Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Secara Elektronik (E-Procurement) di Kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teori
Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang adanya
hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami
sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa suatu teori adalah suatu cetak
biru untuk melakukan beberapa tindakan selanjutnya.
Menurut Kerlinger yang dikutip dari Effendy (2012:35), teori adalah
serangkaian konsep, konstruk, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu
fenomena sosial secara sistematis dengan cara mengonstruksi hubungan antara
konsep dan proposisi dengan menggunakan asumsi dan logika tertentu.
Dengan adanya teori, peneliti dapat memahami secara jelas masalah yang akan
diteliti. Adapun kerangka teori dalam penelitan ini adalah sebagai berikut:
2.1.1 Kebijakan Publik
Secara etimologis, istilah kebijakan atau policy berasal dari bahasa yunani
“polis” berarti Negara. Akhirnya masuk ke dalam bahasa inggris “policie” yang
artinya berkenaan dengan pengendalian masalah-masalah publik atau administrasi
pemerintahan (Dunn, 2000:22)
Istilah “kebijakan” atau “policy” dipergunakan untuk menunjuk perilaku
seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok maupun suatu badan
pemerintahan) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu

(Winarno,2002:14). Pengertian kebijakan seperti ini dapat kita gunakan dan relatif
memadai untuk pembicaraan-pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan sistmatis
menyangkut analisis kebijakan publik. Sedangkan kata publik sendiri sebagian

6
Universitas Sumatera Utara

orang mengartikan sebagai Negara. Namun demikian publik merupakan konsep
tersendiri yang mempunyai arti dan defenisi khusus akademik.
Menurut Anderson (Winarno 2012), kebijakan publik merupakan arah tindakan
yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor
dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini
dianggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan
atau bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan
Menurut Easton, 1969 (dalam Tangkilisan, 2003:2), kebijakan publik adalah
sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang
keberadaanya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang mendapat suatu
tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu
yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk pengalokasian nilai-nilai
kepada masyarakat. menurut Carl Friedrich (dalam Winarno 2002:19)

mendefinisikan kebijakan publik sebagai arah tindakan yang diusulkan seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan
hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang
diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu
tujuan atau merealisasikan suatu sasaran dan maksud tertentu.
Berdasarkan pengertian para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kebijaan
publik merupaka serangkaian tindakan yang menjadi keputusan pemerintah yang
bertujuan untuk memecahkan masalah demi kepentingan masyarakat.

7
Universitas Sumatera Utara

Adapun kebijakan publik memiliki tahap-tahap yang cukup kompleks karena
memiliki banyak proses dan variabel yang harus dikaji. Menurut Willam Dunn
(dalam Winarno,2002:28), tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut:
A. Penyusunan Agenda (Agenda Setting)
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda
publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetensi terlebih dahulu untuk
dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk
ke agenda kebijakan pada perumusan kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah

mungkin tidak tersentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk
masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.
B. Formulasi kebijakan (Policy Formulation)
Masalah yang telah masuk ke agenda kemudian dibahas oleh para pembuat
kebijakan. Masalah-masalah tadi didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahan
masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasalah dari berbagai alternatif
yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam
agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif
bersaing untuk memecahkan masalah.
C. Adopsi Kebijakan (Policy Adoption)
Dari sekian alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan,
pada akhrinya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan
dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan
peradilan.

8
Universitas Sumatera Utara

D. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program

tersebut tidak diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan
administrasi maupun agen-agen pemerintahan di tingkat bawah. Kebijakan yang
telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan
sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai
kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat
dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh
para pelaksana.
E. Evaluasi kebijakan (Policy Evaluation)
Pada tahap ini, kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi
untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah mampu memecahkan masalah.
Kebijakan publik yang pada dasarnya dibuat meraih dampak yang diinginkan.
Dalam hal ini memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. oleh karena itu,
ditentukanlah krteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan
publik telah meriah dampak yang diinginkan.
Secara Singkat tahapan dari proses kebijakan publik adalah :

9
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Tahapan Kebijakan Publik, William Dunn,1994.

Penyusunan kebijakan ( Agenda Setting)

Formulasi kebijakan (Policy Formulation)

Adopsi kebijakan (Policy Adoption)

Implemantasi kebijakan (Policy Implementation)

Evaluasi kebijakan (Policy Assassment)
2.1.2 Implementasi Kebijakan Publik
Studi implementasi kebijakan publik merupakan usaha untuk mengetahui
tingkat keberhasilan pelaksanaan kebijakan publik serta variabel-variabel yang
mempengaruhinya. Implementasi kebijakan merupakan proses atau tahapan yang
penting dalam sebuah siklus kebijakan. Bagaimanapun, sebuah kebijakan yang
telah dihasilkan apabila tidak dilaksanakan akan akan sia-sia atau tidak dapat
mengatasi suatu permasalahan. Implementasi juga penting karena menentukan
berhasil atau tidaknya suatu kebijakan dibuat guna memecahkan suatu masalah.
Menurut Nugroho (2007), implementasi dikonseptualisasiakan sebagai suatu
proses atau sebagai rangkaian keputusan dan tindakan yag ditujukan agar
keputusan yang diterima oleh lembaga legislatif bisa dijalankan. Implementasi

diartikan dalam konteks keluaran atau sejauh mana tujuan-tujuan yang telah
direncanakan mendapat dukungan, seperti tingkat pengeluaran belanja bagi suatu

10
Universitas Sumatera Utara

proram. Akhirnya, pada tingkat abstraksi yang paling tinggi, dampak
implementasi mempunyai makna bahwa telah ada perubahan yang bisa diukur ke
dalam masalah.
Menurut Nurdin Usman Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi,
tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar
aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan
kegiatan”(Usman, 2002:70). Pengertian implementasi yang dikemukakan di atas,
dapat dikatakan bahwa implementasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu
kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan
acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu
implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya.
Menurut Setiawan (2004:39), Implementasi adalah perluasan aktivitas yang
saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk
mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif. Artinya

bahwa implementasi yaitu merupakan proses untuk melaksanakan ide, proses atau
seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan
melakukan penyesuaian dalam tubuh birokrasi demi terciptanya suatu tujuan yang
bisa tercapai dengan jaringan pelaksana yang bisa dipercaya.
Sedangkan menurut Harsono (2002:67),Implementasi adalah suatu proses
untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan kebijakan dari politik ke dalam
administrasi. Pengembangan kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu
program.

11
Universitas Sumatera Utara

Implementasi kebijakan di lapangan tidaklah mudah, karena banyak masalahmasalah yang mungkin tidak dijumpai dalam konsep bisa muncul dilapangan.
Oleh karena itu, ada banyak variabel atau model yang dikembangkan untuk
membantu sehingga suatu kebijakan dapat berhasil ketika diimplementasikan.
Ada pun beberapa model implementasi kebijakan yaitu:
A. Model George Edwards III
Menurut Edwards (dalam Indahono, 2009:32), studi implementasi kebijakan
adalah krusial bagi public administration dan public policy. Implementasi
kebijakan adalah pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan

konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika
suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mempengaruhi masalah yang
merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami
kegagalan sekali pun kebijakan itu di implementasikan dengan sangat baik,
sementara kegagalan jika kebijakan tersebut kurang di implemntasikan dengan
baik oleh para pelaksana kebijakan. Menurut Edwards, terdapat empat faktor atau
variabel dalam implementasi kebijakan publik, yaitu:
1. Komunikasi
Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa
mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka
lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah perintah harus diteruskan
kepada personil yang tepat sebelum keputusan dan perintah-perintah tersebut
dapat diikuti. Tentu saja, komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan

12
Universitas Sumatera Utara

cermat. Secara umum, Edwards membahas tiga indikator penting dalam proses
komunikasi kebijakan, yaitu:
a) Transmisi, yatu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan

suatu implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam
penyaluran komunikasi, yaitu adanya salah pengertian yang disebabkan
banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi
sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan.
b) Kejelasan, yaitu komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan harus
jelas dan tidak membingungkan atau tidak ambigu.
c) Konsistensi, yaitu perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu
komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau dijalankan. Jika
perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan
kebingungan bagi pelaksana di lapangan.
2. Sumber daya
Sumber daya adalah faktor yang paling penting dalam implementasi kebijakan
agar efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yaitu
kompetensi implementor dan sumber daya finansial. Tanpa adanya sumber daya,
kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja. Indikator-indikator yang
digunakan untuk melihat sejauh mana sumber daya mempengaruhi implementasi
kebijakan adalah:
a) Staf, sumber daya utama implementasi kebijakan adalah staf atau pegawai.
Kegagalan sering terjadi dalam implementasi kebijakan, salah satunya


13
Universitas Sumatera Utara

disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak cukup memadai, tidak mencukupi
ataupun tidak kompeten dalam bidangnya.
b) Penyediaan Finansial, sumber daya finansial adalah kecukupan modal investasi
atas sebuah program atau kebijakan. Dengan adanya sumber daya finansial
juga akan mendukung segala fasilitas yang dibutuhkan untuk mendukung
terlaksananya kebijakan atau program.
c) Fasilitas, fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi
kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi, kapabel
dan kompeten tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana),
maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
3. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang
implementor, seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila
implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalanakan
kebijakan dengan baik pula, seperti yang dinginkan oleh pembuat kebijakan.
Ketika implementor memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat
kebijakan, maka proses implementasi kebijikan juga menjadi tidak efektif.

Implementor yang memiliki komitmen tinggi dan jujur akan senantiasa
bertahan diantara hambatan yang ditemui dalam program atau kebijakan.
Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam arus program
yang telah digariskan dalam guideline program. Komitmen dan kejujurannya
membawanya semakin antusias dalam melaksanakan tahap-tahap program secara
konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik implementor dan

14
Universitas Sumatera Utara

kebijakan di hadapan anggota kelompok sasaran. Sikap ini menurunkan resistensi
dari masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya dan kepedulian kelompok
sasaran terhadap implementor dan program atau kebijakan.
4. Struktur birokrasi
Struktur birokrasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satunya adalah
adanya rincian tugas dan prosedur pelayanan menjadi pedoman bagi
impelementor dalam bertindak. Selain itu, struktur organisasi yang terlalu panjang
akan cenderung melemahkan

pengawasan dan menimbulkan red-tape, yaitu

prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Pada akhirnya menyebabkan
aktivitas organisasi tidak fleksibel.
Menurut Edwards, ada dua karakteristik utama birokrasi, yaitu prosedurprosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau sering disebut dengan Standard
Operating Procedures (SOP) dan fragmentasi, yaitu:
a. Berkembang sebagai tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas dan
sumber-sumber dari pada pelaksana serta keinginan untuk keseragaman dalam
bekerjanya organisasi yang kompleks dan tersabar.
b. Berasal terutama dari tekanan luar unit-unit birokrasi, seperti komite-komite
legislatif , kelompok kepentingan, pejabat eksekutif, konstitusi Negara dan sifat
kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi pemerintah.
Gambar 2.2 Model Implementasi George C. Edwards III

15
Universitas Sumatera Utara

Sumber : George C. Edwards III, 1980

B. Model Van Meter dan Van Horn (1975)
Model pendekatan impelementasi kebijakan yang dirumuskan Van Meter dan
Van Horn, model ini menjelaskan bahwa kebijakan dipengaruhi oleh beberapa
variabel yang saling berkaitan (Subarsono, 2005:19). Variabel-Variabel tersebut,
yaitu:
1. Standar dan sasaran kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir.
Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interpretasi
dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi. Mengukur
kerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan standar dan sasaran tertentu
yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada
dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran
tersebut.

16
Universitas Sumatera Utara

2. Sumber Daya
Implementasi kebijkan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya
manusia maupun sumber daya finansial. Keberhasilan implementasi kebijakan
sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.
Manusia

merupakan

sumber

daya

yang terpenting dalam

menentukan

keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut
adanya sumber daya mausia berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang
diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Selain sumber
daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi perhitungan penting
dalam keberhasilan implementasi kebijakan.
3. Komunikasi dan penguatan aktivitas
Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi
lain agar tujuan kebijakan dapat tercapai.
4. Karakterisik Agen Pelaksana
Mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola yang terjadi dalam
birokrasi, yang semuanya akan mempengeruhi implementasi suatu program.
5. Kondisi sosial, Ekonomi dan Politik
Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dappat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompokkelompok kepentingan dapat memberika dukungan bagi implementasi kebijakan,
karakteristik para partisipan yakni menolak atau mendukung, bagaiamana sifat
opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung
implementasi kebijakan.

17
Universitas Sumatera Utara

6. Disposisi Implementor
Disposisi impelementor ini mencakup 3 (tiga) hal penting, yaitu:
a) Respon

implementor

terhadap

kebijakan,

yang

akan

mempengaruhi

kemauannya untuk melaksanakan kebijakan.
b) Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan.
c) Intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki
implementor.

Gambar 2.3 Model Implementasi Van Meter dan Van Horn, 1975
SumberSumber
Kebijakan

Kebijakan
d) Publik

Standar dan
tujuan
Karakteristik
Badan-Badan
Pelaksana

Standar dan
tujuan

Sikap
para
Pelaksana

Kondisi-Kondisi Ekonomi
Sosial dan Politik

C. Model Merilee S.Grindle
Merilee S.Grindle,1980 (Dalam Samodra Wibawa 1994:22), memberi
pemahaman bahwa studi implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan
dan konteks implementasinya. Grindle juga menyatakan bahwa keberhasilan
implementasi kebijakan ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan
tersebut. Keunikan model Grindle terletak pada pemahaman yang komprehensif

18
Universitas Sumatera Utara

Kinerja
kebijakan
Publik

akan konteks kebijakan khusus yang menyangkut implementori, penerima
implementasi dan arena konflik yang mungkin terjadi serta sumber daya yang
akan diperlukan selama proses implementasi. Secara konsep dijelaskan bahwa
model implementasi kebijakan publik yang dikemukakan Grindle menetukan
bahwa keberhasilan proses implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya
hasil tergantung kepada kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan
yang cukup, selain dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya.
Isi kebijakan yang dimaksud meliputi:
A. Kepentingan yang dipengaruhi oleh kebijakan.
B. Jenis manfaat yang akan dihasilkan.
C. Derajat perubahan yang diinginkan.
D. Kedudukan pembuat kebijakan.
E. Siapa pelaksana program.
F. Sumber daya yang dilibatkan.
Isi sebuah kebijakan akan menunjukkan posisi pengambilan keputusan oleh
sejumlah besar pengambilan keputusan, sebaliknya ada kebijakan tertentu yang
lainnya hanya ditentukan sejumlah kecil unit pengambilan kebijakan. Selanjutnya
pengaruh dalam konteks lingkungan yang terdiri dari:
A. Kekuasaan kepentingan dan strategi aktor yang terlibat.
B. Karakteristik lembaga dan penguasa.
C. Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana.
Gambar 2.4 Model Implementasi Kebijakan Grindle

19
Universitas Sumatera Utara

Sumber : Grindle, 1980

2.1.3 Model Implementasi Yang Digunakan
Dalam penelitian ini penulis memilih beberapa variabel yang dianggap
mempengaruhi, antara lain :
A. Komunikasi
Komunikasi merupakan salah satu urat nadi dari sebuah organisasi agar
program-programnya

tersebut

dapat

direalisasikan

dengan

tujuan

serta

sasarannya.Komunikasi ialah sarana untuk menyebarluaskan informasi, baik dari
atas kebawah maupun sebaliknya. Komunikasi dilakukan untuk menghindari
distorsi implementasi. Sementara itu koordinasi menyangkut persoalan bagaimana
praktik pelaksanaan kekuasaan. Koordinasi berarti adanya kerjasama yang saling
terkait dan saling mendukung antar pelaksana kebijakan dalam guna pencapaian
tujuan implementasi kebijakan.
B. Sumber Daya

20
Universitas Sumatera Utara

Sumber daya Manusia (SDM) yang tidak memadai (Jumlah dan kemampuan)
berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka
tidak bias melakukan pengawasan dengan baik. Keberhasilan proses implementasi
kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang
tersedia. Sumber daya menunjukkan setiap kebijakan harus didukung oleh sumber
daya yang memadai, baik sumber daya manusia, fasilitas, dan financial.
Ketersediaan sumber daya mempengaruhi efektifitas implementasi suatu program
kebijakan.

Oleh

karena

itu,

dinas-dinas

yang

memiliki

tugas

dalam

mempertimbangkan sumber daya yang sudah tersedia sebelumnya.
C. Disposisi
Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan
adalah sikap implementator. Jika implementator setuju dengan bagian-bagian isi
dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika
pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi
akan mengalami banyak masalah. Ada tiga bentuk sikap atau respon
implementator terhadap kebijakan, yaitu:
1. Kesadaran pelaksana.
2. petunjuk atau arahan pelaksana untuk merespon program kearah penerimaan
atau penolakan.
3. Intensitas dari respon tersebut.
Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun
seringkali mengalami kegagalan dalam pelaksanaan program secara tepat karena

21
Universitas Sumatera Utara

mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehinggasecara sembunyi
mengalihkan dan menghindari implementasi program.
D. Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu aspek
struktur yang penting dari organisasi adalah adanya Standard Operating
Procedures (SOP). Standard Operating Procedures (SOP) menjadi pedoman bagi
implementator untuk bertindak struktur organisasi yang prosedur birokrasi cukup
rumit dan kompleks.

2.1.4 Pengertian Electronic Government
E-government, sebagai sebuah konsep memiliki prinsip-prinsip dasar yang
universal, tetapi pengertian maupun penerapannya di sebuah negara tidak dapat
dipisahkan dari sejarah, budaya, pendidikan, pandangan politik, kondisi ekonomi
masing-masing negara. E-government didefinisikan sebagai suatu mekanisme
interaksi baru antara pemerintah dengan masyarakat dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan, dimana pemanfaatan teknologi informasi dan teknologi
komunikasi

dengan

tujuan

meningkatkan

kualitas

pelayanan

publik

(Indrajit,2002).
Electronic Government di Indonesia telah diperkenalkan melalui Instruksi
Presiden Nomor 6/2001 tgl. 24 April 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi,
Media dan Informatika) yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus

22
Universitas Sumatera Utara

menggunakan teknologi telematika untuk mendukung Good Governance dan
mempercepat proses demokrasi. Lebih jauh lagi, Electronic Government wajib
diperkenalkan untuk tujuan yang berbeda di kantor-kantor pemerintahan.
Administrasi publik adalah salah satu area dimana internet dapat digunakan untuk
menyediakan akses bagi semua masyarakat yang berupa pelayanan yang mendasar
dan mensimplifikasi hubungan antar masyarakat dan pemerintah.
Menurut Keppres Nomor 20 Tahun 2006 E-Government adalah pemanfaatan
teknologi informasi dan
meningkatkan

efisiensi,

komunikasi dalam proses pemerintahan untuk
efektivitas,

transparansi,

dan

akuntabilitas

penyelenggaraan pemerintahan. Peranan IT dalam proses bisnis membuat
organisasi berusaha untuk mengimplementasikan IT untuk proses terintegrasi.
World Bank Group (2001) menyatakan .E-Government refers to the use by
government agencies of information technologies (such as Wide Area Networks,
the Internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations
with citizens, businesses, and other arms of government. These technologies can
serve a variety of different ends: better delivery of government services to citizens,
improve interactions with business and industry, citizen empowerment throught
access to information, or more efficient government management.. Artinya
penggunaanteknologi informasi oleh aparat pemerintah mampu meningkatkan
hubungan denganwarga negara, pelaku bisnis dan dengan sesama pemerintah itu
sendiri. TImemberikan banyak manfaat di bidang perbaikan pelayanan
pemerintah,meningkatkan interaksi dengan pelaku bisnis dan industri, serta

23
Universitas Sumatera Utara

pemberdayaan warganegara melalui informasi atau menjadikan manajemen
pemerintahan yang efektif danefisien.
2.1.5 Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Secara Elektronik (EProcurement)
Pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik atau E-Procurement
adalah sistem pengadaan barang dan jasa yang proses pelaksanaannya dilakukan
secara elektronik dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan
informasi. Sistem aplikasi serta layanan pengadaan elektronik disediakan oleh
LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektonik) Nasional, yang bertindak sebagai
koordinator.

2.1.5.1 Pengertian pengadaan barang dan jasa Pemerintah secara elektronik
(E-Procurement)
A. Menurut Croom dan Jones (2007) menjelaskan bahwa e-procurement
merujuk pada penggunaan penggabungan sistem teknologi informasi untuk
fungsi pengadaan meliputi pencarian sumber daya, negosisasi, pemesanan,
dan pembelian.
B. Menurut Willem (2012:80) pengadaan secara elektronik (e-Proc) merupakan
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan jaringan
elektronik (jaringan internet atau intranet) atau electronic data interchange
(EDI).
C. Pengadaan jasa konstruksi secara elektronik adalah sistem pengadaan jasa
konstruksi yang proses pelaksanaanya dilakukan secara elektronik dan

24
Universitas Sumatera Utara

berbasis web dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan
informasi (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 207/PRT/M/2005
Tentang Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Pemerintah Secara Elektronik).
D. Peraturan Presiden No.54 Tahun 2010, Pengadaan barang/jasa pemerintah
yang selanjutnya disebut dengan pengadaan barang/jasa adalah kegiatan
untuk memperoleh barang/jasa daerah/institusi lainnya yang prosesnya
dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan
untuk memperoleh barang/jasa. Selanjutnya Perpres ini menjelaskan tentang
pengadaan secara elektronik atau E-Procurement adalah pengadaan
barang/jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan
transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
E. Menurut Oliviera dalam Purwanto (2008:10), secara umum E-Procurement
adalah proses pembelian barang dan jasa yang diperlukan bagi kebutuhan
operasional orgnisasi secara elektronik.
2.1.5.2 Tujuan dan manfaat dari pengadaan barang dan jasa secara
elektronik (E-Procurement).
Ada pun tujuan dari E-Procurement, menurut siahaya (2012:80) sebagai
berikut:
A. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
B. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha.
C. Meningkatkan tingkat efisiensi proses pengadaan.
D. Mendukung proses monitoring dan audit.
E. Memenuhi kebutuhan akses informasi terkini.

25
Universitas Sumatera Utara

Tujuan diatas sejalan dengan isi Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang pengadaan barang/jasa pemerintah pada pasal 107, yaitu:
A. Meningkatkan trasnparansi dan akuntabilitas.
B. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yan sehat.
C. Memperbaiki tingkat efesiensi proses pengadaan.
D. Mendukung prose monitoring dan audit.
E. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time.
Secara umum tujuan dari diterapkannya e-procurement yaitu untuk
menciptakan transparansi, efisiensi dan efektifitas serta akuntabilitas dalam
pengadaan barang dan jasa melalui media elektronik antara pengguna jasa dan
penyedia jasa. Damin (2002) menambahkan mengenai tujuan e-procurement yaitu
untuk memperbaiki tingkat layanan kepada para users, dan mengembangkan
sebuah pendekatan pengadaan yang lebih terintegritas melalui rantai suplai
perusahaan tersebut, serta untuk mengefektifkan penggunaan sumber daya
manusia dalam proses pengadaan.
Adapun manfaat yang diperoleh dari penerapan E-Procurement menurut Teo
(2009) yaitu manfaat langsung ( meningkatkan akurasi data, meningkatkan
efesiensi dalam operasi, proses aplikasi yang lebih cepat, mengurangi biaya
administrasi dan mengurangi biaya operasi) dan manfaat tidak langsung (EProcurement membuat pengadaan lebih kompetitif, meningkatkan customer
services, dan meningkatkan hubungan dengan mitra kerja). Selain itu menurut
Olken (2007), melalui E-Procurement transparansi akuntabilitas, dan partisipasi
masyarakat dapat di peroleh melalui akses yang lebih baik ke informasi. Hal ini

26
Universitas Sumatera Utara

dapat membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi korupsi yang
merupakan masalah besar di banyak negara berkembang
2.1.5.3 Prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa secara elektronik (eprocurement)
Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses pengadaan
barang/jasa sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat dari segi administrasi, teknis, dan keuangan, Maka sesuai dengan
Peraturan Presiden No.54 Tahun 2010 Pasal 5 pengadaan barang/jasa menerapkan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
A. .Efesien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan
dana dan daya yang minimal untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas
dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah
ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimal.
B. Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan
sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesarbesarnya.
C. Trasparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan
barang/jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh penyedia
barang/jasa yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya.
D. Terbuka, berarti pengadaan barang/jasa dapat diikuti oleh semua penyedia
barang/jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan
dan prosedur yang jelas.

27
Universitas Sumatera Utara

E. Bersaing, berarti pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui persaingan
yang sehat diantara sebanyak mungkin penyedia barang/jasa yang setara dan
memenuhi persyaratan, sehingga dapat diperoleh barang/jasa yang ditawarkan
secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya
mekanisme pasar dalam pengadaan barang/jasa
F. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama baik kepada
semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberikan
keuntungan kepada pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan
nasional
G. Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait
dengan pengadaan barang/ jasa sehingg dapat dipertanggungjawabkan.
2.2 Defenisi Konsep
Definisi konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan
atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik, kejadian keadaan kelompok,
atau individu tertentu. Dalam hal ini konsep penelitian bertujuan untuk
merumuskan dan mengidentifikasikan istilah-istilah yang digunakan secara
mendasar agar tidak terjadi kesalahpahaman pengertian dan perbedaan persepsi
yang dapat mengaburkan penelitian ini.
Adapun definisi konsep dalam penelitian ini adalah:
1. Menurut Anderson (Dalam Winarno 2012), kebijakan publik merupakan arah
tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau
sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep

28
Universitas Sumatera Utara

kebijakan ini dianggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang
sebenarnya dilakukan atau bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan.
2. Implementasi kebijakan menurut George C. Edwards III adalah tindakantindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan dengan memperhatikan variabelvariabel berikut:
a. Komunikasi
b. Disposisi
c. Sumber daya
d. Struktur Birokrasi
3. Pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik atau E-Procurement
adalah sistem pengadaan

barang dan jasa yang proses pelaksanaannya

dilakukan secara elektronik dengan memanfaatkan fasilitas teknologi
komunikasi dan informasi.
2.3 Defenisi Operasional
Definisi operasional sering disebut sebagai suatu proses operasionalisasi
konsep. Operasionalisasi konsep berarti menjadikan konsep yang semula bersifat
statis menjadi dinamis. Perumusan definisi operasional ditujukan dalam upaya
transformasi konsep kedunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat
diobservasi. Dalam penelitian ini defnisi operasional diambil dari penjabaran
teori yang dikemukan oleh George. C. Edwards III yang digunakan sebagai acuan
dalam penelitian ini. Yang terdiri dari :
1. Komunikasi

29
Universitas Sumatera Utara

Komunikasi diperlukan supaya tercipta konsistensi atau keseragaman dari
ukuran dasar dan tujuan sehingga implementor mengetahui secara tepat ukuran
maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi antar organisasi juga menunjuk adanya
tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan program atau
kebijakan.
Komunikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah:
a. Kerjasama para implementor
b. Metode sosialisasi kebijakan atau program yang digunakan
c. Intensitas komunikasi
2. Disposisi atau Sikap
Sikap para implementor sangat dibutuhkan dalam menjalankan sebuah
kebijakan atau program. Ada pun yang dimaksud dengan sikap implementor yang
ditujukan dalam penelitian ini adalah:
a. Gambaran komitmen dan kejujuran yang dapat dilihat dari konsistensi antara
pelaksanaan kegiatan dengan guideline yang telah ditetapkan.
b. Sikap demokratis yang dapat dilihat dari proses kerjasama antar implementor.
3. Sumber Daya
Sumber daya yang memadai baik sumber daya manusia maupun finansial
sangat penting dalam menjalankan kebijakan atau program.
a. Kemampuan implementor, dengan melihat jenjang pendidikan, pemahaman
terhadap tujuan dan sasaran serta aplikasi detail program,kemampuan
menyampaikan program dan mengarahkan.

30
Universitas Sumatera Utara

b. Ketersedian finansial, dengan melihat kebutuhan dana, prediksi kekuatan dana
dan besaran biaya.
4. Struktur Birokrasi
Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal penting pertama adalah
standard operating procedur (SOP) dan struktur organisasi pelaksana sendiri.
a. Ketersediaan SOP yang mudah dipahami.
b. Struktur organisasi pelaksana yangmelihat rentang kendali antara pimpinan dan
bawahan.

2.4 Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam
skripsi ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika penulisan skripsi ini
meliputi:
BAB I

: Pendahuluan
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian.

BAB II

: Tinjauan Pustaka
Bab ini berisikan kerangka teori, defenisi konsep, defenisi
operasional serta sistematika penulisan.

BAB III

: Metode Penelitian

31
Universitas Sumatera Utara

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi,
teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.
BAB IV

: Deskripsi Lokasi Penelitian
Bab ini berisikan sejarah singkat gambaran umum lokasi
penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah
ini.

BAB V

: Penyajian Data
Bab ini berisikan hasil data yang diperoleh dari lapangan dan atau
berupa dokumen.

BAB VI

: Analisis Data
Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian
beserta dengan analisisnya.

BAB VII

: Penutup
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat
sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.

32
Universitas Sumatera Utara