Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Secara Elektronik (E-Procurement) di Kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan

(1)

DAFTAR PUSTAKA Buku:

Adi, Rianto. 2004. Metode Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit.

Arikunto,1996, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Dunn, William N. 2000. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gadjahmada University Press.

Effendi Sofian.2012.Metode Penelitian Survei.Jakarta:LP3ES

Harsono, Hanifah. (2002). Implementasi Kebijakan dan Politik. Bandung: PT. Mutiara Sumber Widya.

Indrajit, Richardus Eko (2002). Membangun Aplikasi E-Government. Jakarta:PT Elek Media Komputindo.

Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic PolicyAnalysis. Yogyakarta: Gava Media.

Nawawi, Hadari. 1993. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Nugroho, Riant. 2008. Public Policy: Teori Kebijakan – Analisis Kebijakan –

Proses. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Purwanto. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi

danPendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Samodra, Wibawa., Yuyun . P dan Agus P. (1994). Evaluasi Kebijakan


(2)

Ramli, Samsul. 2013. Bacaan Wajib Para Praktisi Pengadaan

Barang/JasaPemerintah, Visimedia; Jakarta.

Setiawan, Guntur .2004. Implementasi Dalam Birokrasi

PembangunanJakarta:Cipta

Dunia

Subarsono. (2005). Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta:Yayasan Pembaruan Aministrasi Publik Indonesia (YPAPI) & Lukman Offset.

Usman, Nurdin. (2004). Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum.Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.

Willem, Siahaya. 2012. Manajemen Pengadaan, Procurement Management. Bandung. Alfabeta

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo

Sumber Perundangan-undangan:

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.


(3)

Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Inpres No 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012.

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasa Korupsi tahun 2013.

Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintaha (LKPP) No.2 Tahun 2010 tentang Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah No.1 Tahun 2011 Tentang Tata Cara E-Tendering.

Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Secara Elektronik di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Peraturan Walikota Medan No 38 Tahun 2011 tentang Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

Sumber Jurnal:

Jurnal pengadaan,sebuah jurnal laporan kajian yang diterbitkan oleh lembaga kebijakan pengadaan barang/atau jasa pemerintah (LKPP)


(4)

Sumber Lainnya:

http://www.lkpp.go.id/v3


(5)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian deskriptif adalah penelitian yang memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan atau bersifat aktual, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interpretasi rasional yang akurat (Nawawi, 1990:64). Dengan metode deskriptif diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang implementasi kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik di kantor layanan pengadaan secara elektronik (LPSE) kota Medan.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kantor layanan pengadaan secara elektronik (LPSE) kota Medan di Jl. Kapten Maulana Lubis No.2 Medan, Sumatera Utara.

3.3 Informan Penelitian

Subjek penelitian menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan adalah seorang yang benar-benar mengetahui suatu persoalan atau masalah tertentu yang darinya dapat diperoleh informasi yang jelas, akurat, dan terpercaya. Adapun informan yang menjadi objek penelitian ini dibedakan atas dua jenis yaitu informan kunci dan informan utama. Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian atau informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang diteliti. Sedangkan


(6)

informan utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang sedang diteliti.

Dalam penelitian ini yang menjadi:

A.Informan Kunci yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan oleh penelitian. Adapun yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah Kepala LPSE Kota Medan, Sekretaris LPSE Kota Medan

B. Informan Utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Adapun yang menjadi informan utama dalam penelitian ini adalah pegawai/staf LPSE Kota Medan.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data/keterangan/informasi yang diperlukan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Teknik pengumpulan data primer yaitu data yang diperoleh langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pengumpulan data primer dilakukan melalui:

A.Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakuakn denagn tanya jawab secara langsung dan mendalam untuk memperoleh data yang lengkap dan mendalam kepada pihak – pihak yang terkait.

B.Observasi yaitu pengamatan langsung pada suatu objek yang akan diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian.


(7)

Teknik pengumpulan data sekunder, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh melalui pengumpulan kepustakaan yang dapat mendukung data primer. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan instrumen sebagai berikut: A.Studi dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan

catatan catatan atau dokumen yang ada di lokasi penelitian atau sumber – sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.

B.Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku – buku, karya ilmiah serta pendapat para ahli yang berkompetensi serta memiliki relevansi dengan masalah dengan masalah yang akan diteliti.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan mengelompokkan, membuat suatu urutan, memanipulasi serta menyingkatkan data sehingga mudah untuk membuat suatu deskripsi. Adapun teknik analisis data dalam penelitian ini adalah peneliti mengkonfirmasi seluruh existing data sekunder dan data primer (wawancara dan observasi) dan menyajikannya dengan analisis kualitatif. Teknik analisis data kualitatif dilakukan dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul, menyusunnya dalam satu satuan yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya dan memeriksa keabsahan seta menafsirkannya dengan analisis dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian.


(8)

BAB 4

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kota Medan

Kota Medan terletak di bagian utara Pulau Sumatera. Posisi koordinatnya adalah 3°35′LU dan 98°40′BT. Kota Medan berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah utara dan Kabupaten Deli Serdang di sebelah barat, timur, dan utara.Medan menjadi tempat yang strategis sebab berada di jalur pelayaran Selat Malaka. Dengan demikian, kota ini menjadi pintu gerbang kegiatan ekonomi domestik dan mancanegara yang melalui Selat Malaka. Selain itu, Medan juga berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan juga beberapa daerah kaya sumber daya alam, mempengaruhi kemampuan Medan dalam hal ekonomi sehingga memiliki hubungan kerjasama yang saling memperkuat dengan daerah sekitarnya.

Luas Kota Medan adalah sekitar 26.510 hektar atau setara dengan 265,10 km². Dengan kata lain, Kota Medan memiliki wilayah 3,6% dari

keseluruha

cenderung miring ke utara. Kota ini berada pada 2,5 hingga 3,5 meter di atas permukaan laut.Kota Medan dipimpin oleh seorang walikota. Secara administratif, Medan terdiri atas 151 kelurahan dan 21 kecamatan.Mayoritas penduduk Kota Medan adalah suku Batak, beberapa suku lainnya yang turut berdomisili di kota ini adalah suku Jawa, Tionghoa, Mandailing, Minangkabau, Melayu, Karo, Aceh, Sunda, dan Tamil. Selain itu, Suku pendatang dari ras Tionghoa juga menjadi bagian dari penduduk Medan.Islam dan Kristen Protestan


(9)

adalah agama yang dominan di kota ini. Setelahnya, secara berurutan adalah agama Katholik, Budha dan Hindu. Dan untuk jumlah penduduk kota Medan

selama 5 tahun terakhir dari tahun 2009-2015 menurut jenis kelamin digambarkan melalui tabel sebagai berikut:

Tabel 4.1. Statistik Penduduk Kota Medan Menurut Jenis kelamin

Sumber

4.2 Visi dan Misi Kota Medan

Visi pembangunan Kota Medan Tahun 2011–2015 adalah: Kota Medan menjadi kota metropolitan yang berdaya saing, nyaman, peduli dan sejahtera. Makna utama visi pembangunan kota tahun 2011-2015 dapat dijelaskan sebagai berikut:

A.Kota Metropolitan

Bermakna bahwa Kota Medan menjadi kota yang berfungsi sebagai pusat kegiatan nasional terutama pusat penyelengaraan pemerintahan; pusat kehidupan politik lokal; pusat pertumbuhan kegiatan perdagangan dan jasa; pusat kegiatan sosial, seni dan budaya masyarakat; serta pusat permukiman maju yang ditandai

TAHUN 2013 2012 2011 2010 2009

Jumlah Pria (jiwa)

1.048.451 1.047.875 1.046.560 1.036.926 1.049.457 Jumlah Wanita

(jiwa)

1.074.759 1.074.929 1.070.664 1.060.684 1.071.596

2.123.210 2.122.804 2.117.224 2.097.610 2.121.053

- - 1 -1 1

8.009


(10)

oleh semakin terpadunya kegiatan sosial ekonomi; terciptanya ketenteraman, ketertiban dan kenyamanan; tersedianya prasarana dan sarana yang maju, bermutu, dan terpadu; tertatanya ruang dan lingkungan hidup, sebagai ciri utama kota metropolitan baru.

B.Berdaya saing

Bermakna bahwa Kota Medan mempunyai keunggulan kompetitif, komparatif dan koperatif secara regional, nasional dan global yang ditandai oleh tingginya produktivitas sumberdaya manusia; berkembangnya industri, perdagangan dan jasa keuangan; tersedianya infrastruktur sosial ekonomi yang lengkap; terjaganya stabilitas keamanan, sosial, dan politik; terwujudnya tata pemerintahan yang profesional; serta berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

C.Nyaman

Bermakna bahwa Kota Medan menjadi kota layak huni bagi seluruh warga kota dan warga asing dalam mengekspresikan dan menjalankan kegiatan sosial, ekonomi dan budaya yang ditandai oleh suasana aman, tenang, damai, tertib, beradab, bersahaja, serta bebas dari rasa takut dan khawatir.

D.Peduli

Bermakna bahwa Kota Medan menjadi kota yang memberikan pelayanan dan perhatian yang tulus, empati, adil, dan merata bagi seluruh warga kota tanpa membedakan suku, ras, agama, asal-usul, dan golongan yang ditandai oleh sikap warga kota yang disiplin, suka bekerja keras, terbuka, toleran, berpikir positif, kebersamaan, keteladanan dan kearifan.


(11)

Bermakna utama bahwa Kota Medan menjadi kota dengan masyarakat yang terpenuhi dan terfasilitasi hak-hak dasarnya, baik hak atas pendidikan, kesehatan, sandang, pangan, lingkungan, perumahan, kehidupan keagamaan, keamanan, berkurangnya angka kemiskinan absolut dan pengangguran serta semakin meningkatnya pendapatan masyarakat.

Dalam rangka mewujudkan visi pembangunan kota yang ditetapkan dan sekaligus mempertegas tugas, fungsi dan dan tanggungjawab seluruh pelaku pembangunan, baik oleh penyelenggara pemerintahan daerah maupun masyarakat selama lima tahun ke depan, maka misi pembangunan kota tahun 2011-2015 adalah sebagai berikut:

A.Meningkatkan kualitas kepemerintahan yang demokratis, berkeadilan, transparan dan akuntabel.

Meningkatkan kualitas kepemerintahan yang demokratis, berkeadilan, transparan dan akuntabel berarti dan dimaknai membangun suatu pemerintahan yang beretos kerja memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan prinsip-prinsip pokok 10 kepemerintahan yang baik. Pemerintahan daerah yang baik merupakan dasar bagi pelaksanaan pembangunan kota yang berdaya guna dan berhasil guna serta memiliki daya saing. Oleh karena itu, membangun pemerintahan daerah yang baik merupakan misi utama yang dijalankan 5 tahun ke depan.

B.Meningkatkan penataan prasarana dan sarana perkotaan yang serasi dan seimbang untuk semua kawasan kota.


(12)

Hal ini dimaknai sebagai membangun dalam rangka kegiatan masyarakat yang bersifat sosial maupun ekonomi. Pembangunan dilakukan secara serasi dan seimbang berarti tetap memperhatikan prinsip efisiensi dalam rangka meningkatkan produktivitas, juga tetap memperhatikan keserasian antara kawasan misalnya kawasan pusat kota dan kawasan lingkar luar maupun kawasan lainnya yang tertinggal. Daya saing ekonomi kota akan sangat berarti bila didukung oleh sarana dan prasarana kota yang modern. Hadirnya sarana dan prasarana kota yang modern, handal dan asri merupakan syarat perlu bagi pembangunan kota secara keseluruhan.

C.Meningkatkan akselerasi pertumbuhan ekonomi kota yang merata dan berkelanjutan.

Meningkatkan akselerasi pertumbuhan ekonomi kota dimaknai sebagai percepatan pertumbuhan perekonomian kota yang memiliki kualitas dan mampu menciptakan kesempatan kerja sekaligus mengentaskan kemiskinan kota secara berkelanjutan, serta upaya memberikan perkuatan terhadap sektor unggulan ekonomi kota, terutama UKMK.

D.Mewujudkan penataan lingkungan perkotaan yang bersih, sehat, nyaman dan religius.

Lingkungan perkotaan baik permukiman, perdagangan dan industri harus bersih, sehat, nyaman dan religius serta terhindar dari bahaya seperti banjir, kebakaran, dan konflik sosial. Ini dimakna lingkungan yang akan diciptakan harus dapat memberikan rasa nyaman dan menunjang peningkatan kesehatan, serta harus berkelanjutan dan menjamin masa depan pembangunan kota.


(13)

E. Meningkatkan kualitas masyarakat kota.

Misi ini dimaknai untuk membangun masyarakat yang sejahtera melalui upaya peningkatan derajat pendidikan dan kesehatan masyarakat, penanggulangan kemiskinan dan pengangguran, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pelayanan publik, keamanan dan ketertiban, religius dan partisipatif serta dalam suasana kehidupan yang harmonis dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing, serta peningkatan kualitas sumber daya masyarakat.

4.3 Struktur Organisasi Pemerintahan Kota Medan

Organisasi dan Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang menyelenggarakan tugas- tugas umum pemerintahan, kewenangan desentralisasi serta membantu kelancaran pelaksanaan tugas-tugas Kepala Daerah terdiri dari Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Unit Pelaksana Daerah, Kecamatan dan Kelurahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini.


(14)

Gambar 4.5 Struktur Organisasi Pemerintah Kota Medan

Sumber: Pemerintah Kota Medan, 2014 A. Sekretariat Daerah

Sekretariat Daerah dibentuk dengan Peraturan Daerah Nomor 28 Tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Kota Medan dan Sekretariat DPRD Kota Medan. Sekretariat Daerah merupakan unsur staf Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Daerah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota. Tugas pokok Sekretariat Daerah adalah membantu Walikota dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan, administrasi, organisasi dan tatalaksana serta memberikan pelayanan administratif kepada seluruh perangkat daerah. Sementara itu, untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, fungsi dari Sekretariat Daerah ini mencakup: (1) pengkoordinasian


(15)

perumusan kebijakan Pemerintah Daerah, (2) penyelenggaraan administrasi pemerintahan, (3) pengelolaan sumber daya aparatur; keuangan; prasarana dan sarana Pemerintah Daerah serta (4) pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan fungsinya. Susunan organisasi Sekretariat Daerah terdiri dari 1 orang Sekretaris Daerah, 4 orang Asisten dan 11 orang Kepala Bagian, 1 Sekretaris Dewan dan 3 Bagian.

B.Dinas Daerah

Dinas Daerah dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Perda Kota Medan No. 4 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah di lingkungan Pemerintah Kota Medan yang terdiri dari 21 Dinas. Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Dinas Daerah ini melaksanakan tugas dan fungsi operasional untuk bidang-bidang tertentu seperti pendidikan, pariwisata dan kebudayaan, kesehatan, perhubungan, informasi, telekomunikasi dan pengolahan data elektronik, pertanian dan lain-lain.

C.Lembaga Teknis Daerah

Lembaga Teknis Daerah merupakan badan/kantor yang dikepalai oleh seorang Kepala Badan/Kepala Kantor sebagai unsur penunjang yang membantu Walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk bidang-bidang tertentu. Kepala Badan/Kepala Kantor berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Pembentukannya didasarkan pada Peraturan


(16)

Daerah Nomor 36 Tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Medan yang terdiri dari 8 Badan dan 5 Kantor. Beberapa lembaga teknis yang terdapat dalam pemerintah Kota Medan antara lain Badan Pengawas, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan Kepegawaian Daerah, Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat, Kantor Polisi Pamong Praja dan Kantor Penanaman Modal Daerah, dan lain-lain.

D.Unit Pelaksana Daerah

Unit Pelaksana Daerah berkedudukan sebagai pelaksana daerah yang membantu Walikota di bidang tertentu, dipimpin oleh Kepala Unit yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. E.Kecamatan

Pemerintah Kecamatan merupakan perangkat daerah yang dipimpin oleh seorang camat yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Organisasi Kecamatan terdiri dari camat, sekretariat kecamatan, dan 5 seksi. Pemerintah Kota Medan dibantu oleh 21 Kecamatan, 151 Kelurahan dan 105 Seksi.

4.4 Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan

Pembentukan lembaga pelaksana e-procurement kota Medan didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah dimana didalamnya perlu salah satunya adalah sistem e-procurement. Untuk mengimplementasikan kebijakan ini maka LPSE Kota Medan resmi

launching pada tanggal 7 Desember 2011. Berdasarkan Peraturan Walikota


(17)

A.Pembina B.Pengarah C.Ketua D.Sekretaris

E. Bidang administrasi sistem informasi F. Bidang Registrasi dan Verifikasi G.Bidang layanan pengguna H.Bidang pelatihan dan sosialisasi

Gambar 4.6Struktur Organisasi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan

Pembina

Walikota dan Wakil Walikota

Pengarah

Sekretaris Daerah dan Asisten Ekbang

Ketua

Kabag Adm.Pembangunan

Administrator 3 orang Staf

Bagian Adm.Pembang

unan

Help Desk 3 orang Staf

Bagian Adm.Pemban

gunan

Verifikator 3 orang Staf

Bagian Adm.Pemban

gunan

Trainer 2 orang Staf

Bagian Adm.Pemba

ngunan Staf Sekretaris

2 Staf Bagian Adm.Pembangun Sekretaris

Kasubbag Budaya dan Pariwisata bagian Adm.Pembangunan


(18)

4.4.1 Susunan Kepegawaian

Tabel 4.2 Susunan Kepegawaian Menurut Strata Pendidikan NO STRATA PENDIDIKAN JUMLAH/ORANG

1 S2 2

2 S1 9

3 D3 1

4 SMA 3

JUMLAH 15

Sumber: Layanan Pengadaan Secara Elektronik

Tabel 4.3 Susunan Kepegawaian Menurut Jabatan Struktural

NO JABATAN JUMLAH/ORANG

1 KETUA 1

2 SEKRETARIS 1

3 STAF 13

JUMLAH 15


(19)

TABEL 4.4 Susunan Kepegawaian Menurut Golongan

NO GOLONGAN JUMLAH

1 IV/B 1

2 III/D 1

3 III/C 2

4 III/B 6

5 III/A 3

6 II/D 1

7 II/B 1

JUMLAH 15

Sumber: Layanan Pengadaan Secara Elektronik

4.4.2 Tugas Pokok dan Fungsi

Tugas LPSE adalah melaksanakan pengadaan barang/jasa secara elektronik dan proses pengadaan barang/jasa secara elektronik. Untuk melaksanakan tugas tersebut fungsi dari LPSE adalah sebagai berikut:

A.Administrator secara elektronik

B.Unit registrasi dan verifikasi penggunaan C.Unit layanan pengguna

D.Mengoperasionalkan sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik E. Melakukan registrasi dan verifikasi penyedia barang/jasa untuk memastikan


(20)

F. Melakukan pelatihan/training kepada panitia lelang dan penyedia barang/jasa untuk menguasai aplikasi sistem pelelangan secara elektronik

G.Sebagai Helpdesk yang menyediakan layanan sistem pengadaan barang/jasa secara elektronik pada penyedia barang/jasa yang memerlukan panduan untuk mengikuti tahapan lelang secara elektronik

Masing-masing jabatan mempunyai tugas sebagai berikut: A. Pengarah mempunyai tugas sebagai berikut:

1. Mengarahkan dan memantau pelaksanaan tugas LPSE 2. Memberikan petunjuk teknis dan pedoman kerja bagi LPSE 3. Memantau dan mengevaluasi program kerja LPSE

4. Memberikan arah kebijakan untuk pelaksanaan tugas kebijakan

B. Ketua LPSE mempunyai tugas memimpin LPSE dalam menjalankan tugas dan fungsi LPSE.

C.Sekretaris mempunyai tugas melaksanakan kordinasi, ketatausahaan, pembinaan dan pengendalian terhadap program, kegiatan administrasi dan sumber daya di lingkungan kerja LPSE.

D. Bidang administrasi sistem informasi mempunyai tugas:

1. Penyiapan dan pemeliharaan perangkat lunak, perangkat keras dan jaringan 2. Penanganan permasalahan teknis yang terjadi untuk menjamin kehandalan

dan ketersedian layanan

3. Pemberian informasi kepada LKPP tentang keandalan teknis yang terjadi di LPSE


(21)

4. Pelaksanaan instruksi teknis dari LKPP

E. Bidang registrasi dan verifikasi mempunyai tugas dan fungsi: 1. Pelayanan pendaftaran pengguna SPSE

2. Penyampaian informasi kepada calon pengguna LPSE tentang kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan

3. Verifikasi seluruh dokumen dan informasi sebagai syarat pendaftaran penggunaan SPSE

4. Menyetujui dan menolak permohonan pendafatran pengguna unit LPSE berdasarkan hasil verifikasi

5. Melakukan konfirmasi kepada unit pengguna LPSE tentang persetujuan dan penolakan pendaftaran berdasarkan hasil verifikasi

6. Pengelolaan arsip dan dokumen pengguna SPSE F. Bidang layanan Pengguna

1. Pemberian layanan konsultasi mengenai proses pengadaan barang/jasa secara elektronik baik melalui internet, telepon maupun hadir langsung di LPSE

2. Pemberian informasi tentang fasilitas dan fitur aplikasi SPSE 3. Penanganan keluhan tentang pelayanan LPSE

4. Pelayanan pelatihan pengguna aplikasi SPSE G. Bidang pelatihan dan sosialisasi

1. Memberikan pelatihan bagi pengguna LPSE

2. Memberikan sosialisasi terkait peraturan serta prosedur pengadaan sistem elektronik


(22)

BAB V

PENYAJIAN DATA

Bentuk penelitian yang digunaan oleh peneliti yaitu deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode wawancara secara terbuka dan mendalam kepada pihak yang berhubungan dengan judul penelitian ini. Adapun informan yang di wawancara yakni ketua LPSE Drs. Ahmad Basaruddin, M.Si, sekretaris LPSE Maisarah Nasution, SE, M.Si, Staf Bidang administrasi LPSE Foni Sanjaya, S. Kom, Staf Bidang Traning LPSE Doddy Faisal Hasibuan, SE.

Pemilihan informan tersebut ditentukan berdasarkan peran yang dimiliki dalam mendukung terlaksananya Peraturan Walikota Medan No 38 Tahun 2011 tentang Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Selain metode wawancara, data yang diperoleh oleh peneliti yakni berupa data sekunder yang dianggap perlu dalam penelitian ini.

5.1 Hasil Wawancara 5.1.1 Komunikasi

Komunikasi merupakan sarana untuk menyebarluaskan informasi, baik dari atas kebawah maupun sebaliknya. Komunikasi dilakukan untuk menghindar distorsi implementasi. Komunikasi diperlukan supaya tercipta konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan sehingga implementor mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi antar organisasi juga menunjuk adanya tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan program atau kebijakan.


(23)

A.Transmisi (Penyaluran Komunikasi Kepada Implementor tentang pelaksanaan Layanan Pengadaan Barang dan Jasa atau E-Procurement). Sebelum pelaksanaan kebijakan sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik (E-Procurement), perlu adanya transmisi atau penyaluran komunikasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam melaksanakan kebijakan ini. Penyaluran komunikasi ini sangat lah penting untuk dilaksanakan, sehingga dalam pelaksanaan kebijakan nantinya diharapkan semua pihak yang berkepentingan baik itu pelaksana kebijakan atau pun penyedia jasa sudah mengerti akan setiap proses yang harus dikerjakan. Penyaluran komunikasi ini dapat berupa sosialisasi.

Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) selaku salah satu pelaksana kebijakan perlu mengadakan sosialisasi. Sesuai wawancara yang peneliti lakukan dengan Bapak Drs. Ahmad Basaruddin, M.Si selaku Ketua Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) membenarkan akan hal itu:

“ya sangat benar, sosialisasi memang sangat perlu kita laksanakan. Karena sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik ini kan tergolong masih baru. Banyak orang atau penyedia jasa yang masih belum mengerti bagaimana sistem ini berjalan, apalagi semua nya memakai internet. Jangankan penyedia jasa, kami pun yang melaksanakan sistem ini perlu banyak belajar. Nah, oleh karena itu kita sebagai pelaksana sudah melakukan sosialisasi pada awal kebijakan ini berjalan” ”(wawancara pada hari senin tanggal 20 Juni 2016).

Hal ini juga sejalan dengan pendapat ibu Maisarah Nasution, SE, M.Si selaku Sekretaris Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE):


(24)

“kalau untuk sosialisasi kepada para pegawai itu langsung dilaksanakan dibawah bimbingan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) dan itu sudah terlaksana, sedangkan yang bertanggung jawab melakukakan sosialisasi kepada para penyedia jasa adalah LPSE, dan itu juga sudah terlaksana pada awal kebijakan ini dimulai. Walaupun pada akhirnya sosialisasi secara langsung tersebut sudah mulai jarang dilakukan lagi, namun kita tetap memberikan informasi kepada setiap penyedia jasa maupun masyarakat yang membutuhkan melalui website LPSE Kota Medan”(wawancara pada hari selasa tanggal 21 Juni 2016).

Gambar 5.7 Tampilan Website LPSE Kota Medan (Informasi Lelang)


(25)

Gambar 5.8 Tampilan Website LPSE Kota Medan (Informasi Pemenang Lelang)

Sumber:

Walaupun sosialisasi sudah sangat jarang dilaksanakan, namun tidak menutup kemungkinan bagi siapa pun penyedia jasa yang mau belajar tentang sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik ini, Layanan Pengadaan Secara Elektronik tetap membuka akses untuk bisa belajar atau pun bertanya. Hal ini diungkapkan oleh bapak Doddy Faisal Hasibuan, SE selaku Staf di Bidang Trainer.

“sosialiasi sudah jarang dilaksanakan, tidak seperti di awal. Namun bagi siapapun penyedia jasa yang mau bertanya bisa memberikan pertanyaan di website LPSE atau pun bisa langsung datang ke kantor LPSE untuk di ajari atau di training mengenai sistem pengadaan barang dan jasa secara Elektronik” (wawancara pada hari selasa tanggal 21 Juni 2016).


(26)

Gambar 5.9 Tampilan Halaman Pengajuan Pertanyaan

Sumber: B.Kejelasan (Pengetahuan Implementor Tentang Sistem Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik)

Melalui wawancara yang telah dilakukan, diketahui bahwa pemahaman pegawai Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) akan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dan Peraturan Walikota Medan No 38 Tahun 2011 tentang Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sebagai dasar hukum pelaksanaan sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik sudah jelas.

Demikian penuturan ibu Maisarah Nasution, SE, M.Si selaku Sekretaris Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) ketika ditanya mengenai pemahaman pegawai dalam melaksanakan kebijakan pengadaan barang dan jasa secara elektronik:

“kalau soal pemahaman, semua pegawai sudah paham lah menganai sistem ini. Mereka semua sudah tau apa-apa saja yang menjadi tugas dan fungsi mereka. Hal itu bisa kita liad di website LPSE, sudah banyak pengadaan yang sudah


(27)

dilakukan. Baik itu yang telah selesai atau pun yang sedang di proses untuk menentukan pemenang lelang. Jadi tanpa ada nya pemahaman yang baik dari setiap pegawai, mungkin sampai sekarang pelaksanaannya tidak selancar seperti sekarang ini” (wawancara pada hari selasa tanggal 21 Juni 2016).

Hal yang senada juga disampaikan oleh bapak Doddy Faisal Hasibuan, SE, selaku Staf Bidang Trainer Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE):

“pemahaman pegawai dalam melaksanakan kebijakan ini menurut saya sudah baik. Apalagi seluruh staf disini mendapat training terlebih dahulu yang langsung di fasilitasi oleh Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Jadi saya kira dalam segi pemahaman sudah semua nya baik lah” (wawancara pada hari selasa tanggal 21 Juni 2016).

C. Konsistensi (Ketepatan Dalam Pelaksanaan Pengimplementasian Sistem Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik)

Layananan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dalam melaksanakan kebijakan pengadaan barang dan jasa secara elektronik (E-Procurement) selalu konsisten serta selalu memperbaharui setiap informasi yang akan disampaikan kepada seluruh pihak yang berkepentingan melalui website resmi LPSE.


(28)

Gambar 5.10 Tampilan Website LPSE

Sumber: Gambar 5.11 Tampilan Website LPSE


(29)

Dari kedua gambar tersebut dapat kita lihat perbedaan ketika diakses pada tanggal 11 juli 2016 dan pada tanggal 19 juli 2016. Hal ini membuktikan bahwa Layanan Pengadaan Secara Elektronik selalu konsisten dalam memberikan informasi. Sejalan dengan prinsip dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik itu sendiri yang bersifat transparan, artinya semua semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh penyedia barang/jasa yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya. Berikut penjelasan dari bapak Foni Sanjaya, S. Kom selaku Staf bidang Administrator Layanan Pengadaan Secara Elektronik:

“LPSE sebagai salah satu pelaksana kebijakan harus lah konsisten, apalagi LPSE ini lebih berfungsi sebagai media publikasi yang berperan mengumumkan adanya lelang juga mengumumkan siapa yang menjadi pemenang dalam pengadaan yang dibuat oleh SKPD. Sehingga menuntut kita untuk lebih cepat dalam memberikan informasi terbaru dengan waktu yang tepat. Agar setiap pengumuman dapat diketahui oleh penyedia jasa ataupun masyarakat luas, baik itu pengadaan lelang maupun hal-hal lain yang dirasa penting dalam pengadaan barang dan jasa” (wawancara pada hari selasa tanggal 21 Juni 2016).

5.1.2 Sumber Daya

Sumber daya adalah faktor yang paling penting dalam implementasi kebijakan agar efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, sumber daya modal (finansial) dan fasilitas yang mendukung.


(30)

Berdasarkan sumber penelitian dari Layanan Pengadaan Barang dan Jasa (LPSE), jumlah tenaga kerja atau pegawai di LPSE yaitu sebanyak 15 orang. Jika dilihat dari kuantitas untuk beban kerja yang ditanggung oleh Layanan Pengadaan Barang dan Jasa (LPSE) Kota Medan sudah sesuai dengan kapasitasnya. Hal tersebut dilihat penulis ketika melakukan penelitian, bahwasannya seluruh pegawai sibuk bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Selain itu, jika ditinjau dari segi kualitas berdasarkan tingkat pendidikan, pegawai di Layanan Pengadaan Secara Elektronik sudah memenuhi syarat dengan komposisi S2 berjumlah 2 orang, S1 berjumlah 9 orang, D3 berjumlah 1 orang, dan SMA berjumlah 3 orang.

Seperti yang diungkapkan oleh ibu Maisarah Nasution, SE, M.Si selaku Sekretaris Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE):

“Jumlah pegawai di LPSE ini sudah sangat cukup, dan itu dibarengi dengan pendidikan yang baik juga. Untuk apa kita punya banyak pegawai tapi tidak tau mau mengerjakan apa. Pegawai di LPSE kebanyak S1 walau pun masih ada yang tamatan SMA, tapi mereka mampu bekerja dengan baik disini. Jadi untuk Sumber Daya Manusia di LPSE saya rasa sudah sangat baik” (wawancara pada hari selasa tanggal 21 Juni 2016).


(31)

Tabel 5.5 Daftar Pegawai Layanan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan

NO NAMA PENDIDIKAN GOL JABATAN

1 Drs. Ahmad Basaruddin,

M.Si S2 IV/b K E T U A

2 Maisarah Nasution, SE,

M.Si S2 III/c

S E K R E T A R I S

3 Dian Mayasari Manurung,

S.Si S1 III/b HELP-DESK

4 Nanda Lestari, S.Si S1 III/b HELP-DESK 5 Lely Meliana Nst, SH S1 III/b HELP-DESK 6 Ramadani Sinulingga,

S,STP S1 III/d VERIFIKATOR

7 Lailan Nuri, SE S1 III/b VERIFIKATOR

8 Yanty Nurhaidah, A.Md D3 II/d VERIFIKATOR 9 Foni Sanjaya, S. Kom S1 III/b ADMINISTRATOR 10 Syaiful Bahri Pohan, S.

Kom S1 III/a ADMINISTRATOR

11 Jaka Priatama Ginting, S.

Kom S1 III/a ADMINISTRATOR

12 Doddy Faisal Hasibuan,

SE S1 III/a TRAINER

13 Ferdian Lubis SMA II/b TRAINER

14 Najamuddin SMA III/c STAF

SEKRETARIS

15 Mariono SMA III/b STAF

SEKRETARIS Sumber: Layanan Pengadaan Secara Elektronik

Dalam upaya peningkatan kualitas kerja, baiknya pegawai memiliki pengetahuan dan pengalaman kerja guna memunculkan program yang baru untuk pencapaian sasaran dan target yang lebih baik. Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihan (DIKLAT) menjadi faktor penting untuk menunjang kinerja pegawai.


(32)

Seperti yang disampaikan oleh bapak Doddy Faisal Hasibuan, SE, selaku Staf Bidang Trainer Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE):

“ Pendidikan dan pelatihan untuk setiap pegawai tetap kita laksanakan, walau sekarang sudah sangat jarang. Kecuali ada perubahan baik itu dari regulasi yang menjadi patokan pelaksanaan maupun perubahan dari sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik. Karena tidak menutup kemungkinan akan ada perbaikan maupun perubahan dari pusat atau LKPP untuk membuat sistem yang lebih baik lagi” (wawancara pada hari selasa tanggal 21 Juni 2016).

B.Penyediaan Finansial (Keuangan)

Sumber daya finansial adalah kecukupan modal investasi atas sebuah program atau kebijakan. Dengan adanya sumber daya finansial juga akan mendukung segala fasilitas yang dibutuhkan untuk mendukung terlaksananya kebijakan atau program.

Menurut bapak Drs. Ahmad Basaruddin, M.Si selaku Ketua Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE):

“Pendanaan untuk Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) kan berasal dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kota Medan, jadi untuk sampai saat ini mencukupi. Namun jika boleh ditambah lagi, untuk melengkapi fasilitas yang masih dirasa perlu untuk mendukung pelaksanaan E-Procurment ini”(wawancara pada hari selasa tanggal 21 Juni 2016).

C.Fasilitas

Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Walaupun sumber daya manusia yang dimiliki bagus, tetapi jika tidak didukung


(33)

dengan fasilitas pendukung (Sarana dan Prasarana) makan implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.

Sarana dan Prasaran yang terdapat di Kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan bisa dikatakan sudah mencukupi. Hal ini disampaikan oleh bapak Doddy Faisal Hasibuan, SE, selaku Staf Bidang Trainer Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE):

“Fasilitas di kantor kita ini sudah sangat mencukupi, adek bisa liad sendiri kan sudah ada ruangan khusus untuk administrator dan verifikasi, ada ruang server, ada ruang tamu juga, ada juga ruang bidding. Ruang bidding digunakan untuk mengakses aplikasi Sistem Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik (SPSE), dimana ruangan ini di fasilitasi dengan komputer dan jaringan Local Area Network (LAN)” (wawancara pada hari selasa tanggal 21 Juni 2016).

Tabel 5.6 Sarana di kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan

No Sarana Jumlah

1 Server kapasitas 2 (dua) Terrabyte 2 (dua) unit

2 UPS Server 2 (dua) unit

3 PC Unit (Komputer) 16 (enam belas) unit

4 Printer 2 (dua) unit

5 Printer Multifungsi 2 (dua) unit

6 Meja Partisi 5 (lima) unit

7 Televisi LED 2 (dua) unit

8 kursi dan Meja Tamu 1 (satu) set 9 telefon/mesin faks 1 (satu) unit 10 Kursi Kerja 16 (enam belas) unit

11 meja kantor 6 (enam) unit

12 Lemari Roll Opack 2 (dua) Unit 13 Pendingin Ruangan 6 (enam) unit


(34)

Tabel 5.7 Prasarana di kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan

No Prasarana

1 Ruang Server

2 Ruang Tamu

3 Ruang Bidding 4 Ruang Admin dan Verifikasi 5 Internet kapasitas 7 Mbps 6 Jaringan Wifi 7 Jaringan Listrik

Sumber: Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan

Foto 5.1 Ruang Bidding Layanan Pengadaan Secara Elektronik

Sumber: Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan


(35)

Sumber: Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan

Foto 5.3 Ruang Tamu Layanan Pengadaan Secara Elektronik


(36)

Meski didukung dengan fasilitas yang cukup memadai tidak menjamin bahwa pelaksanaan kebijakan pengadaan barang dan jasa tetap berjalan dengan baik tanpa ada masalah. Seperti penuturan oleh bapak Foni Sanjaya, S. Kom selaku Staf bidang Administrator Layanan Pengadaan Secara Elektronik:

“Dalam pelaksanaan kebijakan pengadaan barang dan jasa secara elektronik ini tetap menemui kendala secara teknis. Misalnya gangguan yang diakibatkan oleh pemadaman listrik, terganggu nya server yang menghambat proses penyelenggaraan E-procurement, bahkan jaringan internet yang tidak stabil” (wawancara pada hari selasa tanggal 21 Juni 2016).

Salah satu contoh gambar dimana website resmi dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan mengalami gangguan.

Gambar 5.12 Tampilan Website LPSE


(37)

5.1.3 Disposisi

Disposisi implementor adalah kecenderungan sikap maupun pemahaman yang dimiliki oleh implementor yang akan mempengaruhi pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan. Terkadang pemahaman dari pegawai atau implementor berbeda dengan apa yang harus dikehendaki oleh para pembuat kebijakan. Ketika hal ini terjadi akan sulit melaksanakan kebijakan tersebut.

Namun sesuai penjelasan informan, peneliti tidak menemukan masalah yang signifikan dari segi pemahaman para implementor. Karena seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, setiap pegawai di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan sudah mandapat Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) sehingga mereka paham betul mengani tugas yang akan mereka kerjakan. Seperti yang di sampaikan oleh ibu Maisarah Nasution, SE, M.Si selaku Sekretaris Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE):

“selama saya bekerja disini, saya tidak pernah menemukan pegawai yang melakukan kesalahan yang fatal apalagi jika tidak melakukan sesuai dengan Standart Operasional Prosedur (SOP) yang sudah ditetapkan. Walau terkadang ada juga pegawai yang masih bertanya kepada saya mungkin karena kurang yakin, namun saya rasa itu masih hal yang wajar. Pegawai juga manusia kan, pasti seiring berjalan waktu ada yang lupa” (wawancara pada hari selasa tanggal 21 Juni 2016).

5.1.4 Struktur Birokrasi


(38)

Dalam mengimplementasikan sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik (E-Procurment) ini, Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sudah memiliki Standar Operasional Prosedur yang resmi dan jelas. Seperti yang tertera pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dan Peraturan Walikota Medan No 38 Tahun 2011 tentang Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

Seperti di jelaskan oleh ibu Maisarah Nasution, SE, M.Si selaku Sekretaris Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE):

“Standart Operasional Prosedur kita kan sudah jelas, sudah ada di Perpres No.54 Tahun 2010 dan Perwal No.38 thun 2011, walaupun sekarang sudah banyak perubahan yang dilakukan namun kita masih tetap berpedoman pada kedua peraturan ini”(wawancara pada hari selasa tanggal 21 Juni 2016).

B.Fragmentasi

Fragmentasi atau penyebaran tanggung jawab kepada setiap bidang yang ada di Layanan Pengadaan Secara Elektronik sudah sesuai dengan Peraturan Walikota Medan No.38 Tahun 2011 tentang Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Sehingga setiap bidang lebih maksimal dalam melaksanakan tugas dan fungsi mereka masing-masing.

Seperti yang di sampaikan oleh bapak Foni Sanjaya, S. Kom selaku Staf bidang Administrator Layanan Pengadaan Secara Elektronik:

“setiap bidang di LPSE ini kan sudah ada tugas nya masing-masing, dan tugas tersebut sudah jelas. Bahkan koordinasi kita juga cukup baik, sehingga ketika kita


(39)

bekerja semakin lebih cepat” (wawancara pada hari selasa tanggal 21 Juni 2016).

Hal ini juga di dukung oleh pernyataan dari bapak Doddy Faisal Hasibuan, SE, selaku Staf Bidang Trainer Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE):

“pembagian tugas dan beban kerja kita disini kan semua sudah diatur dan semua sudah jelas. Jadi tidak ada salah satu bidang yang terlalu banyak kerjaan atau pun sebaliknya terlalu sedikit beban kerjanya. Semuanya sudah dibagi sesuai dengan bidangnya masing-masing” (wawancara pada hari selasa tanggal 21 Juni 2016).


(40)

BAB VI ANALISIS DATA

Dalam bab ini penulis menyajikan analisis data, yaitu penyusunan secara sistematis data yang telah diperoleh dari wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkannya ke dalam unit-unit dan menyusunnya ke dalam pola sehingga dapat dipahami baik oleh peneliti sendiri maupun orang lain sampai akhirnya melahirkan kesimpulan akan fenomena yang sedang diamati.

Pada penelitian ini penulis melihat pelaksanaan sistem pengadaan barang dan jasa secera elektronik di kantor Layanan Pengadaan Barang dan Jasa (LPSE) Kota Medan dari 4 (empat) variabel yang menjadi sorotan, antara lain : komunikasi, sumber daya, struktur organisasi, serta disposisi. Variabel-variabel ini memberikan dampak yang sangat berpengaruh terhadap efektifitas suatu implementasi kebijakan publik.

6.1 Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik (E-Procurment) Di Kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan

Semua proses implementasi kebijakan publik merupakan tahapan yang penting dan harus dilalui demi mencapai hasil dari suatu kebijakan. Salah satunya adalah implementasi kebijakan publik yang merupakan pelaksanaan dari suatu keluaran kebijakan (peraturan perundang-undangan) oleh organisasi pelaksana kebijakan. Tujuan kebijakan tidak akan tercapai tanpa adanya tindakan implementasi. Implementasi kebijakan juga merupakan sebuah proses yang kompleks dan panjang. Pemahaman yang paling penting bagi peneliti kebijakan dari proses


(41)

implementasi adalah untuk dapat mengindentifikasi variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan sebuah implementasi kebijakan. Maka, akan ditemukan fenomena-fenomena yang berhubungan dengan implementasi, pada gilirannya akan sangat membantu dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan proses implementasi kebijakan kedepannya.

George C.Edward mengemukakan bahwa implementasi merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat.

Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat. Dalam mengkaji implementasi kebijakan, Edwards memiliki 4 (empat) variabel yang merupakan faktor untuk mempengaruhi implementasi kebijakan, yakni komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. 4 (Empat) Variabel tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

A.Komunikasi

Sebagai salah satu faktor penting dalam implementasi sebuah kebijakan adalah sosialisasi kepada pihak-pihak yang melaksanakan maupun yang dikenakan kebijakan tersebut. Hal ini diperlukan agar mereka mengetahui apa saja yang akan dilaksanakan dan bagaimana kegiatan tersebut dilakukan serta apa tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Komunikasi ini dapat dilihat dari penyaluran informasi kepada implementor tentang kebijakan pengadaan barang dan jasa


(42)

secara elektronik, kejelasan informasi dan konsistensi kebijakan yang dipahami oleh Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan.

Dari wawancara yang telah dilakukan, menurut informan proses komunikasi di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sudah berjalan dengan baik mulai dari transmisi atau penyampaian informasi, kejelasan informasi, bahkan konsistensi implementor.

Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sesuai dengan penuturan dari informan sudah melakukan sosialisasi walaupun sosialiasi secara langsung yang dilakukan sekarang ini tidak sering seperti pada awal ketika kebijakan ini mulai dilaksanakan. Meski demikian, pihak Layanan Pengadaaan Barang dan Jasa (LPSE) tetap memberikan informasi yang penting kepada penyedia jasa maupun masyarakat yang membutuhkan informasi melalu website resmi LPSE Kota medan.

Selain itu, Layanan Pengadaan Barang dan Jasa selalu membuka pintu kepada setiap orang atau pun penyedia jasa jika ingin belajar mengenai hal-hal yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa secara elektronik secara langung di kantor LPSE.

Berdasarkan analisis secara keseluruhan dapat diketahui bahwa indikator komunikasi sudah terpenuhi secara baik,baik komunikasi dikalangan implementator sendiri sebagai pelaksana dari kebijakan maupun kepada penyedia jasa atau masyarakat luas. Hal ini dapat dilihat dari koordinasi setiap pegawai dalam menjalan tugasnya, serta contoh lain yaitu website resmi Layanan


(43)

Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) yang selalu menampilkan informasi yang terbaru.

Dari website tersebut dapatlah kita menilai, bukan hanya komunikasi yang baik saja tetapi prinsip transparansi yang selalu mereka terapkan sudah berhasil. Artinya dalam pemberian informasi tidak ada lagi yang kesannya disembunyikan. Sehingga tujuan yang ingin dicapai dengan dibentuknya Layanan Pengadaan Secara Elektronik ini bisa dicapai.

B.Sumber Daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Sumber daya menunjukkan setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia, fasilitas, dan finansial. Ketersediaan sumber daya mempengaruhi efektifitas implementasi suatu program kebijakan tertutama dalam proses implementasi Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dan Peraturan Walikota Medan No.38 Tahun 2011 tentang Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

1. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas implementor yang dapat melingkupi seluruh kelompok sasaran. Menurut informan, seluruh sumber daya manusia di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan sudah memenuhi syarat, baik itu secara kuantitas maupun kualitas para pegawai.


(44)

Layanan Pengadaan Secara Elektronik menurut informan memiliki pegawai berjumlah 15 orang, dan rata-rata berpendidikan S1. Walau terdapat juga yang tamatan SMA, namun kemampuan mereka dalam bekerja sangat lah membantu LPSE.

Berdasarkan analisis, dapat diketahui bahwa sumber daya manusia di Layanan Pengadaan Secara Elektronik sudah cukup baik untuk melaksanakan kebijakan pengadaan barang dan jasa secara elektronik ini. Hal itu juga di dukung dengan dilaksanakannya Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) kepada setiap pegawai, sehingga kinerja pegawai di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan dapat ditingkatkan.

2. Finansial

Sumber daya finansial adalah kecukupan modal investasi atas sebuah program atau kebijakan. Dengan adanya sumber daya finansial juga akan mendukung segala fasilitas yang dibutuhkan untuk mendukung terlaksananya kebijakan atau program.

Menurut informan, kecukupan finansial atau dana untuk mendukung pelaksanaan pengadan barang dan jasa secara elektronik (E-procurment) sudah mencukupi untuk mendukung pelaksanaan sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik.

Berdasarkan analisis dapat diketahui bahwa sumber daya modal atau finansial di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan sudah mencukupi, namun akan lebih baik lagi jika ada penambahan dana untuk melengkapi fasilitas


(45)

yang masih kurang atau memperbaiki fasilitas yang tidak layak pakai. Sehingga dapat mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut.

3. Fasilitas

Menurut masing-masing informan, fasilitas yang terdapat di KantorLayanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan sudah cukup memadai untuk mendukung pelaksanaan pengadaan barang dan jasa secara elektronik. Di LPSE Kota Medan sudah memiliki ruangan khusus untuk administrator dan verifikasi, ruang server, ruang tamu, dan juga ruang bidding. Dan setiap ruangan sudah dilengkapi sarana yang memadai seperti komputer, pendingin ruangan, meja, sampai jaringan internet.

Walaupun fasilitas di Layanan Pengadaan Secara Elektronik sudah memadai, namun masih memerlukan penambahan fasilitas berupa server. Karena banyak terdapat masalah teknis dari gangguan serveryang mengakibatkan website LPSE susah untuk di akses.

C.Disposisi

Disposisi implementor adalah kecenderungan sikap maupun pemahaman yang dimiliki oleh implementor yang akan mempengaruhi pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan. Peran penting sikap pelaksana dalam implementasi suatu kebijakan disampaikan oleh Hessel (2003:90) sebagai berikut:”Jika para implementor memperhatikan terhadap suatu kebijakan khusus, maka dimungkinkan bagi implementor untuk melakukan sebagaimana yang dimaksudkan para pembuat keputusan. Namun ketika sikap atau perspektif


(46)

implementor ini berbeda dari para pembuat keputusan, proses mengimplementasikan sebuah kebijakan menjadi secara pasti lebih sulit”.

Menurut informan, pemahaman setiap pegawai di ruang lingkup Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sudah baik, pernyataan ini didukung oleh kinerja pegawai yang sampai saat ini berjalan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.

Menurut analisis, dapat diketahui bahwa memang pemahaman pegawai bisa dikatakan baik, namun masih sangat diperlukan Pendidikan dan pelatihan (DIKLAT) kepada para pegawai agar kinerja mereka dalam bekerja semakin baik. D.Struktur Birokrasi

.Implementasi kebijakan yang bersifat kompleks menuntut adanya kerjasama banyak pihak. Ketika struktur birokrasi tidak kondusif terhadap implementasi suatu kebijakan, maka hal ini akan menyebabkan ketidakefektivan dan menghambat jalannya pelaksanaan kebijakan. Struktur organisasi yang mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan dalam proses implementasi.

Salah satu dari aspek struktur organisasi peling mendasar dari organisasi adalah

Standard Operational Procedure (SOP). Dengan adanya SOP dapat menjadi

acuan kerangka kerja yang jelas, sistematis, tidak berbelit dan mudah dipahami oleh siapa pun, karena akan menjadi acuan implementor. Dalam hal ini pejabat instansi mampu memaksimalkan waktu dan menyeragamkan tindakan-tindakan dalam organisasi yang kompleks dan tersebar luas. Sehingga tidak akan terjadinya tumpang tindih kerja di setiap struktur birokrasi yang ada.


(47)

Dalam pengimplementasian kebijakan pengadaan barang dan jasa secara elektronik di kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan sudah memiliki Standard Operational Procedure (SOP). Kejelasan dari Standard

Operational Procedure (SOP) dapat dilihata pada Peraturan Presiden Nomor 54

Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dan Peraturan Walikota Medan No.38 Tahun 2011 tentang Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

Sifat kedua dari struktur birokrasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan adalah fragmentasi. Fragmentasi merupakan penyebaran tanggungjawab suatu kebijakan kepada beberapa badan dan bagian yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi. Koordinasi antar bidang di kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik dapat dikatakan baik, itu disebabkan karena setiap bidang membutuhkan kerjasama dengan bidang lain. Sehingga tanpa ada nya kerjasama yang baik di ruang lingkup Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan, maka implementasi kebijakan ini akan dirasa sulit dan tidak akan berjalan lancar seperti sekarang ini.


(48)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan

Layanan Pengadaan Secara Elektronik yang berdiri pada tanggal 7 Desember 2011, untuk mendukung pelaksanaan pengadaan barang dan jasa secara elektronik (E-Procurement) sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dan Peraturan Walikota Medan No 38 Tahun 2011 tentang Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan pengadaan barang dan jasa secar elektronik (E-Procurement) pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan telah dikerjakan dengan baik dilihat dari empat faktor yang mempengaruhi implementasi sesuai dengan teori George Edward III, yaitu :

A.Komunikasi

Jika dilihat dari aspek komunikasi, bahwa komunikasi yang berjalan di kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota medan sudah berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini terbukti dari penyaluran komunikasi yang baik kepada implementor, atau pun kepada penyedia jasa. Selain itu, melalui website resmi LPSE Kota Medan, masyarakat atau penyedia jasa dapat mengakses informasi yang terpercaya dan selalu updatesetiap hari. Penyebaran informasi melalui website merupakan salah satu cara untuk mensosialisasikan setiap kegiatan atau pun pengumuman yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa secara elektronik, karena sosialisasi secara langsung sudah jarang dilakukan oleh


(49)

Layanan Pengadaan Secara Elektronik karena dianggap terlalu lama dan tidak efektif.

B.Sumber Daya

Dari aspek sumber daya, dibagi menjadi 3 (tiga) yakni sumber daya manusia, fasilitas, dan finansial. Semua sudah sepenuhnya diperhatikan dalam implementasi kebijakan pengadaan barang dan jasa secara elektronik sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dan Peraturan Walikota Medan No 38 Tahun 2011 tentang Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

Kualitas sumber daya manusia, fasilitas, dan finansial yang dimiliki pemerintah daerah sudah cukup baik. Namun masih perlu adanya penambahan fasilitas yang lebih baik, agar mampu memberikan pelayanan yang lebih maksimal kepada para penyedia jasa ataupun masyarakat.

C.Disposisi

Dari aspek disposisi di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan juga sudah cukup baik dari segi pelaksanaan dan tanggung jawab. Para pegawai LPSE memiliki sikap setuju dan mendukung kebijakan pengadaan barang dan jasa secara elektronik (E-Procurment).

D.Struktur Birokrasi

Aspek struktur birokrasi secara umum sudah cukup baik, dimana struktur organisasi, pembagian tugas, dan ketersediaan Standard Operating Procedur (SOP) sebagai pedoman, semuanya sudah terpenuhi di Kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan.


(50)

7.2 Saran

Dalam pelaksanaan kebijakan pengadaan barang dan jasa secara elektronik ini ini pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota medan diharapkan dapat berjalan dengan baik dan lebih maksimal lagi, khususnya dalam hal koordinasi dan kerjasama antar setiap komponen yang terlibat di dalamnya. Selain itu, berikut ini juga beberapa saran untuk perbaikan pelaksanaan kebijakan pengadaan barang dan jasa secara elektronik ke depannya, antara lain :

A.Perlu adanya sosialisasi secara langsung, sehingga implementor dapat lebih memahami akan setiap kendala yang di alami oleh para penyedia jasa

B.Perlunya peningkatan kualitas pegawai Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dengan pengadaan pendidikan dan pelatihan (DIKLAT) secara teratur guna peningkatan kinerja pegawai.

C.Perlunya pemadaian fasilitas fisik yang lebih baik guna mendukung pelaksanaan kebijakan dan juga mendorong kinerja pegawai agar lebih baik lagi


(51)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Kerangka Teori

Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa suatu teori adalah suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan selanjutnya.

Menurut Kerlinger yang dikutip dari Effendy (2012:35), teori adalah serangkaian konsep, konstruk, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara mengonstruksi hubungan antara konsep dan proposisi dengan menggunakan asumsi dan logika tertentu.

Dengan adanya teori, peneliti dapat memahami secara jelas masalah yang akan diteliti. Adapun kerangka teori dalam penelitan ini adalah sebagai berikut:

2.1.1 Kebijakan Publik

Secara etimologis, istilah kebijakan atau policy berasal dari bahasa yunani “polis” berarti Negara. Akhirnya masuk ke dalam bahasa inggris “policie” yang artinya berkenaan dengan pengendalian masalah-masalah publik atau administrasi pemerintahan (Dunn, 2000:22)

Istilah “kebijakan” atau “policy” dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok maupun suatu badan pemerintahan) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu (Winarno,2002:14). Pengertian kebijakan seperti ini dapat kita gunakan dan relatif memadai untuk pembicaraan-pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan sistmatis menyangkut analisis kebijakan publik. Sedangkan kata publik sendiri sebagian


(52)

orang mengartikan sebagai Negara. Namun demikian publik merupakan konsep tersendiri yang mempunyai arti dan defenisi khusus akademik.

Menurut Anderson (Winarno 2012), kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempun yai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini dianggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan atau bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan

Menurut Easton, 1969 (dalam Tangkilisan, 2003:2), kebijakan publik adalah sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaanya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang mendapat suatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. menurut Carl Friedrich (dalam Winarno 2002:19) mendefinisikan kebijakan publik sebagai arah tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran dan maksud tertentu.

Berdasarkan pengertian para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kebijaan publik merupaka serangkaian tindakan yang menjadi keputusan pemerintah yang bertujuan untuk memecahkan masalah demi kepentingan masyarakat.


(53)

Adapun kebijakan publik memiliki tahap-tahap yang cukup kompleks karena memiliki banyak proses dan variabel yang harus dikaji. Menurut Willam Dunn (dalam Winarno,2002:28), tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut: A.Penyusunan Agenda (Agenda Setting)

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetensi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan pada perumusan kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak tersentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.

B.Formulasi kebijakan (Policy Formulation)

Masalah yang telah masuk ke agenda kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasalah dari berbagai alternatif yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk memecahkan masalah.

C.Adopsi Kebijakan (Policy Adoption)

Dari sekian alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhrinya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.


(54)

D.Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintahan di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

E.Evaluasi kebijakan (Policy Evaluation)

Pada tahap ini, kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik yang pada dasarnya dibuat meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. oleh karena itu, ditentukanlah krteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meriah dampak yang diinginkan.


(55)

Gambar 2.1 Tahapan Kebijakan Publik, William Dunn,1994. Penyusunan kebijakan ( Agenda Setting)

Formulasi kebijakan (Policy Formulation)

Adopsi kebijakan (Policy Adoption)

Implemantasi kebijakan (Policy Implementation)

Evaluasi kebijakan (Policy Assassment) 2.1.2 Implementasi Kebijakan Publik

Studi implementasi kebijakan publik merupakan usaha untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan kebijakan publik serta variabel-variabel yang mempengaruhinya. Implementasi kebijakan merupakan proses atau tahapan yang penting dalam sebuah siklus kebijakan. Bagaimanapun, sebuah kebijakan yang telah dihasilkan apabila tidak dilaksanakan akan akan sia-sia atau tidak dapat mengatasi suatu permasalahan. Implementasi juga penting karena menentukan berhasil atau tidaknya suatu kebijakan dibuat guna memecahkan suatu masalah.

Menurut Nugroho (2007), implementasi dikonseptualisasiakan sebagai suatu proses atau sebagai rangkaian keputusan dan tindakan yag ditujukan agar keputusan yang diterima oleh lembaga legislatif bisa dijalankan. Implementasi diartikan dalam konteks keluaran atau sejauh mana tujuan-tujuan yang telah direncanakan mendapat dukungan, seperti tingkat pengeluaran belanja bagi suatu


(56)

proram. Akhirnya, pada tingkat abstraksi yang paling tinggi, dampak implementasi mempunyai makna bahwa telah ada perubahan yang bisa diukur ke dalam masalah.

Menurut Nurdin Usman Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan”(Usman, 2002:70). Pengertian implementasi yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa implementasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya.

Menurut Setiawan (2004:39), Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif. Artinya bahwa implementasi yaitu merupakan proses untuk melaksanakan ide, proses atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan penyesuaian dalam tubuh birokrasi demi terciptanya suatu tujuan yang bisa tercapai dengan jaringan pelaksana yang bisa dipercaya.

Sedangkan menurut Harsono (2002:67),Implementasi adalah suatu proses untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan kebijakan dari politik ke dalam administrasi. Pengembangan kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu program.


(57)

Implementasi kebijakan di lapangan tidaklah mudah, karena banyak masalah-masalah yang mungkin tidak dijumpai dalam konsep bisa muncul dilapangan. Oleh karena itu, ada banyak variabel atau model yang dikembangkan untuk membantu sehingga suatu kebijakan dapat berhasil ketika diimplementasikan. Ada pun beberapa model implementasi kebijakan yaitu:

A.Model George Edwards III

Menurut Edwards (dalam Indahono, 2009:32), studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public administration dan public policy. Implementasi kebijakan adalah pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mempengaruhi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekali pun kebijakan itu di implementasikan dengan sangat baik, sementara kegagalan jika kebijakan tersebut kurang di implemntasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan. Menurut Edwards, terdapat empat faktor atau variabel dalam implementasi kebijakan publik, yaitu:

1. Komunikasi

Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan dan perintah-perintah tersebut dapat diikuti. Tentu saja, komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan


(58)

cermat. Secara umum, Edwards membahas tiga indikator penting dalam proses komunikasi kebijakan, yaitu:

a) Transmisi, yatu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi, yaitu adanya salah pengertian yang disebabkan banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan.

b) Kejelasan, yaitu komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan harus jelas dan tidak membingungkan atau tidak ambigu.

c) Konsistensi, yaitu perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau dijalankan. Jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

2. Sumber daya

Sumber daya adalah faktor yang paling penting dalam implementasi kebijakan agar efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yaitu kompetensi implementor dan sumber daya finansial. Tanpa adanya sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja. Indikator-indikator yang digunakan untuk melihat sejauh mana sumber daya mempengaruhi implementasi kebijakan adalah:

a) Staf, sumber daya utama implementasi kebijakan adalah staf atau pegawai. Kegagalan sering terjadi dalam implementasi kebijakan, salah satunya


(59)

disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak cukup memadai, tidak mencukupi ataupun tidak kompeten dalam bidangnya.

b) Penyediaan Finansial, sumber daya finansial adalah kecukupan modal investasi atas sebuah program atau kebijakan. Dengan adanya sumber daya finansial juga akan mendukung segala fasilitas yang dibutuhkan untuk mendukung terlaksananya kebijakan atau program.

c) Fasilitas, fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi, kapabel dan kompeten tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana), maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.

3. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang implementor, seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalanakan kebijakan dengan baik pula, seperti yang dinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijikan juga menjadi tidak efektif.

Implementor yang memiliki komitmen tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan diantara hambatan yang ditemui dalam program atau kebijakan. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam arus program yang telah digariskan dalam guideline program. Komitmen dan kejujurannya membawanya semakin antusias dalam melaksanakan tahap-tahap program secara konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik implementor dan


(60)

kebijakan di hadapan anggota kelompok sasaran. Sikap ini menurunkan resistensi dari masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya dan kepedulian kelompok sasaran terhadap implementor dan program atau kebijakan.

4. Struktur birokrasi

Struktur birokrasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satunya adalah adanya rincian tugas dan prosedur pelayanan menjadi pedoman bagi impelementor dalam bertindak. Selain itu, struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Pada akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

Menurut Edwards, ada dua karakteristik utama birokrasi, yaitu prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau sering disebut dengan Standard

Operating Procedures (SOP) dan fragmentasi, yaitu:

a. Berkembang sebagai tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari pada pelaksana serta keinginan untuk keseragaman dalam bekerjanya organisasi yang kompleks dan tersabar.

b. Berasal terutama dari tekanan luar unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif , kelompok kepentingan, pejabat eksekutif, konstitusi Negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi pemerintah.


(61)

Sumber : George C. Edwards III, 1980

B.Model Van Meter dan Van Horn (1975)

Model pendekatan impelementasi kebijakan yang dirumuskan Van Meter dan Van Horn, model ini menjelaskan bahwa kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel yang saling berkaitan (Subarsono, 2005:19). Variabel-Variabel tersebut, yaitu:

1. Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi. Mengukur kerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran tersebut.


(62)

2. Sumber Daya

Implementasi kebijkan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial. Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya mausia berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan.

3. Komunikasi dan penguatan aktivitas

Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain agar tujuan kebijakan dapat tercapai.

4. Karakterisik Agen Pelaksana

Mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengeruhi implementasi suatu program. 5. Kondisi sosial, Ekonomi dan Politik

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dappat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan dapat memberika dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan yakni menolak atau mendukung, bagaiamana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.


(63)

6. Disposisi Implementor

Disposisi impelementor ini mencakup 3 (tiga) hal penting, yaitu:

a) Respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan.

b) Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan.

c) Intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki implementor.

Gambar 2.3 Model Implementasi Van Meter dan Van Horn, 1975

d)

C.Model Merilee S.Grindle

Merilee S.Grindle,1980 (Dalam Samodra Wibawa 1994:22), memberi pemahaman bahwa studi implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Grindle juga menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut. Keunikan model Grindle terletak pada pemahaman yang komprehensif

Kebijakan Publik Standar dan tujuan Standar dan tujuan Sumber-Sumber Kebijakan Karakteristik Badan-Badan Pelaksana Kondisi-Kondisi Ekonomi Sosial dan Politik

Sikap para Pelaksana Kinerja kebijakan Publik


(64)

akan konteks kebijakan khusus yang menyangkut implementori, penerima implementasi dan arena konflik yang mungkin terjadi serta sumber daya yang akan diperlukan selama proses implementasi. Secara konsep dijelaskan bahwa model implementasi kebijakan publik yang dikemukakan Grindle menetukan bahwa keberhasilan proses implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya hasil tergantung kepada kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan yang cukup, selain dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Isi kebijakan yang dimaksud meliputi:

A.Kepentingan yang dipengaruhi oleh kebijakan. B.Jenis manfaat yang akan dihasilkan.

C.Derajat perubahan yang diinginkan. D.Kedudukan pembuat kebijakan. E. Siapa pelaksana program. F. Sumber daya yang dilibatkan.

Isi sebuah kebijakan akan menunjukkan posisi pengambilan keputusan oleh sejumlah besar pengambilan keputusan, sebaliknya ada kebijakan tertentu yang lainnya hanya ditentukan sejumlah kecil unit pengambilan kebijakan. Selanjutnya pengaruh dalam konteks lingkungan yang terdiri dari:

A.Kekuasaan kepentingan dan strategi aktor yang terlibat. B.Karakteristik lembaga dan penguasa.

C.Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana.


(65)

Sumber : Grindle, 1980

2.1.3 Model Implementasi Yang Digunakan

Dalam penelitian ini penulis memilih beberapa variabel yang dianggap mempengaruhi, antara lain :

A.Komunikasi

Komunikasi merupakan salah satu urat nadi dari sebuah organisasi agar program-programnya tersebut dapat direalisasikan dengan tujuan serta sasarannya.Komunikasi ialah sarana untuk menyebarluaskan informasi, baik dari atas kebawah maupun sebaliknya. Komunikasi dilakukan untuk menghindari distorsi implementasi. Sementara itu koordinasi menyangkut persoalan bagaimana praktik pelaksanaan kekuasaan. Koordinasi berarti adanya kerjasama yang saling terkait dan saling mendukung antar pelaksana kebijakan dalam guna pencapaian tujuan implementasi kebijakan.


(66)

Sumber daya Manusia (SDM) yang tidak memadai (Jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bias melakukan pengawasan dengan baik. Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Sumber daya menunjukkan setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia, fasilitas, dan financial. Ketersediaan sumber daya mempengaruhi efektifitas implementasi suatu program kebijakan. Oleh karena itu, dinas-dinas yang memiliki tugas dalam mempertimbangkan sumber daya yang sudah tersedia sebelumnya.

C.Disposisi

Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementator. Jika implementator setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah. Ada tiga bentuk sikap atau respon implementator terhadap kebijakan, yaitu:

1. Kesadaran pelaksana.

2. petunjuk atau arahan pelaksana untuk merespon program kearah penerimaan atau penolakan.

3. Intensitas dari respon tersebut.

Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam pelaksanaan program secara tepat karena


(67)

mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehinggasecara sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program.

D.Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu aspek struktur yang penting dari organisasi adalah adanya Standard Operating

Procedures (SOP). Standard Operating Procedures (SOP) menjadi pedoman bagi

implementator untuk bertindak struktur organisasi yang prosedur birokrasi cukup rumit dan kompleks.

2.1.4 Pengertian Electronic Government

E-government, sebagai sebuah konsep memiliki prinsip-prinsip dasar yang

universal, tetapi pengertian maupun penerapannya di sebuah negara tidak dapat dipisahkan dari sejarah, budaya, pendidikan, pandangan politik, kondisi ekonomi masing-masing negara. E-government didefinisikan sebagai suatu mekanisme interaksi baru antara pemerintah dengan masyarakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, dimana pemanfaatan teknologi informasi dan teknologi komunikasi dengan tujuan meningkatkan kualitas pelayanan publik (Indrajit,2002).

Electronic Government di Indonesia telah diperkenalkan melalui Instruksi

Presiden Nomor 6/2001 tgl. 24 April 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi, Media dan Informatika) yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus


(68)

menggunakan teknologi telematika untuk mendukung Good Governance dan mempercepat proses demokrasi. Lebih jauh lagi, Electronic Government wajib diperkenalkan untuk tujuan yang berbeda di kantor-kantor pemerintahan. Administrasi publik adalah salah satu area dimana internet dapat digunakan untuk menyediakan akses bagi semua masyarakat yang berupa pelayanan yang mendasar dan mensimplifikasi hubungan antar masyarakat dan pemerintah.

Menurut Keppres Nomor 20 Tahun 2006 E-Government adalah pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pemerintahan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Peranan IT dalam proses bisnis membuat organisasi berusaha untuk mengimplementasikan IT untuk proses terintegrasi.

World Bank Group (2001) menyatakan .E-Government refers to the use by

government agencies of information technologies (such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government. These technologies can serve a variety of different ends: better delivery of government services to citizens, improve interactions with business and industry, citizen empowerment throught access to information, or more efficient government management.. Artinya

penggunaanteknologi informasi oleh aparat pemerintah mampu meningkatkan hubungan denganwarga negara, pelaku bisnis dan dengan sesama pemerintah itu sendiri. TImemberikan banyak manfaat di bidang perbaikan pelayanan pemerintah,meningkatkan interaksi dengan pelaku bisnis dan industri, serta


(69)

pemberdayaan warganegara melalui informasi atau menjadikan manajemen pemerintahan yang efektif danefisien.

2.1.5 Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Secara Elektronik (E-Procurement)

Pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik atau E-Procurement adalah sistem pengadaan barang dan jasa yang proses pelaksanaannya dilakukan secara elektronik dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi. Sistem aplikasi serta layanan pengadaan elektronik disediakan oleh LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektonik) Nasional, yang bertindak sebagai koordinator.

2.1.5.1Pengertian pengadaan barang dan jasa Pemerintah secara elektronik (E-Procurement)

A. Menurut Croom dan Jones (2007) menjelaskan bahwa e-procurement merujuk pada penggunaan penggabungan sistem teknologi informasi untuk fungsi pengadaan meliputi pencarian sumber daya, negosisasi, pemesanan, dan pembelian.

B. Menurut Willem (2012:80) pengadaan secara elektronik (e-Proc) merupakan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan jaringan elektronik (jaringan internet atau intranet) atau electronic data interchange (EDI).

C. Pengadaan jasa konstruksi secara elektronik adalah sistem pengadaan jasa konstruksi yang proses pelaksanaanya dilakukan secara elektronik dan


(1)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Foto ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 4

1.4Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1Kerangka Teori ... 6

2.1.1Kebijakan Publik ... 6

2.1.2 Implementasi Kebijaka Publik ... 10

2.1.3 Model Implementasi yang digunakan ... 20

2.1.4 Pengertian Electronic Government ... 22

2.1.5Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Secara Elektronik (E-procurment) ... 23

2.1.5.1Pengertian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah secara Elektronik (E-Procurement) ... 24 2.1.5.2 Tujuan dan Manfaat dari Pengadaan Barang dan Jasa secara


(2)

vi

2.1.5.3Prinsip-prinsip Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik

(E-Procurement) ... 26

2.2 Defenisi Konsep ... 28

2.3 Defenisi Operasional ... 29

2.4 Sistematika Penulisan ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Bentuk Penilitian ... 33

3.2 Lokasi Penelitian ... 33

3.3 Informan Penelitian... 33

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 34

3.5 Teknik Analisis Data... 35

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 36

4.1 Gambaran Umum Kota Medan ... 36

4.2 Visi dan Misi Kota Medan ... 37

4.3 Struktur Organisasi Pemerintahan Kota Medan ... 41

4.4 Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan ... 44

4.4.1 Susunan Kepegawaian ... 46

4.4.2 Tugas Pokok dan Fungsi ... 47

BAB V PENYAJIAN DATA ... 50

5.1 Hasil Wawancara ... 50

5.1.1 Komunikasi ... 50

5.1.2 Sumber Daya ... 57

5.1.3 Disposisi ... 64


(3)

BAB VI ANALISIS DATA ... 67

6.1 Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik (E-procurement) Di Kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Medan ... 67

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

7.1 Kesimpulan ... 75

7.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA... 78 LAMPIRAN ...


(4)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 ... 37

Tabel 4.2 ... 46

Tabel 4.3 ... 46

Tabel 4.4 ... 46

Tabel 5.5 ... 58

Tabel 5.6 ... 61


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 ... 9

Gambar 2.2 ... 15

Gambar 2.3 ... 18

Gambar 2.4 ... 19

Gambar 4.5 ... 42

Gambar 4.6 ... 45

Gambar 5.7 ... 52

Gambar 5.8 ... 53

Gambar 5.9 ... 54

Gambar 5.10 ... 56

Gambar 5.11 ... 56


(6)

x

DAFTAR FOTO

Foto 5.1 ... 62 Foto 5.2 ... 62 Foto 5.3 ... 63