Pengaruh Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak, Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten Kota Di Provinsi Sumatera Selatan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
2.1.1.1 Pengertian dan Unsur-Unsur APBD
Menurut Garrison dan Noreen(2006:402),“The budget is a detailed
plan of the acquisition and use of financial resources and other resources for
a certain period”.Menurut UU No. 33 Tahun 2004, “Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah atau yang disebut APBD adalah rencana keuangan
tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan
dengan Peraturan Daerah”.

Untuk pelaksanaan tahun anggaran APBD

meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal
31 Desember (Pemendagri Nomor 13 Tahun 2006).
Unsur-unsur APBD menurut Halim (2004: 15-16) adalah sebagai
berikut :
1.
2.

3.
4.

Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.
Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.
Periode anggaran yang biasanya 1(satu) tahun.
Adanya sumber penerimaan yang mrupakan target minimal untuk
menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut dan

7
Universitas Sumatera Utara

adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaranpengeluaran yang akan dilaksanakan.

2.1.1.2 Fungsi APBD

Menurut Peraturan Menteri dalam Negri No. 13 Tahun 2006 ada
enam fungsi APBD, yaitu :

1. Fungsi Otorisasi

Anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan
dan belanja daerah pada tahun bersangkutan. Fungsi Otorisasi
yang dimaksudkan disini adalah diberikannya kekuasaan kepada
Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk melaksanakan setiap
anggaran, pendapatan, belanja dan pembiayaan yang telah
dianggarkan dalam APBD.
2. Fungsi Perencanaan
Anggaran Daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam
merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Setelah
APBD telah ditetapkan, maka setiap pengguna anggaran
diwajibkan untuk membuat anggaran kas agar kegiatan yang telah
dianggarakan dalam APBD dapat dilaksanakan sesuai dengan
rencana yang telah dibuat.
3. Fungsi Pengawasan
Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan. Dokumen perda tentang APBD memuat program dan
kegiatan yang akan dilaksanakan dalam satu tahun anggaran.
Terhadap program dan kegiatan yang dianggarkan dalam APBD
tersebut merupakan implementasi dan pelaksanaan atas urusan

pemerintahan yang telah diserahkan dari pusat kepada daerah baik
itu urusan wajib maupun urusan pilihan.
4. Fungsi Alokasi
Anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan
kerja atau mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber
daya, serta meningkatkan efesiensi dan efektifitas perekonomian.
Sudah sepatutnya, ketika menyusun program dan kegiatan yang
akan dianggarkan dalam APBD, pemerintah lebih menekankan
pada kegiatan-kegiatan yang dapat menyerap tenaga kerja,
sehingga pada akhirnya secara signifikan akan mengurangi
pengangguran di daerah yang tersebut.
5. Fungsi Distribusi

8
Universitas Sumatera Utara

Anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan
kepatuhan dalam pendistribusiannya. Masyaraka harust dapat
menikmati pelayanan-pelayanan umum yang bersumber dari
anggaran tersebut.

6. Fungsi Stabilisasi
Anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan
keseimbangan fundamental perekonomian daerah. Dengan fungsi
stabilisasi ini, APBD sejatinya dapat digunakan untuk menciptakan
stabilitas ekonomi pada tingkat lokal.
2.1.1.3 Struktur APBD

Struktur APBD yang terbaru adalah berdasarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan
daerah. Adapun bentuk dan susunan APBD didasarkan pada Pemendagri No.
13 Tahun 2006 pasal 22 ayat (1) terdiri dari tiga 3 bagian, yaitu : Pendapatan
Daerah, Belanja Daerah, dan Pembiyaan Daerah.

Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1)
atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain
pendapatan daerah yang sah. Belanja menurut kelompok belanja
terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pembiayaan
daeran terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran
pembiayaan. Penerimaan pembiayaan mencakup sisa lebih
perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA),

pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang
dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali
pemberian pinjaman, dan penerimaan piutang daerah. Pengeluaran
pembiayaan mencakup pembentukan dana cadangan, penyertaan
modal (investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang, dan
pemberian pinjaman daerah.

2.1.2 Otonomi Daerah

9
Universitas Sumatera Utara

Secara etimologi Otonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu “autos” yang
artinya sendiri dan “nomos” yang berarti hukum atau aturan, maka otonomi
diartikan sebagai hukum/aturan sendiri. MenurutSyarifuddin Ateng (1985:23),
“Otonomi adalah kebebasan dan kemandiirian tetapi bukan kemerdekaan”.
Menurut Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, ,
Otonomi daerah adalah pemberian kewenangan yang luas, nyata dan
bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan
pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta

perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan prinsip demokrasi, peran
serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta potensi dan keanekaragaman
daerah yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah adalah untuk
membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam
menangani daerah. Selain itu tujuan lain dari pemberian otonomi daerah kepada
daerah adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan dan kesejahteraan masyarakat semakin membaik
2. Pengembangan kehidupan demokrasi
3. Keadilan nasional
4. Pemerataan wilayah daerah
5. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dalam
rangka keutuhan NKRI

10
Universitas Sumatera Utara

6. Mendorong pemberdayaan masyarakat
7. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta
masyarakat, serta mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah.
Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi
Daerah, prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah adalah :
1. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi yang luas,
nyata, dan bertanggungjawab.
2. Penyelenggaraan
otonomi
daerah
dilaksanakan
dengan
memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi
dan keanekaragaman daerah.
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada
daerah kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah propinsi
merupakan otonomi yang terbatas.
4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara
sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah serta antar pemerintah daerah.
5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian
daerah otonom, dan karenanya dalam daerah kabupaten dan daerah

kota tidak ada lagi wilayah administrasi. Demikian pula kawasankawasan khusus yang dibina oleh pemerintah atau pihak lain, seperti
badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan
industri, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya
berlaku ketentuan “Peraturan Daerah Otonom”.
6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan
fungsi legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi
pengawasan, maupun fungsi anggaran atau penyelenggaraan
pemerintah daerah.
7. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi
dalam kedudukannya
sebagai
wilayah
administrasi
untuk
melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu yang dilimpahkan
kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari
pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah
kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana,
serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan

pelaksanaan
dan
mempertanggungjawabkan
kepada
yang
menugaskannya.

11
Universitas Sumatera Utara

Adapun perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan
otonomi daerah adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
2. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
3. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
4. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
5. Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
6. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

2.1.3 Laporan Realisasi Anggaran
Laporan realisasi anggaran adalah suatu laporan yang menyajikan ikhtisar
sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh
pemerintah pusat/daerah, yang memperbandingkan antara realisasi dan
anggarannya dalam satu periode pelaporan.

Laporan realisasi keuangan

mencakup pos pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan.
Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai
penambah

nilai

kekayaan


bersih

dalam

satu

periode

anggaran

12
Universitas Sumatera Utara

tertentu.Pendapatan suatu daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Dana Perimbangan, dan Lain-lain pendapatan yang sah.
Dana perimbangan adalah pendapatan yang bersumber dari transfer
pemerintah pusat yang ditujukan untuk membantu daerah memenuhi kebutuhan
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan terdiri dari Dana
Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus.
Belanja daerah adalah pengeluaran yang dilakukan pemerintah daerah
untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab kepada masyarakat.
Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Anggaran
Belanja Daerah, Belanja daerah terdiri dari Belanja Tidak Langsung dan Belanja
Langsung. Sedangkan menurut PP No. 71 Tahun 2010, belanja daerah terdiri
dari belanja operasi, belanja modal, dan belanja lain-lain/tidak terduga.
Laporan realisasi anggaran gabungan pemerintah daerah disusun di
semester I dan akhir tahun anggaran dan nilainya merupakan gabungan dari
seluruh SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) dan DPKD (Dinas Pengelola
Keuangan Daerah) sebagai PPKD/BUD. Pemerintah daerah yang berada di
bawah pengawasan Menteri Dalam Negeri diharuskan menyusun laporan
keuangan harus sesuai dengan Permendagri No. 13 Tahun 2006. Akan tetapi,
laporan keuangan daerah tersebut harus mengacu pada PP No. 71 Tahun 2010
pada saat diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK
RI).

Adapun konversi yang dilakukan terhadap laporan keuangan daerah

tersebut adalah sebagai berikut :

13
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1
Konversi Pendapatan pada Laporan Realisasi Anggaran SKPD
Permendagri No. 13 Tahun 2006
PENDAPATAN
A. Pendapatan Asli Daerah
1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah
3. Hasil pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan
4. Lain-lain PAD yang Sah

PP No. 71 Tahun 2010
SAP PENDAPATAN
A. Pendapatan Asli Daerah
1. Pajak Daerah
2. Retiribusi Daerah
3.
Hasil
pengelolaan
Kekayaan
Daerah
yang
Dipisahkan
4. Lain-lain PAD yang Sah

Dari bagan diatas terlihat bahwa tidak diperlukan konversi Pendapatan Asli
Daerah(PAD) untuk LRA SKPD.

Tabel 2.2
Konversi Belanja pada Laporan Realisasi Anggaran SKPD
Permendagri No. 13 Tahun
2006
BELANJA
A. Belanja Tidak Langsung
1. Belanja Pegawai

B. Belanja Langsung
1. Belanja Pegawai
2. Belanja Barang dan Jasa
3. Belanja Modal

PP No. 71 Tahun 2010
SAP BELANJA
A. Belanja Operasi
1. Belanja Pegawai
2. Belanja Barang
3. Bunga
4. Subsidi
5. Hibah
6. Bantuan Sosial
B. Belanja Modal
1. Belanja Tanah
2. Belanja Peralatan dan Mesin
3. Belanja Gedung dan Bangunan
4. Belanja Jalan, Irigasi, dan
Jaringan
5. Belanja Aset Tetap Lainnya
6. Belanja Aset Lainnya

14
Universitas Sumatera Utara

Untuk akun Belanja pada SKPD, konversinya adalah:
1. Dari komponen belanja langsung, yaitu belanja pegawai ke
komponen belanja operasi pada akun belanja pegawai.
2. Dari komponen belanja langsung, yaitu akun belanja barang dan jasa
ke komponen belanja barang.
3. Dari komponen belanja langsung, yaitu akun belanja modal ke
komponen belanja modal.
Untuk akun pendapatan PPKD, seperti terlihat dalam bagan di bawah ini,
harus dilakukan konversi, yaitu:
1. Dari komponen Dana Perimbangan, yaitu: dana Bagi hasil Pajak,
Dana Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam, Dana Alokasi
Umum, dan Dana Alokasi Khusus ke Pendapatan Transfer.
2. Dari komponen Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, yakni : Dana
Penyesuaian dan Otonomi Khusus dan Bantuan Keuangan dari
Provinsi lain atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ke komponen
Pendapatan Transfer dan Lain-lain Pendapatan yang Sah

15
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3
Konversi Pendapatan pada Laporan Realisasi Anggaran PPKD
Permendagri No. 13 Tahun 2006
PP No. 71 Tahun 2010
PENDAPATAN
SAP PENDAPATAN
B. A. Pendapatan Asli Daerah
B. A. Pendapatan Asli Daerah
1. Pajak Daerah
1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah
2. Retiribusi Daerah
3. Hasil pengelolaan Kekayaan
3. Hasil pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan
Daerah yang Dipisahkan
C. B. Dana Perimbangan
B. Pendapatan Transfer
1. Dana Bagi Hasil:
Transfer
Pemerintah
Pusat-Dana
Perimbangan
- Dana Bagi Hasil Pajak
1. Dana Bagi Hasil Pajak
- Dana Bagi Hasil Bukan
2. Dana Bagi Hasil Bukan
Pajak/Sumber Daya Alam
Pajak/Sumber Daya Alam
2. Dana Alokasi Umum
3. Dana Alokasi Umum
3. Dana Alokasi Khusus
4. Dana Alokasi Khusus
C. Lain-lain Pendapatan Daerah Transfer Pemerintah Pusat –
Lainnya
yang Sah
1. Pendapatan Hibah
2. Dana Darurat

1. Dana Otonomi Khusus
2. Dana Penyesuaian

3. Dana Bagi Hasil Pajak dari Transfer Pemerintah Provinsi
Provinsi dan Pemerintah Daerah
Lainnya
4. Dana Penyesuaian dan Otonomi
Khusus
1. Pendapatan Bagi Hasil Pajak
5. Bantuan Keuangan dari Provinsi
Pemerintah Daerah Lainnya

2. Pendapatan Bagi Hasil Lainnya
C. Lain-lain Pendapatan yang Sah
1. Pendapatan Hibah
2. Pendapatan Dana Darurat

16
Universitas Sumatera Utara

3. Pendapatan Lainnya

Tabel 2.4
Konversi Belanja pada Laporan Realisasi Anggaran PPKD
Permendagri No. 13 Tahun 2006
BELANJA
A. Belanja Tidak Langsung
1. Belanja Pegawai

B. Belanja Langsung
1. Belanja Pegawai
2. Belanja Barang dan Jasa
3. Belanja Modal

PP No. 71 Tahun 2010
SAP BELANJA
A. Belanja Operasi
1. Belanja Pegawai
2. Belanja Barang
3. Bunga
4. Subsidi
5. Hibah
6. Bantuan Sosial
B. Belanja Modal
1. Belanja Tanah
2. Belanja Peralatan dan Mesin
3. Belanja Gedung dan Bangunan
4. Belanja Jalan, Irigasi, dan
Jaringan
5. Belanja Aset Tetap Lainnya
6. Belanja Aset Lainny

Sedangkan untuk akun Belanja Langsung PPKD, konversi sebagai berikut:
1. Dari komponen belanja langsung, yaitu belanja pegawai ke
komponen belanja operasi pada akun belanja pegawai.
2. Dari komponen belanja langsung, yaitu akun belanja barang dan jasa
ke komponen belanja barang.
3. Dari komponen belanja langsung, yaitu akun belanja modal ke
komponen belanja modal.
17
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.5
Konversi Belanja Tidak Langsung pada Laporan Realisasi Anggaran PPKD
Permendagri No. 13 Tahun 2006
BELANJA
A. Belanja Tidak Langsung
1. Belanja Pegawai
2. Belanja Bunga
3. Belanja subsidi
4. Belanja Hibah
5. Belanja Bantuan Sosial
6. Belanja Bagi Hasil
7. Belanja Bantuan Keuangan
8. Belanja Tidak Terduga
B. Belanja Langsung

PP No. 71 Tahun 2010
SAP BELANJA
A. Belanja Operasi

B. Belanja Modal
C. Belanja Tidak Terduga
1. Belanja Tidak Terduga
D. Transfer/Bagi Hasil ke Desa

Untuk akun Belanja Tidak Langsung, yaitu Belanja Bagi Hasil, Belanja
Bantuan Keuangan, dan Belanja Tidak Terduga masuk dalam kelompok tersendiri
menurut PP No. 71 Tahun 2010, yaitu sebagai berikut:
1. Dari komponen belanja tidak langsung, yaitu belanja tidak terduga
ke komponen belanja tidak terduga.
2. Dari komponen belanja tidak langsung, yaitu belanja bagi hasil dan
belanja bantuan keuangan ke transfer/bagi hasil ke desa.

18
Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Dana Perimbangan
Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Dana Perimbangan
adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.

Adapun tujuan dari pemberian dana perimbangan ini adalah

untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah.
Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan
Dana Alokasi Khusus.Dana Bagi Hasil berdasarkan sumbernya dapat
diklasifikasikan dalam dua klasifikasi, yaitu:

Dana Bagi Hasil Pajak yang

bersumber dari Pajak dan Dana Bagi Hasil Bukan Pajak yang bersumber dari
Sumber Daya Alam.
Menurut Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah(2005:108),”Dana Bagi Hasil
adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah
berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi”. Dana bagi hasil terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak
dan Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam).

19
Universitas Sumatera Utara

Pada UU No. 33 Tahun 2004Pasal 11 ayat 1 tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri dari
Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh 21.
Sedangkan Dana Bagi Hasil Bukan Pajak yang bersumber dari Sumber Daya
Alam berdasarkan Pasal 11 ayat 2 UU No. 33 Tahun 2004 bersumber dari sektor
Kehutanan, Perikanan, Pertambangan Umum, Pertambangan Minyak Bumi,
Pertambangan Panas Bumi, dan Pertambangan Gas Bumi. Adapun proporsi
pemberiannya ke daerah telah diatur pada UU No. 33 Tahun 2004 dan PP
Nomor 55 Tahun 2005.
Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Adapun besaran DAU yang diberikan kepada daerah ditentukan dari kebutuhan
daerah dan potensi daerah. Daerah dengan kebutuhan yang tinggi tetapi potensi
daerahnya rendah akan cenderung menerima DAU dalam porsi yang relatif lebih
besar dibandingkan dengan daerah yang potensi daerahnya tinggi tetapi
kebutuhan daerahnya rendah.
2.1.5 Belanja Daerah
Belanja daerah adalah pengeluaran yang dilakukan pemerintah daerah
untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab kepada masyarakat. Secara
umum belanja daerah dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu :

20
Universitas Sumatera Utara

1. Belanja

Administrasi

Umum,

yaitu

pengeluaran

yang

tidak

berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. Belanja umum
terdiri atas empat jenis yaitu belanja pegawai, belanja barang, belanja
perjalanan dinas, dan belanja pemeliharaan.
2. Belanja Operasi, yaitu pengeluaran yang berhubungan dengan aktivitas
atau pelayanan publik.
3. Belanja Modal, yaitu pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya
melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset kekayaan
daerah.
4. Belanja Transfer, yaitu pengalihan uang dari pemerintah daerah kepada
pihak ketiga dari pemerintah daerah tanpa adanya harapan untuk
mendapatkan pengembalian ataupun keuntungan dari pengalihan uang
tersebut. Yang termasuk dalam kelompok belanja transfer adalah dana
cadangan dan dana bantuan.
5. Belanja tidak terduga, yaitu pengeluaran yang dilakukan pemerintah
daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan tidak terduga dan kejadiankejadian luar biasa.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Hasil pengujian hipotesis terhadap penelitian terdahulu olehDini Arwati dan
Novita Hadiati (2013)mengenaiPengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli

21
Universitas Sumatera Utara

Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah Terhadap Belanja
Modal menunjukan Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
dan Luas Wilayah berpengaruh positif terhadap belanja modal dan DAU secara
parsial tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal.

Penelitian lainnya

mengenai Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat (2012) menunjukkan
Pendapatan Asli Daerah secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
pengalokasian anggaran belanja modal dan Pertumbuhan Ekonomi dan Dana
Alokasi Umum secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pegalokasian
anggaran belanja modal.
Penelitian Terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 2.6

22
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.6
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama
Peneliti dan

Judul

Tahun

Penelitian

Variabel Penelitian

Hasil
Penelitian

Penelitian
1. Kusnandar,
Dodik
Siswantoro
(2012)

Ayu
2. Afrisa
Ira Riska,
Fitri
Nur
Ahmidati,
Niczen Henry
Lolowang,
Rofiqoh
Muthia
Anggraini
(2013)

Pengaruh Dana Variabel Bebas:
Alokasi Umum,
1. Dana Alokasi
Pendapatan Asli
Umum
Daerah,
Sisa
2. Pendapatan
Lebih
Asli Daerah
Pembiayaan
3. Sisa
Lebih
Anggaran
dan
Pembiayaan
Luas
Wilayah
Anggaran
Terhadap
4. Luas Wilayah
Belanja Modal
Variabel Terikat:
1. Belanja Modal

1.PAD,SiLPA
dan
Luas
Wilayah
berpengaruh
positif terhadap
belanja modal

Pengaruh
Variabel Bebas :
Pendapatan Asli
1. Pendapatan
Daerah
Dan
Asli Daerah
Dana
2. Dana
Perimbangan
Perimbangan
Terhadap
Pertumbuhan
Variabel Terikat :
Ekonomi Daerah
1. Pertumbuhan
Tahun
Ekonomi
2008-2012
Daerah

1. PAD, DBH,
dan
DAU
berpengaruh
signifikan
terhadap
pertumbuhan
ekonomi daerah

2.Dana Alokasi
Umum secara
parsial
tidak
berpengaruh
terhadap belanja
modal

2.DAK
tidak
berpengaruh
terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi
Daerah

23
Universitas Sumatera Utara

3. Oviliza
Haryuli,
M. Rasuli,
Devi Safitri.
( 2013)

4. Dini Arwati,
Novita
Hadiati
(2013)

Pengaruh
Variabel Bebas :
Pendapatan Asli
1. Pendapatan
Daerah,
Dana
Asli Daerah.
2. Dana Alokasi
Alokasi Umum,
Umum
Dana
Alokasi
Khusus,
Dana
3. Dana Alokasi
Bagi
Hasil,
Khusus
Derajat
4. Dana
Bagi
Hasil
Desentralisasi,
5. Derajat
Dan
Derajat
Kontribusi
Desentralisasi
BUMD
6. Derajat
Terhadap
Kontribusi
BUMD
Alokasi Belanja
Modal
(Pada Provinsi Variabel Terikat:
1. Alokasi
Kepulauan Riau)
Belanja Modal

1.PAD, DAK,
DBH,
dan
Derajat
Kontribusi
berpengaruh
terhadap
Alokasi Belanja
Modal

Pengaruh
Variabel Bebas :
Pertumbuhan
1. Pertumbuhan
Ekonomi,
Ekonomi
Pendapatan Asli
2. Pendapatan
Daerah
dan
Asli Daerah
Dana
Alokasi
3. Dana Alokasi
Umum Terhadap
Umum
Pengalokasian
Anggaran
Variabel Terikat :
Belanja Modal
1. Pengalokasian
pada Pemerintah
Anggaran
Daerah
Belanja Modal
Kabupaten/Kota
di Propinsi Jawa
Barat .

1.PAD secara
parsial
berpengaruh
signifikan
terhadap
pengalokasian
anggaran
belanja modal

2. DAU dan
Derajat
Desentralisasi
tidak
berpengaruh
terhadap
Belanja
Modal

2. Pertumbuhan
Ekonomi
dan
Dana
Alokasi
Umum secara
parsial
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
pegalokasian
anggaran
belanja modal

24
Universitas Sumatera Utara

2.3. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian
2.3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka Konseptual adalah model monseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting (Uma Sekaran, 2006: 76).
Dalam penelitian ini Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan
Pajak, dan Dana Alokasi Umum sebagai X1, X2, dan X3 yang secara signifikan
akan mempengaruhi Pengalokasian Anggaran Belanja Modal sebagai variabel Y
baik secara parsial maupun simultan. Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil
Bukan Pajak, dan Dana Alokasi Umum merupakan bagian dari Dana
Perimbangan yang bersumber dari Pemerintah Pusat. Pengalokasian Penetapan
anggaran belanja modal akan semakin tinggi apabila anggaran Dana Bagi Hasil
Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak, dan Dana Alokasi Umum juga semakin
tinggi dan sebaliknya akan semakin rendah jika anggaran Dana Bagi Hasil
Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak, dan Dana Alokasi Umum juga semakin
rendah. Dengan demikian Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan
Pajak, dan Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Pengalokasian
Anggaran Belanja Modal.
Untuk menyederhanakan penjelasan diatas maka kerangka konseptual
dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

25
Universitas Sumatera Utara

Dana Bagi Hasil
Pajak
(X1)
Dana Bagi Hasil
Pengalokasian

Bukan Pajak

Anggaran Belanja
(X2)

Modal
(Y)

Dana Alokasi Umum
(X3)

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

2.3.2 Hipotesis Penelitian
Menurut Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyasturi, (2007:137),
“Hipotesis adalah pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap
suatu

masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah (belum tentu

kebenarannya) sehingga harus diuji secara empiris”. Hipotesis dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:

26
Universitas Sumatera Utara

H0 = Dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil bukan pajak, dan dana alokasi
umum tidak berpengaruh secara simultan/parsial terhadap pengalokasian
anggaran belanja modal pada pemerintahan kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Selatan.
H1 = Dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil bukan pajak, dan dana alokasi
umum berpengaruh secara simultan/parsial terhadap pengalokasian
anggaran belanja modal pada pemerintahan kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Selatan.

27
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

5 90 92

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 39 85

Pengaruh Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak, Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan

3 22 112

Pengaruh Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah , Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

2 11 108

PENGARUH DANA BAGI HASIL PAJAK DAN DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/ KOTA DI SUMATERA UTARA.

0 1 22

Pengaruh Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak, Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten Kota Di Provinsi Sumatera Selatan

0 0 16

Pengaruh Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak, Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten Kota Di Provinsi Sumatera Selatan

0 0 4

Pengaruh Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak, Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten Kota Di Provinsi Sumatera Selatan

0 0 6

Pengaruh Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak, Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten Kota Di Provinsi Sumatera Selatan

0 0 2

Pengaruh Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak, Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten Kota Di Provinsi Sumatera Selatan

0 0 14