaraan Penumpang Umum,

Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat ( nomor : 271/HK.105/DRJD/96 ).

Morlok, E. K., 1984. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Erlangga Jakarta.

Pemerintah Kota Medan, 2004. Lomba Tertib Lalu

Lintas Dan Angkutan Kota Medan. Dinas

Perhubungan Kota Medan. Medan.

Peraturan Pemerintah RI No.41 Tahun 1993 Tentang Angkutan Jalan.

Sudianto, B.U.,2003. Perancangan Tempat Henti Bus Dalam Rangka Pembangunan Kota Semarang, Artikel. Semarang.

Vuchic,V.R, Urban Public Transportation System and Technology, Prentice- all, Inc., New Jersey, 1981.

Warpani S., (1990). Merencanakan Sistem Perangkutan, ITB, Bandung.


(1)

halte. Kondisi tersebut biasanya ditemukan pada halte yang di bangun oleh pemerintah dan belum pernah mengalami perbaikan sejak didirikan.

⎤ 66.7% dalam kondisi fisik yang bersih dan terawat. Dengan bangunan halte yang masih baru dan lebih modern, biasanya di bangun pihak swasta. Pihak swasta tersebut biasanya bertujuan untuk mempromosikan suatu produk, dengan memberikan label produk tertentu pada halte. Hal ini menyebabkan bervariasinya bentuk, warna, dan dimensi halte di Kota Medan. Tentu saja melalui perijinan yang dikeluarkan oleh dinas perhubungan kota Medan.

⎤ 10% halte yang tidak dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima karena kondisi fisik halte yang sudah sangat rusak, atau halte tidak berada pada lokasi yang strategis untuk digunakan sebagai tempat berjualan.

⎤ Sedangkan 90% halte dijadikan tempat berjualan oleh para pedagang kaki lima, Kios-kios ada yang sudah menjadi bangunan permanen pada halte sehingga halte berubah fungsi menjadi tempat berjualan yang membangkitkan orang-orang untuk kegiatan jual beli pada halte. Penumpang tidak lagi menggunakan halte untuk menunggu angkutan umum. Sedangkan kondisi kios-kios yang bukan bangunan permanen, kondisi halte menjadi semrawut. Dagangan yang dijajakan dan gerobak-gerobak jualan mempersempit ruang gerak pengguna pada halte. Seperti pada halte nomor 19 pada jalan Gatot Subroto, nomor 29 dan nomor 31 jalan Sisingamangaraja, halte nomor 8 pada jalan Balai Kota dan nomor 39 pada jalan Prop. HM Yamin,SH.

5.1.2 Fasilitas Halte

Di Kota Medan halte tidak dilengkapi dengan fasilitas utama maupun tambahan seperti :

⎤ Identitas halte, berupa nama atau nomor.

⎤ Informasi tentang rute dan jadwal angkutan umum.

⎤ Rambu-rambu untuk menjamin keamanan pengguna.

⎤ Tidak dilengkapi dengan teluk bus untuk melancarkan lalu lintas.

⎤ Lampu penerangan, Sehingga pada malam hari pengguna halte tidak dapat menggunakan halte untuk menunggu angkutan umum karena kondisinya yang menjadi sangat gelap.

⎤ Pagar pengaman, agar pejalan kaki tidak menyeberang di sembarangan tempat.

⎤ Hanya fasilitas tempat sampah dan telepon umum yang melengkapi beberapa halte di kota Medan.

⎤ Di Kota Medan halte di bangun diatas trotoar, dan tidak menyisakan ruang untuk pejalan kaki, sehingga pejalan kaki yang melintasi halte tersebut harus menggunakan badan jalan untuk

melewatinya. Tentu saja hal ini mengakibatkan pengguna jalan lainnya terganggu.

⎤ Sedangkan sebanyak 66.7% halte di Kota Medan merupakan sarana untuk iklan.

5.1.3 Dimensi Halte

Dimensi halte di Kota Medan sangat beragam, seperti yang tertera pada tabel 11 di bawah ini. Hal ini menggambarkan tidak adanya kordinasi dari pihak pemerintah, karena pemerintah tidak menerapkan standar untuk dimensi halte pada saat perbaikan dilakukan. Semua halte dilengkapi dengan tempat duduk yang lebarnya antara 30-50 cm dan diletakkan disepanjang badan halte. Hal ini membuat halte dapat menampung 6 sampai 10 pengguna halte yang duduk, dan sekitar 20 orang pengguna halte yang berdiri. Pada semua halte, lindungan dibuat sama dengan luas halte. Dimensi halte diperlihatkan pada tabel 3 berikut ini:

Tabel 3. Dimensi Halte

No Bagian Nomor Halte Dimensi

1 Koridor I 2 8.10 m x 2.00 m

5 8.15 m x 1.80 m

8 8.30 m x 1.50 m

2 Koridor II 11 7.75 m x 1.40 m

13 5.10 m x 1.00 m

15 7.25 m x 1.00 m

19 5.10 m x 1.00 m

3 Koridor III 24 5.10 m x 1.00 m

27 8.30 m x 1.50 m

4 Koridor IV 29 7.75 m x 1.40 m

31 7.90 m x 1.60 m

34 7.60 m x 1.60 m

5 Koridor V 37 4.00 m x 1.00 m

39 7.70 m x 1.60 m

44 8.33 m x 1.90 m

Sumber : Hasil Survey 5.1.4 Tata Letak Halte

⎤ Di kota Medan, 53.3% halte dibangun pada sarana publik dan 46.7% lainnya di bangun pada lokasi sekolah.

⎤ Halte yang letaknya berdekatan dengan fasilitas penyeberangan pejalan kaki, seperti zebra cross atau jembatan penyeberangan , masih berada pada jarak yang di tetapkan yaitu maksimal 100 meter. Kondisi seperti ini dapat dilihat pada halte nomor 8 yang berada 100 meter dari jembatan


(2)

penyeberangan, sedangkan halte nomor 34 berada 70 meter dari jembatan penyeberangan. ⎤ Halte yang letaknya sesudah persimpangan,

seperti posisi halte nomor 37 berjarak 50 meter dari persimpangan, sedangkan yang terletak sebelum persimpangan, seperti halte nomor 34 berjarak 80 meter sebelum persimpangan.

⎤ Halte yang di bangun pada lokasi sekolah, berjarak 20 meter dari zebracross.

5.2 Karakteristik Responden

Responden pada penelitian ini dibagi atas responden pengemudi angkutan umum sebanyak 220 orang dan responden pengguna halte sebanyak 30 orang.

5.2.1 Pengemudi Angkutan Umum

Pada responden pengemudi angkutan umum, beberapa hal yang ditinjau adalah dari segi usia, pendidikan, lama bekerja sebagai pengemudi angkutan umum dan pengetahuan mengenai halte. 1. Identifikasi Responden Pengguna Halte

Usia, dari hasil survey dapat disimpulkan usia rata-rata pengemudi angkutan umum di Kota Medan adalah antara 20–35 tahun yaitu sebanyak 52.2%.

Pendidikan, Tingkat pendidikan terakhir pengemudi terbanyak adalah SLTA/sederajat yaitu sebesar 53.6%, dengan kondisi demikian seharusnya pengemui dapat lebih memahami dan mentaati peraturan lalu lintas.

Lama Bekerja pengemudi menunjukkan bahwa 49.3% responden pengemudi sudah menjalani profesi sebagai pengemudi angkutan umum selama 5 tahun.

2. Pengetahuan Tentang Halte

Faktor utama untuk mengetahui efektif atau tidaknya suatu halte adalah dengan meneliti pengetahuan responden mengenai halte itu sendiri. Hasil survey menunjukkan 62.3% dari pengemudi angkutan umum mengetahui secara benar fungsi dari halte, yaitu tempat untuk menaikkan/menurunkan penumpang.

Responden pengemudi lainnya memiliki pemikiran sendiri terhadap halte. Hal ini timbul akibat kondisi fisik halte itu sendiri. Adapun pengetahuan pengemudi tentang halte dapat diperlihatkan pada tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Pengetahuan Pengemudi Tentang Halte

Pengetahuan Jumlah %

Tempat menurunkan/menaikkan

penumpang 137 62.3

Tempat berteduh dari kondisi

cuaca 22 10.2

Tempat berjualan 16 7.2

Tempat istirahat/duduk 45 20.3

Total 220 100

3. Ketaatan pengemudi mematuhi peraturan ⎤ Ketidaktaatan para pengemudi terhadap

peraturan lalu lintas, digambarkan dengan persentase pengemudi yang kadang-kadang menaikan/menurunkan penumpang pada halte sebanyak 71.1% pengemudi. Hal ini tentu saja sangat bertentangan mengingat 62.3% responden mengetahui dengan pasti fungsi dari halte.

⎤ Sebanyak 73.8% pengemudi menurunkan/ menaikkan penumpang tidak pada halte disebabkan atas permintaan penumpang.

4. Penumpang yang menunggu angkutan umum pada halte

Adapun alasan pengemudi tidak memanfaatkan halte, karena tidak banyaknya penumpang yang mau menunggu angkutan umum pada halte. Menurut 60.9% pengemudi hanya kurang dari 5 calon penumpang yang mau menunggu angkutan umum pada halte. Hal inilah yang menjadi pemicu para responden pengemudi sehingga tidak menggunakan halte untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, dan menaikkan/ menurunkan penumpang di tempat selain pada halte. Pada tabel 6 berikut diperlihatkan banyaknya penumpang pada halte ;

Tabel 6. Penumpang yang menunggu angkutan umum pada halte

Banyaknya Jumlah %

Kurang dari 5 orang 134 60.9

Antara 5 - 10 orang 54 24.5

Antara 10 - 15 orang 22 10

Lebih dari 15 orang 10 4.6

Total 220 100

5. Kondisi halte di Kota Medan

Dalam menanggapi kondisi halte di Kota Medan,

⎤ 50.7% pengemudi angkutan umum memberi tanggapan bahwa kondisi halte di Kota Medan telah berubah fungsi.

⎤ 37.7% responden menjawab halte di Kota Medan tidak mendapatkan perawatan dan cenderung diabaikan.

⎤ 1.4% responden yang berpendapat bahwa halte digunakan sesuai dengan fungsinya sebagi tempat untuk menunggu angkutan umum. ⎤ Tingkat kriminalitas yang dialami pengemudi

angkutan umum pada halte, dapat dikatakan rendah.

6. Fungsi dan Kebutuhan akan halte

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden menilai halte di kota Medan keberadaannya sudah


(3)

berubah berfungsi. Tetapi keberadaannya tetap dibutuhkan oleh 79.7% pengemudi. Dimana 40% memiliki alasan karena keberadaan halte di Kota Medan dapat mengurangi kemacetan lalu lintas dan 31% menyatakan halte dapat mengurangi antrian angkutan umum pada persimpangan ataupun pada pusat-pusat kegiatan dan sarana publik. Sedangkan responden yang mempunyai anggapan bahwa keberadaan halte membuat kota jadi lebih indah dan alasan lain-lain, masing-masing sebanyak 14.5% responden.

7. Peningkatan fungsi halte di kota Medan Dalam usaha untuk menjadikan Kota Medan yang tertib, salah satu usaha yang harus dilakukan pemerintah kota terhadap keberadaan halte adalah dengan melakukan efisiensi dan peningkatkan fungsi halte itu sendiri.

Untuk mewujudkan efisiensi serta peningkatan fungsi halte di Kota Medan, sebanyak 95.7% responden menyatakan setuju terhadap peningkatan fungsi halte di Kota Medan, dimana 56.1% responden tersebut mengharapkan kondisi halte yang bersih, aman dan nyaman. Sedangkan sebanyak 34.8% responden mengharapkan kondisi halte dimana penumpang mau menunggu angkutan umum pada halte dan 7,6% responden pengemudi mengharapkan halte dilengkapi dengan fasilitas yang memadai sehingga dalam proses menaikkan/menurunkan penumpang dapat dilakukan dengan mudah.

8. Saran Kepada Pemerintah

Pemerintah memegang peranan yang sangat penting untuk mewujudkan efektifitas penggunaan halte di Kota Medan. Untuk itu 68,1% responden mengharapkan pemerintah agar melakukan peningkatan ketertiban dalam hal penggunaan halte. Saran responden lainnya yaitu sebanyak 20.4% adalah agar pemerintah melakukan sosialisasi penggunaan halte terhadap masyarakat Kota Medan, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan halte sebagai mana mestinya. Saran kepada pemerintah agar melakukan moderenisasi penampilan halte dipilih oleh sebanyak 7.2% responden. Hal tersebut diperlihakan pada tabel 7 berikut:

Tabel 7. Saran pengemudi untuk pemerintah mengenai keberadaan halte

Saran Jumlah %

Peningkatan ketertiban penggunaan halte 150 68.1

Moderenisasi penampilan halte 16 7.2

Sosialisasi terhadap masyarakat 45 20.4

Lain-lain 9 4.3

Total 220 100

5.2.2 Pengguna Halte

1. Identifikasi Responden Pengguna Halte Pada responden pengguna halte, beberapa hal yang ditinjau adalah dari segi usia, pekerjaan, tujuan pengguna halte ketika menunggu angkutan umum pada halte, dan pengetahuan pengguna mengenai halte.

o Pekerjaan

Pada halte 70% pelajar ataupun mahasiswa yang menunggu angkutan umum pada halte. Hal ini disebabkan 46.7% halte di Kota Medan didirikan pada pusat pendidikan.

o Tujuan Penumpang

Responden yang paling banyak menggunakan halte adalah mahasisiwa dan muri-murid sekolah dengan tujuan untuk pergi ke kampus atau sekolah, yaitu sebanyak 43.3%. Sebanyak 16.7% responden mempunyai tujuan pergi ke pusat perdagangan.

2. Pengetahuan Tentang Halte

Faktor utama untuk mengetahui efektif atau tidaknya suatu halte adalah dengan mengetahui pengetahuan responden mengenai halte tersebut.

⎤ Pada tabel 8 berikut ini, dapat dilihat bahwa 83.3% responden pengguna halte mengetahui secara benar fungsi dari halte. Yaitu sebagai tempat menunggu angkutan umum. Tetapi sebanyak 83.3% responden pengguna halte menyatakan menggunakan halte hanya kadang-kadang saja. Hal ini mencerminkan kurangnya kesadaran responden untuk menggunakan halte sebagai tempat tunggu, dalam rutinitasnya menunggu angkutan umum sehari-hari. 10% responden menggunakan halte 2 sampai 3 kali dalam sehari ketika menunggu angkutan umum. Hanya 6.7% responden yang menggunakan halte 1 kali dalam sehari ketika beraktifitas dengan menggunakan angkutan umum.

⎤ Hal ini disebabkan 46.7% responden berpendapat bahwa lebih mudah memperoleh angkutan umum apabila menunggu pada halte, sedangkan 26.7% responden menunggu pada halte disebabkan kondisi cuaca pada hari itu. Frekuensi lamanya penumpang menunggu angkutan umum pada halte dapat menjelaskan salah satu yang menjadi alasan responden pengguna untuk tidak menunggu angkutan umum pada halte. 60% responden yang menunggu angkutan umum pada halte memakan waktu 5 sampai 10 menit, Sedangkan pada tempat selain halte, 56.7% responden menunggu dalam waktu 5 sampai 10 menit. Menuggu angkutan umum pada halte memakan waktu lebih lama bila dibandingkan jika penumpang menunggu angkutan umum di tempat selain halte. Hal ini dapat menjadi penyebab keberadaan halte tidak dimanfaatkan oleh masyarakat dengan sebagaimana mestinya.


(4)

Tabel 8. Pengetahuan Tentang Halte

Pengetahuan Jumlah %

Tempat menunggu angkutan umum

25 83.3 Tempat berteduh dari panas

2 6.7 Tempat berjualan

- - Tempat istirahat/duduk

3 10.0

Total 30 100

3. Tempat menunggu angkutan umum selain pada halte

Ketika menunggu angkutan umum, studi menunjukkan bahwa 100% responden pernah menunggu angkutan umum di tempat selain halte dan tidak ada responden yang tidak pernah menunggu angkutan umum di tempat selain halte.

Adapun lokasi-lokasi yang biasa digunakan oleh responden untuk menunggu angkutan umum selain pada halte, ditemukan bahwa 63.3% responden memilih untuk menunggu di trotoar yang terdapat di sepanjang jalan raya. Masing-masing responden 10% dan 23.3% yang memilih persimpangan jalan dan tempat yang dekat dengan sarana publik. sementara itu 3.4% responden menjawab dengan alasan lain-lain.

Di Kota Medan masyarakat lebih memilih menunggu angkutan umum tidak pada halte. Alasan responden menunggu angkutan di tempat selain halte, adalah para responden tidak perlu berjalan jauh untuk mendapatkan angkutan umum, yaitu sebanyak 43.3% responden. Sedangkan sebanyak 43.3% responden lainnya menjawab karena pengemudi bersedia berhenti dimanapun penumpang menunggu, dan tidak ada responden yang beranggapan bahwa halte merupakan tempat yang tidak aman dan nyaman untuk menunggu angkutan umum.

Tabel 9. Alasan menunggu angkutan umum tidak pada halte

Alasan Jumlah %

Mudah memperoleh angkutan umum 4 13.4

Pengemudi mau berhenti di mana saja 13 43.3

Tidak perlu berjalan jauh 13 43.3

Tidak aman dan nyaman - -

Total 30 100

4. Kondisi keberadaan halte di Kota Medan Kondisi halte pada wilayah ditanggapi dengan beragam alasan oleh pengguna halte. Dapat dilihat dari persentasenya, 60% responden menilai kondisi fisik halte di Kota Medan tidak terawat dan diabaikan, baik oleh para pengguna halte maupun oleh pemerintah kota. Sebanyak 33.3% responden menilai kondisi halte di Kota Medan telah berubah

fungsi, seperti menjadi tempat berjualan maupun tempat mangkal para pengamen.

Tetapi keberadaan halte di masyarakat, menurut 70% responden bahwa di Kota Medan keberadaan halte masih dibutuhkan oleh masyarakat.

Jika di tinjau dari jumlah penyebaran halte di Kota Medan, 46.7% responden menilai kurangnya jumlah penyebaran halte untuk melayani kebutuhan masyarakat. Hanya 6.7% responden yang menilai sesuai dengan kebutuhan. Ada juga responden yang menilai bahwa penyebaran halte berlebih di kota Medan, yaitu sebanyak 3.3% responden.

Adapun alasan 70% responden yang menanggapi dibutuhkannya keberadaan halte di Kota Medan, 19% dari responden tersebut menanggapi dengan adanya halte pada wilayah studi dapat mengurangi kemacetan lalu lintas pada persimpangan, dapat juga mengurangi antrian yang disebabkan angkutan umum berhenti di manapun untuk menaikkan atau menurunkan penumpang, dipilih sebanyak 28.6% responden, sedangkan 19% responden lainnya menanggapi halte hanya sebagai tempat berlindung dari kondisi cuaca. Menurut responden terbanyak, yaitu sebesar 33.3% beranggapan bahwa keberadaan halte di Kota Medan dapat membuat tatanan kota menjadi lebih indah.

Tingkat kriminalitas pada halte yang pernah dialami pengguna halte dapat dikatakan cukup rendah. Hanya 13.3% yang pernah mengalami tindak kriminal dengan persentase terbesar pada frekuensi satu kali pengalaman tindakan kriminal, yaitu sebesar 100%.

5. Saran pengguna terhadap pemerintah Sebanyak 26.7% responden pengguna halte menyarankan agar pemerintah melakukan sosialisasi penggunaan dan manfaat halte terhadap masyarakat, saran terhadap peningkatan ketertiban penggunaan halte dipilih oleh 50.0% responden dan 23.3% responden lainnya lebih memilih moderenisasi penampilan halte, sehingga masyarakat dapat menggunakan halte dalam kegiatannya sehari-hari untuk menunggu angkutan umum. Adapun kondisi halte yang diharapkan oleh pengguna, dalam usaha pemerintah untuk mengefektifitaskan penggunaan halte, sebanyak 53.3% responden mengharapkan kondisi halte yang bersih, aman dan nyaman sehingga penumpang angkutan umum mau memanfaatkan keberadaan halte tersebut. 30% pengguna halte lainnya mengharapkan kondisi dimana angkutan umum selalu berhenti pada halte dan tidak mengindahkan penumpang yang menunggu di tempat selain halte. Sedangkan kondisi halte dengan fasilitas yang memadai di pilih oleh 16.7% responden.


(5)

6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Keberadaan halte di Kota Medan tidak efektifit lagi penggunaannya bila ditinjau dari kondisi fisik halte, prilaku responden pengemudi halte maupun prilaku responden pengguna halte.

6.1.1 Ditinjau dari kondisi fisik halte, dapat tunjukkan bahwa penggunaan halte di Kota Medan tidak lagi efektif, hal ini disebabkan karena:

o Bangunan fisik, halte yang di bangun oleh pemerintah belum pernah mengalami perbaikan.

o Sebanyak 90% halte di kota Medan digunakan sebagai tempat berjualan.

o Halte di Kota Medan tidak dilengkapi dengan fasilitas, baik fasilitas utama maupun fasilitas tambahan. Seperti identitas halte berupa nama atau nomor, informasi tentang rute dan jadwal keberangkatan, serta rambu-rambu untuk menjamin keamanan pengguna.

6.1.2 Ditinjau dari perilaku pengemudi angkutan umum :

o Pengemudi angkutan umum pada wilayah studi tidak menggunakan halte, sarana untuk menurunkan/menaikkan penumpang.

Pada prinsipnya pengemudi angkutan umum menyadari sepenuhnya manfaat daripada halte, tetapi sebagai individu pengemudi angkutan umum merasakan harus adanya dorongan yang keras dari pemerintah untuk melaksanakannya

o Untuk itu, pengemudi merasa perlunya penegasan peraturan bagi pengguna jalan, untuk memanfaatkan halte sesuai dengan fungsinya. Yaitu dengan menaikkan/menurunkan penumpang pada halte.

o Di kota Medan, 90% angkutan umum berupa mobil penumpang umum dan bukan bus. Hal ini yang memicu

pengemudi untuk menurunkan/menaikkan penumpang

di sembarangan tempat, sehingga halte tidak lagi berfungsi sebagai mana mestinya.

6.1.3 Responden pengguna halte

o Pengguna halte mengharapkan kondisi yang aman, nyaman dan bersih pada halte ketika menunggu angkutan umum. Tetapi hal tersebut

tidak terwujud pada halte di Kota Medan.

o Pengemudi angkutan umum bersedia menurunkan atau menaikkan penumpang di mana saja. Sehingga memicu penumpang enggan untuk berjalan menuju halte.

o Penumpang angkutan umum memakan waktu lebih lama, 5 sampai 10 menit untuk memperoleh angkutan umum ketika menunggu di halte. Hal ini tidak terjadi bila calon penumpang menunggu angkutan di tempat selain halte.

6.2 Saran

Seiring dengan perkembangan waktu, keberadaan halte di Kota Medan, apabila tidak mengalami perawatan, perbaikan dan perhatian khusus akan menjadi penyebab kemacetan di Kota Medan. Dengan berkembangnya waktu, armada angkutan umum juga akan bertambah banyak sehingga kemacetan tidak dapat dihindari. Mengingat kondisi masyarakat yang terbiasa tidak mengindahkan peraturan, angkutan umum yang berhenti di sembarangan tempat, sehingga di masa yang akan datang, Kota Medan akan dihadapkan dengan masalah transportasi yang sangat kompleks.

Untuk itu hendaknya dari dini, sebelum masalah transportasi menjadi lebih kompleks, dilakukan penertiban lalu lintas. Seperti menegaskan peraturan kepada pengemudi angkutan umum dan pengguna halte untuk menggunakan halte dalam kegiatannya.

Dalam mendukung pelaksanaannya hendaknya kondisi halte juga dalam keadaan bersih, aman dan nyaman. Serta memudahkan penumpang untuk memperoleh angkutan umum. Sehingga masyarakat tertarik untuk menggunakan halte. Angkutan umum hendaknya juga menggunakan halte dalam kegiatannya menaikkan/menurunkan penumpang. Sementara itu hendaknya halte dilengkapi dengan fasilitas-fasiltas untuk pengguna halte. Seperti tempat untuk duduk, informasi tentang rute, jadwal keberangkatan angkutan umum, jembatan penyeberangan, zebra cross dan rambu-rambu untuk keamanan pengguna halte. Untuk mencapai hal tersebut hendaknya pemerintah melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar masyarakat lebih memahami fungsi dari halte tersebut. Menegakkan disiplin bagi pengemudi angkutan umum agar pengemudi menggunakan halte untuk menaikkan/menurunkan penumpang. Hal ini dpat dengan mudah dilaksanakan mengingat 100% pengguna halte mendukung apabila pemerintah melakukan peningkatan terhadap fungsi dan keberadaan halte


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Iskandar, A., 1995. Menuju Lalulintas dan Angkutan Jalan Yang Tertib, Direktorat Jendral Perhubungan Darat, Jakarta.

Jalil, A., dkk., 1997. Metode Penelitian buku 2 modul 3-5, Universitas terbuka.

Catur, F.R, 2002. Faktor–faktor yang mengakomodasikan Ketidakefektifan Penggunaan Halte, Makalah. Semarang.

Direktorat Jendral Perhubungan Darat. 1996. Pedoman teknis Perekayasaan Tempat perhentian Kendaraan Penumpang Umum, Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat ( nomor : 271/HK.105/DRJD/96 ).

Morlok, E. K., 1984. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Erlangga Jakarta. Pemerintah Kota Medan, 2004. Lomba Tertib Lalu

Lintas Dan Angkutan Kota Medan. Dinas Perhubungan Kota Medan. Medan.

Peraturan Pemerintah RI No.41 Tahun 1993 Tentang Angkutan Jalan.

Sudianto, B.U.,2003. Perancangan Tempat Henti Bus Dalam Rangka Pembangunan Kota Semarang, Artikel. Semarang.

Vuchic,V.R, Urban Public Transportation System and Technology, Prentice- all, Inc., New Jersey, 1981.

Warpani S., (1990). Merencanakan Sistem Perangkutan, ITB, Bandung.