Analisis Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) dan Sulfur Dioksida (SO2) dari Sumber Transportasi di Jalan S.Parman Medan Menggunakan Box Model “Street Canyon

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Udara dan Pencemaran Udara
Udara adalah campuran dari berbagai macam gas dan partikel yang berada di
permukaan dan menyelimuti bumi dan membentuk atmosfer. Komposisi udara di
atmosfer yang menopang kehidupan manusia terdiri dari nitrogen (N2) sebesar 78,8%
dari volume udara kering, oksigen (O2) sebesar 20,94%, argon (Ar) sebesar 0,02%, dan
gas-gas lainnya serta berbagai gas dan partikel yang dihasilkan oleh aktivitas manusia
dan alam (Wardhana, 2004).
Menurut Sunu (2001), udara adalah atmosfer yang ada di sekeliling bumi yang
fungsinya sangat penting untuk kehidupan di muka bumi ini, dalam udara terdapat
oksigen (O2) untuk bernafas, karbon dioksida (CO2) untuk proses fotosintetis oleh
khlorofil daun, dan ozon (O3) untuk menahan sinar ultraviolet dari matahari (Sunu,
2001).
Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya
pembangunan kota dan industri serta bertambahnya jumlah kendaraan bermotor
menyebabkan kualitas udara berubah. Keadaan ini apabila tidak ditanggulangi akan
membahayakan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan serta mengubah
keseimbangan lingkungan.
Menurut Peraturan Pemerintah RI No.41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran

udara Pasal 1 Ayat 4, udara ambien adalah udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan
troposfer yang berada di dalam wilayah yuridiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan
dan mempengaruhi kesehatan manusia, mahluk hidup, dan unsur lingkungan hidup
lainnya.
Seinfeld (1986) mendefenisikan pencemaran udara sebagai kondisi atmosfer ketika
suatu substansi konsentrasi pencemar melebihi batas konsentrasi udara ambien normal
yang menyebabkan dampak terukur pada manusia, hewan, tumbuhan dan material.
Substansi tersebut dapat berasal dari sifat alami atau aktivitas manusia maupun
campuran diantara keduanya. Arya (1999) menambahkan bahwa pencemaran udara
selain berdampak pada manusia, tanaman, hewan, dan material juga berdampak pada
atmosfer.

2
Universitas Sumatera Utara

Pencemaran udara adalah kehadiran materi yang tidak diinginkan di udara dalam jumlah
cukup besar yang dapat memberikan efek yang berbahaya (Nevers, 2000). Materimateri yang tidak diinginkan tersebut dapat membahayakan kesehatan makhluk hidup,
mengganggu estetika dan kenyamanan dan menyebabkan kerusakan lingkungan.
Berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999 Pasal 1 Ayat 1, pencemaran udara yaitu masuknya
atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh

kegiatan manusia sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
2.2 Jenis Sumber Pencemar Udara
Menurut Amalia (2017) pada wilayah perkotaan, sebagian besar pencemaran udara
disebabkan karena pembakaran sumber energi yang kekuatan emisinya sangat
bergantung pada intensitas aktivitas antropogenik di daerah yang bersangkutan. Emisi
pencemar umumnya dihasilkan dari berbagai aktifitas kehidupan manusia jauh lebih
besar daripada emisi pencemar dari sumber alami. Sumber pencemar alami hanya
memberikan kontribusi terhadap konsentrasi latar di daerah perkotaan dan tidak
memberikan dampak yang signifikan, sedangkan kualitas udara ambien lebih
dipengaruhi oleh aktivitas kehidupan manusia.
Menurut Soedomo (2001), jenis sumber-sumber pencemar dibedakan berdasarkan
perilakunya di atmosfer dalam dua kelompok yaitu:
1.

Pencemar udara primer, komposisinya tidak akan mengalami perubahan di
atmosfer baik secara kimia maupun fisis dalam jangka waktu yang relatif lama
(harian sampai tahunan dan akan tetap seperti komposisinya seperti waktu
diemisikan oleh sumber). Pencemar ini misalnya CO, CO2, NO2 , N2O, TSP, SO2,
metana, senyawa halogen, partikel logam dan lain -lain. Pencemar ini memiliki

waktu tinggal yang lama di atmosfer karena sifatnya yang stabil terhadap rekasireaksi kimia fisik atmosfir.

2.

Pencemar udara sekunder, terbentuk di atmosfer sebagai hasil rekasi –rekasi
atmosfir seperti hidrolisis, oksidasi dan reaksi fotokimia.

Menurut Soedomo (2001), jenis sumber-sumber pencemar dibedakan berdasarkan pola
emisinya yaitu:

II-3
Universitas Sumatera Utara

a.

Sumber pencemaran titik (point source), sumber pencemaran dari lokasi tertentu
yang mengemisikan gas secara secara kontinyu. Salah satu contohnya adalah
cerobong asap.

b.


Sumber pencemar garis (line source), sumber pencemaran yang mengemisikan
gas dalam bentuk garis. Contohnya adalah pencemaran debu di sepanjang jalan
raya, emisi gas buang dari kendaraan bermotor di sepanjang jalan raya dan juga
kepulan asap dari bangunan industri yang tanpa cerobong asap sehingga emisinya
menyebar secara memanjang.

c.

Sumber pencemar area (area source), sumber pencemaran yang mengemisikan
gas pada luasan tertentu. Contohnya adalah emisi gas dari kebakaran hutan yang
luas, penyebaran emisi terjadi secara luas dalam satu area luasan.

d.

Sumber pencemar volume, emisi gas yang berasal dari sumber yang memiliki
volume tertentu. Contohnya emisi gas dari bangunan lengan jendela, pintu dan
ventilasi terbuka.

e.


Sumber pencemar puff, sumber pencemaran yang bersifat sesaat. Contohnya
adalah pengeluaran emisi gas debu pada waktu akibat rusaknya salah satu alat
prediksi.

Menurut Suhedi (2005), jenis sumber-sumber pencemar dibedakan berdasarkan proses
yang dihasilkan yang digolongkan menjadi 2 (dua) golongan yaitu:
1.

Emisi langsung, emisi yang keluar langsung dari aktifitas atau sumber dalam
ruang batas yang ditetapkan. Contohnya emisi CO dari kendaraan bermotor

2.

Emisi tidak langsung, hasil dari aktifitas di dalam ruang batas yang ditetapkan
misalnya konsumsi energi listrik di rumah tangga, konsumsi gas pada kompor.

Menurut Moestikahadi (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas zat pencemar
udara yaitu:
1.


Jenis bahan bakar, bahan bakar yang mengandung belerang akan menghasilkan
zat pencemar sulfur dioksida (SO2), bahan bakar yang mengandung abu (fly ash)
akan menghasilkan zat pencemar partikel dan debu.

2.

Proses produksi, proses yang dipilih dalam industri akan mempengaruhi kualitas
emisi zat pencemar. Contohnya adalah proses basah pada industri semen akan
menghasilkan debu lebih sedikit jika dibandingkan dengan proses kering.

II-4
Universitas Sumatera Utara

3.

Cuaca, misalnya arah dan kecepatan angin akan mempengaruhi proses
pengenceran zat pencemar di udara dan penyebarannya. Semakin besar kecepatan
angin, semakin kecil konsentrasi zat pencemar di udara karena zat pencemar
tersebut mengalami pengenceran. Arah angin menentukan arah penyebaran

pencemar, misalnya arah angin berasal dari tenggara maka zat pencemar akan
menyebar ke arah barat laut.

4.

Tumbuhan, pada siang hari pepohonan akan menyerap zat pencemar di udara
sehingga di udara konsentrasi zat tersebut akan berkurang. Hal ini disebabkan gas
karbon dioksida yang terkandung di udara yang tercemar akan diserap oleh daun
yang digunakan dalam proses fotosintesis pada siang hari. Kemudian dauan akan
mengeluarkan oksigen ke udara sebagai hasil dari proses fotosintesis sehingga
banyaknya pepohonan akan menyebabkan udara menjadi segar.

Berdasarkan jenisnya, sumber pencemar dapat dikatagorikan menjadi:
1.

Sumber pencemar alamiah, misalnya serbuk sari tanaman, debu terbang akibat
pergeraan angin an letusan gunung berapi;

2.


Sumber pencemar akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan transportasi, proses
industri, pembangkit, incenerator dan lain sebagainya (Ryadi, 1982).

Menurut PP No.41 Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara, sumber
pencemar udara dapat diklasifikasikan beerdasarkan beberapa aspek tertentu, yaitu
terdiri dari:
1.

Klasifikasi sumber pencemar udara berdasarkan letaknya, dibedakan menjadi:
a. Sumber pencemar indoor
Sumber pencemar indoor adalah kegiatan yang dilakukan di dalam ruangan dan
menghasilkan zat pencemar udara yang dapat mempengaruhi kualitas udara di
dalam ruangan tersebut, contohnya kegaitan sehari-hari seperti memasak,
fotokopi, cat rumah, bahan kimia pembersih, radiasi microwave, dan lain
sebagainya.
b. Sumber pencemar outdoor
Sumber pencemar outdoor adalah kegiatan yang dilakukan di luar lapangan yang
berpotensi menghasilkan zat pencemar udara yang dapat mempengaruhi kualitas
udara yang dapat mempengaruhi kualitas udara ambien, contohnya adalah
kegiatan transportasi, pembakaran sampah, cerobong industri, dan lain-lain.


2.

Klasifikasi sumber pencemar udara berdasarkan pergerakkannya, terdiri dari:
II-5
Universitas Sumatera Utara

a. Sumber bergerak
Merupakan sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat
berupa kendaraaan bermotor. Selain itu juga ada yang disebut sebagai sumber
bergerak spesifik, yaitu sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu
tempat yang berasal dari kreta api, pesawat terbang, kapal laut, dan kendaraan
berat lainnya.
b. Sumber tidak bergerak
Merupakan sumber emisi yang tetap pada suatu tempat, contohnya adalah emisi
dari kegiatan insdustri, kebakaran hutan, konstruksi jalan tanpa aspal atau
pembakaran sampah.
Berikut akan dijelaskan karakteristik serta sumber pencemar udara yang disajikan pada
Tabel 2.1


II-6
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Karakteristik dan Sumber Pencemar
Pencemar Karakteriksik Fisik Tingkat Konsentrasi

Sumber
Antropogenik

SumberAlamiah

Gas yang tidak
berwarna
dengan
iritasi,
bau
menyengat;
dapat
dideteksi oleh rasa
pada konsentrasi 0,3

sampai
1
ppm;
sangat larut dalam
air (10,5 g/100cm3
pada 293 K)

Tingkat konsentrasi
latar
belakang
(background) dalam
rentang 0,04 sampai 6
ppb; konsentrasi ratarata maksimum per
jam di area perkotaan
kadang melebihi 1
ppm

Pembakaran
Oksidasi atmosfer
bahan
bakar dari
organik
sumber
tidak sulfida
bergerak; emisi
proses industri;
penyulingan
logam
dan
minyak

NO

Tidak
berwarna,
tidak berbau; tidak
mudah terbakar dan
sedikit larut dalam
air, toksik.

Tingkat konsentrasi
background dari 10
sampai dengan 100
ppt;
tingkat
di
perkotaan yang telah
diteliti lebih besar
dari 500 ppb

Pembakaran

NO2

Berwarna
coklat
kemerahan,
bau
menyengat, sangat
korosif; menyerap
cahaya lebih banyak
dari spektrum yang
terlihat

Tingkat konsentrasi
background dari 10
sampai dengan 500
ppt; konsentrasi di
perkotaan
telah
mencapai
nilai
melebihi 500 ppb

Pembakaran

CO

Tidak
berwarna,
tidak berbau, mudah
terbakar, gas toksik,
sedikit larut dalam
air

Rata-rata konsentrasi Pembakaran
background di 0,09 bahan
bakar
ppm;
konsetrasi fosil
dibelahan bumi utara
dua kali lebih besar
dibanding
bumi
bagian
selatan;
tingkat
perkotaan
disekitar jalan raya
dapat melebihi 100
ppm

O3

Tidak
berwarna,
toksik, sedikit larut

Rentang konsentrasi
background berkisar
20-60 ppb; tinkat

SO2

Aktivitas bakteri;
proses
pembakaran
alamiah; petir

Oksidasi atmosfer
dari metan dan
hidrokarbon
biogenik lainnya

Bukan sumber Kimia troposfer
primer:
alami; bergerak
terbentuk
dari stratosfer ke

II-7
Universitas Sumatera Utara

dalam air

polusi di perkotaan sebagai polutan troposfer
berkisar 100-500 ppb sekunder dari
reaksi atmosfer
yang
melibatkan
hidrokarbon
dan oksida atau
nitrogen

Sumber: Flagon, R.C. and Seinfeld, J. H, 1988

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencemar Udara
Penyebaran polutan di atmosfer dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Stull dan
Ainslie (2006), penyebaran polutan di atmosfer melibatkan tiga mekanisme utama yaitu
gerakan udara secara global, fluktuasi kecepatan turbulensi yang akan menyebarkan
polutan ke seluruh arah, dan difusi massa akibat perbedaan konsentrasi. Sementara itu,
menurut Oke (1978), penyebaran cemaran dari suatu sumber emisi selain dipengaruhi
oleh karakteristik sumber emisi juga dipengaruhi oleh karakteristik meteorologi dan
topografi setempat.
Menurut Sastrawijaya (2000), konsentrasi pencemar di udara bergantung kepada
kondisi cuaca. Kecepatan dan arah angin berhembus, distribusi suhu vertikal, dan
kelembaban adalah unsur-unsur yang berperan dalam perubahan cuaca ini. Kecepatan
angin mempengaruhi distribusi pencemar. Konsentrasi pencemar akan berkurang jika
angin kencang dan membagikan pencemar ini secara mendatar atau tegak lurus.
Permukaan daratan juga mempengaruhi kecepatan angin, apakah berbukit-bukit atau
berlembah-lembah. Lorong sempit bagi angin dapat meningkatkan kecepatan hembusan
angin. Perubahan suhu juga merupakan faktor pengubah yang besar. Pergolakan ke atas
akan membawa pencemar ke daerah yang suhunya lebih rendah. Pencemar akan
menurun konsentrasinya dan kemudian disebarkan angin.
Menurut Rahmawati (1999), faktor-faktor yang berperan dalam penyebaran polutan
adalah sebagai berikut:
1.

Arah dan kecepatan angin
Angin merupakan faktor utama dalam persebaran polutan karena dapat
mengakibatkan suatu zat berpindah tempat. Arah angin dapat digunakan untuk

II-8
Universitas Sumatera Utara

menentukan daerah penerima dispersi zat, sedangkan kecepatan angin dapat
digunakan untuk menentukan jangkauan daerah penerima.
2.

Suhu dan stabilitas atmosfer
Suhu udara dalam proses dispersi zat pencemar akan mempengaruhi stabilitas
udara. Gradien perubahan suhu udara akan berpengaruh sangat kuat terhadap
kestabilan atmosfer. Stabilitas atmosfer berperan penting dalam pengangkutan
dan dispersi pencemaran udara. Stabilitas atmosfer dapat diartikan sebagai
kecenderungan atmosfer untuk menggurangi atau intensifkan gerakan vertikal
atau alternatifnya, menekan atau menambah gerakan turbulen yang ada. Hal ini
berkaitan dengan perubahan suhu dengan ketinggian (lapse rate) dan juga
kecepatan angin.

3.

Intensitas radiasi matahari
Tingkat stabilitas atmosfer harus diketahui untuk memperkirakan kemampuan
atmosfer untuk mendispersikan polutan. Kecepatan angin dan intensitas radiasi
matahari merupakan faktor yang digunakan dalam penentuan kelas stabilitas.
Terdapat 6 kategori dalam kelas stabilitas atmosfer yang dapat ditentukan nilainya
menggunakan kelas stabilitas Pasquill-Gifford. Kelas stabilitas atmosfer PasquillGifford dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2 Kelas Satbilitas Atmosfer Pasquill-Gifford
Radiasi Matahari (Siang Hari)
Kecepatan Angin (m/s)

Kondisi Awan (Malam Hari)

Kuat

Sedang

Lemah

>600
W/m2

300-600
W/m2

1300 ppm

1 jam

Kematian

Sumber: Wardhana, 2004

2.8 Sulfur Dioksida (SO2)

II-22
Universitas Sumatera Utara

Gas SO2 berbau tajam, tidak mudah terbakar dan konsentrasinya pekat. Cairan SO 2
melarutkan banyak senyawa organik dan anorganik dan digunakan sebagai pelarut
dalam pembuatan reaksi. Sumber SO2 buatan adalah pembakaran bahan bakar minyak,
gas dan batubara yang mengandung sulfur tinggi. Sumber-sumber ini diperkirakan
memberi kontribusi sebanyak sepertiganya saja dari SO 2 atmosfir/tahun. Akan tetapi,
karena hampir seluruhnya berasal dari buangan industri, maka hal ini bertambah di
kemudian hari. Maka dalam waktu singkat sumber-sumber ini akan dapat memproduksi
lebih banyak SO2 dari pada sumber alamiah (Nugroho, 2005).
SO2 dan gas-gas oksida sulfur lainnya terbentuk saat terjadi pembakaran bahan bakar
fosil yang mengandung sulfur. Sulfur sendiri terdapat dalam hampir semua material
mentah yang belum diolah seperti minyak mentah, batu bara, dan bijih-bijih yang
mengandung metal seperti alumunium, tembaga,seng,timbal dan besi (Nugroho, 2005).
Sebagai pencemar SO2 diperkirakan memiliki waktu tinggal di dalam udara selama 2-4
hari dan dalam waktu tinggal tersebut SO2 dapat ditransportasikan sejauh 1000 km
sehingga keadaannya relatif stabil di atmosfer. Sulfur dioksida akan beraksi dengan
oksigen membentuk SO3. Sulfit (SO3) kemudian bereaksi dengan titik-titik air sehingga
menghasilkan presipitasi berupa hujan asam. Gas SO3 mudah bereaksi dengan uap air
yang ada di udara membentuk asam sulfat atau H2SO4. Asam sulfat sangat reaktif,
mudah bereaksi dengan benda-benda lain yag mengakibatkan kerusakan, seperti proses
perkaratan (korosi) dan proses kimiawi lainnya (Pohan, 2002).
Penyebaran gas SOx ke lingkungan juga tergantung dari keadaan meteorologi dan
geografi setempat. Kelembaban udara juga mempengaruhi kecepatan perubahan SOx
menjadi asam sulfat maupun asam sulfit yang akan berkumpul bersama awan yang
akhirnya akan jatuh sebagai hujan asam (Kamal,2015).
Meskipun sumber alami (gunung berapi atau panas bumi) mungkin hadir pada beberapa
tempat, sumber antropogenik, pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung sulfur,
mendominasi daerah perkotaan. Ini termasuk (Kamal, 2015):
1. Sumber pokok (pembangkit tenaga listrik, pabrik pembakaran, pertambangan dan
pengolahan logam).
2.

Sumber daerah (pemanasan domestik dan distrik).

3.

Sumber bergerak (mesin diesel).

Pola paparan dan durasi sering menunjukkan perbedaan daerah dan musim yang
signifikan, bergantung pada sumber dominan dan distribusi ruang, cuaca dan pola
penyebaran. Pada konsentrasi tinggi, dimana berlangsung untuk beberapa hari selama
musim dingin, bulan musim dingin yang stabil ketika penyebaran terbatas, masih terjadi
pada banyak bagian dunia dimana batu bara digunakan untuk tempat pemanasan.
Sumber daerah biasanya mendominasi pada beberapa peristiwa, hasil pada pola
homogen konsentrasi dan paparan/pembukaan (Kamal, 2015).

II-23
Universitas Sumatera Utara

SO2 akan memberikan dampak negatif untuk berbagai aspek kehidupan. Bagi kesehatan
manusia menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan manusia, bronkhitis dan episema.
Kerusakan yang akan tejadi pada tanaman adalah pada struktur daun serta fungsinya
yaitu penyakit nekrosis. Pemaparan sulfur dioksida berlebihan pada daun menyebabkan
kerusakan pada parenkim dalam mesopil diikuti oleh bagian palisade. Efek sulfur
dioksida juga dapat merusak material pembuat dinding bangunan salah satunya
menyebabkan korosi (Nugroho dan Assomadi, 2012).
2.9 Jenis-Jenis Pemodelan Kualitas Udara Sumber Garis
1. Gaussian Model
Model Dispersi Gauss merupakan bentuk persamaan matematika yang dapat
dimasukkan ke dalam perhitungan variabel mengenai sumber cemaran pada suatu
daerah yang diteliti (Arya, 1999).
Ketepatan dari pendugaan Model Gauss akan menurun dengan nyata jika terjadi
penyimpangan dari kondisi yang digunakan dalam persamaan, misalnya adalah
kecepatan angin yang konstan. Karena Model Gauss ini tidak menghitung reaksi
kimia yang terjadi antara NOx dan HC, maka model ini tidak dapat digunakan untuk
menduga fotokimia oksidan. Pengembangan lebih lanjut dari Model Gauss ini adalah
untuk menduga pengaruh pembuangan polutan (gas) dengan konstan dari sumber
garis (line sources), yaitu emisi dari kendaraan bermotor di jalan raya (Satria, 2006).
Namun menurut Rasmussen (2000) penggunaan model tersebut memerlukan studi
yang lebih luas dikarenakan kebutuhan data yang banyak dan persyaratan prosesnya
yang rumit.
Menurut Suryati (2016) gaussian model memiliki asumsi sebagai berikut:
1) Laju emisi polutan dianggap konstan (relatif tetap).
2) Rata-rata kecepatan angin dan arahnya adalah konstan.
3) Sifat kimia dari senyawa yang dikeluarkan adalah stabil dan tidakberubah di
udara.
4) Pergerakan polutan searah dengan arah angin yang disebabkan oleh
pergerakan angin rata-rata sebagai bentuk pengangkutan disebut adveksi.
5) Sedangkan fluktuasi acak dalam angin yang menyebabkan materi tersebar
dalam arah tegak lurus terhadap arah angin disebut difusi.
2. Sumber Garis Tidak Terbatas (Infinite Line Source)

II-24
Universitas Sumatera Utara

Pendispersian polutan yang dikeluarkan dari kegiatan transportasi pada jalan raya
sibuk dapat dimodelkan dengan sumber garis tidak terbatas. Pada perhitungannya
arah angin dihitung tegak lurus terhadap sumber bergaris sehingga polutan hanya
terdispersi pada sumbu z (vertikal) saja. Sedangkan pada sumbu y (memotong
lintasan angin) konsentrasi polutan akan seragam untuk sumber garis tidak terbatas
(Supriyadi, 2009).
Dilley and Yen 1971 dalam Supriyadi (2009) menurunkan solusi analitik
perpindahan dua dimensi dan persamaan difusi untuk menggambarkan konsentrasi
polutan searah downwind dari sumber garis tegak lurus arah angin tidak terbatas.
Baik angin dalam skala luas maupun menengah disertakan dalam perhitungan
model. Lebih lanjut didapatkan analisis bahwa angin skala menengah tidak secara
signifikan dalam mengurangi kosentrasi polutan.

3. Sumber Garis Terhingga (Finite Line Source)
Tidak semua sumber garis memiliki jarak yang panjang, ada kalanya polutan yang
dikeluarkan moda transportasi berasal dari sumber garis yang pendek. Jika sudah
demikian maka dibutuhkan modifikasi dari persamaan sumber bergaris tidak
terbatas. Sehingga dikenal pendekatan finite length line source (FLLS) (Cooper dan
Alley, 1994 dalam Supriyadi, 2009).
Metode ini menentukan konsentrasi polutan termasuk penyebarannya dengan
membagi ruas-ruas tiap sumber garis menjadi segmen-segmen terkecilnya. Setelah
didapatkan segmen-segmen terkecil maka dilakukan perhitungan jarak dari reseptor
(penerima polutan) sampai sumber bergaris (penghasil polutan) tersebut dengan
tujuan menentukan besaran parameter dispersi tiap reseptor (Supriyadi, 2009).
4. Box Model
Menurut Suryati (2016) box model memiliki asumsi sebagai berikut:
1) Model paling sederhana, keadaan selalu tetap : emisi, kecepatan angin dan
karakteristik udara
2) Pelepasan polutan tercampur sempurna
3) Polutan udara secara kimia stabil
4) Laju emisi polutannya konstan, P (massa/waktu)
5) Memasuki suatu volume udara ambien yang bergerak pada satu arah yang
tetap,u

II-25
Universitas Sumatera Utara

6) Udara yang bergerak dibatasi dari atas oleh lapisan udara yang stabil pada
ketinggian, h
7) Udara yang bergerak juga dibatasi oleh arah tegak lurus terhadap kecepatan
angin
8) Model ini menggambarkan suatu lembah dimana udara melewati suatu
daerah (zona) dengan lebar, w, yang terbentuk dari dua baris bukit.

2.10 Box Model Street Canyon
Model kotak (Box Model) secara konseptual adalah bentuk model paling sederhana
meskipun beberapa model yang relatif kompleks telah dibangun di atas landasan model
kotak. Model plume dan model puff adalah contoh model yang kompleks dibentuk
dengan menggunakan konsep-konsep ini. Selain itu, beberapa model yang sangat
kompleks telah dikembangkan memecahkan persamaan fisik dasar gerak dari udara
tanpa menggunakan perkiraan dari kotak, model plume atau model puff (McElroy and
Pooler, 1968 dalam Amalia, 2017).
Box model merupakan penyederhanaan dari model dengan sumber garis yang telah ada
(Model Gauss). Model ini merupakan model paling sederhana untuk memprediksi
konsentrasi polutan pada sumber garis. Salah satu contoh box model adalah model street
canyon. Dengan mempertimbangkan sebuah volume kontrol yang digambarkan oleh
sebuah street canyon dan mengaplikasikan prinsip konservasi massa dari polutan yang
ada di dalam volume kontrol (Amalia, 2017).
Menurut Satria (2006) Box model untuk street canyon telah banyak digunakan untuk
memprediksi konsentrasi polutan inert di jalan yang pada ke dua sisinya berdiri gedunggedung tinggi dan tersusun rapat. Model ini selain sederhana, juga pada hasil
perhitungannya jika di buat grafik perbandingan dengan nilai hasil observasi
mempunyai trend yang cukup baik. Seperti prediksi yang dilakukan oleh Hasan dan
Crowther sepanjang tahun 1979 (Hassan dan Crowther, 1998 dalam Satria, 2006)
Menurut Hassan dan Crowther, 1998 dalam Amalia (2017) model ini tidak menjelaskan
secara eksplisit proses fisik dan dinamik yang ada di atmosfer. Tetapi hanya
memperhitungkan aspek arah angin dan kecepatan angin, laju emisi, dimensi kotak dan
juga parameter model empirik untuk memprediksi konsentrasi per jam dari polutan
Menurut Satria (2006) box model digunakan untuk menduga atau memprediksi
konsentrasi polutan rata-rata di suatu daerah, yang diasumsikan sebagai sebuah kotak

II-26
Universitas Sumatera Utara

yang dimana sumber emisi tersebar merata di permukaan bawah kotak. Kemudian,
polutan dibawa dan didistribusikan dari daerah sumber oleh gerak lateral sesuai dengan
arah angin. Model ini menganggap suatu wilayah dan kota sebagai suatu kotak, yang
didalam kotak tersebut terjadi sebuah aktivitas yang menghasilkan gas emisi. Model ini
memperhitungkan faktor meteorologi berupa arah dan kecepatan angin, serta ketinggian
mixing height. Ilustrasi box model dapat dilihat pada Gambar 2.1.
u
C

h

Q*
l
p

Gambar 2.1 Ilustrasi Box Model
Sumber : Satria, 2006

Model dalam penelitian ini merupakan pendugaan atau prediksi konsentrasi polutan
dalam sebuah kotak yang di analogikan sebagai street canyon. Dimensi terdiri dari
panjang kotak (panjang jalan) p, lebar kotak (lebar jalan) l dan tinggi kotak (mixing
height) h yang sejajar dengan arah angin (u).
Box model pada umumnya mengasumsikan ketinggian kotak (h) berupa mixing height,
yang dimana merupakan batas dari pencampuran polutan (Satria, 2006).
Q* merupakan laju emisi per satuan luas (g/m 2dt). Penentuan laju emisi per satuan luas
(Q*) dengan menggunakan persamaan (Amalia, 2017):
.................................................... Persamaan (2.3)

Q* =

Dimana :
Q*

= laju emisi persatuan luas (g/m2.dtk)

Q

= laju emisi (g/m.dtk)

A

= luas kotak (m2)

Box model memiliki beberapa asumsi dalam penggunaannya, yaitu antara lain (Hassan
dan Crowther, 1998 dalam Satria, 2006):
1. Pemukaan kota berukuran panjang (p) dan lebar (l).

II-27
Universitas Sumatera Utara

2.

Laju emisi polutannya konstan (relatif tetap). Udara yang bergerak dibatasi dari atas
oleh lapisan udara yang stabil pada ketinggian (h). Udara yang bergerak juga
dibatasi pada arah tegak lurus terhadap kecepatan angin.

3.

Kondisi yang selalu tetap (steady state), baik emisi, kecepatan angin dan
karakteristik udara untuk pengeceran yang nilainya tidak bervariasi terhadap waktu,
lokasi dan ketinggian tempat.

4.

Tidak ada polutan yang masuk atau keluar melalui bagian kedua sisi yang sejajar
dengan arah angin.

5.

Sifat polutan adalah stabil, tidak terurai selama berada di udara dalam kota.

Unsur meteorologi yang digunakan dalam box model ini adalah berupa arah dan
kecepatan angin. Arah dan kecepatan angin ini yang kemudian akan menentukan
besarnya konsentrasi CO dan SO2 yang berada di dalam kotak. Konsentrasi CO dan SO2
berbanding terbalik dengan kecepatan angin. Semakin besar kecepatan angin maka
semakin besar pula

Dokumen yang terkait

Analisa Kadar Karbon Monoksida (CO) Dan Nitrogen Dioksida (NO2) Di Dalam Ruangan Rental Game Online Di Sekitar Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Tahun 2012

4 59 72

Analisis Kadar Gas Sulfur Dioksida (SO2) di Udara Ambien pada Industri Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara dan Keluhan Saluran Pernafasan pada Masyarakat di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang

10 100 106

Perbandingan Kadar Karbon Monoksida (CO) dan Nitrogen Dioksida (NO2) di Udara Ambien Berdasarkan Keberadaan Pohon Angsana (Pterocarpus indicus) di Beberapa Jalan Raya di Kota Medan Tahun 2012

4 87 89

Analisis Karbon Monoksida (CO) Dalam Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Dengan Sensor Gas Semikonduktor

3 83 75

Pendugaan konsentrasi karbon monoksida (CO) dari sumber garis (transportasi) menggunakan Box-Model "Street Canyon"

6 45 56

Analisis Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) dan Sulfur Dioksida (SO2) dari Sumber Transportasi di Jalan S.Parman Medan Menggunakan Box Model “Street Canyon

1 1 23

Analisis Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) dan Sulfur Dioksida (SO2) dari Sumber Transportasi di Jalan S.Parman Medan Menggunakan Box Model “Street Canyon

0 1 6

Analisis Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) dan Sulfur Dioksida (SO2) dari Sumber Transportasi di Jalan S.Parman Medan Menggunakan Box Model “Street Canyon

1 5 10

Analisis Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) dan Sulfur Dioksida (SO2) dari Sumber Transportasi di Jalan S.Parman Medan Menggunakan Box Model “Street Canyon

0 0 1

Analisis Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) dan Sulfur Dioksida (SO2) dari Sumber Transportasi di Jalan S.Parman Medan Menggunakan Box Model “Street Canyon

0 0 9