Pengaruh Pemberian Mitomycin-C Secara Topikal pada Meatus Media Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Terhadap Terjadinya Sinekia dan Krusta

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Rinosinusitis kronis merupakan penyakit yang sering terdapat pada masyarakat
luas. Bedah sinus endoskopi fungsional menjadi andalan dalam penatalaksanaan
rinosinusitis kronis. Hal ini terutama karena pendekatan ini, mempertahankan
mukosa sinus, membuat ventilasi dan drainase sinus melalui jalur alami,
menyingkirkan keadaan patologis secara efektif (Baradaranfar et al. 2011;
Venkatraman et al. 2012). Penggunaan endoskopi pada bedah sinus memberikan
visualisasi yang lebih baik dari sinus yang terlibat sehingga menghasilkan
penyembuhan yang lebih baik (Venkatraman et al. 2012).
Banyak operasi di bagian Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher (T.H.T.K.L.)
dilakukan pada saluran yang kecil atau traktus dan sinekia atau stenosis kadangkadang terjadi setelah operasi. Jaringan parut yang berlebihan dari struktur
fungsional yang penting dapat menyebabkan gangguan fungsi organ yang signifikan
(Roh et al. 2005). Terjadinya krusta dapat berperan sebagai jembatan pembentukan
sinekia, yang menyebabkan sumbatan ostium (Penavic 2011).
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan insidensi secara keseluruhan
terjadinya sinekia setelah bedah sinus endoskopi mencapai 11-36% dan kejadian
sinekia yang memerlukan intervensi bedah sekitar 1-2%. Sampai saat ini, tindakan
yang bertujuan untuk mengurangi kejadian sinekia, termasuk tampon hidung yang

mengandung hyaluronate sodium dan pembebatan memiliki keberhasilan yang
terbatas (Anand et al. 2004; Baradaranfar et al. 2011).
Penggunaan mitomycin-C untuk mencegah timbulnya jaringan parut paska
operasi telah menjadi perhatian beberapa penelitian. Merupakan suatu antibiotik
alami yang berasal dari Streptomyces caespitosus, mitomycin-C telah terbukti
memiliki sifat antineoplastik dan antiproliferatif. Dikaitkan karena kemampuannya
untuk cross-link deoxyribonucleic acid (DNA) dan menghambat DNA, ribonucleic
acid (RNA) dan sintesis protein serta menekan aktivitas fibroblas. Sehingga telah
digunakan untuk mencegah pembentukan jaringan parut di berbagai prosedur bedah
(Anand et al. 2004; Gupta & Motwani 2006; Baradaranfar et al. 2011; Numthavaj et
al. 2012).

1

Universitas Sumatera Utara

Dalam bidang oftalmologi, mitomycin-C topikal telah mengurangi tingkat
kekambuhan setelah operasi pterigium dari 89% menjadi 2,3%. Juga biasa
digunakan pada operasi glaukoma, dimana penggunaannya menghasilkan tingkat
patensi lebih dari 90% pada drainase trabeculectomy. Mitomycin-C juga digunakan

pada operasi strabismus serta dekompresi nervus optikus (Chung et al. 2002; Anand
et al. 2004).
Dalam bidang otolaringologi, pada operasi rekonstruksi laring, stenosis trakea
dan striktur esofagus, untuk mempertahankan patensi pada miringotomi dan pada
bedah sinus endoskopi fungsional (Baradaranfar et al. 2011; Yamaoka & Gregorio
2012).
Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan, Saragih and
Aliandri (2006) melaporkan satu kasus stenosis subglotik pada seorang laki-laki
berumur 43 tahun yang berhasil ditangani dengan operasi mikrolaring dan diikuti
pengolesan larutan mitomycin-C dengan hasil yang baik.
Venkatraman et al (2012) menemukan satu minggu setelah bedah sinus
endoskopi fungsional pada 50 penderita rinosinusitis kronis, 15 penderita mengalami
sinekia dimana 2 penderita

diantaranya terjadi pada sisi yang mendapatkan

mitomycin-C dan 13 penderita terjadi pada sisi kontrol yang mendapatkan saline
0,9%. Krusta terjadi pada 22 penderita dimana 4 penderita diantaranya terjadi pada
sisi yang mendapatkan mitomycin-C dan 18 penderita terjadi pada sisi kontrol yang
mendapatkan saline 0,9%.

Baradaranfar et al (2011) dalam penelitiannya menemukan dari 37 penderita
rinosinusitis kronis, 14 kavum nasi mengalami adhesi dimana 4 kavum nasi pada sisi
yang mendapatkan mitomycin-C dan 10 kavum nasi pada sisi kontrol yang
mendapatkan saline 0,9%.
Gupta and Motwani (2006) menemukan bahwa dari 30 penderita rinosinusitis
kronis yang menjalani bedah sinus endoskopi fungsional, sinekia terjadi pada 12
kavum nasi dimana satu kavum nasi pada sisi yang mendapatkan mitomycin-C dan
11 kavum nasi pada sisi kontrol yang mendapatkan saline 0,9%. 11 penderita
diantaranya mengeluhkan hidung tersumbat, dimana pada 9 penderita terbatas pada
sisi kontrol yang diberikan saline 0,9% dan dua penderita lainnya pada kedua kavum
nasi. Krusta terjadi pada 3 kavum nasi dimana seluruhnya terjadi pada pada sisi
kontrol yang mendapatkan saline 0,9%.

Universitas Sumatera Utara

Penelitian pendahuluan yang dilakukan pada dua penderita rinosinusitis kronis
dengan polip yang menjalani bedah sinus endoskopi fungsional didapatkan sinekia
tidak terjadi pada sisi yang mendapatkan mitomycin-C, sedangkan pada sisi kontrol
yang mendapatkan Natrium Chlorida (NaCl) 0,9% terjadi sinekia. Pada saat evaluasi
minggu pertama, penderita masih mengeluhkan hidung tersumbat dan hidung berair

pada sisi kontrol yang mendapatkan NaCl 0,9%.
Sampai saat ini belum ada literatur yang mengatakan dijumpai efek samping
pada pemberian mitomycin-C secara topikal (Chung et al. 2002, Khong & Muecke
2006, Singh, Lade & Natesh 2011, Numthavaj et al. 2013).
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh
pemberian mitomycin-C secara topikal pada meatus media penderita rinosinusitis
kronis yang menjalani bedah sinus endoskopi fungsional terhadap terjadinya sinekia
dan krusta di Departemen T.H.T.K.L. beberapa Rumah Sakit di kota Medan.

1.2 Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
masalah penelitian yaitu bagaimana pengaruh pemberian mitomycin-C secara
topikal pada meatus media penderita rinosinusitis kronis yang menjalani bedah sinus
endoskopi fungsional terhadap terjadinya sinekia dan krusta di Departemen
T.H.T.K.L. beberapa Rumah Sakit di kota Medan.

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui pengaruh pemberian mitomycin-C secara topikal pada meatus
media penderita rinosinusitis kronis yang menjalani bedah sinus endoskopi

fungsional terhadap terjadinya sinekia dan krusta di Departemen T.H.T.K.L
beberapa Rumah Sakit di kota Medan.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui pengaruh pemberian mitomycin-C dan NaCl 0,9% terhadap
proporsi terjadinya sinekia di meatus media pada penderita rinosinusitis
kronis yang menjalani bedah sinus endoskopi fungsional di Departemen
T.H.T.K.L. beberapa Rumah Sakit di kota Medan.

Universitas Sumatera Utara

2. Mengetahui distribusi frekuensi sinekia pada meatus media penderita
rinosinusitis kronis yang menjalani bedah sinus endoskopi fungsional di
Departemen T.H.T.K.L. beberapa Rumah Sakit di kota Medan.
3. Mengetahui pengaruh pemberian mitomycin-C dan NaCl 0,9% terhadap
proporsi terjadinya krusta di meatus media pada penderita rinosinusitis kronis
yang menjalani bedah sinus endoskopi fungsional di Departemen T.H.T.K.L.
beberapa Rumah Sakit di kota Medan.
4. Mengetahui distribusi frekuensi krusta pada meatus media penderita
rinosinusitis kronis yang menjalani bedah sinus endoskopi fungsional di
Departemen T.H.T.K.L. beberapa Rumah Sakit di kota Medan.


1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat dalam bidang akademik: untuk menambah wawasan mengenai
pemberian mitomycin-C secara topikal pada meatus media penderita
rinosinusitis kronis yang menjalani bedah sinus endoskopi fungsional.
1.4.2 Manfaat dalam pelayanan masyarakat: sebagai bahan masukan bagi
dokter spesialis T.H.T.K.L. mengenai pemberian mitomycin-C secara topikal
pada meatus media penderita rinosinusitis kronis yang menjalani bedah sinus
endoskopi fungsional.
1.4.3 Manfaat bagi pengembangan penelitian: sebagai bahan informasi bagi
peneliti lain mengenai pemberian mitomycin-C secara topikal pada meatus
media penderita rinosinusitis kronis yang menjalani bedah sinus endoskopi
fungsional.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Perbandingan Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Penderita Rinosinusitis Kronis Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional

1 30 110

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Revisi Pada Rinosinusitis Kronis.

0 9 9

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional dengan Teknik Hipotensi Terkendali pada Penatalaksanaan Rinosinusitis Kronis.

0 1 12

Gambaran Karakteristik Penderita, Prosedur dan Temuan Operasi pada Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) di RSUP H. Adam Malik, Medan

0 0 16

Gambaran Karakteristik Penderita, Prosedur dan Temuan Operasi pada Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) di RSUP H. Adam Malik, Medan

0 2 2

Pengaruh Pemberian Mitomycin-C Secara Topikal pada Meatus Media Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Terhadap Terjadinya Sinekia dan Krusta

0 0 13

Pengaruh Pemberian Mitomycin-C Secara Topikal pada Meatus Media Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Terhadap Terjadinya Sinekia dan Krusta

0 0 2

Pengaruh Pemberian Mitomycin-C Secara Topikal pada Meatus Media Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Terhadap Terjadinya Sinekia dan Krusta Chapter III VI

0 0 17

Pengaruh Pemberian Mitomycin-C Secara Topikal pada Meatus Media Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Terhadap Terjadinya Sinekia dan Krusta

0 1 4

Pengaruh Pemberian Mitomycin-C Secara Topikal pada Meatus Media Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Terhadap Terjadinya Sinekia dan Krusta

1 1 16