Sintesis Selulosa Suksinat Melalui Reaksi Esterifikasi Asam Suksinat dengan Selulosa Hasil Isolasi dari Sabut Buah Pinang (Areca catechu L.) Sebagai Adsorben Ion Tembaga (Cu2+)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Tumbuhan Pinang

Tumbuhan pinang (Areca catechu L.) adalah salah satu jenis palma atau palem yang
tumbuh dan tersebar luas di wilayah India, Malaysia, Taiwan, Indonesia, dan negara
Asia lainnya, baik secara individu maupun populasi serta memiliki banyak kegunaan
antara lain untuk dikonsumsi, bahan industri kosmetik, kesehatan, dan bahan pewarna
pada industri tekstil (Jaiswal, et.al., 2011). Diantara semua bahan serat alam, pinang
merupakan suatu bahan yang menjanjikan karena tidak mahal, secara bebas tersedia,
dan berpotensi sebagai tanaman tahunan yang sangat tinggi (Rajan, et.al., 2005).
Berbeda dengan jenis palem lainnya yang memiliki famili Arecaceae seperti
palem merah, salak, sagu, palem raja dan sebagainya.Pinang memiliki ciri-ciri
batang lurus langsing, dapat mencapai ketinggian 25 m dengan diameter 15 cm,
meski ada pula yang lebih besarsepertipada gambar 2.1.Pelepah daun berbentuk
tabung dengan ujung sobek dan bergerigi.Tongkol bunga dengan seludang (spatha)
yang panjang dan mudah rontok.Buah buni bulat telur terbalik memanjang, merah

jinggadengan dinding buah yang berserabut seperti pada gambar 2.2.

Gambar 2.1.Foto Pohon Pinang

Gambar 2.2.Foto Buah Pinang

Universitas Sumatera Utara

Adapun klasifikasi ilmiah dari pinang menurut Cronquist (1981), sebagai
berikut :
Kingdom :Plantae
Division : Magnoliophyta
Classis

: Liliopsida

Ordo

: Arecales


Family

: Arecaceae

Genus

: Areca

Species

: Areca catechu L.

Pinang mudah tumbuh di daerah tropis dan biasa ditanam di pekarangan,
taman, atau dibudidayakan karena memiliki banyak kegunaan mulai dari batang, biji,
sabut, daun, hingga pelepahnya. Bijinya dikenal sebagai salah satu campuran orang
makan sirih, selain gambir dan kapur. Pelepah daun yang seperti tabung digunakan
sebagai pembungkus kue-kue dan makanan. Batangnya kerap diperjual belikan
sedangkan batang pinang tua yang dibelah dan dibuang tengahnya digunakan untuk
membuat talang atau saluran air.
Sabut pinang pada gambar 2.3 khususnya dapat secara tradisional digunakan

untuk mengobati gangguan pencernaan (dyspepsia), sembelit, edema dan beri-beri.
Bahan ini memiliki filamen berukuran 4 cm yang rata-rata terlalu pendek
dibandingkan dengan serat alam lainnya.Sabut buah pinang yang selama ini dianggap
sebagai limbah kini dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti sumber selulosa. Hal
ini dikarenakan kandungan selulosanya sebesar 70% (Panjaitan, 2008), lignin sekitar
13% serta sisanya mengandung flavonoid, pektin, dan hemiselulosa.Dari 70%
selulosa tersebut 53,2 % merupakan alfa selulosa.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3.Foto Sabut Buah Pinang
Penelitian terdahulu menemukan bahwa sabut buah pinang dapat digunakan
sebagai komposit serat alam yang dipakai dalam pabrik pembuat badan mobil
(Chikkol, et.al., 2010). Pada tahun 2015, Lukita memanfaatkan ekstrak etanol sabut
buah pinang menjadi selulosa mikrokistal sebagai bahan tambahan dalam tablet
antidiare.

2.2.

Selulosa


Selulosa adalah salah satu biopolimer yaitu polimer karbohidrat yang tersusun
atasD-glukopiranosa berikatan β(1→4) dengan jumlah berlimpah di alam serta
bersifat dapat diperbaharui, mudah terurai, tidak beracun. Senyawa ini berbentuk
seperti serabut, liat, tidak larut dalam air dan ditemukan didalam dinding sel
pelindung tumbuhan, terutama pada tangkai, batang, dahan dan semua bagian
berkayu dari jaringan tumbuhan.Strukturnya terdiri dari tiga gugus hidroksi per
anhidroglukosa

menjadikan

selulosa

memiliki

derajat

fungsionalitas

yang


tinggi.Sebagai materi yang diperbaharui, selulosa dan turunannya dapat dipelajari
dengan baik (Coffey,et.al., 1995).
Payen pertama kali menentukan komposisi unsur dari selulosa sekitar tahun
1838 dimana ditemukan bahwa selulosa mengandung 44 sampai 45% karbon, 6
sampai 6,5% hidrogen dan sisanya adalah susunan oksigen. Berdasarkan data
tersebut, rumus empirisnya menjadi C6H10O5 (Staudinger, 1960).

Universitas Sumatera Utara

Polimer ini memiliki struktur molekul yang memperlihatkan unit selobiosa
sebagai penyusun ulang serta unitglukopiranosa yang berotasi 180o yang berkaitan
satu sama lain (Haworth, 1932). Setiap penyusun glukopiranosa memiliki tiga gugus
hidroksil (OH) pada posisi C-2, C-3 dan C-6. Monomer glukopiranosanya
dihubungkan sau sama lain dengan ekuatoial-ekuatorial. Strukturnya seperti pada
gambar 2.4.

HOH2C

HOH2C


O

O
HO

HOH2C

O

O

O

O
HO

OH

HO

OH

OH

Gambar 2.4. Struktur selulosa (Fesenden, 1986)
Untuk esterifikasi, gugus hidroksil primer (HO-6) memiliki reaktifitas yang
lebih tinggi sedangkan untuk eterifikasi, gugus hidroksil sekunder (HO-2) biasanya
paling mudah bereterifikasi. Aksesibilitas berarti kemudahan relatif gugus-gugus
hidroksil untuk dicapai oleh pereaksi-pereaksi gugus (HO-6) reaktifitasnya lebih
tinggi terhadap substituen-substituen yang besar dari pada gugus-gugus hidroksil
yang lain karena paling sedikit halangan steriknya (Fengel, et.al., 1995).
Berbeda dengan hemiselulosa, selulosa dapat bersifat kristalin maupun
amorf,

sukar

larut

dalam


alkali,

dan

menghasilkan

D-glukosa

jika

dihidrolisis.Sementara hemiselulosa yang terdiri dari berbagai unit gula bersifat
amorf, bukan merupakan serat panjang, mudah larut dalam alkali tapi sukar larut
dalam asam dan menghasilkan D-xilosis jika dihidrolisis (Sitorus, 2010).
Selulosa dapat diisolasi dari tanaman.Untuk mengoptimalkan pengambilan
serat selulosa dari beberapa tahapan metode pengisolasian dapat diaplikasikan,
seperti metode mekanis sederhana, campuran metode kimiawi dan mekanik, serta
pendekatan metode enzim. Proses isolasi selulosa dari sabut buah pinang
menggunakan metode kimiawi meliputi tahap prehidrolisis, delignifikasi, pemutihan
dan pengeringan. Tahap prehidrolisis bertujuan untuk mempercepat penghilangan


Universitas Sumatera Utara

hemiselulosa dalam bahan baku pada waktu pemasakan (cooking) menggunakan air
lunak (soft water) atau larutan asam encer (Tarmansyah, 2007).
Tahap delignifikasi dilakukan dengan larutan NaOH, karena larutan ini
dapat menyerang dan merusak struktur lignin, bagian kristalin dan amorf,
memisahkan lignin serta menyebabkan penggembungan struktur selulosa (Enari,
1983). Proses pemutihan bertujuan untuk melarutkan sisa senyawa lignin yang dapat
menyebabkan perubahan warna, dengan cara mendegradasi rantai lignin yang
panjang oleh bahan-bahan kimia pemutih menjadi rantai-rantai lignin yang pendek,
maka lignin dapat larut pada saat pencucian dalam air atau alkali (Fengel, et.al.,
1995). NaOCl secara tradisional digunakan untuk memutihkan warna dari suatu zat.
Selanjutnya adalah proses penghilangan β-selulosa dan γ-selulosa dengan
menggunakan larutan NaOH 17,5%. Hal ini sesuai dengan pembagian selulosa
berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium
hidroksida (NaOH) 17,5% (Tarmansyah, 2007) yaitu :
a.

α-selulosa adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH
17,5% atau larutan basa kuat dengan DP 600-1500


b.

β-selulosa adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5%
ataubasa kuat dengan DP 15 – 90, dapat mengendap bila dinetralkan.

c.

γ-selulosasama dengan beta selulosa, tetapi DP nya kurang dari 15.
Proses selanjutnya adalah pemutihanmenggunakanhidrogen peroksida

karena merupakan pemutihyang ramah lingkungan. Di samping itu, hidrogen
peroksida juga mempunyai beberapa kelebihan antara lain bahan yang diputihkan
mempunyai ketahanan yang tinggi serta penurunan kekuatan serat sangat kecil. Pada
kondisi asam, hidrogen peroksida sangat stabil.Peruraian hidrogen peroksida juga
dipercepat oleh naiknya suhu.Zat reaktif dalam sistem pemutihan dengan hidrogen
peroksida dalam suasana basa adalah perhidroksil anion (HOO-) (Dence, et.al.,
1996).
Ada dua jenis selulosa yaitu selulosa termodifikasi dan selulosa tidak
termodifikasi.Secara umum, selulosa tidak termodifikasi tidak larut dalam air dan


Universitas Sumatera Utara

pelarut organik.Hal ini berdasarkan ikatan hidrogen yang kuat antara molekul
selulosa berantai lurus.Sehingga kelarutan dari selulosa dapat diperbaiki dengan
turunan yang dimodifikasi.
Serat selulosa secara umum memiliki banyak gugus fungsi yang mampu
mengikat logam.Karena itu banyak yang sudah mencoba untuk menggunakan
selulosa sebagai pembersih logam melalui beberpa turunannya.Beberapa di
antaranya berdasarkan penambahan gugus dengan kemampuan mengkompleks
seperti gugus karboksilat dan amin.Seperti halnya kitosan dan juga alginate maka
selulosa ini juga memiliki kemampuan untuk membentuk kompleks dengan unsur
logam yang memiliki d-orbital back donation, serta sekaliguas adanya ether linkage
C1 –C4 yang ekuatorial-ekuatorial (Kaban dkk,2005).Konsep pembentukan
kompleks ini dapat digunakan juga untuk menjelaskan terjadinya penyerapan
terhadap logam berat seperti khrom, kobalt, nikel, seng, kadmium dan tembaga.
Selulosa dapat berinteraksi dengan logam berat melalui mekanisme penukar
ion yaitu dengan gugus –OH sementara itu juga memungkinkan untuk mekanisme
pembentukan kompleks karena atom oksigen pada gugus –OH memiliki elektron
bebas (Mohamad, 2012).

2.3.

Asam Suksinat

Asam suksinat (asam butadenoat, 1,2-asam etana dikarboksilat) merupakan suatu
asam dikarboksilat dengan rumus kimia (CH2)2(COOH)2yang sangat berpotensial
sebagai suatu wadah industri kimia (Vaswani, 2010). Senyawa ini berwarna putih,
dan berupa padatan tidak berbau.Dalam larutan air, terionisasimembentuk
anion.Hanya saja berbeda dengan asam karboksilat lainnya yang memiliki gugus
karboksilat lebih banyak seperti asam sitrat maka kelarutannya lebih kecil
dibandingkan asam sitrat.Sifat fisiknya yaitu berat molekul 118, titik lelehnya 185oC
dan titik didihnya 235oC.Secara normal ditemukan pada jaringan hewan dan
tumbuhan.Pada tubuh manusia, senyawa ini berperan penting dalamsiklus Krebs

Universitas Sumatera Utara

sebagai suatu metabolisme perantara.Secara fisik larut dalam air, etanol, eter dan
gliserin.
Senyawa ini dominan dihasilkan dari hidrokarbon empat karbon melalui
anhidrida maleat, memanfaatkan fraksi nafta n-butana yang diawali dengan
hidrogenasi diikuti oleh hidrasi di sekitar berat total 15.000 ton per tahun dan
merupakan salah satu fermentasi produk akhir metabolisme anaerobik.Struktur asam
suksinat adalah seperti gambar 2.5 berikut.
O
OH
HO
O

Gambar 2.5.Struktur Kimia Asam Suksinat atau
Asam Butadenoat (O’neil,et.al., 2001)
Karena memiliki nilai kimia cukup tinggi, senyawa ini termasuk kunci
dalam memproduksi lebih dari 30 produk komersial penting seperti asam
adipat.Aplikasi dalam industri seperti makanan, obat-obatan, polimer, cat, kosmetik,
dan tinta.Hal ini juga digunakan sebagai surfaktan, deterjen extender, anti busa, dan
ion-chelator.
Asam suksinat sudah pernah dipilih untuk memodifikasi selulosa karena
memperbaiki fungsi gugus hidroksil dari selulosa serta menghasilkan larutan encer
yang tinggi viskositasnya. Selain itu digunakan pada proses esterifikasi dikarenakan
kemampuannya

untuk

melengkapi

daur

ulang

hidrolisis

asam

(Vaswani,

2010).Banyak turunan yang dapat dihasilkan dari asam suksinat secara kimia seperti
pada gambar 2.6 berikut.

Universitas Sumatera Utara

HO

O

OH

NH2

O

butanadiol

H2N

N
H

O

Pirolidon

suksiniamida
NH2

O
O
O

H2N

butirolakton

OH
HO

diaminobutana
O

O

asam suksinat

N

tetrahidrofuran
N

suksinonitril

O
OCH3

O
H3CO
N
O
H3C

Dibasic Ester (DBE)

N-metil pirolidon

Gambar 2.6 Beberapa turunan asam suksinat (Vaswani, 2010)

Universitas Sumatera Utara

2.4.

Ester Selulosa

Selulosa dapat secara kimia dimodifikasi menghasilkan turunan yang secara luas
dipergunakan pada berbagai sektor industri termasuk aplikasi konvensional. Seperti
salah satu contohnya, pada tahun 2003, 3,2 juta ton bahan ini digunakan sebagai
material mentah untuk produksi serat dan film regenerasi termasuk turunannya
(Klemm, 2005). Pembentukan ester selulosa melalui proses esterifikasi terhadap
gugus hidroksi alkohol, yang umum menggunakan asam klorida atau asam anhidrat
lainnya sebagai agen yang meningkatkan derajat esterifikasi secara signifikan.
Beberapa contoh senyawa turunan dari ester selulosa adalah seperti gambar 2.7..
O

O

H O

H O
H
H

H O

H

O

HO
H

O

H

O

HO

O

H

OH

O

H

OH

H

H

(b)

H

(c)

OH

N2 H
O

O

O

O
OH

H

H

(a)

O

HO

H O

H O
H

H

O

HO
H

O

H

OH

H

H

(d)

O

HO

O
OH

H

H

(e)

Gambar 2.7. Struktur (a) selulosa-asetat, (b) selulosa-butirat, (c) selulosa benzoat,
(d) selulosa ftalat, dan (e) selulosa antranilat (Granstrom, 2009).
Secara umum ester selulosa dihasilkan pada kondisi reaksi yang heterogen
menggunakan asam dan anhidrat asam sebagai reagen melalui reaksi esterifikasi
yaitu suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol yang dapat dilakukan tanpa
katalis dengan satu molekul asam karboksilat dan satu pereaksi secara berlebih (Yan,
2001).Namun, asam polikarboksilat memiliki kelebihan untuk membentuk

Universitas Sumatera Utara

intermediateanhidrat, yang dianggap lebih efektif dalam esterifikasi daripada asam
karboksilat bebas.
Pada tahun 1996, Yang dan Wang mengklaim bahwa hanya asam
karboksilat yang membentuk siklik intermediet anhidrida ester selulosa. Pendapat lain
menyatakan bahwa kelompok karboksil dapat diesterifikasi selulosa tanpa intermediet
anhidrat (Gagliardi, et.al., 1963). Hal ini berakhir setelah teori asam dikarboksilat
terakhir, karena asam dikarboksilat hanya memiliki kemampuan untuk membentuk
satu anhidrat siklik.

2.4.1.

Ester Selulosa Melalui Asilasi

Asilasi selulosa dapat dibuat dalam keadaan homogen maupun heterogen. Pada
kondisi heterogen, gugus hidroksil dari unit anhidroglukosa memiliki pencapaian
yang rendah dan reaksinya dapat terjadi pada permukaan selulosa (Freire,et.al.,
2006). Dalam medium homogen, tiga gugus hidroksil dari unit anhidroglukosa
semuanya tercapai oleh bahan asetilasi, dimana dapat memperoleh suatu derajat
substitusi yang lebih tinggi dan suatu distribusi seragam dari gugus fungsi yang
dimiliki rantai polimer (Nagel ,et.al., 2010).
Asilasi biasanya menggunakan asam karboksilat baik yang berantai panjang
seperti asam lemak dalam larutan ionik maupun yang berantai pendek seperti
anhidrat. Anhidrat organik siklik dari anggota lima merupakan pereaksi yang baik,
dimana pertama termasuk ketiga gugus hidroksil dari penyusun selulosa (bertindak
sebagai nukleofil), untuk memperoleh ester dan gugus reaktif dari asam karboksilat.
Turunan selulosa yang memiliki gugus karboksil bebas disiapkan dengan
mereaksikan selulosa dengan suksinat, maleat atau ptalat.

Universitas Sumatera Utara

2.4.1.1. Ester Selulosa menggunakan Asam Karboksilat Alifatis Rantai
Panjang

Hanya sedikit publikasi dari asilasi selulosa dengan asam karboksilat alifatis rantai
panjang (misalnya asam lemak) dalam media rekasi larutan ionik yang sudah pernah
dipublikasikan. Hal ini kemungkinan dikarenakan kelarutan yang rendah dari turunan
asam alifatis berantai panjang dalam beberapa larutan ionik pada kelarutan heterogen.
Reaksi dengan asam lemak sebagai reagen asilasi dalam larutan ini harus disesuaikan
dengan sistem LiCl.

2.4.1.2

Ester Selulosa menggunakan Asam Karboksilat lainnya

Beberapa asilasi yang sudah sukses terjadi dengan hasil derajat subtitusi yang tinggi
diantaranya menggunakan klorida asam, klorida pentanoil, klorida heksanoil dan
klorida benzoil. Dalam hal ini, katalis piridin sangatlah membantu mengefisiensikan
proses asilasi. Selain reagen di atas, ftalat anhidrat dan suksinat anhidrat juga dapat
digunakan dalam asilasi.
Selulosa ftalat merupakan suatu material berpotensi yang dapat di degradasi
untuk penyerapan logam berat dari pembuangan alternatif air dikarenakan
kemampuannya sebagai pengkhelat logam. Strukturnya seperti pada gambar 2.7(c) .
Ftalat aseto selulosa sudah digunakan dalam industri farmasi sebagai pembungkus
tablet dan kapsul.
Sementara itu

asam

suksinat akan membentuk anhidrat

sebagai

intermediateketika terjadi pemanasan dan kemudian bereaksi dengan selulosa.
Asilasi menggunakan asam suskinat ini disebut juga suksinilasi menghasilkan
suksinoil selulosa.Beberapa penemuan juga sudah menunjukkan bahwa reaksi
suksinilasi merupakan suatu alternative yang dapat digunakan untuk menambahkan
kemampuan karboksilat ke dalam selulosa.Karnitz,et.al., pada 2007 menambahkan
gugus karboksilat dalam ampas tebu melalui suksinilasi untuk meningkatkan
kemampuannya mengadsorpsi ion logam berat.

Universitas Sumatera Utara

Reaksi asilasi menggunakan anhidrat dari asam maleat, ptalat dan suksinat
dapat dilihat seperti pada gambar 2.8.Asilasi dapat berlangsung dengan adanya
pemanasan dimana diperlukan pelarut yang sesuai.
a

O

O
OH H

H

HO
H

O

H

HO
H

O

O
H

OH H

H

O

O

OH

O

H
O

H O
O
O

OH

b

O

O
OH H

H

HO
H

O

H

HO
H

O

O
H

OH H

H

O

O

OH

O

H
O

H O
O
O

OH

c

O

O
OH H

H

HO
H

O

H
O

H

OH

OH H

H
O

HO
O

H

O

O

H
O

H O
O

COOH

Gambar 2.8. Reaksi asilasi selulosa menggunakan : a) Anhidrat Asam Maleat, b)
Anhidrat Asam Suksinat dan c) Anhidrat Asam Ptalat (Bezerra,et.al., 2015).
Selain itu untuk ester selulosa berikutnya yaitu klorida 2-furoil dan dikenal
dengan nama furoat selulosa yang telah disintesis dalam 1-butil-3-metilimidazolium
klorida seperti pada gambar 2.9a. Ester selulosa dari asam ini merupakan material

Universitas Sumatera Utara

yang menarik ditinjau dari kemampuannya untuk membentuk membran pertahanan
pada gambar 2.9.Reaksinya menggunakan dua jalur 1-butil-3-metilimidazolium
klorida. Pada jalur pertama selulosa bereaksi dengan klorida 2-furoil dalam piridin,
dimana pada jalur kedua asam karboksilat 2-furan diaktivasi dengan N,N’karbonildiimidiazole (Köhler , et.al., 2007).

OH H

H

HO

a

H

O

H
O

H

O

O

C

O

OH H

H

HO

b

H

O

H

H

O

O
H

H
O

O

O

OH H

H

HO

H

O

O

C

C

O

O

cahaya UV

O

O

C

C
O

O

O
H
H

OH

O

H

HOO

H
H

O

O
H
H

OH

H

HOO

H
H

Gambar 2.9.a) Struktur furoat selulosa, b) Ikat silang furoat selulosa untuk
membentuk membran (Granstrom, 2009).
Asam karboksilat lainnya yang paling sering digunakan dalam alkilasi
adalah asam asetat melalui reaksi asetilasi.Asetilasi adalah salah satu reaksi yang
paling signifikan yang diperlukan untuk turunan atau modifikasi selulosadengan

Universitas Sumatera Utara

menggunakan asam asetat anhidrat atau asetat klorida sebagai reagen (Bogan,et.al.,
1979). Selulosa asetat merupakan salah satu turunan selulosa yang sangat penting
karena aplikasinya

yang menjanjikan pada industri tekstil, film plastik,

pembungkusan dan penyaring rokok.Meskipun penelitian asetilasi selulosa
dipublikasikan pada tahun 1950.
Selulosa dapat diasetilasi secara langsung melalui esterifikasi gugus
hidroksil atau transesterifikasi, menggunakan substituen primer sebagai gugus
pergi.Asam asetat tidak cukup baik untuk mengesterkan selulosa, namun dapat
didukung dengan penambahan asam yang lebih reaktif seperti asam asetat
anhidrat.Asetilasi selulosa berlangsung dalam reaksi setimbang, namun adanya air
berlebih dapat menimbulkan terjadinya deasetilasi dan juga dipengaruhi hadirnya
asam dari katalis. Pada proses asetilasi, selulosa yang telah diaktivasi umumnya
direaksikan dengan asetat anhidrat berlebih (Klemm,et.al., 1998).
Secara

umum,

asetat

selulosa

yang

direaksikan

dengan

asetatanhidridaberlebih menggunakan asam sulfat atau asam perklorat sebagai
katalis. Karena sifat reaksi yang heterogen sehingga mustahil untuk menghasilkan
asetat selulosa sebagian secara langsung.Cairan ionik sudah ditemukan bukan hanya
sebagai pelarut tetapi juga sebagai katalis basa dalam reaksi asetilasi. Kebalikannya,
asetilasi selulosa dalam cairan ionik dapat dikendalikan untuk menghasilkan turunan
dari nilai DS yang bervariasi.
Mekanisme reaksi asetilasi alkohol dalam pelarut organik dengan hadirnya
piridin dapat dilihat pada gambar 2.10. Dimana piridin berfungsi sebagai katalis
dalam reaksi dengan menyerang gugus karbonil dari asam asetat anhidrat dan
kemudian menghasilkan

suatuintermediate yang kereaktifannya tinggi dimana

alcohol akan menyerang pembentukan turunan O-asetoil bersamaan dengan asam
asetat. Piridin kemudian terbentuk kembali ke siklus katalitik dengan deprotonasi
anion asetat.

Universitas Sumatera Utara

O

O

O

O

O

+ CH3COO-

N
O

N
O

N

O
R

H
O
N
O
R

H

O

O
H

R

N

O

+

N

O

R

H
O

O-

O

OH

Gambar 2.10. Mekanisme reaksi asetilasi suatu alkohol menggunakan katalis piridin
(Granstrom, 2009)

2.4.2.

Ester Selulosa Melalui Sulfonasi

Sulfonasi homogen dari serat selulosa dipelajari dalam 1-butil-3-metilimidazolium
klorida termasuk menemukan selulosa sulfat antikoagulan aktif.Material ini
berpotensial untuk menggantikan heparin sebagai zat antikoagulan. Aktivitas heparin
sebagai suatu antikoagulan efektif yang secara umum bergantung pada gugus fungsi
sulfat yang memiliki massa jenis polianionik yang tinggi (Wang, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Pelajaran sebelumnya pada sulfonasi selulosa sudah dilakukan dalam
sistem heterogen dimulai dengan suatu aktivasi suspensi selulosa, atau dalam sistem
homogen dimulai dengan suatu substitusi parsial turunan selulosa dalam
larutan.Permasalahan pada sistem heterogen sudah digambarkan dan pada
kebalikannya, nilai derajat subtitusi dalam reaksi homogen yang terbatas dengan
adanya gugus hidroksil sebagai permulaan reaksi dengan turunan yang tersubtitusi.
Sulfonasi dari selulosa dalam 1-butil-3-metilimidazolium klorida yang
terjadi menggunakan kompleks dimetilformamida sulfutrioksida (DMF-SO3) sebagai
suatu agen sulfonasi dihasilkan dari asam klorosulfonik (ClSO3H).Kompleks yang
direaksikan dengan selulosa dalam larutan 1-butil-3-metilimidazolium klorida pada
30oC selama 1 sampai 2 jam. Suatu selulosa yang sudah dikeringkan direaksikan
dengan larutan dimetilformamidadari asam sulfamik pada suhu 80oC dengan reaksi
sebagai berikut (Huang, et.al., 2010).
Selulosa-OH + NH2SO3H → Selulosa-O-SO3+NH32.4.3.

Ester Selulosa Melalui Karbanilasi

Selulosa trikarbanilat dengan beragam gugus fungsi pada cincin aromatisnya
dijelaskan membentuk fase kristalin cairan liotrofik, dan dapat digunakan untuk
memisahkan

enantiomer

(Zugenmaier,et.al.,

1997).Karbanilasi

selulosa

menggunakan derajat polimerisasi selulosa yang rendah dan tinggi yang bersumber
dari kapas, kertas dan selulosa bacterial dalam larutan 1-butil-3-metilimidazolium
klorida.Reaksi ini sudah dipelajari untuk keadaan homogen menggunakan LiCl
seperti gambar 2.11 berikut.

Universitas Sumatera Utara

H

OH

HO

H

O

H
O

H
O

H

O
O
HN

Gambar 2.11. Struktur selulosa karbanilat (Granstrom, 2009)

2.5.

Logam Tembaga (Cu)

Tembaga adalah

suatu unsur

kimia dalam tabel

periodik yang

memiliki

lambang Cu dan nomor atom 29 dan massa atom 63.546gr/mol . Namanya berasal
dari

bahasa

latin

yaitu

cuprum.

Massa

jenisnya

8.94

g·cm−3.Tembaga merupakan konduktor panas dan listrik yang baik dengan titik lebur
1084.62 °C dan titik didihnya 2562 °C.Selain itu unsur ini memiliki korosi yang cepat
sekali.Tembaga murni sifatnya halus dan lunak, dengan permukaan berwarna jingga
kemerahan.Tembaga dicampurkan dengantimah untuk membuat perunggu.
Ion tembaga (II) dapat berlarut ke dalam air, di mana fungsi mereka dalam
konsentrasi tinggi adalah sebagai agen anti bakteri,fungisida, dan bahan tambahan
kayu. Dalam konsentrasi tinggi maka tembaga akan bersifat racun, tapi dalam jumlah
sedikit tembaga merupakan nutrien yang penting bagi kehidupan manusia dan
tanaman tingkat rendah.
Tembaga merupakan salah satu jenis logam berat yang memiliki tingkat
toksisitas tinggi.Polutan logam berat tersebut dapat menimbulkan resiko yang sangat
berbahaya bagi makhluk hidup apabila dibuang langsung ke lingkungan. Disamping
itu, penyebaran logam berat tersebut dapat dipengaruhi oleh siklus alamiah di alam
seperti rantai makanan dan daur alami (Donghee, et.al.,2004).

Universitas Sumatera Utara

Logam inisering ditemukan dalam limbah industri dan tidak dapat
terdegradasi secara alamiah, selain itu tersebarnya logam ini di atas ambangbatas
yang diizinkan akan menimbulkankeracunan pada manusia dan dapatmenyebabkan
kematian. Oleh karena itu,diperlukan usaha-usaha yang serius untukmenanggulangi
masalah pencemaran agarkonsentrasi Cu dalam air limbah dalam batasaman.Usahausaha

pengendalian

danpengolahan

limbah

logam

belakangan

inisemakin

berkembang, yang mengarah padaupaya-upaya pencarian metode-metode baruyang
murah, efektif, dan efisien.
Dewasa ini dikembangkan metode penyerapan tembaga menggunakan
interaksi dengan adsorben seperti selulosa.Penyerapan ini selalu bergantung pada
jenis ion logam yang hadir, dimana ikatannya dapat terjadi melalui penukar ion
misalnya ion kalsium atau melalui penukaran ligan misalnya logam berat. Jenis
kation logam yang masuk dan dipilih akan menentukan mekanisme reaksi yang
terjadi dan kemampuan mengikat dari selulosa melalui reaksi penukaran ligan
sehingga memungkinkan kadar ion logam yang masuk akan meningkat sampai level
tertinggi misalnya tembaga dalam 5000 mg/kg serat selulosa (Kottelnikova, et.al.,
2007).
Untuk logam berat dengan d-orbital back donation seperti kalsium,
magnesium, nikel, tembaga, timbal dan sebagainya maka memiliki kemampuan
mekanisme interaksi elektrostatis (penukaran ion) dengan turunan selulosa seperti
misalnya adanya gugus karboksil. Dengan kata lain, selulosa maupun turunannya
bertindak sebagai ligan dalam larutan dan logam tembaga sebagai atom pusat (Bahar,
et.al., 2009). Di mana konfigurasi elektron dari ion tembaga (II) adalah 1s2 2s2 2p6
3s2 3p6 3d9 dengan kata lain bahwa orbital d pada tembaga masih ada yang kosong
sehingga memungkinan untuk berikatan dengan unsur lain. Sebagai salah satu logam
transisi maka tembaga ini mampu membentuk kompleks dengan suatu polimer
fungsional yang sangat atraktif melalui ikatan koordinasi (Jabli, et.al., 2013).Ion
Cu2+ akan berinteraksi kuat dengan anion yang bersifat basa kuat seperti –OH

Universitas Sumatera Utara

dimana pasangan elektron bebas dari O pada OH akan berikatan dengan logam Cu2+
dalam ikatan kovalen koordinasi sehingga orbital d menjadi terisi penuh.

2.6.

Adsorpsi

Akumulasi partikel pada permukaan zat padat disebut adsorpsi atau penjerapan.Zat
yang mengadsorpsi disebut adsorben dan material yang dijerap disebut adsorbat atau
substrat. Proses adsorpsi terdiri atas dua jenis, yaitu adsorpsi kimia (kemisorpsi) dan
fisika (fisisorpsi). Pada adsorpsi kimia, suatu molekul menempel ke permukaan
melalui pembentukan ikatan kimia.Sementara itu dalam adsorpsi fisika, adsorbat
menempel pada permukaan melalui interaksi antarmolekul yang lemah (ikatan van
der Waals).
Faktor-faktor yang memengaruhi proses adsorpsi antara lain sifat fisik dan
kimia adsorben seperti luas permukaan, ukuran partikel, dan komposisi kimia.
Adsorpsi merupakan metode yang paling umum dipakai karena memiliki beberapa
kelebihan diantaranya adalah prosesnya relatif sederhana, efektifitas dan efesiensinya
relatif tinggi serta tidak memberikan efek samping berupa zat beracun dan juga
ekonomis (Volesky, et.al.,2005). Proses adsorpsi yang paling berperan adalah
adsorben.
Dewasa ini adsorben organik yang sering digunakan adalah tumbuhantumbuhan

hasil

makanan.Penggunaan

dari

limbah

adsorben

ini

pertanian,

perkebunan,

banyak

diaplikasikan

dan
karena

industri
selain

ketersediaannya yang berlimpah, bahan bakunya juga mudah didapat dan biayanya
relatif murah.Namun demikian kapasitas dan afinitas dari adsorben organik terhadap
logam berat relatif rendah dan kurang spesifik. Salah satu cara untuk mengatasi
kelemahan adsorben organik tersebut adalah dengan memodifikasi permukaan

Universitas Sumatera Utara

adsorben melalui pengikatan gugus-gugus pembentuk kompleks dengan logam
seperti ester, amina, polietilamin (Kim.dkk., 2006).
Salah

satu

contoh

adsorben

organik

adalah

selulosa

dan

turunannya.Modifikasi turunan selulosa cukup dalam penyerapan dari berbagai
penyebab kontaminasi air. Sebagai contoh modifikasi dengan maleat anhidrat efektif
mengadsorpsi logam divalensi seperti Co2+ dan Ni2+ dimana mekanisme adsorpsinya
adalah pembentukan kompleks di antara pusat dasar dari gugus karboksil dan kation
divalensi seperti pada gambar 2.12. Pada reaksinya menunjukkan suatu counterionmenetralisasi muatan kation bebas sehingga kation dapat berekasi dengan gugus
karboksil atau dua pusat dasar yang berbeda.
O

O

M

O

2+

M

O

O

O

O

O

O

2+

M
O

NO3-

M
O

O

O

2+

NO3-

M
O

NO3-

O

NO3-

2+

NO3-

2+

M2+
O

NO3-

Gambar 2.12 Pembentukan kompleks selulosa maleat dengan logam divalensi
(Bezerra et al., 2015)
Kehadiran gugus karboksilat dalam bahan alam berarti secara signifikan
menaikkan penyerapan.Untuk memfasilitasi pembentukan kompleks ini maka pH
harus diminimumkan. Dengan kata lain, pengaruh pH mendeprotonasi gugus
karboksil, suatu keadaan dimana akan mampu membentuk ikatan kovalen dan secara
langsung kapasitas serapan pada logam akan meningkat.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Selulosa Mikrokristal Sebagai Bahan Pengisi Tablet Ekstrak Etanol Sabut Buah Pinang (Areca Catechu L.)

5 81 94

Sintesis hidrogel antibakteri berbasis karboksimetil selulosa-asam suksinat-AgNO3.

0 12 38

Sintesis Selulosa Sitrat dari Selulosa Daun Nenas (Ananas comosus (L)Merr ) Melalui Reaksi Esterifikasi dengan Asam Sitrat Sebagai Pengadsorpsi Ion Kadmium (Cd2+)

5 26 72

Sintesis Selulosa Suksinat Melalui Reaksi Esterifikasi Asam Suksinat dengan Selulosa Hasil Isolasi dari Sabut Buah Pinang (Areca catechu L.) Sebagai Adsorben Ion Tembaga (Cu2+)

4 10 87

Sintesis Selulosa Sitrat dari Selulosa Daun Nenas (Ananas comosus (L)Merr ) Melalui Reaksi Esterifikasi dengan Asam Sitrat Sebagai Pengadsorpsi Ion Kadmium (Cd2+)

0 0 13

Sintesis Selulosa Suksinat Melalui Reaksi Esterifikasi Asam Suksinat dengan Selulosa Hasil Isolasi dari Sabut Buah Pinang (Areca catechu L.) Sebagai Adsorben Ion Tembaga (Cu2+)

0 1 13

Sintesis Selulosa Suksinat Melalui Reaksi Esterifikasi Asam Suksinat dengan Selulosa Hasil Isolasi dari Sabut Buah Pinang (Areca catechu L.) Sebagai Adsorben Ion Tembaga (Cu2+)

0 0 2

Sintesis Selulosa Suksinat Melalui Reaksi Esterifikasi Asam Suksinat dengan Selulosa Hasil Isolasi dari Sabut Buah Pinang (Areca catechu L.) Sebagai Adsorben Ion Tembaga (Cu2+)

0 0 5

Sintesis Selulosa Suksinat Melalui Reaksi Esterifikasi Asam Suksinat dengan Selulosa Hasil Isolasi dari Sabut Buah Pinang (Areca catechu L.) Sebagai Adsorben Ion Tembaga (Cu2+)

0 2 5

Sintesis Selulosa Suksinat Melalui Reaksi Esterifikasi Asam Suksinat dengan Selulosa Hasil Isolasi dari Sabut Buah Pinang (Areca catechu L.) Sebagai Adsorben Ion Tembaga (Cu2+)

0 0 9