PSIKOLOGI MEDIA Iklan LKG Vanaprastha d

PSIKOLOGI MEDIA
-Iklan LKG Vanaprastha dan Gery Chocolatos-

Dyah Ayu Kartika Kusumawardani
1006688804
Kelas Media B

3 April 2012
Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia

I.

Pendahuluan/ Pengantar :
Iklan merupakan salah satu bentuk penyampaian informasi yang paling mudah ditemui
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Misalkan saja, dalam penayangan sebuah acara di
televisi, terdapat beberapa menit khusus yang diperuntukkan bagi iklan. Begitupun di koran,
majalah, bahkan di media sosial seperti twitter dan facebook. Iklan dianggap penting, baik dari
sudut pandang produsen maupun dari sudut pandang media. Dengan iklan, produsen dapat
melakukan publikasi produk yang dihasilkannya sehingga pemasarannya lebih luas dan
keuntungan yang diperoleh semakin besar. Sedangkan bagi media, iklan menjadi salah satu

sumber kas media karena biaya yang dibayarkan untuk iklan cukup tinggi, tergantung dari
kebijakan media itu sendiri.
Sandage, Fryburge, dan Rotzoll (1983) mendefinisikan iklan sebagai “Paid, nonpersonal
communication forms used with persuasive intent by identified sources through various media ”.

Dengan kata lain, elemen-elemen dari sebuah iklan adalah; (1) paid atau berbayar. Ada tarif
tertentu yang harus dibayarkan produsen untuk membuat dan memasarkan iklan, berbeda
dengan press release atau berita. (2) nonpersonal. Kata ini mengartikan bahwa iklan merupakan
cara penyaluran informasi yang diperuntukkan bagi orang banyak. (3) persuasive intent. Frase
ini menunjukkan bahwa iklan memiliki tujuan tertentu yang jelas, yaitu untuk mempersuasi
masyarakat sehingga masyarakat tertarik akan produk dari suatu lembaga.
Iklan berkaitan dengan ilmu psikologi. Sherif (dalam Sandage, Fryburger, dan Rotzoll, 1983)
menjelaskan untuk menghasilkan suatu perilaku yang dapat diobservasi (overt behavior ), ada
proses psikologis yang dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Iklan berperan
sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi kognisi seseorang melalui adanya pengalihan
atensi dan dengan eksposur dari sebuah iklan di berbagai media yang dijumpai masyarakat
(Sandage, Fryburger, dan Rotzoll, 1983).
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai iklan dengan kaitannya dengan
psikologi, pada kesempatan ini, saya akan melakukan analisa terhadap dua iklan. Iklan yang
pertama adalah iklan yang dipersembahkan oleh Vanaprastha, sebuah lembaga bagi penggiat

alam terbuka dan aktivis lingkungan. Iklan ini bertujuan untuk mempromosikan salah satu
program, yaitu LKG (Lomba Kebut Gunung) pada tahun 2010. LKG Vanaprastha ini adalah
program yang diperuntukkan bagi pemuda-pemudi Indonesia untuk melakukan pelestarian
alam Indonesia yang dilaksanakan di Cibodas, tanggal 17 – 19 desember 2010. Iklan yang
kedua adalah iklan komersial, persembahan dari PT. Garuda food. Iklan ini mempromosikan
salah satu produk kudapan milik PT. Garuda food, yaitu gery chocolatos. Kedua iklan ini
memiliki beberapa perbedaan yang, menurut saya, menarik untuk diperbandingkan, baik dari

sisi produk, tujuan, tokoh yang digunakan dalam iklan ini, cara penyampaian tokoh, hingga
setting iklan itu sendiri.

II.

Observasi
2.1 Observasi Iklan LKG Vanaprastha
LKG Vanaprastha adalah sebuah program dari lembaga Vanaprastha, sebuah lembaga bagi
para aktivis lingkungan. LKG sendiri merupakan akronim dari Lomba Kebut Gunung. Dalam
program LKG ini tersedia berbagai acara seperti musik akustik, penanaman pohon di 33
provinsi dan sarasehan lingkungan. Acara ini akan dilaksanakan pada tanggal 17 – 19
Desember 2012 di Cibodas. Untuk mempromosikan acara ini, dibuatlah iklan berupa video

yang dapat juga dilihat di televisi pada masa itu.
Iklan yang berdurasi 29 detik ini dimulai dengan tampilan dan komentar dari seorang
tokoh, yaitu ketua umum Vanaprastha, Adhiyaksa Dault, terhadap bumi Indonesia. Setelah itu
beliau menyatakan keprihatinannya akan kerusakan alam yang dilakukan manusia. Pada saat
ini, tampilan pada iklan berubah menjadi hutan gundul yang menjadi korban eksploitasi
manusia. Setelah itu beliau juga menyatakan keprihatinan karena kurangnya gerakan dari kaum
muda untuk melestarikan lingkungan. Saat beliau menyatakan hal ini tampilan berubah menjadi
rekaman beliau bersama pemuda-pemuda yang tergabung dalam gerakan LKG. Dalam tampilan
ini terlihat Adhiyaksa Dault sedang mengalungkan flyer Vanaprastha kepada para pemuda
peserta LKG kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan di atas gunung.
Selanjutnya, tampilan iklan kembali ke

Adhiyaksa Dault yang meminta dukungan serta

partisipasi pemuda untuk mengikuti program LKG Vanapratha ini. Setelah itu, tampilan iklan
kembali berubah menjadi keterangan waktu, tempat dan kegiatan yang akan dilakukan selama
LKG ini berlangsung serta pihak-pihak yang bekerjasama membuat program dan iklan ini.
Selama iklan ditayangkan, dialunkan musik instrumental dari lagu Indonesia Pusaka. Kesan
yang saya tangkap ketika menonton iklan ini adalah rasa patriotik yang ditumbuhkan oleh iklan
ini, terlebih dengan adanya alunan lagu Indonesia Pusaka. Melalui iklan ini, saya semakin

diingatkan untuk menjaga dan melestarikan alam Indonesia.

2.2 Observasi Iklan Gery Chocolatos
Gery chocolatos adalah sebuah produk kudapan milik PT. Garuda food. Ada beberapa

iklan yang dipersiapkan oleh PT. Garuda food untuk mempromosikan kudapan ini, salah
satunya adalah iklan yang diperankan oleh Nikita Willy, seorang aktris terkenal yang sedang
naik daun belakangan ini. Iklan gery chocolatos yang berdurasi 14 detik ini menceritakan
sepasang kekasih yang sedang dalam masalah karena sang wanita hilang ingatan. Sang pria
selalu datang ke rumah gadis itu dan berusaha agar kekasihnya bisa mengingat masa lalunya.
Karena tak kunjung ingat, sang pria memberikan gery chocolatos yang selama ini menjadi

kenangan antara mereka berdua. Setelah memakan gery chocolatos itu, tiba-tiba sang wanita
dapat mengingat masa lalunya. Mereka pun merasa bahagia dan menutup iklan ini dengan
adegan berpelukan. Iklan ini mengambil setting di sebuah balkon rumah yang bergaya eropa.
Meskipun begitu, sang model hanya memakai pakaian kasual, tidak bergaya eropa. Nuansa
dalam iklan ini dibentuk menjadi nuansa yang romantis dengan padanan warna pastel, cara
bicara dan gerak tubuh model, serta alunan musik yang syahdu dan romantis.

2.3 Landasan Teori

Dalam menjelaskan kedua iklan ini dan dampaknya di masyarakat, saya akan
menggunakan teori dari bidang ilmu psikologi kognitif, psikologi sosial dan psikologi belajar.
Teori pertama yang akan saya jelaskan adalah teori psikologi kognitif yang berhubungan
erat dengan iklan. Shrimp dan Gresham (dalam Haris, 2004) menyebutkan adanya delapan
tahap bagaimana iklan mempengaruhi kognisi manusia. Tahap pertama adalah tereksposnya
individu terhadap iklan yang tersaji dalam berbagai bentuk media massa. Setelah adanya
eksposure dari media, individu memberikan atensi terhadap iklan tersebut. Ketika atensi
individu telah tertuju kepada sebuah iklan, individu tersebut akan mencoba untuk memahami
maksud atau pesan dari iklan tersebut. Kemudian, individu melakukan evaluasi terhadap pesan
dari iklan tersebut, apakah setuju atau tidak setuju. Apabila setuju dengan pesan yang
disampaikan iklan tersebut, tahap berikutnya adalah kita melakukan proses encoding atau
pemasukan informasi ke dalam memori jangka panjang individu. Suatu saat, individu akan
melakukan retrieval atau pemanggilan kembali informasi yang sebelumnya sudah di-encode
untuk membantunya dalam melakukan pengambilan keputusan. Apabila hal yang harus
diputuskan relevan dengan informasi yang diperoleh melalui iklan, individu akan mengambil
keputusan sesuai dengan iklan tersebut dan kemudian melakukan tingkah laku sesuai yang
diharapkan oleh tujuan iklan tersebut (misal: membeli suatu produk).
Selanjutnya adalah teori persuasi dari psikologi sosial. Sarwono (2009) mendefinisikan
persuasi sebagai “ upaya mengubah sikap orang lain melalui penggunaan berbagai macam
pesan”. Bentuk dari persuasi bisa bermacam-macam, misalnya sosialisasi, kampanye, dan iklan.

Untuk melakukan persuasi dengan baik, perlu diperhatikan pula individu yang melakukan
penyampaian pesan. Individu yang kredibel dan atraktif dinilai lebih berhasil mempersuasi
orang lain (Baron dan Bryne, 2009). Selain itu, cara mendesain pesan juga berpengaruh pada
persuasi.

Pesan yang tidak didesain untuk mengubah tingkah laku seseorang dinilai lebih

sukses daripada pesan yang didesain untuk mengubah tingkah laku (Walster dan Festinger
dalam Baron dan Bryne, 2009).
Teori yang akan saya pakai selanjutnya adalah teori pembelajaran sosial atau juga dikenal
dengan modelling. Individu melakukan pembelajaran sosial atau modelling ketika dirinya
mengobservasi dan melakukan pola tingkah laku yang sama dengan peran seorang model

(Wittig, 1980). Model yang dimaksud di sini adalah orang lain atau pola respon tertentu dari
orang lain yang dipilih oleh individu tersebut untuk dijadikan model. Perilaku hasil
pembelajaran sosial bisa bertahan karena observer mendapatkan reinforcement berupa (1) selfreinforcement, ketika seseorang memberikan reinforcement kepada dirinya sendiri apabila

berhasil melakukan modelling, (2) vicarious reinforcement, ketika seseorang mendapatkan
reward dari lingkungan sosial saat ia berhasil melakukan modelling, dan yang terakhir (3)
reinforcement by the model, ketika individu yang melakukan modelling mendapat reward dari


model itu sendiri (Wittig, 1980)

III. Analisis
3.1 Analisis Iklan LKG Vanaprastha
Iklan LKG Vanaprastha termasuk ke dalam jenis iklan layanan masyarakat. Tujuan dari
iklan ini adalah untuk mengundang para pemuda-pemudi Indonesia untuk berpartisipasi dalam
lomba kebut gunung Vanaprastha. Iklan ini termasuk dalam tipe psychological appeal:
patriotic appeal karena dalam iklan ini disampaikan himbauan supaya masyarakat Indonesia

semakin mencintai alam Indonesia.

Para pemirsa diharapkan dapat menyadari parahnya

kerusakan alam Indonesiadan turut berpartisipasi dalam upaya pelestarian alam, salah satunya
dengan mengikuti program LKG Vanaprastha yang diikuti dengan acara musik akustik,
penanaman pohon di 33 provinsi dan sarasehan lingkungan. Dilihat dari aspek etika, menurut
saya tidak terdapat penyalahan etika di dalam iklan ini. Pesan dari iklan ini tersampaikan
dengan langsung dan baik. Memang ada beberapa kekurangan dari iklan ini, namun tidak
menyalahi etika. Dampak dari iklan ini dapat menyadarkan para generasi muda, khususnya, dan

seluruh masyarakat Indonesia, pada umumnya, untuk melestarikan alam Indonesia. Di dalam
iklan ini ditampakkan hutan yang telah gundul dan eksploitasi tidak bertanggung jawab yang
dilakukan manusia. Iklan ini, dan juga program LKG dapat meningkatkan kesadaran banyak
pihak bahwa sudah saatnya kita menjaga alam Indonesia.
Sayangnya, pengemasan iklan ini kurang menarik dan kurang cocok untuk ditujukan
kepada generasi muda. Iklan ini terlalu formal dan kaku sehingga terlihat kurang menarik.
Pengemasan iklan yang kurang menarik akan berdampak pada atensi yang diberikan oleh
penonton iklan. Pada teori kognitif yang telah saya jelaskan di atas, atensi dari penonton terjadi
setelah adanya eksposur di media. Iklan ini telah melewati tahap pertama, yaitu eksposur,
namun saya rasa kurang berhasil melewati tahap kedua, yaitu atensi dari penonton. Atensi
hanya diberikan oleh mereka yang memang peduli akan kelestarian alam. Anak muda yang
tidak terlalu tertarik akan pelestarian lingkungan mungkin tidak akan memberikan atensi yang
lebih pada iklan tersebut. Kegagalan dalam tahap atensi akan berdampak pada tahap
selanjutnya sehingga tujuan dari iklan ini tidak tercapai dengan sempurna.

Penggunaan ketua Vanaprastha, Adhiyaksa Dault, sebagai tokoh utama dalam iklan ini
saya nilai tidak efektif. Dalam teori persuasi memang dikatakan persuasi yang dilakukan
dengan tokoh yang kredibel dinilai lebih sukses dalam mempersuasi orang. Adhiyaksa Dault
tak perlu lagi diragukan kredibilitasya di bidang lingkungan, mengingat jabatan yang ia pangku
saat itu sebagai ketua lembaga Vanaprastha. Namun, dalam konteks iklan yang bertujuan untuk

menarik perhatian banyak orang, saya rasa kredibilitas tokoh tidak menjadi

hal yang

diutamakan dalam iklan. Selain itu, sosok Adhiyaksa Dault bukanlah sosok yang secara akrab
dikenal oleh masyarakat luas, terutama generasi muda, sehingga tidak memberikan

efek

persuasi yang kuat pada iklan ini. Walster dan Festinger (dalam Baron dan Bryne, 2009) juga
mengatakan adanya pengaruh pesan yang didesain untuk mengubah tingkah laku seseorang
dalam persuasi. Pada iklan LKG Vanaprastha ini, pesan didesain untuk mengubah tingkah laku
seseorang yaitu untuk mengubah tingkah lakunya menjadi mendukung dan turut menyukseskan
program LKG 2010. Hal ini dikemukakan secara eksplisit oleh Adhiyaksa Dault dengan
pernyataan: “dukung dan sukseskan LKG 2010”. Pesan yang didesain dengan cara seperti ini
kurang sukses untuk mempersuasi orang lain sehingga pemirsa tidak memberikan atensi yang
lebih.
Iklan ini juga dapat dijelaskan melalui teori modelling. Dalam iklan, sempat diperlihatkan
beberapa anak muda yang sebelumnya berperan langsung dalam program LKG.
Ditampilkannya pemuda-pemuda peduli lingkungan di iklan dapat dijadikan sebagai model

bagi para pemirsa. Dengan menjadikan pemuda-pemuda itu sebagai model, diharapkan akan
ada orang yang ingin juga berperan langsung seperti para pemuda itu dan akhirnya bergabung
dalam program ini. Terlebih, apabila orang yang melakukan modelling mendapatkan
reinforcement, baik dari eksternal maupun internal diri. Apabila orang tersebut berhasil

melakukan modelling, misalnya dalam kasus ini: berperan serta dalam LKG Vanaprastha, maka
ia akan mendapatkan vicarious reinforcement (rasa senang karena mendapat reinforcement dari
lingkungan sosial karena berhasil meniru perilaku model) dan reinforcement by the model
(rasa senang karena mendapat reinforcement dari model; misalnya dengan pemberian slyer oleh
ketua Vanaprastha).

3.2 Analisis Iklan Gery Chocolatos
Berbeda dengan iklan LKG Vanaprastha, iklan gery chocolatos ini bersifat komersil
sehingga masuk ke tipe iklan yang bertujuan untuk menjual barang/jasa. Tujuan dari iklan ini
tak lain untuk mempromosikan kudapan gery chocolatos sehingga semakin banyak orang yang
membeli produk ini. Produk yang dijadikan komoditas dalam iklan ini diperuntukkan bagi
segala usia, namun penggunaan tokoh yang notabene masih remaja memberi kesan iklan ini
diperuntukkan bagi remaja. Iklan ini termasuk dalam tipe psychological appeal: emotional
appeal. Hal ini terlihat dari alur cerita yang menggambarkan hubungan sepasang kekasih yang


sempat mengalami masalah karena sang wanita mengalami amnesia, kemudian teratasi dengan
adanya gery chocolatos. Dilihat dari aspek etika, menurut saya, iklan ini memiliki sedikit
permasalahan. Permasalahan itu dilihat dari alur cerita iklan dan tujuan pemirsa iklan ini. Iklan
yang menceritakan hubungan percintaan remaja ini, saya rasa kurang cocok digunakan sebagai
alur cerita iklan yang diperuntukkan untuk semua umur, terutama bagi anak-anak karena belum
saatnya mereka memahami hubungan interpersonal yang intim seperti yang diperlihatkan pada
iklan tersebut. Iklan ini memiliki dampak positif maupun negatif. Dampak positif dari iklan ini,
semakin banyak orang yang mengetahui produk gery chocolatos dan tertarik untuk membeli
kudapan tersebut. Sedangkan untuk dampak negatif berkaitan dengan isu etika, perkembangan
anak-anak menjadi lebih cepat dari seharusnya. Mereka mengetahui hal yang belum waktunya
mereka ketahui dan berdampak pada kehidupan sosial mereka.
Menurut saya, iklan ini sukses melewati kedelapan tahap pengaruh iklan dengan kognitif
manusia. Iklan ini telah melakukan tahap ekspos dengan eksposur iklan yang masif. Hal ini
terbukti dengan popularitas gery chocolatos yang tinggi di masyarakat. Di tahap pemberian
atensi, iklan ini termasuk berhasil karena di kontennya yang dekat dengan kehidupan seharihari namun disajikan dengan cara yang berbeda. Penggunaaan tokoh yang merupakan artis
terkenal, setting iklan, bahasa verbal maupun non-verbal dan alur cerita juga membantu
pengalihan atensi para pemirsa kepada iklan ini. Tahap selanjutnya adalah tahap pemahaman
akan isi pesan yang disampaikan melalui iklan. Tahap ini juga sukses dilakukan walaupun
pesan untuk membeli produk ini tidak disampaikan secara eksplisit. Dalam iklan ini diceritakan
bahwa gery chocolatos dapat mengembalikan memori bersama orang terkasih. Walaupun pada
kenyataannya efek dari gery chocolatos tidak sehebat itu, tapi masyarakat paham bahwa gery
chocolatos dapat memberikan emosi positif jika kita mengonsumsinya. Di tahap yang

selanjutnya, tahap evaluatif. Di tahap ini masyarakat menilai apakah setuju dengan pesan yang
disampaikan dalam iklan ini atau tidak. Jika setuju, proses kognisi berlanjut ke tahap encoding
dimana informasi mengenai gery chocolatos dapat memberikan emosi positif terhadap
konsumernya dimasukkan ke dalam LTM individu. Apabila suatu saat individu ingin memiliki
emosi positif, individu tersebut akan mengingat bahwa gery chocolatos dapat memberikan
emosi positif bagi dirinya lalu mengambil keputusan untuk mengonsumsi gery chocolatos.
Proses kognisi ini akan berlanjutnya menjadi perubahan tingkah laku apabila individu tersebut
membeli produk gery chocolatos.
Iklan ini juga sukses menjelaskan teori persuasi. Memang tokoh dalam iklan ini tidak
menggunakan kata-kata yang atraktif untuk membuat orang membeli produk ini, namun
keberadaan Nikita Willy sudah merepresentasikan tokoh yang melakukan persuasi dengan
atraktif. Nikita Willy adalah aktris cantik yang image-nya positif di masyarakat. Popularitasnya
yang tinggi membuat hampir semua orang di negeri ini mengenalnya sehingga memberikan
kedekatan emosional tersendiri dengan masyarakat. Hal ini juga berkaitan dengan teori

modelling. Apabila masyarakat, khususnya remaja putri, mempersepsikan Nikita Willy sebagai

model dan ingin berperilaku seperti Nikita Willy, kecenderungan masyarakat untuk membeli
gery chocolatos juga semakin tinggi mengingat Nikita Willy berperan sebagai tokoh utama

dalam iklan gery chocolatos ini. Walaupun kemungkinan untuk mendapatkan reinforcement by
model sangat kecil, masyarakat yang melakukan modelling terhadap Nikita Willy tetap

mendapatkan reinforcement berupa self-reinforcement serta vicarious reinforcement sehingga
perilaku modelling dapat terjadi.
Kembali ke teori persuasi, faktor lain yang mempengaruhi persuasi adalah pesan yang
disampaikan, apakah didesain untuk mengubah tingkah laku seseorang atau tidak. Pada iklan
gery chocolatos, pesan yang disampaikan pada iklan tidak di desain untuk mengubah tingkah

laku seseorang secara eksplisit. Dalam iklan ini yang disampaikan hanyalah alur cerita dan
tidak ada kata-kata seperti “beli lah gery chocolatos!” dan sebagainya. Tagline gery chocolatos,
yaitu “mamamia lezatos” juga tidak menghimbau pemirsanya untuk membeli produk ini. Jenis
penyampaian pesan yang seperti ini lah yang dianggap lebih sukses mempersuasi pemirsa
daripada jenis penyampaian pesan yang di desain untuk mengubah tingkah laku seseorang.

IV.

Perbandingan Analisis Terhadap Kedua Iklan
Dapat dikatakan, iklan LKG Vanaprastha dan iklan gery chocolatos yang saya analisa

dalam paper ini bertolak belakang satu sama lain. Iklan LKG Vanaprastha merupakan iklan
layanan masyarakat yang tidak bertujuan untuk mendapatkan keuntungan

(non-komersil)

sedangkan iklan gery chocolatos memang bertujuan untuk membuat masyarakat mengetahui
produk ini sehingga semakin banyak masyarakat yang membeli kudapan ini (komersil). Dilihat
dari psychological appeal pun kedua iklan ini berbeda. Iklan LKG Vanaprastha lebih
menekankan pada patriotic appeal sedangkan iklan gery chocolatos lebih menekankan pada
emotional appeal. Dilihat dari sudut pandang etika, iklan LKG Vanaprastha tidak memiliki

permasalahan etika bahkan justru mendorong masyarakat untuk berbuat yang lebih baik, yaitu
pelestarian lingkungan, sedangkan dalam iklan gery chocolatos terdapat permasalahan etika
dimana iklan itu bisa berdampak bagi perkembangan anak-anak yang menonton iklan tersebut.
Bentuk pengemasan iklan pada kedua iklan juga berbeda. Pada iklan LKG Vanaprastha
pengemasan iklan tampak formal dan kaku, baik dari isi iklan, bahasa yang digunakan, musik
latar, hingga penggunaan tokoh yang kurang atraktif pada iklan. Hal ini berpengaruh pada
proses kognisi masyarakat, terutama pada tahap atensi dan berdampak pada tahap kognisi
selanjutnya. Hal lain terjadi pada iklan gery chocolatos. Pengemasan iklan pada iklan ini
cenderung lebih santai dengan penggunaan bahasa, baik verbal maupun non-verbal, yang dapat
dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat, musik latar yang mendukung situasi yang ingin
dibentuk sesuai dengan alur cerita, hingga tokoh yang atraktif dan dikenal oleh masyarakat.

Poin-poin ini membuat iklan gery chocolatos berhasil membuat masyarakat mengetahui adanya
produk ini bahkan turut membelinya.
Dalam uraian di atas saya telah menjelaskan perbedaan antara iklan LKG Vanaprastha
dengan iklan gery chocolatos. Selanjutnya akan saya jelaskan persamaan antara kedua iklan ini.
Secara mendasar, jenis dari kedua iklan ini berbentuk video sehingga dapat disimpulkan kedua
iklan ini adalah iklan yang muncul di media elektronik. Persamaan lain yang dapat ditemukan
dalam kedua iklan ini adalah sasaran pemirsa yang menonton iklan ini, keduanya sama-sama
mempublikasikannya kepada seluruh lapisan masyarakat walaupun setiap iklan memiliki
kecenderungan ke komunitas tertentu, misalnya LKG Vanaprastha cenderung mengajak
generasi muda yang peduli lingkungan sedangkan gery chocolatos lebih ke masyarakat pada
umumnya, namun secara umum kedua iklan ini diperuntukkan bagi masyarakat luas. Selain itu,
kedua iklan ini mendukung adanya proses modelling. Dalam iklan pertama proses modelling
dilakukan terhadap sekelompok pemuda yang sebelumnya telah mengikuti program LKG yang
sempat ditampilkan dalam iklan LKG Vanaprastha tersebut. Proses modelling pada iklan gery
chocolatos dapat dilakukan terhadap sang tokoh utama, Nikita Willy yang memiliki image

yang positif di masyarakat. Hal ini juga didukung dengan adanya reinforcement baik dari
pelaku modelling terhadap diri sendiri (self-reinforcement), reinforcement dari lingkungan
sosial setelah berhasil melakukan modelling (vicarious reinforcement), maupun dari model
terhadap pelaku modelling (reinforcement by model)

V.

Kesimpulan dan Rekomendasi

5.1 Kesimpulan dan Rekomendasi Iklan LKG Vanaprastha
Iklan LKG Vanaprastha sudah baik dari segi isi pesan dan juga etika. Pesan yang ingin
disampaikan pada pesan ini sangat baik karena mengajak masyarakat berpartisipasi dalam
pelestarian lingkungan denga datang ke program LKG. Dari segi etika, tidak terdapat isu yang
tidak etis pada iklan ini. Walaupun baik dari sisi isi pesan dan etika, tetap saja ada beberapa
bagian dari iklan ini yang harus diperbaiki, terutama di bagian pengemasan iklan. Perbaikan
pada pengemasan iklan ini diharapkan dapat membuat iklan lebih menarik sehingga mendapat
atensi lebih dari masyarakat. Misalnya dengan menggunakan artis ibukota yang sudah dikenal
luas oleh generasi muda untuk mengajak mereka turut berpartisipasi

dalam acara LKG.

Alternatif lain adalah dengan membuat iklan yang lebih fleksibel dan cocok dengan semangat
generasi muda atau dengan mengemas iklan dengan konsep-konsep yang lebih unik. Selain itu,
cara penyampaian pesan juga harus diperbaiki dengan cara tidak secara langsung meminta
pemirsa untuk melakukan perubahan tingkah laku, apabila ingin melakukan persuasi dengan
lebih efektif.

5.2 Kesimpulan dan Rekomendasi Iklan Gery Chocolatos

Iklan gery chocolatos sudah baik dari segi pengemasan iklan dan pemilihan tokoh utama
iklan. Pengemasan iklan sudah baik . Tokoh yang dipilih tepat karena dikenal oleh masyarakat
luas. Cara penyampaian pesan yang tidak secara langsung meminta pemirsa untuk mengubah
tingkah lakunya juga membuat persuasi pada iklan ini lebih efektif. Permasalahan pada iklan
ini terdapat pada isu etika. Iklan ini tidak cocok dipertontonkan kepada anak-anak padahal
produk dalam iklan ini diperuntukkan bagi semua usia. Hal ini bisa teratasi apabila gery
chocolatos menggunakan iklan dan tokoh yang lebih netral untuk segala usia sehingga iklan ini

tidak terkesan hanya untuk sebagian kelompok saja. Alternatif yang dapat dilakukan adalah
dengan menggunakan artis cilik yang sedang naik daun, menggunakan karikatur ataupun halhal lain yang dekat hubungannya dengan dunia anak.

VI.

Daftar rujukan dan lampiran
Baron, R.A.,&Byrne, D. (2009). Social psychology. New York: Pearson Education,
Inc.
Harris, R. J. (2008). A cognitive psychology of mass comunication. London:
Lawrence Erlbaum Associates.
Sandage, C.H., Fryburger, V., & Rotzoll. K. (1983). Advertising theory and
practice. Illinois: Richard D. Irwin, Inc.

Sarwono, S.W., & Meinarno, E. (2009). Psikologi sosial. Jakarta: Salemba
Humanika.
Wittig, A. F. (1980). Psychology of learning. Europe: McGraw-Hill Education.