Pengaruh Stereotip Dang Jolma Oleh Masyarakat Terhadap Efektivitas Komunikasi Antarbudaya Dengan Etnis Nias Di Kelurahan Pasir Bidang

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latarbelakang Masalah

Masyarakat majemuk terbentuk dari dipersatukannya masyarakat suku bangsa
oleh sistem nasional, yang biasanya dilakukan secara paksa (by force) menjadi
sebuah bangsa dalam wadah negara. Sebelum perang dua kedua (PD II),
masyarakat negara jajahan adalah contoh dari masyarakat majemuk. Ciri-ciri yang
mencolok dan kritikal dari masyarakat majemuk ialah hubungan kekuatan, sistem
nasional atau pemerintah nasional dengan masyarakat suku bangsa dan hubungan
di antara masyarakat suku bangsa yang dipersatukan oleh sistem nasional (Setiadi
2011:562).
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang juga dikenal sebagai masyarakat
majemuk. Hal ini tercermin dari semboyan Indonesia sejak tahun 1951, yaitu
“Bhinneka Tunggal Ika” yang menurut Mpu Tantular di abad ke 14 (1350-1389)
yang terpadat dalam karyanya; kakawin Sutasoma, yang berarti “Berbeda-beda

itu, satu itu, tak ada pengabdian yang mendua”. Kebulatan

tekad untuk

mewujudkan Indonesia menjadi satu kesatuan ataupun Persatuan Indonesia yang
dimaksud juga tercermin dalam ikrar “Sumpah Pemuda” yang dipelopori oleh
pemuda perintis kemerdekaan pada tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta.
Kemajemukan Bangsa Indonesia yang sudah tergambar dalam semboyan
kebangsaan “Bhinneka Tunggal Ika” yang mengisyaratkan bahwa perbedaan tidak
mesti menjadi masalah yang besar karena perbedaan yang dimiliki bangsa kita
adalah perbedaan yang indah dan bangsa lain tidak ada yang memilikinya.
Perbedaan suku adalah salah satu bukti bahwa masyarakat Indonesia merupakan
masyarakat yang majemuk. Menurut Koentjaraningrat dalam J.Dwi Narwoko dan
Bagong Suyanto (2007), suku bangsa atau golongan etnik adalah suatu golongan
manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, dan
kesadaran dan identitas tadi sering kali-tetapi tidak selalu-juga dikuatkan oleh
kesatuan atau persamaan bahasa.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, ada sekitar 1340 suku
bangsa di Indonesia, yaitu suku Jawa, Batak, Nias, Melayu, Sunda, Tionghoa


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

2

Indonesia, Betawi, Bali, Madura, Bugis, Banten, Banjar, dan sebagainya. Suatu
golongan yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan
(suku bangsa) cenderung etnosentrik, yakni menganggap nilai-nilai budaya sendiri
lebih baik daripada budaya lainnya dan mengukur budaya lain berdasarkan
rujukannya sendiri. Suku Nias misalnya, adalah salah satu suku bangsa yang
berasal dari provinsi Sumatera Utara. Dalam bahasa aslinya, orang Nias
menamakan

diri

mereka

dengan

“Ono


Niha”

(Ono=anak/keturunan;

Niha=manusia). Suku Nias ini merupakan masyarakat ataupun golongan manusia
yang terikat oleh kesadaran dan didasarkan pada persamaan budaya. Sehingga,
ketika kita sebagai masyarakat yang berada di luar suku Nias ketika
berkomunikasi dengan masyarakat suku Nias, kita dihadapkan dengan sistem nilai
dan aturan yang berbeda. Sangat sulit memahami komunikasi mereka bila kita
sangat etnosentrik. Terlebih hal yang melekat dalam etnosentrisme ini adalah
stereotipe, yakni generalisasi (positif ataupun negatif, biasanya bersifat negatif)
atas sekelompok orang (suku, agama, ras, dan sebagainya) dengan mengabaikan
perbedaan-perbedaan individual.
Kabupaten Tapanuli Tengah adalah salah satu wilayah perantauan masyarakat
suku Nias di Indonesia. Kabupaten Tapanuli Tengah itu sendiri adalah Kabupaten
yang berada di pesisir barat Provinsi Sumatera Utara, dengan wilayahnya
sebagian merupakan pulau-pulau kecil di Samudera Hindia dan masyarakatnya
dihuni oleh beragam suku bangsa. Penduduk Tapanuli Tengah terdiri atas multi
etnik yaitu suku Batak, Nias, Minang, Jawa, Madura, Bugis, Tionghoa Indonesia,

Dayak, Minahasa, Bali, Aceh, Melayu, Sunda, bahkan suku Arab, Yaman, dan
sebagainya. Pelestarian nilai-nilai luhur dan kebangsaan, kerukunan, keamanan,
ketertiban dan toleransi dalam semangat gotong-royong yang terjalin dan terbina
selama ini membuat Kabupaten Tapanuli Tengah semakin kondusif dan tangguh
secara sosial kemasyarakatan dalam menyikapi globalisasi dengan berbagai
perubahan yang begitu cepat. Hal itu terus dibina dan ditingkatkan dalam rangka
meningkatkan kesadaran, disiplin, kepedulian dan semangat kebersamaan seluruh
lapisan masyarakat dengan semangat Sahata Saoloan (Seiya Sekata) untuk
memperkokoh semangat Bhineka Tungga Ika.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

3

Setiap kelompok masyarakat tidak terkecuali masyarakat Kabupaten Tapanuli
Tengah pastilah saling berinteraksi, hal itu untuk membangun kehidupan sosial.
Berangkat dari realitas tersebut berarti kehidupan sosial terdiri dari kelompok
manusia yang beragam karakter dan kepribadian. Jika dua orang saling
mengadakan interaksi, maka dalam proses sosial tersebut akan bertemu dua

kepribadian yang berbeda. Peneliti meyakini bahwa komunikasi adalah satusatunya cara untuk memulai suatu hubungan timbal balik antarmanusia dalam
kehidupan sosial.
Meskipun masyarakat tersebut sering berinteraksi, bahkan dengan bahasa yang
sama (bahasa Indonesia), terlebih ketika masyarakatnya terdiri dari berbagai suku,
tidak otomatis saling pengertian terjalin diantara mereka, hal itu karena terdapat
prasangka timbal balik antara berbagai kelompok suku (Lubis, 2014). Bila tidak
dikelola

dengan

baik,

berkemungkinan

dapat

mempengaruhi

hubungan


komunikasi antarmanusia dalam berinteraksi di dalam masyarakat.
Sebagaimana dijelaskan menurut psikolog Abbate, Boca, dan Bocchiaro (dalam
Lubis 2014), stereotipe merupakan susunan kognitif yang mengandung
pengetahuan, kepercayaan, dan harapan si penerima mengenai kelompok sosial
manusia. Alasan mengapa stereotipe itu begitu mudah menyebar adalah karena
manusia

memiliki

kebutuhan

psikologis

untuk

mengelompokkan

dan

mengklasifikasikan suatu hal. Keinginan mengelompokkan ataupun mengotakkan

suatu hal tersebut didasari karena dunia ini yang terlalu kompleks, terlalu luas,
dan terlalui dinamis untuk diketahui secara detail.
Masyarakat Kabupaten Tapanuli Tengah sudah sering mendengar dan
menggeneralisasikan suku Nias dengan sebutan “Dang Jolma”. Stereotipe ini
sudah berlangsung sejak lama. Peneliti pernah mendengar seorang pemuda
masyarakat Kabupaten Tapanuli Tengah yang bersuku Batak Toba yang mencoba
meminta pendapat kepada ibunya sendiri, mengenai pandangan jika pemuda
tersebut berencana menikahi salah seorang wanita bersuku Nias yang juga berasal
dari Kabupaten Tapanuli Tengah. Ibunya hanya membalas singkat, “jangan, tidak
bisa, dang jolma i”. Ibunya menyudahi perbincangan ketika pemuda tersebut
balas menanyakan alasan dari komentar ibunya.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

4

Peneliti juga pernah mendengar cerita seorang pemuda dilarang orangtuanya
sendiri pergi ke Pulau Nias atas ajakan teman sekolahnya pada saat liburan
semester sekolah. Teman pemuda tersebut merupakan suku Nias. Lagi-lagi

kalimat itu diucapkan. “Jangan pergi kau, dang jolma i”. Peneliti juga pernah
mengalami sendiri sebuah kasus. Ketika masih mengenyam pendidikan SMA,
peneliti pernah tertarik pada wanita yang juga sedang mengenyam pendidikan
SMA di sekolah lainnya. Untuk mendapatkan informasi tentang wanita tersebut,
peneliti bercerita kepada teman sekolahnya tentang perasaan keterkaitan peneliti
pada wanita tersebut. Lagi-lagi kalimat tersebut terulang kembali. “ Unang, dang
jolma i”
Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti pengaruh
stereotipe “Dang Jolma” oleh masyarakat Tapanuli Tengah terhadap efektivitas
komunikasi antarbudaya dengan masyarakat Suku Nias di Kelurahan Pasir
Bidang.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang masalah yang telah jabarkan di atas, maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh stereotip “Dang
Jolma” oleh masyarakat Kelurahan Pasir Bidang terhadap efektivitas komunikasi
antarbudaya dengan masyarakat suku Nias di Kelurahan Pasir Bidang?”


1.3

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh stereotipe “Dang Jolma” oleh masyarakat
Kelurahan Pasir Bidang terhadap efektivitas komunikasi antarbudaya
dengan masyarakat suku Nias.
2. Untuk mengetahui persentasi pengaruh stereotipe “Dang Jolma” oleh
masyarakat Kelurahan Pasir Bidang terhadap efektivitas komunikasi
antarbudaya dengan masyarakat suku Nias.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

5

1.4


Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
perkembangan pengetahuan dalam bidang ilmu komunikasi dan sumber
referensi terhadap penelitian yang memiliki tema yang sama di kalangan
mahasiswa

FISIP USU, khususnya

mahasiswa departemen Ilmu

Komunikasi.
b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pikiran dan kontribusi terhadap penelitian sosial dan masukan kepada
pihak yang berkepentingan.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara