TUGAS AGAMA HINDU PANDANGAN AGAMA HINDU

TUGAS AGAMA HINDU
PANDANGAN AGAMA HINDU TENTANG
ABORSI
Dosen Pengampu : I NYOMAN WARTA

OLEH:
IDA BAGUS PUTU EKA ADI PUTRA
LOVE
NI KADEK BADACI DEWI
14130045 and 14150084
A.11.1
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
D III KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2014/2015

KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha

Esa, karena beliau kami dapat menyelesaikan tugas tentang “Pandangan Agama Tentang
Aborsi” kini dapat kami selesaikan.
Kami menyadari bahwa penyajian dan penyusunan tugas kami ini terdapat kekurangan.
Oleh sebab itu, kami mohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran berbagai pihak, demi
penyempurnaan tugas ini.
Dengan selesainya karya ilmiah ini, kami harap berguna bermakna dan bermanfaat bagi
pihak yang membaca makalah ini.
“ Om Santhi, Santhi, Shanti Om”

Yogyakarta,6 oktober 2014

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................. 2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Aborsi............................................................... 3
2.2 Alasan Wanita Melakukan Aborsi...................................... 5
2.3 Metode-Metode Aborsi...................................................... 6
2.4 Resiko Aborsi..................................................................... 12
2.5 Pandangan Agama Terhadap Aborsi................................... 13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................... 23
3.2 Saran................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 24

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Saat ini Aborsi menjadi salah satu masalah yang cukup serius, dilihat dari tingginya
angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia sendiri, angka pembunuhan

janin per tahun sudah mencapai 3 juta. Angka yang tidak sedikit mengingat besarnya tingkat
kehamilan di Indonesia. Selain itu, ada yg mengkategorikan aborsi itu pembunuhan. Ada yang
melarang atas nama agama. Ada yang menyatakan bahwa jabang bayi juga punya hak hidup
sehingga harus dipertahankan, dan lain-lain.
Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada
kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan
melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia.
Namun sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam
bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis. Akan tetapi, kematian ibu yang disebabkan komplikasi
aborsi sering tidak muncul dalam laporan kematian, tetapi dilaporkan sebagai perdarahan atau
sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di
masyarakat. Di satu pihak aborsi dianggap ilegal dan dilarang oleh agama sehingga masyarakat
cenderung menyembunyikan kejadian aborsi, di lain pihak aborsi terjadi di masyarakat. Ini
terbukti dari berita yang ditulis di surat kabar tentang terjadinya aborsi di masyarakat, selain
dengan mudahnya didapatkan jamu dan obat-obatan peluntur serta dukun pijat untuk mereka
yang terlambat datang bulan.
Tidak ada data yang pasti tentang besarnya dampak aborsi terhadap kesehatan ibu, WHO
memperkirakan 10-50% kematian ibu disebabkan oleh aborsi (tergantung kondisi masing-masing
negara). Diperkirakan di seluruh dunia setiap tahun dilakukan 20 juta aborsi
tidak aman, 70.000 wanita meninggal akibat aborsi tidak aman, dan 1 dari 8 kematian ibu

disebabkan oleh aborsi tidak aman. Di Asia tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi
dilakukan setiap tahunnya, di antaranya 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Risiko
kematian akibat aborsi tidak aman di wilayah Asia diperkirakan antara 1 dari 250, negara maju
hanya 1 dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia
masih cukup besar.

1.2 Rumusan Masalah :
1. Apa yang dimaksud dengan aborsi?
2.

Mengapa banyak perempuan melakukan aborsi?

3.

Bagaimana pandangan agama terhadap tindak aborsi?

1.3 Tujuan Penulisan


Mengetahui apa yang dimaksud dengan aborsi




Untuk mengetahui mengapa perempuan banyak melakukan abosrsi



Untuk mengetahui bagaimana pandangan agama hindu terhadap tindakan aborsi

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

1.

a.
b.
c.
d.


Pengertian Aborsi
Aborsi dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”. Menurut Fact About
Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute for Social, Studies and Action, Maret 1991,
dalam istilah kesehatan aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya
telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20
minggu. Aborsi atau gugur kandungan dapat dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja.
Klasifikasi Abortus
Abortus spontanea
Abortus spontanea merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan, dalam hal ini dibedakan
sebagai berikut:
Abortus imminens, Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Abortus insipiens, Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
Abortus inkompletus, Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Abortus kompletus, semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.

2.


Abortus provokatus
Abortus provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan, yaitu dengan cara
menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya bayi
dianggap belum dapat hidup diluar kandungan apabila usia kehamilan belum mencapai 28
minggu, atau berat badan bayi kurang dari 1000 gram, walaupun terdapat beberapa kasus bayi
dengan berat dibawah 1000 gram dapat terus hidup.
Pengelompokan abortus provokatus secara lebih spesifik:
a.
Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus, abortus yang dilakukan dengan
disertai indikasi medik. Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi
menyelamatkan nyawa ibu.
b. Abortus Provokatus Kriminalis, aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medik
(ilegal). Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan alat-alat atau obat-obat tertentu.
3.

Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi berturut-turut tiga kali atau lebih. Pada
umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, namun kehamilannya berakhir sebelum 28

minggu, dan umumnya disebabkan karena kelainan anatomic uterus, atau kelainan factor

imunologi.
4.

Missed Abortion
Kematian janin dan nekrosis jaringan konsepsi tanpa ada pengeluaran selama lebih dari4 minggu
atau lebih (beberapa buku 8 minggu).
5. Abortus Septik
Tindakan pengakhiran kehamilan dikarenakan sepsis akibat tindakan abortus yang terinfeksi
(misalnya dilakukan oleh dukun, atau awam). Bahaya terbesar adalah kematuan ibu.

2.2 Alasan Wanita Melakukan Aborsi
1. Pemerkosaan. Perempuan yang hamil melalui hubungan seksual yang tidak diinginkan yang
paling sering menemukan bahwa mereka tidak dapat menangani sedang dihadapi dengan bukti
serangan mereka. Setelah aborsi dapat membantu mengurangi trauma perkosaan penyebab dan
bisa membantu korban dalam melanjutkan dengan hidupnya.
2. Incest. Kehamilan incest disebabkan oleh hubungan seksual dengan anggotakeluarga., Apakah
konsensual atau non-konsensual, dapat menjadi alasan untuk aborsi. Penelitian telah
menunjukkan bahwa seorang anak dari situasi seperti menghadapi masalah medis atau kesehatan
yang cukup besar disebabkan oleh perkawinan sedarah. Mendapatkan aborsi bisa menjadi cara
yang lebih ramah daripada memiliki anak yang lahir dengan kekurangan mental atau fisik.

3. Alasan medis. Kadang-kadang, kondisi kesehatan wanita tidak bisa menangani kehamilan.
Wanita dengan HIV / AIDS, Hepatitis B atau penyakit lain mentransfer risiko penyakit mereka
kepada anak yang belum lahir mereka. Wanita dengan kondisi jantung, yang rentan terhadap
komplikasi dan bisa mati saat melahirkan. Dalam kasus tersebut, aborsi mungkin keputusan yang
paling logis untuk membuat dalam rangka untuk menyelamatkan nyawa seorang wanita.
4. Alasan ekonomi. Beberapa wanita hidup dalam kondisi kemiskinan ekstrem yang mereka
hampir tidak mampu memberi makan dan pakaian sendiri, apalagi seorang anak. Menghadapi
keterbatasan keuangan tersebut dapat menjadi alasan untuk aborsi. Ini akan mengecilkan hati
membiarkan anak dilahirkan dan hidup dalam kondisi seperti itu, dan orang tua dapat
menghindari perasaan tidak berdaya jika mereka tidak mampu untuk memberikan dukungan
untuk anak mereka.
5. Alasan sosial. Remaja dan kehamilan yang tidak diinginkan termasuk dalam kategori ini alasan
untuk aborsi. Seorang wanita muda yang baru mungkin terlalu muda untuk menghadapi tuntutan
membesarkan anak, atau mungkin kehamilan itu akibat dari one night stand dan wanita merasa
dia tidak siap untuk menjadi orangtua.
2.3
Ø Urea

Metode-Metode Aborsi


Karena bahaya penggunaan saline, maka suntikan lain yang biasa dipakai adalah hipersomolar
urea, walau metode ini kurang efektif dan biasanya harus dibarengi dengan asupan hormon
oxytocin atau prostaglandin agar dapat mencapai hasil maksimal. Gagal aborsi atau tidak
tuntasnya aborsi sering terjadi dalam menggunakan metode ini, sehingga operasi pengangkatan
janin dilakukan. Seperti teknik suntikan aborsi lainnya, efek samping yang sering ditemui adalah
pusing-pusing atau muntah-muntah. Masalah umum dalam aborsi pada trimester kedua adalah
perlukaan rahim, yang berkisar dari perlukaan kecil hingga perobekan rahim. Antara 1-2% dari
pasien pengguna metode ini terkena endometriosis/peradangan dinding rahim.

Ø Prostaglandin
Prostaglandin merupakan hormon yang diproduksi secara alami oleh tubuh dalam proses
melahirkan. Injeksi dari konsentrasi buatan hormon ini ke dalam air ketuban memaksa proses
kelahiran berlangsung, mengakibatkan janin keluar sebelum waktunya dan tidak mempunyai
kemungkinan untuk hidup sama sekali. Sering juga garam atau racun lainnya diinjeksi terlebih
dahulu ke cairan ketuban untuk memastikan bahwa janin akan lahir dalam keadaan mati, karena
tak jarang terjadi janin lolos dari trauma melahirkan secara paksa ini dan keluar dalam keadaan
hidup. Efek samping penggunaan prostaglandin tiruan ini adalah bagian dari ari-ari yang
tertinggal karena tidak luruh dengan sempurna, trauma rahim karena dipaksa melahirkan, infeksi,
pendarahan, gagal pernafasan, gagal jantung, perobekan rahim.
Ø Partial Birth Abortion

Metode ini sama seperti melahirkan secara normal, karena janin dikeluarkan lewat jalan lahir.
Aborsi ini dilakukan pada wanita dengan usia kehamilan 20-32 minggu, mungkin juga lebih tua
dari itu. Dengan bantuan alat USG, forsep (tang penjepit) dimasukkan ke dalam rahim, lalu janin
ditangkap dengan forsep itu. Tubuh janin ditarik keluar dari jalan lahir (kecuali kepalanya). Pada
saat ini, janin masih dalam keadaan hidup. Lalu, gunting dimasukkan ke dalam jalan lahir untuk
menusuk kepala bayi itu agar terjadi lubang yang cukup besar. Setelah itu, kateter penyedot
dimasukkan untuk menyedot keluar otak bayi. Kepala yang hancur lalu dikeluarkan dari dalam
rahim bersamaan dengan tubuh janin yang lebih dahulu ditarik keluar.
Ø Histerotomy
Sejenis dengan metode operasi caesar, metode ini digunakan jika cairan kimia yang
digunakan/disuntikkan tidak memberikan hasil memuaskan. Sayatan dibuat di perut dan rahim.
Bayi beserta ari-ari serta cairan ketuban dikeluarkan. Terkadang, bayi dikeluarkan dalam keadaan
hidup, yang membuat satu pertanyaan bergulir: bagaimana, kapan dan siapa yang membunuh
bayi ini? Metode ini memiliki resiko tertinggi untuk kesehatan wanita, karena ada kemungkinan
terjadi perobekan rahim.
Ø Metode Penyedotan (Suction Curettage)
Pada 1-3 bulan pertama dalam kehidupan janin, aborsi dilakukan dengan metode penyedotan.
Teknik inilah yang paling banyak dilakukan untuk kehamilan usia dini.

Mesin penyedot bertenaga kuat dengan ujung tajam dimasukkan ke dalam rahim lewat mulut
rahim yang sengaja dimekarkan. Penyedotan ini mengakibatkan tubuh bayi berantakan dan
menarik ari-ari (plasenta) dari dinding rahim. Hasil penyedotan berupa darah, cairan ketuban,
bagian-bagian plasenta dan tubuh janin terkumpul dalam botol yang dihubungkan dengan alat
penyedot ini. Ketelitian dan kehati-hatian dalam menjalani metode ini sangat perlu dijaga guna
menghindari robeknya rahim akibat salah sedot yang dapat mengakibatkan pendarahan hebat
yang terkadang berakhir pada operasi pengangkatan rahim. Peradangan dapat terjadi dengan
mudahnya jika masih ada sisa-sisa plasenta atau bagian dari janin yang tertinggal di dalam
rahim. Hal inilah yang paling sering terjadi yang dikenal dengan komplikasi paska-aborsi.
Ø Metode D&C – Dilatasi dan Kerokan
Dalam teknik ini, mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan paksa untuk memasukkan pisau
baja yang tajam. Bagian tubuh janin dipotong berkeping-keping dan diangkat, sedangkan
plasenta dikerok dari dinding rahim. Darah yang hilang selama dilakukannya metode ini lebih
banyak dibandingkan dengan metode penyedotan. Begitu juga dengan perobekan rahim dan
radang paling sering terjadi. Metode ini tidak sama dengan metode D&C yang dilakukan pada
wanita-wanita dengan keluhan penyakit rahim (seperti pendarahan rahim, tidak terjadinya
menstruasi, dsb). Komplikasi yang sering terjadi antara lain robeknya dinding rahim yang dapat
menjurus hingga ke kandung kencing.
Ø Pil RU 486
Masyarakat menamakannya “Pil Aborsi Perancis”. Teknik ini menggunakan 2 hormon sintetik
yaitu mifepristone dan misoprostol untuk secara kimiawi menginduksi kehamilan usia 5-9
minggu. Di Amerika Serikat, prosedur ini dijalani dengan pengawasan ketat dari klinik aborsi
yang mengharuskan kunjungan sedikitnya 3 kali ke klinik tersebut. Pada kunjungan pertama,
wanita hamil tersebut diperiksa dengan seksama. Jika tidak ditemukan kontra-indikasi (seperti
perokok berat, penyakit asma, darah tinggi, kegemukan, dll) yang malah dapat mengakibatkan
kematian pada wanita hamil itu, maka ia diberikan pil RU 486.
Kerja RU 486 adalah untuk memblokir hormon progesteron yang berfungsi vital untuk menjaga
jalur nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena pemblokiran ini, maka janin tidak mendapatkan
makanannya lagi dan menjadi kelaparan. Pada kunjungan kedua, yaitu 36-48 jam setelah
kunjungan pertama, wanita hamil ini diberikan suntikan hormon prostaglandin, biasanya
misoprostol, yang mengakibatkan terjadinya kontraksi rahim dan membuat janin terlepas dari
rahim. Kebanyakan wanita mengeluarkan isi rahimnya itu dalam 4 jam saat menunggu di klinik,
tetapi 30% dari mereka mengalami hal ini di rumah, di tempat kerja, di kendaraan umum, atau di
tempat-tempat lainnya, ada juga yang perlu menunggu hingga 5 hari kemudian. Kunjungan
ketiga dilakukan kira-kira 2 minggu setelah pengguguran kandungan, untuk mengetahui apakah
aborsi telah berlangsung. Jika belum, maka operasi perlu dilakukan (5-10 persen dari seluruh
kasus). Ada beberapa kasus serius dari penggunaan RU 486, seperti aborsi yang tidak terjadi

hingga 44 hari kemudian, pendarahan hebat, pusing-pusing, muntah-muntah, rasa sakit hingga
kematian. Sedikitnya seorang wanita Perancis meninggal sedangkan beberapa lainnya
mengalami serangan jantung.
Ø Suntikan Methotrexate (MTX)
Prosedur dengan MTX sama dengan RU 486, hanya saja obat ini disuntikkan ke dalam badan.
MTX pada mulanya digunakan untuk menekan pertumbuhan pesat sel-sel, seperti pada kasus
kanker, dengan menetralisir asam folat yang berguna untuk pemecahan sel. MTX ternyata juga
menekan pertumbuhan pesat trophoblastoid – selaput yang menyelubungi embrio yang juga
merupakan cikal bakal plasenta. Trophoblastoid tidak saja berfungsi sebagai ‘sistim penyanggah
hidup’ untuk janin yang sedang berkembang, mengambil oksigen dan nutrisi dari darah calon ibu
serta membuang karbondioksida dan produk-produk buangan lainnya, tetapi juga memproduksi
hormon hCG (human chorionic gonadotropin), yang memberikan tanda pada corpus luteum
untuk terus memproduksi hormon progesteron yang berguna untuk mencegah gagal rahim dan
keguguran.
MTX menghancurkan integrasi dari lingkungan yang menopang, melindungi dan menyuburkan
pertumbuhan janin, dan karena kekurangan nutrisi, maka janin menjadi mati. 3-7 hari kemudian,
tablet misoprostol dimasukkan ke dalam kelamin wanita hamil itu untuk memicu terlepasnya
janin dari rahim. Terkadang, hal ini terjadi beberapa jam setelah masuknya misoprostol, tetapi
sering juga terjadi perlunya penambahan dosis misoprostol. Hal ini membuat cara aborsi dengan
menggunakan suntikan MTX dapat berlangsung berminggu-minggu. Si wanita hamil itu akan
mendapatkan pendarahan selama berminggu-minggu (42 hari dalam sebuah studi kasus), bahkan
terjadi pendarahan hebat. Sedangkan janin dapat gugur kapan saja – di rumah, di dalam bis
umum, di tempat kerja, di supermarket, dsb. Wanita yang kedapatan masih mengandung pada
kunjungan ke klinik aborsi selanjutnya, mau tak mau harus menjalani operasi untuk
mengeluarkan janin itu. Bahkan dokter-dokter yang bekerja di klinik aborsi seringkali enggan
untuk memberikan suntikan MTX karena MTX sebenarnya adalah racun dan efek samping yang
terjadi terkadang tak dapat diprediksi.
Efek samping yang tercatat dalam studi kasus adalah sakit kepala, rasa sakit, diare, penglihatan
yang menjadi kabur, dan yang lebih serius adalah depresi sumsum tulang belakang, kekuragan
darah, kerusakan fungsi hati, dan sakit paru-paru. Dalam bungkus MTX, pabrik pembuat
menuliskan peringatan keras bahwa MTX memang berguna untuk pengobatan kanker, beberapa
kasus artritis dan psoriasis, “kematian pernah dilaporkan pada orang yang menggunakan MTX”,
dan pabrik itu menyarankan agar hanya para dokter yang berpengalaman dan memiliki
pengetahuan tentang terapi antimetabolik saja yang boleh menggunakan MTX. Meski para
dokter aborsi yang menggunakan MTX menepis efek-efek samping MTX dan mengatakan MTX
dosis rendah baik untuk digunakan dalam proses aborsi, dokter-dokter aborsi lainnya tidak
setuju, karena pada paket injeksi yang digunakan untuk aborsi juga tertera peringatan bahaya
racun walau MTX digunakan dalam dosis rendah

2.4

·
·
·
·
·
·
·
·
·
·
·
·
·

Resiko Aborsi
Aborsi memiliki risiko penderitaan yang berkepanjangan terhadap kesehatan maupun
keselamatan hidup seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa seseorang yang melakukan
aborsi ia ” tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang “.
Resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi berisiko kesehatan dan keselamatan
secara fisik dan gangguan psikologis. Risiko kesehatan dan keselamatan fisik yang akan dihadapi
seorang wanita pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi adalah ;
Kematian mendadak karena pendarahan hebat.
Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.
Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan.
Rahim yang sobek (Uterine Perforation).
Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak
berikutnya.
Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita).
Kanker indung telur (Ovarian Cancer).
Kanker leher rahim (Cervical Cancer).
Kanker hati (Liver Cancer).
Kelainan pada ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya
dan pendarahan hebat pada kehamilan berikutnya.
Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi ( Ectopic Pregnancy).
Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease).
Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan
keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat
terhadap keadaan mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “PostAbortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam ”
Psychological Reactions Reported After Abortion ” di dalam penerbitan The Post-Abortion
Review.
Oleh sebab itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam hal ini adanya perhatian khusus
dari orang tua remaja tersebut untuk dapat memberikan pendidikan seks yang baik dan benar.

2.5 Pandangan Agama Terhadap Aborsi
Aborsi dalam Theology Hinduisme tergolong pada perbuatan yang disebut “Himsa karma”
yakni salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan dengan membunuh, meyakiti, dan menyiksa.
Membunuh dalam pengertian yang lebih dalam sebagai “menghilangkan nyawa” mendasari
falsafah “atma” atau roh yang sudah berada dan melekat pada jabang bayi sekalipun masih
berbentuk gumpalan yang belum sempurna seperti tubuh manusia. Segera setelah terjadi
pembuahan di sel telur maka atma sudah ada atas kuasa Hyang Widhi. Dalam “Lontar Tutur
Panus Karma”, penciptaan manusia yang utuh kemudian dilanjutkan oleh Hyang Widhi dalam

manifestasi-Nya sebagai “Kanda-Pat” dan “Nyama Bajang”. Selanjutnya Lontar itu menuturkan
bahwa Kanda-Pat yang artinya “empat-teman” adalah: I Karen, sebagai calon ari-ari; I Bra,
sebagai calon lamas; I Angdian, sebagai calon getih; dan I Lembana, sebagai calon Yeh-nyom.
Ketika cabang bayi sudah berusia 20 hari maka Kanda-Pat berubah nama menjadi masingmasing: I Anta, I Preta, I Kala dan I Dengen. Selanjutnya setelah berusia 40 minggu barulah
dinamakan sebagai : Ari-ari, Lamas, Getih dan Yeh-nyom. Nyama Bajang yang artinya “saudara
yang selalu membujang” adalah kekuatan-kekuatan Hyang Widhi yang tidak berwujud. Jika
Kanda-Pat bertugas memelihara dan membesarkan jabang bayi secara phisik, maka Nyama
Bajang yang jumlahnya 108 bertugas mendudukkan serta menguatkan atma atau roh dalam tubuh
bayi.
Oleh karena itulah perbuatan aborsi disetarakan dengan menghilangkan nyawa. Kitab-kitab
suci Hindu antara lain Rgveda 1.114.7 menyatakan: “Ma no mahantam uta ma no arbhakam”
artinya: Janganlah mengganggu dan mencelakakan bayi. Atharvaveda X.1.29: “Anagohatya vai
bhima” artinya: Jangan membunuh bayi yang tiada berdosa. Dan Atharvaveda X.1.29: “Ma no
gam asvam purusam vadhih” artinya: Jangan membunuh manusia dan binatang. Dalam ephos
Bharatayuda Sri Krisna telah mengutuk Asvatama hidup 3000 tahun dalam penderitaan, karena
Asvatama telah membunuh semua bayi yang ada dalam kandungan istri-istri keturunan Pandawa,
serta membuat istri-istri itu mandul selamanya.
Pembuahan sel telur dari hasil hubungan sex lebih jauh ditinjau dalam falsafah Hindu sebagai
sesuatu yang harusnya disakralkan dan direncanakan. Baik dalam Manava Dharmasastra maupun
dalam Kamasutra selalu dinyatakan bahwa perkawinan menurut Hindu adalah “Dharmasampati”
artinya perkawinan adalah sakral dan suci karena bertujuan memperoleh putra yang tiada lain
adalah re-inkarnasi dari roh-roh para leluhur yang harus lahir kembali menjalani kehidupan
sebagai manusia karena belum cukup suci untuk bersatu dengan Tuhan atau dalam istilah
Theology Hindu disebut sebagai “Amoring Acintya”. Oleh karena itu maka suatu rangkaian
logika dalam keyakinan Veda dapat digambarkan sebagai berikut : Perkawinan (pawiwahan)
adalah untuk syahnya suatu hubungan sex yang bertujuan memperoleh anak. Gambaran ini dapat
ditelusuri lebih jauh sebagai tidak adanya keinginan melakukan hubungan sex hanya untuk
kesenangan belaka. Prilaku manusia menurut Veda adalah yang penuh dengan pengendalian diri,
termasuk pula pengendalian diri dalam bentuk pengekangan hawa nafsu. Pasangan suami-istri
yang mempunyai banyak anak dapat dinilai sebagai kurang berhasilnya melakukan pengendalian
nafsu sex, apalagi bila kemudian ternyata bahwa kelahiran anak-anak tidak dalam batas
perencanaan yang baik. Sakralnya hubungan sex dalam Hindu banyak dijumpai dalam
Kamasutra. Antara lain disebutkan bahwa hubungan sex hendaknya direncanakan dan
dipersiapkan dengan baik, misalnya terlebih dahulu bersembahyang memuja dua Deva yang
berpasangan yaitu Deva Smara dan Devi Ratih, setelah mensucikan diri dengan mandi dan
memercikkan tirta pensucian. Hubungan sex juga harus dilakukan dalam suasana yang tentram,
damai dan penuh kasih sayang. Hubungan sex yang dilakukan dalam keadaan sedang marah,
sedih, mabuk atau tidak sadar, akan mempengaruhi prilaku anak yang lahir kemudian.

Oleh karena hubungan sex terjadi melalui upacara pawiwahan dan dilakukan semata-mata
untuk memperoleh anak, jelaslah sudah bahwa aborsi dalam Agama Hindu tidak dikenal dan
tidak dibenarkan.
.

Jadi jika aborsi dilihat dari kacamata agama dan alasan medis, ada beberapa perbedaan
pandangan:
a)
Perbedaan Pandangan
Perbedaan pandangan mengenai relasi atau hubungan antara sang ibu dengan janin yang
dikandung. Bilamana janin itu sepenuhnya bagian tubuh sang ibu maka yang “anti” aborsi
menganggap aborsi melanggar hak-hak ibu. Atau sebaliknya kalau sang ibu itu hanya
alat/instrumental saja selama 9 bulan 10 hari, maka ibu tidak mempunyai hak. Namun yang pasti
secara teologis semuanya adalah hak Tuhan Yang Maha Esa.
b)
Perbedaan Paham
Perbedaan paham mengenai kapan dimulainya kehidupan manusia. Pembuahan terjadi di rahim,
di situlah kehidupan dimulai, tapi belum menjadi manusia. Jadi mempunyai potensi menjadi
calon ‘siapa’. Semakin tua usia janin semakin komplek masalahnya bila melakukan aborsi.
Bahwa benar atau salah melakukan tindakan aborsi, yang pasti salah.
Dalam kehidupan kita yang dipengaruhi oleh dosa, kita tidak jarang didorong atau
dipaksa untuk melakukan perbuatan yang salah/dosa. Tetapi dalam alasan-alasan yang positif dan
dapat dipertanggungjawabkan aborsi dapat dilakukan, misalnya untuk hal-hal yang jika tidak
dilakukan akan mengakibatkan sesuatu yang sangat merugikan, missal demi

keselamatan jiwa ibu. Namun ini bukan berarti tindakan aborsi diperbolehkan, karena aborsi
tetap akan berlangsung terus. Justru masyarakat juga harus diberi terapi. Orang-orang yang
mendorong aborsi itu yang harus diperhatikan juga. Oleh karena itu saya menegaskan bahwa
etika menjadi efektif kalau tidak dilihat secara normatif semata, namun harus melihat realitas
yang ada. Permasalahannya bukan boleh atau tidak boleh, benar atau tidak benar. Prinsip etika
harus dikaitkan dengan kenyataan hidup. Realitas dosa inilah yang menyebabkan masalah aborsi
tidak dapat dilihat secara “hitam” dan “putih.

BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari pembahasan yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa memang ada perbedaan di antara
dua kubu, antara yang pro life dan pro choice terhadap aborsi. Jika seseorang melihat dari sudut
pandang agama maka orang tersebut tergolong pada paham pro life(tidak setuju dengan tindak
aborsi), sedangkan ketika seseorang lebih cenderung dari sudut pandang selain agama, misalnya
kesehatan maka orang tersebut dapat dikategorikan menganut paham pro choice (setuju pada
aborsi dengan alasan tertentu).Jadi sampai saat ini, antara dua kubu tersebut belum ada titik
temu.

·
·
·
·
·

3.2
Saran
Memang kasus aborsi tidak dapat kita hentikan. Tetapi kita dapat mencegah meningkatnya kasus
aborsi dengan cara kita sadar akan tindakan aborsi tersebut tidaklah baik. Solusi saya agar kita
sadar bahwa aborsi itu dosa ialah beriman yang diwujudkan dengan:
Sikap hormat terhadap kehidupan manusia sebagai ciptaan Tuhan yang ”serupa dengan citra
Tuhan.
Taat kepada perintah Allah khususnya perintah cinta / esam cinta yaitu Cinta Kepada Tuhan
dan esame.
Taati perintah ke -5 : ”Jangan Membunuh”
Setia kepada ajaran Gereja yang melarang keras Aborsi (humanae Ultae).
Pembinaan kaum muda: Memberi Katekese (pelajaran) mengenai seks dan seksualitas.Saya
berharap, dengan solusi yang telah saya berikan berguna bagi kita semua. Saya berharap agar
kita semua menjadi sadar dan tidak melakukan tindakan aborsi.