Analisis Kadar Gas Sulfur Dioksida (SO2) di Udara Ambien pada Industri Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara dan Keluhan Saluran Pernafasan pada Masyarakat di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang

(1)

ANALISIS KADAR GAS SULFUR DIOKSIDA (SO2) DI UDARA AMBIEN PADA INDUSTRI MAKANAN RINGAN YANG MENGGUNAKAN BRIKET BATUBARA DAN KELUHAN SALURAN PERNAFASAN

PADA MASYARAKAT DI DESA BAKARAN BATU KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN

DELI SERDANG TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH :

RIZKA FIQIH ERTIKA NIM 111021009

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

ANALISIS KADAR GAS SULFUR DIOKSIDA (SO2) DI UDARA AMBIEN PADA INDUSTRI MAKANAN RINGAN YANG MENGGUNAKAN BRIKET BATUBARA DAN KELUHAN SALURAN PERNAFASAN

PADA MASYARAKAT DI DESA BAKARAN BATU KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN

DELI SERDANG TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

RIZKA FIQIH ERTIKA NIM 111021009

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

(4)

ABSTRAK

Briket batubara merupakan bahan bakar padat yang terbuat dari batubara, bahan bakar padat ini merupakan bahan bakar alternatif atau merupakan pengganti minyak tanah yang paling murah dan dimungkinkan untuk dikembangkan secara masal dalam waktu yang relatif singkat mengingat teknologi dan peralatan yang digunakan relatif sederhana. Sulfur dioksida merupakan gas yang paling utama dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar gas SO2 dan keluhan saluran pernafasan pada masyarakat di sekitar industri makanan ringan yang menggunakan briket batubara di desa Bakaran Batu kecamatan Batang Kuis kabupaten Deli Serdang.

Jenis penelitian bersifat deskriptif. Populasi dalam penelitian ini sebesar 180 orang ibu rumah tangga pada dusun 1 dan dusun 2. Sampel berjumlah 58 orang ibu rumah tangga dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara simple random sampling. Objek penelitian adalah udara ambien. Data dianalisa secara deskriptif dalam bentuk tabel dan narasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang berumur > 40 tahun (37,9%), tingkat pendidikan terbanyak adalah SMA (56,9%), responden telah tinggal di desa Bakaran Batu > 20 tahun (53,4%). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa tingkat pencemaran udara oleh gas SO2 di lokasi pemukiman di dekat industri makanan ringan yang menggunakan briket batubara di desa Bakaran Batu kecamatan Batang Kuis nilai rata-ratanya sebesar 52,27 μg/m3, berarti kadar sulfur dioksida yang diukur tersebut masih memenuhi syarat pada baku mutu menurut PP RI No.41 tahun 1999 yaitu (900 μg/m3

).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah kadar gas SO2 di udara ambien pada industri makanan ringan di desa Bakaran Batu tidak melebihi baku mutu. Hasil analisis data menggambarkan bahwa responden yang mengalami keluhan saluran pernafasan sebanyak 23 orang (39,7%). Meskipun demikian keterpaparan secara berulang dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan.

Kata Kunci : Briket Batubara, Konsentrasi Sulfur Dioksida, Keluhan Saluran Pernafasan


(5)

ABSTRACT

Coal briquette been an solid fuel made from coal, solid fuel is alternative fuel or constituting a substitute kerosene the cheapest and predicted to developed in mass in a relatively short time considering technology and equipment used relatively simple. Sulfur dioxide gas is preeminently resulting from the burning fossil fuels such as coal.

Research aims to know levels gas SO2 and complaint respiratory on society around food industry light that uses coal briquette in the Bakaran Batu village burnt stone sub-district Batang Kuis district Deli Serdang.

The design of research is descriptive. Population in this research of 180 the housewife in hamlet 1 and 2. Samples totaled 58 people housewife with used technique the sample in simple random sampling. The object of the research was done. Data were analyzed by descriptive in the form of tables and narratives.

The result showed that respondents from > 40 years ( 37.9 % ), the level of education highest is sma ( 56,9 % ), respondents have been living in the village of burnt offering stone > 20 years ( 53,4 % ). On the basis of the results obtained a picture that the level of air pollution by SO2 on the settlement near the snacks industry light that uses coal briquette in the village of burnt offering stone sub-district Batang Kuis value at the average of 52,27 µg/m3, Means levels of sulfur dioxide measured is still qualify in quality standards according to PP RI No.41 1999 that is,( 900 µg/m3).

The conclusion of this research is gas SO2 in the air ambient on snacks industry in the Bakaran Batu village of burnt offering stone does not exceed quality standards. The result analysis of data that respondents describe that experience complaints of the respiratory tract as many as 39,7%. Nevertheless other malignancies in a recurrent manner can cause respiratory disorders.

Keywords: Coal Briquette, The Concentration Of Sulphur Dioxide, Complaint The Respiratory Tract


(6)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Rizka Fiqih Ertika

Tempat dan Tanggal Lahir : Batang Kuis, 23 April 1990

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Anak ke : 1 dari 4 bersaudara

Alamat Rumah : Jalan Batang Kuis Pasar V No 56 Desa Telaga Sari Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1996-2002 : SD Negeri No. 104238 Tanjung Morawa 2. Tahun 2002-2005 : SMP Swasta Tunas Karya Batang Kuis 3. Tahun 2005-2008 : SMA Negeri 11 Medan

4. Tahun 2008-2011 : D3 Kimia Analis USU


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Kadar Gas Sulfur Dioksida (SO2) di Udara Ambien pada Industri Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara dan Keluhan Saluran Pernafasan pada Masyarakat di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang “.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak memperoleh bimbingan, bantuan dan dukungan dari beberapa pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utama.

2. Ibu Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Kepala Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus dosen pembimbing skripsi I.

3. Bapak dr. Taufik Ashar, MKM, selaku dosen pembimbing skripsi II. 4. Ibu drh Rasmaliah, M.Kes, selaku dosen pembimbing akademik.

5. Seluruh dosen serta staf Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, khususnya dosen dan staf departemen kesehatan lingkungan yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.


(8)

6. Ibu DR. Dra. Indah Anggraini, M.Si, selaku Kepala Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Kelas 1 Medan beserta seluruh staf.

Penulis mengalami berbagai kesulitan, akan tetapi berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagaimana mestinya. Pada kesempatan ini secara khusus penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang paling tulus kepada buyah Kompol H. Zulkifli, SH dan umi Hj. Faria Herti Nasution, Spd yang selalu memberikan doa dan dukungan baik moril maupun materil. Adik-adik ku tersayang Fiqih Eria Sandi,Amd, Debsi Nia Novia dan Anisa Rizma yang selalu memberi dukungannya. Buat abangku Hanafi Syahputra Simatupang, S.ST yang selalu memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Buat teman ku Evie Putriany,P dan Yuliana Ramadhani,M, rekan-rekan paka 08 serta teman-teman seperjuangan departemen kesehatan lingkungan khususnya ekstensi angkatan 2011.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin mencurahkan segala kemampuan yang ada pada diri penulis. Namun demikian, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 11 Desember 2013 Penulis,


(9)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Riwayat Hidup Penulis ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Udara ... 7

2.1.1 Pengertian Pencemaran Udara ... 7

2.1.2 Pencemar Udara dan Sumbernya ... 9

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Udara ... 12

2.1.4 Pengaruh Meteorologi terhadap Penyebaran Pencemaran ... 15

2.2 Sulfur Dioksida (SO2) ... 16

2.2.1 Sumber Sulfur Dioksida ... 16

2.2.2 Sifat-sifat Sulfur Dioksida Terhadap……….. . 18

2.2.3 Reaksi Pembentukan Sulfur Dioksida………. 18

2.2.4 Pengaruh Sulfur Dioksida Terhadap Lingkungan ... 20

2.2.5 Pengaruh Sulfur Dioksida Terhadap Kesehatan Manusia ... 21

2.3. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Gangguan Saluran Pernafasan ... 23

2.3.1 Anatomi Pernafasan ... 23

2.3.2 Mekanisme Pernafasan... 23

2.3.3 Gangguan Saluran Pernafasan... 25

2.3.4 Gejala-Gejala Gangguan Pernafasan ... 26

2.4 Industri Makanan Ringan ... 29

2.5 Pengendalian Terhadap Polusi SO2 ... 30

2.6 Penentuan Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Udara Ambien ... 31


(10)

2.6.1 Baku Mutu Udara Ambien ... 32

2.6.2 Pemilihan Pabrik yang akan Dilakukan Pemeriksaan ... 34

2.7 Proses Pembentukan Batubara ... 35

2.7.1 Zat Yang Dihasilkan Dari Pembakaran Batubara .... 35

2.7.2 Briket Batubara ... 37

2.8 Kerangka Konsep ... 39

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 40

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 40

3.2.2 Waktu Penelitian ... 40

3.3 Populasi dan Sampel ... 40

3.3.1 Populasi ... 40

3.3.2 Sampel ... 41

3.4 Objek Penelitian ... 42

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 43

3.5.1 Data Primer ... 43

3.5.2 Data Sekunder ... 43

3.6 Metode Pengambilan Objek ... 43

3.6.1 Metode Analisa SO2 Dengan Pararosanilin ... 43

3.6.2 Prosedur Pengukuran Suhu dan Kelembaban ... 45

3.7 Defenisi Operasional ... 46

3.8 Aspek Pengukuran ... 48

3.8.1 Kadar Gas SO2 ... 48

3.9 3.8.2 Keluhan Saluran Pernafasan ... 48

3.9 Teknik Pengolahan Data ... 49

3.10 Teknik Analisa Data ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang ... 50

4.2. Gambaran Umum Industri Makanan Ringan Yang Menggunakan Briket Batubara di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang... 50

4.3. Hasil Pengukuran Kadar SO2 ... 51

4.4. Karakteristik Responden ... 52

4.4.1. Umur Responden ... 53

4.4.2. Tingkat Pendidikan Responden... 53

4.4.3. Pekerjaan Responden... 54

4.4.4. Lama Tinggal Responden... 54

4.5. Karakteristik Tempat Tinggal Responden ... 55 4.5.1. Jarak Rumah Terhadap Industri Makanan Ringan


(11)

Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis

Kabupaten Deli Serdang... 55

4.5.2. Keberadaan Pohon Besar di Halaman Rumah Responden... 56

4.5.3. Tinggi Rumah Responden... 56

4.6. Riwayat Penyakit Responden... 57

4.7. Keluhan Responden Terhadap Asap Dari Industri Makanan Ringan Yang Menggunakan Briket Batubara di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang... 57

4.8. Keluhan Saluran Pernafasan Responden Dalam Waktu 3 Bulan Terakhir... 58

4.9. Jenis Keluhan Saluran Pernafasan Responden... 58

4.10. Pemeriksaan Kesehatan... 59

4.11. Waktu Pemeriksaan Kesehatan... 60

4.12. Alasan Responden Tidak Melakukan Pemeriksaan Kesehatan... 60

4.13. Keluhan Saluran Pernafasan Berdasarkan Karakteristik Responden... 61

4.14. Tabulasi Silang Antara Karakteristik Tempat Tinggal Responden Dengan Keluhan Saluran Pernafasan... 62

4.15. Tabulasi Silang Antara Keluhan Responden Terhadap Asap Industri Makanan Ringan Yang Menggunakan Briket Batubara Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang... 63

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Hasil Pengukuran SO2... 64

5.2. Keluhan Saluran Pernafasan... 66

5.3. Karakteristik Responden... 69

5.4. Karakteristik Tempat Tinggal Responden... 70

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan... 72

6.2. Saran ... ... 72

DAFTAR PUSTAKA... 74 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Udara Bersih dan Kering ... 9

Tabel 2. Ukuran Partikel Debu Dalam Saluran Pernafasan ... 12

Tabel 3. Hasil Penelitian Sumber Pencemaran SOx di Amerika ... 17

Tabel 4. Konsentrasi Maksimum SO2 Dengan Waktu ... 22

Tabel 5. Baku Mutu Udara Ambien ... 33

Tabel 6. Hasil Pengukuran Gas SO2 di Pemukiman Warga Sekitar Industri Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 51

Tabel 7. Hasil Pengukuran Kecepatan Angin, Suhu, dan Kelembaban di Pemukiman Warga Sekitar Industri Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 52

Tabel 8. Distribusi Berdasarkan Umur Responden yang Tinggal di Sekitar Industri Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 53

Tabel 9. Distribusi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Responden yang Tinggal di Sekitar Industri Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 53

Tabel 10. Distribusi Berdasarkan Pekerjaan Responden yang Tinggal di Sekitar Industri Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 54

Tabel 11. Distribusi Berdasarkan Lama Tinggal Responden yang Tinggal di Sekitar Industri Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 55

Tabel 12. Distribusi Berdasarkan Jarak Rumah Responden Terhadap Industri Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 ... 56


(13)

Tabel 13. Distribusi Berdasarkan Keberadaan Pohon Besar di Halaman Rumah Responden yang Tinggal di Sekitar Industri Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang

Tahun 2013 ... 56 Tabel 14. Distribusi Berdasarkan Tinggi Rumah Responden di Sekitar

Industri Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten

Deli Serdang Tahun 2013 ... 57 Tabel 15. Distribusi Berdasarkan Keluhan Responden Terhadap Asap dari

Industri Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli

Serdang Tahun 2013 ... 57 Tabel 16. Distribusi Responden Yang Memiliki Keluhan Saluran

Pernafasan Dalam Waktu 3 Bulan Terakhir di Sekitar Industri Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang

Tahun 2013 ... 58 Tabel 17. Distribusi Responden Yang Mengalami Keluhan Saluran

Pernafasan Dalam Waktu 3 Bulan Terakhir di Sekitar Industri Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang

Tahun 2013 ... 59 Tabel 18. Distribusi Responden yang Berada di Sekitar Industri Makanan

Ringan di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Pemeriksaan Kesehatan

Tahun 2013 ... 59 Tabel 19. Distribusi Frekuensi Responden yang Berada di Sekitar

Industri Makanan Ringan di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Waktu

Pemeriksaan kesehatan Tahun 2013 ... 60 Tabel 20. Distribusi Responden yang Berada di Sekitar Industri Makanan

Ringan di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Alasan Tidak Melakukan Pemeriksaan Kesehatan Tahun 2013 ... 60 Tabel 21. Tabulasi Silang Karakteristik Respoden di Sekitar Industri

Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang


(14)

Tabel 22. Tabulasi Silang antara Karakteristik Tempat Tinggal dengan Keluhan Saluran Pernafasan Pada Responden yang Bermukim di Sekitar Industri Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis

Kabupaten Deli Serdang 2013 ... 62 Tabel 23. Tabulasi Silang antara Keluhan Responden Terhadap Asap Dari

Industri Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli


(15)

DAFTAR GAMBAR


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner ... 77

Lampiran 2. Output Data... 80

Lampiran 3. Jarak Rumah dari Industri Makanan Ringan ... 88

Lampiran 4. Peta Lokasi Pengukuran ... 89

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian ... 90

Lampiran 6. Surat Izin Penelitian... 95

Lampiran 7. Hasil Uji Laboratorium ... 96

Lampiran 8. Surat Pernyataan Telah Selesai Penelitian dari BTKL ... 98

Lampiran 9. PP RI Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Baku Mutu Udara Ambien ... 99

Lampiran 10. Master Data... 102


(17)

ABSTRAK

Briket batubara merupakan bahan bakar padat yang terbuat dari batubara, bahan bakar padat ini merupakan bahan bakar alternatif atau merupakan pengganti minyak tanah yang paling murah dan dimungkinkan untuk dikembangkan secara masal dalam waktu yang relatif singkat mengingat teknologi dan peralatan yang digunakan relatif sederhana. Sulfur dioksida merupakan gas yang paling utama dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar gas SO2 dan keluhan saluran pernafasan pada masyarakat di sekitar industri makanan ringan yang menggunakan briket batubara di desa Bakaran Batu kecamatan Batang Kuis kabupaten Deli Serdang.

Jenis penelitian bersifat deskriptif. Populasi dalam penelitian ini sebesar 180 orang ibu rumah tangga pada dusun 1 dan dusun 2. Sampel berjumlah 58 orang ibu rumah tangga dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara simple random sampling. Objek penelitian adalah udara ambien. Data dianalisa secara deskriptif dalam bentuk tabel dan narasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang berumur > 40 tahun (37,9%), tingkat pendidikan terbanyak adalah SMA (56,9%), responden telah tinggal di desa Bakaran Batu > 20 tahun (53,4%). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa tingkat pencemaran udara oleh gas SO2 di lokasi pemukiman di dekat industri makanan ringan yang menggunakan briket batubara di desa Bakaran Batu kecamatan Batang Kuis nilai rata-ratanya sebesar 52,27 μg/m3, berarti kadar sulfur dioksida yang diukur tersebut masih memenuhi syarat pada baku mutu menurut PP RI No.41 tahun 1999 yaitu (900 μg/m3

).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah kadar gas SO2 di udara ambien pada industri makanan ringan di desa Bakaran Batu tidak melebihi baku mutu. Hasil analisis data menggambarkan bahwa responden yang mengalami keluhan saluran pernafasan sebanyak 23 orang (39,7%). Meskipun demikian keterpaparan secara berulang dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan.

Kata Kunci : Briket Batubara, Konsentrasi Sulfur Dioksida, Keluhan Saluran Pernafasan


(18)

ABSTRACT

Coal briquette been an solid fuel made from coal, solid fuel is alternative fuel or constituting a substitute kerosene the cheapest and predicted to developed in mass in a relatively short time considering technology and equipment used relatively simple. Sulfur dioxide gas is preeminently resulting from the burning fossil fuels such as coal.

Research aims to know levels gas SO2 and complaint respiratory on society around food industry light that uses coal briquette in the Bakaran Batu village burnt stone sub-district Batang Kuis district Deli Serdang.

The design of research is descriptive. Population in this research of 180 the housewife in hamlet 1 and 2. Samples totaled 58 people housewife with used technique the sample in simple random sampling. The object of the research was done. Data were analyzed by descriptive in the form of tables and narratives.

The result showed that respondents from > 40 years ( 37.9 % ), the level of education highest is sma ( 56,9 % ), respondents have been living in the village of burnt offering stone > 20 years ( 53,4 % ). On the basis of the results obtained a picture that the level of air pollution by SO2 on the settlement near the snacks industry light that uses coal briquette in the village of burnt offering stone sub-district Batang Kuis value at the average of 52,27 µg/m3, Means levels of sulfur dioxide measured is still qualify in quality standards according to PP RI No.41 1999 that is,( 900 µg/m3).

The conclusion of this research is gas SO2 in the air ambient on snacks industry in the Bakaran Batu village of burnt offering stone does not exceed quality standards. The result analysis of data that respondents describe that experience complaints of the respiratory tract as many as 39,7%. Nevertheless other malignancies in a recurrent manner can cause respiratory disorders.

Keywords: Coal Briquette, The Concentration Of Sulphur Dioxide, Complaint The Respiratory Tract


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya populasi manusia di muka bumi ini maka semakin meningkat pula kebutuhan hidupnya. Dibangunnya berbagai industri untuk memenuhi kebutuhan manusia selain memberikan manfaat yang luar biasa ternyata juga menimbulkan masalah lingkungan. Gas-gas yang dikeluarkan oleh industri/pabrik apabila kadarnya melebihi batas kadar normal, berada pada waktu yang tidak tepat merupakan zat pencemar yang berpotensi menurunkan kualitas lingkungan (Nugroho, 2005).

Modernisasi dan kemajuan teknologi telah mengakibatkan jumlah polusi udara terus meningkat yang disebabkan oleh meningkatnya penggunaan energi bahan bakar fosil (minyak, gas dan batubara). Tidak dapat di pungkiri bahwa batubara adalah salah satu bahan tambang yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Dari proses pembakaran batubara pada unit pembangkit uap (boiler) akan berdampak buruk terhadap lingkungan (Widiati, 2001).

Beberapa tahun yang lalu pemerintah telah mencanangkan penggunaan briket batubara sebagai energi alternatif pengganti minyak tanah di industri kecil-menengah dan rumah tangga. Briket batubara merupakan bahan bakar padat yang terbuat dari batubara, bahan bakar padat ini merupakan bahan bakar alternatif atau merupakan pengganti minyak tanah yang paling murah dan dimungkinkan untuk dikembangkan secara masal dalam waktu yang relatif singkat mengingat teknologi dan peralatan yang digunakan relatif sederhana. Namun demikian, dampak penggunaan briket


(20)

batubara harus diwaspadai mengingat batubara mengandung komponen yang potensial untuk memberikan dampak terhadap manusia dan lingkungan setelah mengalami proses pembakaran. Pembakaran yang tidak sempurna dapat menimbulkan asap hitam (Widiati, 2001).

Sejalan dengan kemajuan dalam bidang industri dan teknologi yang sangat membutuhkan banyak energi, produksi bahan bakar fosil dari tahun ke tahun terus meningkat. Meningkatnya produksi bahan bakar fosil dapat diartikan berkurangnya daya dukung alam karena kekayaan alamnya diambil manusia dan meluasnya dampak pencemaran lingkungan terutama pencemaran udara (Wardhana, 1995).

Udara adalah salah satu komponen lingkungan yang dibutuhkan dalam kehidupan. Udara juga sebagai media pembuang berupa gas baik dari aktifitas alam maupun dari aktifitas manusia, sebagaimana komponen lingkungan lainnya. Udara juga mempunyai kemampuan yang terbatas dalam menerima zat - zat lain yang apabila kemampuan terlampaui maka terjadilah pencemaran udara (Fardiaz, 1992). Menurunnya kualitas udara akibat terjadinya pencemaran di suatu wilayah seringkali baru dirasakan setelah dampaknya menyebabkan gangguan kesehatan pada makhluk hidup terutama manusia (Nugroho, 2005). Perubahan kandungan bahan kimia dalam atmosfer bumi karena polusi udara akan dapat mengubah iklim lokal, regional, dan global, sehingga menaikkan jumlah radiasi sinar ultraviolet dari matahari ke permukaan bumi (Darmono, 2001).

Berdasarkan baku mutu udara ambien (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 41 tahun 1999), salah satu parameter pencemaran udara adalah sulfur dioksida (SO2). Sulfur dioksida terutama dihasilkan dari pembakaran bahan bakar


(21)

fosil seperti batubara atau minyak bumi. Sulfur dioksida (SO2) di udara mempunyai pengaruh langsung terhadap manusia terutama karena sifat iritasi dari gas itu sendiri. Lebih dari 95 % dari SO2 dengan kadar tinggi yang dihirup melalui pernafasan akan diserap oleh bagian atas saluran pernafasan. Karena sifatnya yang dapat mengganggu pernafasan, SO2 ini dapat membuat penderita bronchitis, emphisemia dan lain – lain penderita penyakit saluran pernafasan menjadi lebih parah keadaannya. Karena eratnya hubungan antara kadar SO2 di udara dengan gejala – gejala pernafasan inilah maka WHO menyatakan SO2 sebagai salah satu pencemar udara yang paling berbahaya (Depkes, 1994).

Industri makanan ringan merupakan salah satu industri yang perkembangannya sangat pesat. Industri makanan ringan yang terdapat di Sumatera Utara tepatnya di desa Bakaran Batu kecamatan Batang Kuis kabupaten Deli Serdang yang didirikan pada tahun 1982 dan mulai berproduksi pada tahun 1985, saat ini memproduksi jenis makanan ringan kuaci dan jeli (agar-agar). Gas buangan industri apabila tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan dan manusia.

Hasil survei pendahuluan yang penulis lakukan di sekitar industri makanan ringan ini, terlihat bahwa asap yang dikeluarkan dari cerobong terlihat hitam. Dari data bulan Maret 2013 Puskesmas terlihat bahwa ISPA merupakan penyakit menonjol yang terjadi di kecamatan Batang Kuis. Penyakit tersebut diduga berkaitan dengan faktor udara yang tercemar.Karena apabila susunan udara mengalami perubahan dari keadaan normal dan menganggu kehidupan manusia dan hewan maka udara tersebut telah tercemar.


(22)

Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian yang pokok dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan antara lain: perlu dilakukan di tempat umum, lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, angkutan umum dan lingkungan lainnya. Dimana industri makanan ringan tersebut terletak di kawasan rumah rapat penduduk, dan ketika industri tersebut mengeluarkan gas buangan berupa asap tebal hitam dari boiler maka penduduk langsung terasa dampaknya seperti sesak nafas dalam waktu beberapa detik. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian yang berjudul, Analisis Kadar Gas Sulfur Dioksida (SO2) di Udara Ambien Pada Industri Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara dan Keluhan Saluran Pernafasan Pada Masyarakat di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013.

1.2 Rumusan Masalah

Industri makanan ringan menghasilkan asap yang tebal, masyarakat mengeluh adanya keluhan pernafasan ketika asap dikeluarkan pada boiler yang menyebar disekitar industri, sehingga dikhawatirkan menimbulkan gangguan saluran pernafasan pada masyarakat sekitar industri. Untuk itu perlu dilakukan analisis kadar gas sulfur dioksida (SO2) di udara ambien pada industri makanan ringan yang menggunakan briket batubara dan keluhan saluran pernafasan pada masyarakat di desa Bakaran Batu kecamatan Batang Kuis kabupaten Deli Serdang.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui kadar gas sulfur dioksida (SO2) di udara ambien pada industri makanan ringan yang menggunakan briket batubara dan keluhan saluran


(23)

pernafasan pada masyarakat di desa Bakaran Batu kecamatan Batang Kuis kabupaten Deli Serdang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kadar gas sulfur dioksida (SO2) pada daerah pemukiman di dekat industri makanan ringan dan membandingkannya dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 tahun 1999.

2. Untuk mengetahui keluhan saluran pernafasan yang terjadi pada responden yang bermukim di dekat industri makanan ringan.

3. Untuk mengetahui karakteristik responden yang bermukim di dekat industri makanan ringan.

4. Untuk mengetahui karakteristik tempat tinggal responden yang bermukim di dekat industri makanan ringan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberi masukan kepada pihak terkait setempat tentang dampak negatif akibat pencemaran gas sulfur dioksida (SO2) terhadap masyarakat dan lingkungan. 2. Memberikan informasi pada masyarakat di sekitar industri makanan ringan

tentang efek gas sulfur dioksida (SO2) terhadap kesehatan.

3. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang bahaya pencemaran udara oleh gas sulfur dioksida (SO2) bagi kesehatan, khususnya wilayah pemukiman pada daerah industri yang menggunakan briket batubara.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Udara

2.1.1. Pengertian Pencemaran Udara

Pencemaran udara terus menunjukkan intensitas yang makin meningkat akhir-akhir ini. Beberapa polutan udara telah dituduh sebagai biang keladi pemanasan global yang berdampak pada perubahan iklim global. Karena udara digunakan sebagai media untuk kehidupan manusia maka terdapatnya makhluk hidup seperti mikroorganisme, zat atau bahan pencemar udara yang melampaui baku mutu berarti terjadi pencemaran. Dengan demikian pencemaran udara mengandung pengertian adanya penyimpangan mengenai kualitas udara (Sarudji, 2010).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 menyebutkan bahwa yang dinamakan pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan atau komponen lain kedalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.

Pencemaran udara berarti hadirnya satu atau beberapa kontaminan di dalam udara atmosfer di luar, seperti antara lain oleh debu, busa, gas, kabut, bau-bauan, asap atau uap dalam kuantitas yang banyak, dengan berbagai sifat maupun lama berlangsungnya di udara tersebut, hingga dapat menimbulkan gangguan-gangguan terhadap kehidupan manusia, tumbuhan atau hewan maupun benda, atau tanpa alasan jelas sudah dapat mempengaruhi kelestarian kehidupan organisme (Kristanto, 2002).


(25)

Batasan-batasan terhadap pokok-pokok pengertian yang memberikan bobot pada defenisi-defenisi di atas adalah :

1. Bahwa setiap pembebasan bahan atau zat-zat ke dalam udara atmosfir tidak harus selalu dikatakan pencemar udara. Karena bahan-bahan kontaminan belum menjurus pada pada suatu kemampuan untuk secara potensial mengubah stabilitas dan kualitas kelestarian udara atmosfir.

2. Bahwa untuk menimbulkan gangguan terhadap susunan udara atmosfir harus dipenuhi dahulu angka batas (Nilai Ambang Batas). Angka batas tersebut ditentukan oleh faktor kuantitas kontaminan, lamanya berlangsung maupun potensinya.

3. Sumber pencemar tidak hanya dibatasi yang berasal dari aktivitas manusia, tetapi juga oleh sumber-sumber pencemar akibat peristiwa alamiah seperti gunung meletus, bencana alam, dan lain-lain (Kristanto, 2002).

Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Dalam udara terdapat oksigen (O2) untuk bernafas, karbondioksida untuk proses fotosintesis oleh klorofil daun dan ozon (O3) untuk menahan sinar ultraviolet. Susunan (komposisi) udara bersih dan kering, kira-kira tersusun oleh :


(26)

Tabel 1. Komposisi Udara bersih dan kering

Unsur % Volume Kandungan ppm

Nitrogen 78.09 780.900

Oksigen 20.94 209.400

Argon 0.93 9.300

Karbondioksida 0.00318 318

Neon 0.0018 18

Helium 0.00052 5.2

Krepton 0.0001 1

Xenon 0.000008 0.008

Nitrogen Oksida 0.000025 0.25

Hidrogen 0.00005 0.5

Metana 0.00015 1.5

Nitrogen Dioksida 0.0000001 0.001

Ozon 0.000002 0.02

Belerang Dioksida 0.00000002 0.0002 Karbon Monoksida 0.00001 0.1

Ammonia 0.000001 0.01

Sumber Wardhana, 1995

Apabila susunan udara mengalami perubahan dari susunan keadaan normal seperti tersebut diatas dan kemudian mengganggu kehidupan manusia, hewan dan binatang, maka berarti udara telah tercemar (Wardhana, 1995).

2.1.2. Pencemar Udara dan Sumbernya

Menurut Kristanto (2002), berdasarkan asal dan kelanjutan perkembangannya di udara, pencemar udara dapat dibedakan menjadi :

1. Pencemar udara primer

Pencemar udara primer yaitu semua pencemar di udara yang ada dalam bentuk yang hampir tidak berubah, sama seperti pada saat dibebaskan dari sumbernya sebagai hasil dari suatu proses tertentu. Pencemar udara primer, yang mencakup 90% dari jumlah pencemar udara seluruhnya, umumya berasal dari aktivitas manusia, seperti dari industri (cerobong asap industri) dimana dalam industri tersebut terdapat


(27)

proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar minyak/batubara, proses peleburan/pemurnian logam, dan juga dihasilkan dari sektor transportasi (mobil, bus, sepeda motor, dan lainnya).

Dari seluruh pencemar primer tersebut, sumber pencemar yang utama berasal dari sektor transportasi, yang memberikan andil sebesar 60% dari pencemaran udara total. Pencemar udara primer dapat digolongkan menjadi lima kelompok berikut :

a. Karbonmonoksida (CO) b. Nitrogen oksida (NOx) c. Hidrokarbon (HC) d. Sulfur oksida (SOx) e. Partikel lain

Komponen pencemar udara tersebut di atas bisa mencemari udara secara sendiri-sendiri atau dapat pula mencemari udara secara bersama-sama. Jumlah komponen pencemar udara tergantung pada sumbernya. Sumber pencemar udara di Indonesia pada saat ini masih terus diteliti (Wardhana, 1995).

2. Pencemar Udara Sekunder

Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan kimia di udara, misalnya reaksi foto kimia. Sebagai contoh adalah disosiasi NO2 yang menghasilkan NO dan O radikal. Proses kecepatan dan arah reaksinya dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:

a. Konsentrasi reaktif dari bahan reaktan b. Derajat fotoaktivasi


(28)

d. Topografi lokal dan adanya embun

Polutan sekunder ini mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang tidak stabil. Termasuk dalam polutan sekunder ini adalah ozon, Peroxy Acyl Nitrat (PAN), dan formaldehid (Mukono, 2011).

Menurut Chandra (2006), jika Nitrogen dioksida bereaksi dengan Hidrokarbon disertai bantuan sinar ultraviolet akan membentuk peroksi asetil nitrat dan ozon yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Berikut reaksi kimianya :

N2O + Hidrokarbon —› Peroksi asetil nitrat + O3 Sinar matahari

Polutan ini akan menimbulkan kabut di permukaan bumi dikenal sebagai kabut fotokimia (photochemical smog) atau senyawa pembentuk kabut pengiritasi (irritating smog forming compound). Kabut tersebut menyebabkan mata menjadi berair dan disters pernafasan pada manusia serta menimbulkan hill reaction dan mengganggu proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan. Ozon sendiri akan meningkatkan proses respirasi daun-daunan dan mengurangi makanannya sehingga tumbuhan menjadi layu dan mati. Jenis polutan dapat dibagi berdasarkan struktur kimia dan penampang partikelnya, seperti berikut.

1. Struktur kimia

a. Partikel : debu, abu, dan logam seperti Pb, nikel, kadmium dan berilium. b. Gas anorganik seperti NO, CO, SO2, ammonia dan hidrogen.

c. Gas organik seperti hidrokarbon, benzene, etilen, asetilen aldehida, keton, alkohol, dan asam-asam organik.


(29)

Partikel dalam udara dapat melekat pada saluran pernafasan manusia yang tentunya dapat menyebabkan bahaya bagi kesehatan manusia seperti pada tabel 2 di bawah ini :

Tabel 2. Ukuran partikel debu dalam saluran pernafasan

Ukuran Saluran Pernafasan

8 – 25 mikron Melekat di hidung dan tenggorokan 2 – 8 mikron Melekat di saluran bronchial 0.5 – 2 mikron Deposit pada alveoli

< 0.5 mikron Bebas keluar masuk melalui pernafasan Sumber : Chandra, 2006

2.1.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Udara

Pencemaran udara yang terjadi di permukaan bumi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor meteorologi dan iklim serta faktor topografi (Chandra, 2006).

1. Meteorologi dan Iklim

Variabel yang termasuk di dalam faktor meteorologi dan iklim, antara lain :

a. Temperatur

Pergerakan mendadak lapisan udara dingin ke suatu kawasan industri dapat menimbulkan temperatur inversi. Dengan kata lain, udara dingin akan terperangkap dan tidak dapat keluar dari kawasan tersebut dan cenderung menahan polutan tetap berada di lapisan permukaan bumi sehingga konsentrasi polutan di kawasan tersebut semakin lama semakin tinggi.

b. Arah dan Kecepatan Angin

Kecepatan angin yang kuat akan membawa polutan terbang kemana-mana dan dapat mencemari udara negara lain.


(30)

c. Hujan

Air hujan sebagai pelarut umum, cenderung melarutkan bahan polutan yang terdapat dalam udara. Kawasan industri yang menggunakan batubara sebagai sumber energinya berpotensi menjadi sumber pencemar udara di sekitarnya. Pembakaran batubara akan menghasilkan gas sulfurdioksida dan apabila gas tersebut bercampur dengan air hujan akan terbentuk asam sulfat (sulfuric acid) sehingga air hujan menjadi asam, biasa disebut hujan asam (acid rain).

2. Topografi

Variabel-variabel yang termasuk di dalam faktor topografi, antara lain :

a. Dataran rendah

Di daerah dataran rendah, angin cenderung membawa polutan terbang jauh ke seluruh penjuru dan dapat melewati batas negara dan mencemari udara negara lain.

b. Pegunungan

Di daerah dataran tinggi sering terjadi temperatur inversi dan udara dingin yang terperangkap akan menahan polutan tetap di lapisan permukaan bumi.

c. Lembah

Di daerah lembah, aliran angin sedikit sekali dan tidak bertiup ke segala penjuru. Keadaan ini cenderung menahan polutan yang terdapat di permukaan bumi.

2.1.4. Wujud Fisik dan Kimia Pencemar Udara

Menurut Kristanto (2002), berdasarkan wujud fisiknya, pencemar udara dibedakan menjadi gas dan partikel. Partikel merupakan benda-benda padat/cair yang dimensinya sedemikian kecilnya sehingga memungkinkannya melayang di udara.


(31)

Bentuk-bentuk khusus dari partikel dalam hubungannya dengan pencemaran udara dibedakan menjadi :

1. Mist (kabut)

Merupakan partikel cair yang berada dalam udara karena kondensasi uap air atau otomatisasi cairan ke tingkat dispersi. Otomatisasi ini terjadi pada penyemprotan, pembuihan, dan lain-lain.

2. Fog (kabut yang padat/tebal)

Masih dapat dilihat dengan mata telanjang sekalipun tanpa bantuan visual aid (alat bantu penglihatan).

3. Smoke (asap)

Merupakan partikel karbon (padat) yang terjadi dari pembakaran tidak sempurna sumber-sumber pembakaran yang menggunakan bahan bakar hidrokarbon, dengan ukuran partikel < 5 mikron.

4. Debu (dust)

Merupakan partikel padat yang terjadi karena proses mekanis (pemecahan dan reduksi) terhadap masa padat, dimana partikel tersebut masih dipengaruhi oleh gravitasi.

5. Fume

Merupakan partikel padat yang terjadi karena kondensasi dari penguapan logam-logam cair yang kemudian disertai secara langsung oleh suatu oksidasi di udara. Biasanya terjadi pada pabrik-pabrik pengecoran dan peleburan logam.


(32)

Sedangkan berdasarkan wujud kimianya, pencemar udara dibedakan dalam dua sub kelompok yaitu, sub-kelompok partikel/debu dan sub kelompok gas/uap. Sub kelompok pertama, yaitu golongan partikel/debu, berdasarkan susunan kimiawinya terbagi lagi menjadi dua, yaitu partikel/debu mineral dan partikel/debu organik. Untuk mudahnya masing-masing partikel dibedakan lagi menurut sifat kelarutannya, yaitu partikel/debu mineral sama sekali tidak larut dalam zat pelarut baik asam maupun basa ataupun pelarut organik. Contohnya silika dan asbes. Sebaliknya partikel/debu mineral yang larut, mempunyai sifat masih dapat larut dalam bahan pelarut baik asam, basa ataupun bahan organik.

Sub kelompok kedua yaitu gas dan uap yang dibedakan menjadi :

a. Yang larut dalam air (misalnya Oksigen)

b. Yang tidak larut dalam air, dibedakan lagi menjadi :

o Tidak larut, tetapi bereaksi dengan salah satu komponen dalam air itu atau o Reaksinya dengan salah satu komponen dalam air lambat sekali serta masih

mampu larut sedikit sekali (misalnya benzene).

2.1.5. Pengaruh Meteorologi terhadap Penyebaran Pencemar

Penyebaran polutan dapat diprediksi melalui arah angin, ahli meteorologi mengatakan bahwa arah angin selalu ditentukan dari mana angin berhembus, yaitu angin utara berhembus dari utara, angin barat berhembus dari barat. Konsentrasi sulfur dioksida (SO2) selain berpengaruh pada kecepatan juga dipengaruhi kelembaban udara. Karena life time SO2 di udara pendek, dan uap air mampu mengubah SO2 menjadi sulfit dan sulfat (Sarudji, 2010).


(33)

Dari hasil uji korelasi pada penelitian yang dilakukan oleh Istantinova, 2013 di dapat hasil bahwa kecepatan angin dan kelembaban berbanding terbalik terhadap konsentrasi SO2, yaitu semakin tinggi kecepatan angin dan kelembaban maka semakin rendah konsentrasi SO2 di udara. Menurut repository IPB, dispersi polutan juga dipengaruhi oleh variabilitas arah angin. Jika arah angin relatif tetap dan secara terus menerus menuju pada area yang sama, konsentrasi polutan di daerah tersebut akan tinggi. Jika arah angin berubah secara konstan, polutan akan didispersikan ke daerah yang lebih besar, dan konsentrasi di sekitar daerah tujuan akan menjadi lebih rendah. Perubahan besar dalam arah angin dapat terjadi dalam periode waktu yang singkat.

2.2. Sulfur Dioksida

2.2.1. Sumber Polusi Sufur Dioksida (SO2)

Sulfur Dioksida berasal dari dua sumber yakni sumber alamiah dan buatan. Sumber-sumber SO2 alamiah adalah gunung-gunung berapi, pembusukan bahan organik oleh mikroba dan reduksi sulfat secara biologis. Proses pembusukan akan menghasilkan H2S yang akan menghasilkan H2S yang akan cepat berubah menjadi SO2 sebagai berikut :

H2S + 3/2 O2 —› SO2 + H2O

Sumber-sumber SO2 buatan adalah pembakaran bahan bakar minyak, gas dan batubara yang mengandung sulfur tinggi. Sumber-sumber buatan ini diperkirakan memberi kontribusi sebanyak sepertiganya saja dari seluruh SO2 atmosfir/tahun. Akan tetapi, karena hampir seluruhnya berasal dari buangan industri, maka hal ini


(34)

dianggap cukup gawat. Apabila pembakaran bahan bakar fosil ini bertambah di kemudian hari, maka dalam waktu singkat sumber-sumber ini akan dapat memproduksi lebih banyak SO2 daripada sumber alamiah (Slamet, 2009).

Sumber emisi gas sulfur dioksida yang terbanyak berasal dari alam, adapun sumber emisinya berupa pembakaran yang tidak bergerak, proses dalam industri, limbah padat, dan pembakaran limbah pertanian (Sunu, 2001).

Pemakaian batubara sebagai bahan bakar pada beberapa kegiatan industri seperti yang terjadi di beberapa negara Eropa Barat dan Amerika, menyebabkan kadar SOx di udara meningkat. Pencemaran SOx di udara terutama berasal dari pemakaian batubara yang digunakan pada kegiatan industri, transportasi dan lain sebagainya. Bagaimana peranan batubara dalam menyumbang pencemaran SOx telah banyak diteliti di negara-negara industi seperti yang tampak pada tabel berikut ini. Tabel 3. Hasil penelitian Sumber Pencemaran SOx di Amerika tahun 1968

Sumber Pencemaran % bagian % total

Transportasi 2.4

3. Mobil bensin 0.6

4. Mobil diesel 0.3

5. Kereta api 0.3

6. Kapal laut 0.9

7. Sepeda motor 0.3

Pembakaran stasioner 73.5

8. Batubara 60.5

9. Minyak (destilasi) 1.2

10.Minyak (residu) 11.8

Proses industri 22.0

Pembuangan limbah padat 0.3

Lain-lain 1.8

11.Kebakaran hutan 0.0

12.Pembakaran batubara sisa 1.8

100 100.0


(35)

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sumber utama pencemaran SOx bukanlah dari transportasi, akan tetapi dari pembakaran stasioner (generator listrik dan mesin-mesin) yang memakai bahan bakar batubara. Sumber pencemaran SOx yang kedua adalah dari proses industri (Wardhana, 1995).

2.2.2. Sifat- sifat Sulfur Dioksida (SO2)

Berdasarkan sifat kimia, sulfur dioksida adalah gas yang tidak dapat terbakar, berbau tajam, dan tidak berwarna. Konsentrasi untuk deteksi indera perasa adalah 0.3-1 ppm di udara dan ambang bau adalah 0.5 ppm. Gas ini merangsang pedas (pudgent) dan bersifat iritan (Sarudji, 2010). Sulfur dioksida merupakan senyawa kimia dengan rumus kimia SO2 yang tersusun dari 1 atom sulfur dan 2 atom oksigen. Sulfur dioksida merupakan ikatan yang tidak stabil dan sangat reaktif terhadap gas yang lain (Sunu, 2001). Berdasarkan sifat fisika sulfur dioksida memiliki titik didih -10oC, titik lebur -75,5oC, berat jenis relatif (air =1) 1,4. Kelarutannya dalam air adalah 8,5 dalam 100 ml air pada suhu 25 oC. Gas ini lebih berat dari udara, berat jenis uap relatif di udara 2,25 sedangkan berat jenis relatif udara adalah 1 (NIOSH, 2013).

2.2.3. Reaksi Pembentukan Sulfur Dioksida (SO2)

Gas sulfur oksida atau sering ditulis dengan SOx terdiri atas gas SO2 dan gas SO3 yang keduanya memiliki sifat berbeda (Wardhana, 1995). Istilah SOx digunakan untuk menunjukkan adanya emisi campuran ikatan sulfur dengan oksigen ke udara (Sarudji, 2010). Pembakaran bahan-bahan yang tidak mengandung sulfur akan menghasilkan kedua bentuk sulfur oksida, tetapi jumlahnya relatif tidak dipengaruhi


(36)

oleh jumlah oksigen yang tersedia. Walaupun udara tersedia dalam jumlah cukup, SO2 selalu terbentuk dalam jumlah besar.

Mekanisme pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi sebagai berikut :

S + O2 —› SO2

2SO2 + O2 —› 2SO3

Gas buangan hasil pembakaran pada umumnya mengandung gas SO2 lebih banyak dari pada gas SO3. Jadi dalam hal ini yang dominan adalah gas SO2. Namun demikian gas tersebut akan bertemu dengan oksigen yang ada di udara dan kemudian membentuk gas SO3.

Gas SO2 juga dapat membentuk garam sulfat apabila bertemu dengan oksida logam, yaitu melalui proses kimiawi berikut ini :

4MgO + 4SO2 —› 3MgSO4 + MgS

Udara yang mengandung uap air akan bereaksi dengan gas SO2 sehingga membentuk asam sulfit (Wardhana, 1995).

SO2 + H2O —› H2SO3

Adanya SO3 di udara dalam bentuk gas hanya mungkin jika konsentrasi uap air sangat rendah. Jika uap air terdapat dalam jumlah cukup, biasanya SO3 dan air akan segera bergabung membentuk droplet asam sulfat dengan reaksi sebagai berikut:


(37)

Oleh karena itu komponen normal yang terdapat di dalam atmosfir bukan SO3 melainkan H2SO4. Tetapi jumlah H2SO4 atmosfir ternyata lebih tinggi daripada yang dihasilkan dari emisi SO3. Hal ini menunjukkan bahwa produksi H2SO4 juga berasal dari mekanisme-mekanisme lainnya. Setelah berada di atmosfir, sebagian SO2 akan diubah menjadi SO3 (kemudian menjadi H2SO4) oleh proses-proses fotolitik dan katalitik. Jumlah SO2 yang teroksidasi menjadi SO3 dipengaruhi beberapa faktor, termasuk jumlah air yang tersedia, intensitas, waktu dan distribusi spectrum sinar matahari, serta jumlah katalitik yang tersedia (Kristanto, 2002).

Tidak terdapatnya konsentrasi SO2 yang tinggi di udara yang jauh dari sumber pencemar bukan berarti bahwa sumber tersebut tidak atau sedikit menghasilkan SO2, karena bisa jadi SO2 telah diubah kedalam bentuk lain seperti asam sulfit atau sulfat seperti pada penjelasan diatas (Sarudji, 2010).

2.2.4. Pengaruh Sulfur Dioksida (SO2) Terhadap Lingkungan 1. Pengaruh Sulfur Dioksida Terhadap Tanaman

Tanaman dapat rusak karena pencemar SO2. Kerusakan tanaman terjadi pada daunnya. Lapisan jaringan daun ditutupi oleh lapisan epidermis atas dan bawah. Stomata (mulut daun) terdapat pada umumnya di bagian bawah lembar daun. Diantara lapisan epidermis terdapat juga jaringan spons dan jaringan tiang (palisade) yang mengandung klorofil (photosintetic cells). Stomata merupakan mulut daun tempat masuknya CO2 yang berguna untuk proses fotosintetis. SO2 ikut masuk bersama CO2 dan menyebabkan kerusakan pada jaringan daun. Kerusakan ini bisa


(38)

nekrosis (kematian jaringan), klorosis (hilang atau berkurangnya klorofil), absisi (rontoknya daun) dan epinasti (melengkungnya daun ke bawah).

Dalam konsentrasi yang lebih besar dari 0.5 ppm gas ini menyebabkan kerusakan daun dalam waktu yang pendek. Karena gas ini dapat bereaksi dengan air, maka air hujan yang mengandung asam sulfat atau sulfit menyebabkan peristiwa yang disebut hujan asam. Hal ini akan menyebabkan rusaknya beberapa jenis tanaman (Sarudji, 2010).

Beberapa jenis tanaman berdaun lebar memberikan respon terhadap SO2 yang memiliki konsentrasi 0,9 ppm dengan menunjukkan gejala luar, warna dedaunan berubah menjadi kuning dan berbintik. Contoh tanaman berdaun lebar yang sangat sensitif terhadap SO2 adalah Pinus silvestri (pinus ) dan Fagus (cemara). Kandungan sulfur pada batang pohon cemara dapat memberi petunjuk terjadi pencemaran SO2 yang meliputi wilayah yang cukup luas (Nugroho, 2005).

2. Pengaruh Sulfur Dioksida terhadap Bahan Lain

Harta benda dapat juga terpengaruh oleh SO2. Gedung-gedung yang mempunyai arti sejarah, patung-patung bernilai seni dapat rusak karena SO2 mudah menjadi H2SO4 yang sangat korosif. Dulu, sewaktu cat tembok masih mengandung PbO, maka SO2 dapat beraksi dengannya dan membentuk PbS yang berwarna hitam.

Benda-benda yang terbuat dari karet seperti ban mobil bila terpapar H2SO4 akan cepat rusak, menjadi retak atau terbelah-belah (Slamet, 2009). Terbentuknya asam sulfat juga menyebabkan korosi pada logam (Sarudji, 2010). Laju korosi beberapa jenis logam, terutama besi, baja dan seng dirangsang pada kondisi


(39)

lingkungan yang terkontaminasi SO2, disamping beberapa jenis partikel, kelembaban udara yang tinggi dan suhu juga berperan penting dalam proses korosi tersebut (Kristanto, 2002).

2.2.5. Pengaruh SO2 Terhadap Kesehatan Manusia

SO2 mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kesehatan yang akut dan kronis, dalam bentuk gas SO2 dapat mengiritasi sistem pernafasan, pada paparan yang tinggi (waktu singkat) mempengaruhi fungsi paru-paru (Istantinova, 2012).

Udara yang telah tercemar SOx menyebabkan manusia akan mengalami gangguan pada sistem pernafasan. Hal ini karena SOx yang mudah menjadi asam tersebut menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan, dan saluran nafas yang lain sampai ke paru-paru. Iritasi pada saluran pernafasan dapat menyebabkan pergerakan silia menjadi lambat, bahkan dapat terhenti, sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan, hal ini dapat meningkatkan produksi lendir dan penyempitan saluran pernafasan. Akibatnya terjadi kesulitan bernafas, sehingga benda asing termasuk bakteri/ mikroorganisme lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan dan hal ini memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan (Mukono, 2000).

Pengaruh sulfur dioksida terhadap manusia adalah sebagai berikut :

- 3 – 5 ppm : dapat dideteksi dari baunya

- 8 – 12 ppm : dapat mengakibatkan iritasi tenggorokan - 20 ppm : dapat mengakibatkan iritasi mata dan batuk

- 50 – 100 ppm : hanya diperbolehkan kontak dalam waktu singkat (30 menit) - 400 – 500 : berbahaya meskipun kontak secara singkat (Fardiaz, 1992).


(40)

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa iritasi pada tenggorokan terjadi pada konsentrasi SO2 sebesar 5 ppm atau lebih, bahkan pada beberapa individu yang sensitif, iritasi terjadi pada konsentrasi 1-2 ppm. SO2 dianggap polutan yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap manusia usia lanjut dan penderita yang mengalami penyakit kronis pada sistem pernafasan dan kardiovaskular. Individu dengan gejala tersebut sangat sensitif jika kontak dengan SO2 walaupun dengan konsentrasi yang relatif rendah, misalnya 0.2 ppm atau lebih (Kristanto, 2002).

Standar kandungan SO2 di udara untuk daerah perindustrian dan pemukiman perlu dibedakan, seperti pada tabel 4 yang menggambarkan konsentrasi maksimum SO2 dengan waktu :

Tabel 4. Konsentrasi Maksimum SO2 dengan Waktu

Periode, rata-rata Konsentrasi maksimum SO2 Pemukiman Industri

Satu jam 0.025 ppm 0.40 ppm

24 jam 0.10 ppm 0.20 ppm

Satu tahun 0.02 ppm 0.05 ppm

Sumber : Sastrawijaya, 2000

Jika konsentrasi SO2 naik, manusia akan merasa terganggu. Kadar 6 ppm SO2 akan melumpuhkan dan merusak organ pernafasan (Sastrawijaya, 2000).

2.3. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Gangguan Saluran Pernafasan 2.3.1. Anatomi Pernafasan

Saluran penghantar udara hingga mencapai paru – paru adalah hidung, faring, laring trakes, bronkus, bronkiolus. Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung, udara akan disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama mukosa inspirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam


(41)

rongga toraks atau dada. Kedua paru saling terpisah oleh mediastum sentral yang di dalamnya terdapat jantung dan pembuluh darah besar. Setiap paru terdapat apeks dan basis. Jika arteri pulmonalis dan darah arteria bronkialis, bronkus, saraf, dan pembuluh limfe masuk ke setiap paru menunjukkan telah terjadi gangguan paru, yaitu terbentuknya hilus berupa akar paru. Paru kanan lebih besar dari paru kiri dan dibagi 3 lobus oleh fistrus interlobaris, sedangkan paru - paru kiri terbagi menjadi 2 lobus (Price dan Wilson,1994).

2.3.2. Mekanisme Pernafasan

Pernafasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun, karena sistem pernafasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernafasan dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu pernafasan luar dan pernafasan dalam. Pernafasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler. Pernafasan dalam adalah pernafasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel – sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam paru – paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan udara di rongga dada lebih besar, maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan udara dalam rongga dada lebih besar, maka udara akan keluar.

Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernafasan dibedakan menjadi dua macam, yaitu pernafasan dada dan pernafasan perut.


(42)

1. Pernafasan Dada

Pernafasan dada adalah pernafasan yang melibatkan otot antartulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Fase inspirasi

Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga rongga dada mengembang. Pengembangan rongga dada menyebabkan volume paru – paru juga mengembang akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.

b. Fase ekspirasi

Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antartulang rusuk ke posisi semula yang diikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Rongga dada yang mengecil menyebabkan volume paru – paru juga mengecil sehingga tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar. Hal tersebut menyebabkan tekanan dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.

2. Pernafasan Perut

Pernafasan perut merupakan pernafasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas otot – otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada. Mekanisme pernafasan perut dapat dibedakan menjadi dua fase, yakni :

a. Fase inspirasi

Fase inspirasi merupakan kontraksi otot diafragma sehingga mengembang, akibatnya paru – paru ikut mengembang. Hal tersebut menyebabkan rongga dada


(43)

membesar dan tekanan udara di dalam paru – paru lebih kecil daripada tekanan udara di luar sehingga udara luar dapat masuk ke dalam paru - paru.

b. Fase ekspirasi

Fase ekspirasi merupakan fase relaksasi otot diafragma (kembali ke posisi semula) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan udara di dalam paru – paru lebih besar daripada tekanan udara luar, akibatnya udara keluar dari paru – paru.

2.3.3. Gangguan Saluran Pernafasan

Saluran pernafasan adalah organ dimulai dari hidung sampai alveoli beserta organ adneks seperti sinus – sinus, rongga telinga tengah atau pleura. Gangguan saluran pernafasan adalah gangguan pada organ mulai dari hidung sampai alveoli serta organ – organ adneksnya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Depkes RI, 1999).

Infeksi saluran pernafasan diartikan infeksi pada berbagai area saluran pernafasan termasuk hidung, telinga tengah, pharing, laring, trakea, bronchi dan paru (WHO, 1995). Sedangkan gangguan saluran pernafasan menurut Wardana (2001) adalah penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh adanya partikel atau debu yang masuk dan mengendap di dalam paru – paru dan polusi udara lainnya.

2.3.4. Gejala – gejala Gangguan Saluran Pernafasan a. Batuk

Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang ada. Batuk adalah refleks normal yang melindungi tubuh kita. Tentu saja bila batuk itu berlebihan, ia akan terasa amat menganggu. Penelitian menunjukkan bahwa pada


(44)

penderita batuk kronik didapat 628 sampai 761 kali batuk/hari. Penderita TB paru jumlah batuknya sekitar 327 kali/hari dan penderita influenza bahkan sampai 154,4 kali/hari. Batuk dapat terjadi akibat berbagai penyakit/proses yang merangsang reseptor batuk. Selain itu, batuk juga dapat terjadi pada keadaan – keadaan psikogenik tertentu (Aditama, 1993).

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba – tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu (Rahmadani, 2011).

Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glottis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasai sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah (Rahmadani, 2011).

Setelah udara diinspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glottis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50 – 100 mmHg. Tertutupnya glottis merupakan cirri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glottis tertutup


(45)

adalah 10 samapai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa lain. Dipihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis (Rahmadani, 2011).

Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsung fase ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran nafas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita ketahui. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80% (Rahmadani, 2007).

b. Batuk darah

Batuk berdarah adalah batuk yang disertai darah. Jika darahnya sedikit dan tipis kemungkinan adalah luka lecet dari saluran nafas, karena batuk yang terlalu kuat. Batuk berdarah dengan darah yang tipis dan sedikit bisa terjadi pada penderita maag kronis dimana maag penderita mengalami luka akibat asam lambung yang berlebih. Batuk berdarah dengan jumlah darah yang banyak biasanya terjadi pada penderita TB paru (tuberkulosis paru) yang sudah lama dan tidak diobati. Batuk berdarah pada penderita TBC merupakan suatu hal gawat darurat (emergency) karena dapat menyebabkan kematian dan harus mendapatkan pertolongan yang cepat. Pengobatan batuk berdahak adalah memberikan antibiotik, dicari penyebabnya jika karena TBC maka harus diberikan obat TBC, diberikan obat penekan batuk (Sani, 2007).


(46)

c. Sesak nafas

Sesak nafas merupakan gejala klinis dari gangguan pada saluran pernafasan. Sesak nafas bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan manifestasi dari penyakit yang menyerang saluran pernafasan. Penyakit yang bisa menyebabkan sesak nafas sangat banyak sekali mulai dari infeksi, alergi, inflamasi bahkan keganasan.

Hal – hal yang bisa menyebabkan sesak nafas antara lain :

1. Faktor psikis

2. Peningkatan kerja pernafasan

a. Peningkatan ventilasi (latihan jasmani, hiperkapnia, asidosis metabolik).

b. Sifat fisik yang berubah (tahanan elastis paru meningkat, tahanan elastis dinding paru meningkat, peningkatan tahanan bronchial).

3. Otot pernafasan yang abnormal

a. Penyakit otot (kelemahan otot, kelumpuhan otot, distrofi). b. Fungsi mekanis otot berkurang.

Dispnea atau sesak nafas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebabkan gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak nafas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam keadaan patologis di saluran pernafasan maka ruang mati akan meningkat.

Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan nafas maka pertukaran gas juga akan terganggu dan juga dapat menyebabkan dispnea. Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurunan terhadap compliance paru, semakin rendah


(47)

kemampuan terhadap compliance paru maka semakin besar gradien tekanan transmural yang harus dibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya compliance paru bisa bermacam, salah satunya adalah digantinya jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbeston atau iritan yang sama.

d. Nyeri dada

Salah satu bentuk nyeri dada yang paling sering ditemukan adalah angina pectoris yang merupakan gejala penyakit jantung koroner dan dapat bersifat progresif serta menyebabkan kematian, sehingga jenis nyeri dada ini memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan penanganan yang serius.

e. Sakit tenggorokan

Radang tenggorokan adalah infeksi pada tenggorokan (tekak) dan kadangkala amandel. Penyebab lainnya diantaranya adalah adanya polusi udara, alergi musiman dan merokok. Perubahan cuaca dan alergi musiman adalah penyebab yang paling sering terjadi. Terutama banyak terjadi pada anak – anak dan infeksi ini disebarkan melalui orang ke orang (person to person contact).

Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonukloear. Pada stadium awal, terdapat hyperemia, kemudian edema, dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula – mula serosa tetapi menjadi menebal atau berbentuk mukus, dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring.


(48)

2.4. Industri Makanan Ringan

Menurut Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 19/M/I/1986, berdasarkan pengklasifikasian industri, industri makanan ringan termasuk kelompok aneka industri. Industri ini merupakan industri yang tujuannya menghasilkan bermacam-macam barang kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut :

1. Industri tekstil, misalnya : benang, kain, dan pakaian jadi

2. Industri alat listrik dan logam, misalnya : kipas angin, lemari es, mesin jahit, televisi dan radio

3. Industri kimia, misalnya : sabun, pasta gigi, sampo, tinta, plastik, obat-obatan dan pipa

4. Industri pangan, misalnya : minyak goreng, terigu, gula, teh, kopi, garam dan makanan kemasan

5. Industri bahan bangunan dan umum, misalnya : kayu gergajian, kayu lapis dan marmer.

2.5. Pengendalian Terhadap Polusi Sulfur Dioksida (SO2)

Beberapa metode dapat digunakan untuk mengurangi dan mengendalikan emisi SO2. Diantaranya adalah sebagai berikut :

• Penggunaan bahan bakar bersulfur rendah • Substitusi sumber energi lain untuk bahan bakar

• Menghilangkan sulfur dari bahan bakar sebelum pembakaran • Menghilangkan SOx dari gas buang


(49)

Penggunaan bahan bakar bersulfur rendah mungkin dapat dilakukan, tetapi biaya penggunaan bahan bakar lebih mahal dibanding yang bersulfur tinggi karena bahan bakar bersulfur tinggi nilai kalornya lebih tinggi sehingga jumlah bahan bakar bersulfur tinggi yang digunakan jumlahnya lebih sedikit, biaya pemakaian dan transportasi bahan bakar menjadi lebih rendah.

Untuk menghilangkan sulfur dari bahan bakar sebelum proses pembakaran membutuhkan beberapa perlakuan, tergantung dari bahan bakar dan bentuk sulfur di dalamnya. Sulfur terdapat dalam tiga bentuk, yaitu pirit, komponen organik dan sulfat. Sulfat pada umumnya dijumpai dalam kuantitas yang kecil dan tidak menimbulkan masalah. Sulfur organik terikat pada molekul yang merupakan bagian dari batu-arang dan tidak dapat dihilangkan tanpa mengubah secara kimia batu-arang tersebut melalui berbagai proses seperti karbonisasi, liquifikasi atau gasifikasi. Sulfur piritik terdapat sebagai partikel terpisah dan dapat dipisahkan dengan cara fisik seperti penggilingan yang dilanjutkan dengan pembilasan/pencucian. Cara fisik tersebut dapat mengurangi kandungan sulfur pirit sampai setengahnya dalam satu kali operasi, tetapi untuk batu-arang bersulfur tinggi (2-4%) dibutuhkan proses beberapa tahap sehingga biayanya menjadi mahal.

Menghilangkan SO2 dari gas buang juga merupakan salah satu cara untuk mengatasi pencemaran SOx, yaitu dengan injeksi batu kapur ke dalam zona pembakaran sehingga bereaksi dengan SO2 membentuk garam sulfat melalui reaksi sebagai berikut :


(50)

Permasalahan yang dihadapi pada metode ini adalah terbentuknya bahan buangan yang cukup tinggi dalam bentuk CaSO4 padat, batu kapur yang tidak bereaksi dan abu yang harus dibuang (Kristanto, 2002).

2.6. Penentuan Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Udara Ambien

Udara diperlukan manusia setiap saat dalam kehidupan. Untuk itu kualitas udara yang layak harus tersedia untuk mendukung terciptanya kesehatan masyarakat (Mulia, 2005).

Secara umum, sampel udara ambien diambil di daerah pemukiman penduduk, perkantoran, kawasan industri, atau daerah lain yang dianggap penting. Tujuannya adalah untuk mengetahui kualitas udara yang dapat dipengaruhi oleh kegiatan tertentu. Kriteria yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan lokasi pengambilan sampel udara ambien (Hadi, 2005), yaitu:

1. Daerah yang mempunyai konsentrasi pencemar tinggi 2. Daerah padat penduduk

3. Daerah yang diperkirakan menerima paparan pencemar dari emisi cerobong industri

4. Daerah proyeksi untuk mengetahui dampak pembangunan 2.6.1. Baku Mutu Udara Ambien

Baku mutu udara ambien adalah batas kadar yang di perbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di udara namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan dan atau benda.


(51)

Baku mutu udara ambien menurut Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP-03/MENKLH/II/1991 tanggal 1 Februari 1991 seperti yang tertera pada tabel di bawah ini :

Tabel 5. Baku Mutu Udara Ambien No. Parameter Waktu

Pengukuran Baku Mutu Metode Analisis *) Peralatan *) 1 SO2 24 jam 0.01 ppm Pararosanilin Spektrofotometer

2 CO 8 jam 20 ppm NIDR NIDR analyzer

3 NOx 24 jam 0.05 ppm Saltzman Spektrofotometer

4 Ox 1 jam 0.10 ppm Chem.lum Spektrofotometer

5 Debu 24 jam 0.26mg/m3 Gravimetrik Hi-volume sampler 6 Pb 24 jam 0.06mg/m3 Gravimetrik Hi-vol, AAS 7 H2S 30 min 0.03 ppm Hg thiocynat Spektrofotometer 8 NH3 24 jam 2.00 ppm Nessler Spektrofotometer

9 HC 3 jam 0.24 ppm

Flame-ionization

Gas

Chromatograpy Sumber : Wardhana, 1995

Keterangan :

• Yang dimaksud dengan waktu pengukuran adalah waktu perataan (averaging time) dan untuk pengukuran tiap jam dilakukan perhitungan secara geometric mean.

• Standar H2S tidak berlaku untuk daerah yang mengandung H2S secara alami • *) = yang dianjurkan

• NDIR = Non-dispersive infrared

• Hii-Vol + High Volume Sampling Methode • AAS = Atomatic Absorbtion Spectrophotometer • GC = Gas Cromatograph

Dengan diberlakukannya baku mutu ini, maka berarti bahwa udara yang mengandung unsur-unsur melebihi standar tadi akan disebut tercemar. Diharapkan


(52)

bahwa bila kualitas udara dapat dipelihara sehingga kadar berbagai zat tadi tidak terlampaui, maka diharapkan tidak akan terjadi gangguan kesehatan terhadap manusia, hewan, tumbuhan maupun harta benda (Slamet, 2009).

2.6.2. Pemilihan Pabrik yang Akan Dilakukan Pemeriksaan

Berbagai industri yang diantara bahan bakunya yang banyak mempergunakan zat-zat kimia organik maupun anorganik. Sebagai hasil pengelolaannya selain menghasilkan produk-produk yang berguna bagi kepentingan hidup manusia juga dikeluarkan produk-produk yang berguna bagi kepentingan hidup manusia juga dikeluarkan produk-produk yang tidak berguna dapat berupa racun (Supardi, 2003).

Berdasarkan pada data industri, dipilih pabrik prioritas untuk dilakukan pemeriksaan rutin. Hal ini dikarenakan jumlah pabrik yang ada biasanya tidak sepadan dengan jumlah staf dan data yang tersedia.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan pabrik prioritas (Hamid dan Pramudyanto, 2007), yaitu :

a. Pabrik tersebut berskala besar (dilihat dari kapasitas produksi dan debit limbahnya).

b. Berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan.

c. Pernah diadukan atau dikeluhkan oleh masyarakat, baik melalui surat pengaduan maupun dimuat di media massa.

d. Pernah diberikan surat peringatan atau sanksi administrasi. e. Pernah atau sedang dalam tuntutan pidana dan atau perdata. f. Pernah atau sedang dilakukan proses mediasi atau negoisasi.


(53)

g. Pabrik berada di wilayah kerja yang menjadi wewenangnya.

h. Tidak ada instansi/lembaga lain yang secara khusus berkewajiban untuk melakukan pemeriksaan rutin.

2.7. Proses Pembentukan Batubara

Dikenal ada dua macam teori untuk menjelaskan proses terbentuknya lapisan batubara (Akhadi, 2009), yaitu :

1. Teori In Situ

Menyatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terbentuk di tempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Setelah tumbuhan tersebut mati dan belum mengalami proses transportasi, segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses pembatubaraan (coalification). Jenis batubara yang terbentuk melalui proses ini mempunyai sebaran yang luas dan merata, kualitasnya baik karena kadar abunya relatif kecil.

2. Teori Drift

Menyatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadi di tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang. Tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air dan terakumulasi di suatu tempat yang selanjutnya tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses pembatubaraan. Kualitasnya kurang baik karena mengandung banyak material pengotor yang tercampur pada saat transportasi dari tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi.


(54)

2.7.1. Zat Dihasilkan dari Pembakaran Batubara

Pemakaian batubara dalam kegiatan industri sangat banyak. Pada pembakaran dan pemecahan (cracking) batubara, selain dihasilkan gas buangan (SOx , CO, NOx), juga menghasilkan abu terbang ( fly ash) dan abu dasar (buttom ash).

a. Abu

Abu batubara adalah bagian dari sisa pembakaran batubara pada boiler yang berbentuk partikel halus. Abu terbentuk dari perubahan bahan mineral karena proses pembakaran. Komposisi antara abu terbang dan abu dasar tergantung sistem pembakarannya.

b. Oksida belerang (SOx )

Belerang terdapat pada batubara dengan kadar bervariasi, jauh dibawah 1% sampai lebih dari 4%. Oksida belerang dapat selanjutnya dapat teroksidasi menjadi SO3. Sedangkan belerang sulfat disamping stabil dan sulit menjadi oksida belerang.

c. Oksida Nitrogen (NOx)

Nitrogen umumnya terikat dengan material organik dalam batubara dan kadarnya kurang dari 2%. Pada pembakaran, nitrogen akan dirubah menjadi oksida nitrogen (NOx).

d. Karbon Monoksida (CO)

Gas CO terbentuk pada pembakaran tidak sempurna. Gas ini dihasilkan dari proses oksidasi bahan bakar yang tidak sempurna. Gas ini bersifat tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak menyebabkan iritasi.


(55)

Asap dan gas hidrokarbon terbentuk pada pembakaran yang sangat tidak sempurna. Asap terutama terdiri dari partikel-partikel karbon yang tidak terbakar. Sedangkan gas hidrokarbon adalah senyawa karbon dan hidrogen hasil pemecahan bahan organik batubara yang belum mengalami oksida oksigen lebih lanjut (Anonimous, 2011).

2.7.2. Briket Batubara

Menurut Sukandarrummi (1995), briket batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batubara dengan sedikit campuran seperti tanah liat dan tapioka. Briket batubara mampu menggantikan sebagian dari kegunaan minyak tanah seperti untuk pengolahan makanan, pengeringan, pembakaran dan pemanasan. Bahan baku utama briket batubara adalah batubara yang sumbernya berlimpah di Indonesia. Hal ini mendorong pemanfaatan briket untuk masyarakat dan industri kecil di Indonesia antara lain:

- Potensi batubara Indonesia yang sangat besar.

- Penduduk Indonesia sebagian besar tinggal di pedesaan.

- Dapat dilaksanakan dengan teknologi sederhana, dengan investasi sedikit. - Batubara Indonesia mudah pecah dan bernilai kalori tinggi.

- Kebijaksanaan pemerintah untuk mengurangi pemakaian minyak dan kayu bakar. Menurut Anonimous (2013), adapun parameter antara minyak tanah dan briket batubara adalah :

1. Nilai kalori : Minyak tanah 9000 kkal/ltr Briket batubara 5400 kkal/kg 2. Ekivalen : Minyak tanah 1 liter


(56)

2.7.3. Teknik Pembriketan Batubara

Adapun teknik-teknik pembriketan batubara adalah sebagai berikut :

a. Sifat briket yang baik

-Tidak berasap dan tidak berbau pada saat pembakaran.

-Mempunyai kekuatan tertentu sehingga tidak mudah pecah waktu diangkat dan dipindah-pindah.

-Mempunyai suhu pembakaran yang tetap (± 350 C) dalam jangka waktu yang cukup panjang (8-10 jam).

b. Jenis briket

Dikenal 2 jenis berikut yaitu :

- Tipe Yontan, berbentuk silinder dan digunakan untuk keperluan rumah tangga. - Tipe Egg, berbentuk telur dan digunakan untuk bahan bakar industri kecil seperti

untuk pembakaran kapur, bata, genteng, pandai besi, tetapi juga untuk keperluan rumah tangga.

c. Karakteristik pembakaran

- Sifat pembakaran adalah sangat penting disamping tergantung dari sifat batubaranya. Karakteristik pembakaran briket ini (lama dan suhu pembakaran) tergantung pula dari besarnya udara yang terbakar dan nilai kalori batubara (Sukandarrummi, 1995).


(57)

2.8. Kerangka Konsep

Kadar SO2 pada Udara Ambien di Sekitar Kawasan Pemukiman Penduduk Industri Makanan Ringan

Keluhan saluran pernafasan : - Batuk

- Batuk darah - Nyeri dada

- Sakit tenggorokan - Sesak nafas Karakteristik Responden

1. Umur 2. Pendidikan 3. Lama tinggal 4. Pekerjaan/aktivitas 5. Lama berada di rumah Karakteristik Tempat Tinggal Responden

1. Jarak rumah dari industri Ketinggian rumah 2. Tinggi Rumah

Yang mempengaruhi kadar SO2 di udara

- Cuaca - Kelembaban - Kecepatan angin - Arah angin

- Melebihi Baku Mutu - Tidak melebihi Baku Mutu

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 41 Tahun 1999


(58)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, karena penulis ingin mengetahui kadar gas sulfur dioksida (SO2) pada udara ambien dan keluhan saluran pernafasan yang dialami masyarakat di lokasi pemukiman industri makanan ringan yang menggunakan briket batubara di desa Bakaran Batu kecamatan Batang Kuis kabupaten Deli Serdang tahun 2013.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah pemukiman dekat industri makanan ringan yang menggunakan briket batubara di desa Bakaran Batu kecamatan Batang Kuis kabupaten Deli Serdang, pada radius 100 m dan 150 m untuk wilayah dusun 1 dan radius 100 m dan 150 m untuk wilayah dusun 2, karena lokasi tersebut merupakan daerah lokasi pemukiman penduduk sehingga berpotensi besar menimbulkan faktor resiko terhadap kejadian suatu penyakit.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2013 di desa Bakaran Batu kecamatan Batang Kuis kabupaten Deli Serdang.

3.3Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang tinggal di desa Bakaran Batu dusun 1 dan dusun 2 yaitu sebesar 140 orang ibu rumah tangga. Hal ini


(59)

dilakukan karena ibu rumah tangga yang tidak bekerja kesehariannya berada di rumah sehingga keterpaparannya terhadap gas sulfur dioksida (SO2) akan lebih banyak. 3.3.2. Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling karena setiap populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih sebagai sampel dan bertujuan untuk mendapatkan sampel yang mewakili populasi.

Menurut Kasjono ( 2009 ), jika populasi < 10.000 maka besar sampel dalam penelitian ini diperoleh dari rumus :

N = N

1+N (d²)

N : Populasi = 140 orang d : Presisi absolut = 0,1

Dengan mensubstitusikan nilai N dan d ke dalam formula besar sampel, maka : 140

= ————— 1 + 140 (0,12)

140 = ————— 1 + 140 (0,01)

140

= ————— 1 + 1,4


(60)

Diketahui : n = Besar sampel N = Besar populasi

d = Presisi absolut yang diinginkan (0,1)

Dengan jumlah populasi sebesar 140 ibu rumah tangga, maka besar sampelnya adalah 58 orang. Dengan demikian dapat diketahui jumlah sampel yang akan diambil di dusun 1 dan dusun 2, yaitu dengan cara :

1. Besar sampel Dusun 1 (92 KK)

n = 92

140

x 58

=

38 orang

2. Besar sampel Dusun 2 (48 KK)

n = 48

140 x 58 = 20 orang

Langkah pengambilan sampel yang di pakai adalah dengan menomori setiap rumah (140 ibu rumah tangga). Kemudian dibuat nomor pada gulungan kertas kecil sebanyak 140, yang terdiri dari:

- Nomor 1- 92 untuk wilayah Dusun 1 - Nomor 93 – 140 untuk wilayah Dusun 2

Kemudian peneliti mencabut nomor, untuk wilayah dusun 1 sebanyak 38 nomor dan untuk wilayah dusun 2 sebanyak 20 nomor.


(61)

3.4. Objek Penelitian

Sebagai objek dalam penelitian ini adalah udara ambien di lokasi pemukiman di dekat industri makanan ringan yang menggunakan briket batubara di desa Bakaran Batu kecamatan Batang Kuis kabupaten Deli Serdang dan pengukuran kadar gas sulfur dioksida (SO2) di empat titik. Adapun pertimbangan dari penentuan titik sampel adalah adalah pada daerah pemukiman penduduk, karena gas sulfur dioksida (SO2) dapat berdampak langsung pada kesehatan manusia.

3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1 Data Primer

Data primer diperoleh melalui observasi lapangan, pengukuran kadar SO2 di udara ambien pada empat titik sebanyak satu kali dengan waktu yang sama di pemukiman sekitar industri makanan ringan. Pengukuran dilakukan pada jam 11.00 WIB sampai 13.00 WIB, hal ini dilakukan karena pada waktu ini industri makanan ringan tersebut mengeluarkan gas buang industri. Kemudian melakukan wawancara kepada ibu rumah tangga yang terpilih sebagai sampel penelitian dengan bantuan kuesioner.

3.5.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari literatur maupun instansi terkait yang berkaitan dengan objek penelitian.

3.6. Metode Pengambilan Objek

3.6.1. Metode Analisa SO2 dengan Pararosanilin 1. Prinsip Kerja Alat Spektrofotometer

a. SO2 bereaksi dengan kalium tetrachloromerkurat (TCM) membentuk ion dichlorosulfitmerkurat yang bereaksi dengan pararosanilin hydrochloric dalam


(62)

HCL dan formaldehyde membentuk warna merah ungu. Intensitasnya dapat diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 575 nm.

2. Peralatan dan Bahan a. Peralatan

- Spektrofotometer b. Bahan

- Larutan absorban SO2 - Larutan standar SO2 - Aquabides

- Asam sulfanilat

- Formaldehyde

3. Cara Pembuatan

a. larutan absorban dalam impinge hasil sampling dimasukkan dalam 25 ml.

b. Ditambah 1 ml asam sulfanilat, dicampur ditambah 2 ml formaldehyde, dicampur, ditambah 5 ml parasonilin, dicampur, ditambah aquabides panas sampai batas tanda.

c. Dicampur hingga homogen dan didiamkan selama 30 menit supaya bereaksi sempurna.

d. Diambil 10 ml larutan sampel uji masukkan dalam kuvet yang bersih dan dibaca denga spektrofotometer pada panjang gelombang 575 nm.

e. Catat hasilnya, misalnya X.

f. Dari hasil pebacaan sampel uji (X) letakkan pada skala absorban. g. Tarik garis horizontal kearah garis linear sejajar garis konsentrasi.


(1)

Riwayat penyakit TB paru

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 58 100.0 100.0 100.0

Riwayat penyakit asma

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 58 100.0 100.0 100.0

Keluhan responden terhadap asap pabrik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ada 25 43.1 43.1 43.1

tidak ada 33 56.9 56.9 100.0

Total 58 100.0 100.0

Keluhan responden terhadap saluran pernafasan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 35 60.3 60.3 60.3

ya 23 39.7 39.7 100.0

Total 58 100.0 100.0

Responden yang mengalami batuk

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 43 74.1 74.1 74.1

ya 15 25.9 25.9 100.0


(2)

Responden yang mengalami sesak nafas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 44 75.9 75.9 75.9

ya 14 24.1 24.1 100.0

Total 58 100.0 100.0

Responden yang mengalami nyeri pada dada

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 39 67.2 67.2 67.2

ya 19 32.8 32.8 100.0

Total 58 100.0 100.0

Responden yang mengalami sakit tenggorokan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 48 82.8 82.8 82.8

ya 10 17.2 17.2 100.0

Total 58 100.0 100.0


(3)

Waktu responden memeriksakan diri ke rumah sakit

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 3 bulan sekali 1 1.7 1.7 1.7

jika sakit saja 57 98.3 98.3 100.0

Total 58 100.0 100.0

Alasan responden tidak periksa ke dokter

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak ada biaya 3 5.2 5.2 5.2

penyakit tidak mengganggu

55 94.8 94.8 100.0

Total 58 100.0 100.0

Umur_k * keluhan saluran pernafasan Crosstabulation

Keluhan saluran pernafasan

Total

tidak ya

Umur _k ≤ 20 tahun 0 2 2

21-30 tahun

8 7 15

31-40 tahun

13 6 19

≥ 40 tahun 14 8 22


(4)

Pekerjaan * keluhan saluran pernafasan Crosstabulation

keluhansaluranpernafasan

Total

tidak ya

Pekerjaan buruh pabrik 5 1 6

guru 2 0 2

ibu rumah tangga 12 13 25

karyawan swasta 2 0 2

pembantu rumah tangga 1 0 1

pns 3 0 3

wiraswasta 10 9 19

Total 35 23 58

Lama Tinggal_K * keluhan saluran pernafasan Crosstabulation

keluhansaluranpernafasan

Total

tidak ya

LamaTinggal_K <10 tahun 6 1 7

10-20 tahun 10 10 20

>20 tahun 19 12 31

Total 35 23 58

Jarak_rumah_K * keluhan saluran pernafasan Crosstabulation

Keluhan saluran pernafasan

Total


(5)

Keberadaan pohon besar di halaman rumah * keluhan saluran pernafasan Crosstabulation

Keluhan saluran pernafasan

Total

tidak ya

Keberadaan pohon besar di halaman rumah

ada 26 3 29

tidak ada 9 20 29

Total 35 23 58

Keluhan responden terhadap asap pabrik * keluhan saluran pernafasan Crosstabulation

Keluhan saluran pernafasan

Total

tidak ya

Keluhan responden terhadap asap pabrik

ada 4 21 25

tidak ada 31 2 33

Total 35 23 58

Responden yang mengalami batuk * keluhan saluran pernafasan Crosstabulation

Keluhan saluran pernafasan

Total

tidak ya

batuk tidak 35 8 43

ya 0 15 15


(6)

Responden yang mengalami sesak nafas * keluhan saluran pernafasan Crosstabulation

Keluhan saluran pernafasan

Total

tidak ya

Sesak nafas tidak 35 9 44

ya 0 14 14

Total 35 23 58

Responden yang mengalami nyeri pada dada * keluhan saluran pernafasan Crosstabulation

Keluhan saluran pernafasan

Total

tidak ya

Nyer idada tidak 35 4 39

ya 0 19 19

Total 35 23 58

Responden yang mengalami sakit tenggorokan * keluhan saluran pernafasan Crosstabulation

Count

Keluhan saluran pernafasan

Total

tidak ya

Sakit tenggorokan tidak 35 13 48

ya 0 10 10


Dokumen yang terkait

Penentuan Kadar Sulfur Dioksida (SO2) Di Udara Ambien Dengan Metode Pararosanilin

17 144 53

Tingkat Pencemaran Udara Oleh Sulfur Dioksida (S02) Di Desa Sijantang Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto Propinsi Sumatera Barat

3 47 71

Penentuan Kadar Sulfur Dioksida (SO2) Di Udara Ambien Dengan Metode Pararosanilin Secara Spektrofotometri

20 128 46

Kajian Pemanfaatan Bambu di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang

4 47 59

Hubungan Kadar Particulate Matter 10 (Pm10) Di Udara Terhadap Keluhan Gangguan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Industri Arang Di Kecamatan Sunggal Kanan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 16

Hubungan Kadar Particulate Matter 10 (Pm10) Di Udara Terhadap Keluhan Gangguan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Industri Arang Di Kecamatan Sunggal Kanan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 2

Hubungan Kadar Particulate Matter 10 (Pm10) Di Udara Terhadap Keluhan Gangguan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Industri Arang Di Kecamatan Sunggal Kanan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 8

Hubungan Kadar Particulate Matter 10 (Pm10) Di Udara Terhadap Keluhan Gangguan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Industri Arang Di Kecamatan Sunggal Kanan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 39

Hubungan Kadar Particulate Matter 10 (Pm10) Di Udara Terhadap Keluhan Gangguan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Industri Arang Di Kecamatan Sunggal Kanan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 4

Analisis Kadar Gas Sulfur Dioksida (SO2) di Udara Ambien pada Industri Makanan Ringan yang Menggunakan Briket Batubara dan Keluhan Saluran Pernafasan pada Masyarakat di Desa Bakaran Batu Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang

0 0 16