Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM,

DANA ALOKASI KHUSUS, DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL PADA

PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

OLEH

UMMU KHOIRIAH 110503006

PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

i

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, April 2015 Yang membuat pernyataan,

Ummu Khoiriah NIM : 110503006


(3)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhana wa ta’ala sebagai pengatur semesta alam, atas rahmat dan hidayah-Nyalah skripsi ini dapat terselesaikan. Serta salawat dan salam penulis haturkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah yang telah membawa manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang seperti saat ini.

Skripsi yang berjudul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara di tulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Dalam pengerjaan skripsi ini, penulis juga banyak memperoleh masukan, motivasi, dukungan, dan doa dari berbagai pihak selama perkuliahan hingga pembuatan dan penyelesaian skripsi ini. Penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, S.E., M.Ec., Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak selaku Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Sumatera Utara dan Bapak Drs. Hotmal Ja’far, MM, Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(4)

iii

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak selaku Ketua Program Studi S-1 Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Sekretaris Program Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Iskandar Muda, S.E. M.Si., Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak selaku Dosen Pembanding serta Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Kedua orangtua penulis, Ayahanda tercinta Zulkifli Nasution dan Ibunda terkasih Nur Habibah yang selalu memberikan doa dan motivasi yang tak terhingga, juga kepada adik-adik tercinta: Imam Bukhori, Muhammad Alawi, Muhammad Ilyas, Muhammad Nawawi, Wahdika Muhammad, Khoirunnafiah, Misrah, Siti Fatimah, dan kak Syahleni serta sahabat-sahabat terbaikku, Tiana Sitompul, Indah Jayanti Tampubolon, Ima Ulina Br. Purba, Martha Sulastri M.S, Maria Ulfah, Rizki Permata Putri, dan Fitri nurlaili Hanif, terimakasih atas segala kebersamaan, semangat, dan inspirasi.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan mendatangkan ridho bagi kita semua.

Medan, April 2015 Penulis,

Ummu Khoiriah NIM : 110503006


(5)

iv ABSTRAK

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM,

DANA ALOKASI KHUSUS, DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL PADA PEMERINTAH

KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pertumbuhan ekonomi, SiLPA, PAD, DAU, DAK, dan DBH terhadap pengalokasian anggaran belanja modal kabupaten/kota di Sumatera Utara, serta untuk mengetahui indikator mana yang mempunyai pengaruh paling dominan.

Data penelitian ini diambil selama lima periode, yaitu antara tahun 2009-2013 dengan jumlah sampel sebanyak 19 kabupaten/kota di propinsi Sumatera Utara. Data penelitian ini adalah data sekunder yaitu, data dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan yaitu berupa laporan anggaran pendapatan dan belanja daerah pada periode 2008-2013. Model analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling.

Berdasarkan uji F, dapat disimpulkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi yang diproksikan dengan PDRB, sisa lebih pembiayaan anggaran, pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Selanjutnya, hasil uji t menunjukkan bahwa variabel pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Sedangkan variabel PDRB, sisa lebih pembiayaan anggaran, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Dari model regresi yang dihasilkan, pendapatan asli daerah mempunyai koefisien terbesar sehingga dapat dikatakan bahwa pendapatan asli daerah adalah indikator yang paling dominan.

Kata kunci : Pendapatan domestik regional bruto, sisa lebih pembiayaan anggaran, pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana bagi hasil, belanja modal.


(6)

v ABSTRACT

THE EFFECT OF ECONOMIC GROWTH, FINANCING SURPLUS, REGIONAL OWN REVENUE, GENERAL ALLOCATION FUND, SPECIFIC

ALLOCATION FUND, AND REVENUE SHARING FUNDS FOR CAPITAL EXPENDITURE BUDGET ALLOCATION OF DISTRICT/CITY IN NORTH

SUMATERA

ERA This study aims to examine the economic growth, financing surplus, regional own revenue, general allocation fund, specific allocation fund, and revenue sharing funds for capital expenditure budget allocation of district/city in north sumatera as well as to determine which indicators are most dominant influence.

The research data was taken during the five periods, namely between the years 2009-2013 with a sample of 19 districts / cities in the province of North Sumatra. The data of this study is secondary data, namely, data from the Directorate General of Fiscal Balance of the Ministry of Finance reports that the budget revenue and expenditure in the period 2009-2013. Analytical model used is multiple linear regression. Sampling technique using a purposive sampling method.

Based on the F test, it can be concluded that the economic growth to proxy with PDRB, SiLPA, DAU, DAK, and DBH for the simultaneous effect on the allocation of capital expenditure budget. Furthermore, the t test results indicate that the variable regional own revenue and general fund allocations significantly influence the allocation of capital expenditure budget. Whereas of PDRB variabel, SiLPA, DAK, and DBH not significantly influence the allocation of capital expenditure budget. Of the resulting regression model, the regional own revenue has the largest coefficient so that it can be said that the regional own revenue is the most dominant indicator.

Key words: Gross domestic regional produk, financing surplus, regional own revenue, general allocation of funds, specific allocation fund, and revenue sharing fund, capital expenditure.


(7)

vi DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Landasan Teori ... 11

2.1.1 Teori Keagenan ... 11

2.1.2 Teori Adolf Wagner ... 12

2.1.3 Anggaran Daerah Sektor Publik ... 12

2.1.4 Hubungan Keagenan dalam Penyusunan Anggaran Daerah di Indonesia ... 13

2.1.5 Belanja Modal dalam Anggaran Daerah ... 14

2.1.6 Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Belanja Modal ... 16

2.1.7 Hubungan antara Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dengan Belanja Modal ... 16

2.1.8 Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Belanja Modal ... 17

2.1.9 Hubungan antara Dana Alokasi Umum (DAU) dengan Belanja Modal ... 18

2.1.10 Hubungan antara Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan Belanja Modal ... 18

2.1.11 Hubungan antara Dana Bagi Hasil (DBH) dengan Belanja Modal ... 21

2.1.12 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 22

2.1.13 Kerangka Konseptual ... 24

2.1.14 Hipotesis Penelitian ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Jenis Penelitian ... 25

3.2 Populasi dan Sampel ... 25


(8)

vii

3.3.1 Variabel Dependen ... 28

3.3.2 Variabel Independen ... 29

3.4 Skala Pengukuran Variabel ... 33

3.5 Jenis dan Sumber Data ... 33

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 34

3.7 Teknik Analisis ... 35

3.7.1 Statistik Deskriptif ... 35

3.7.2 Metode Regresi Linier Berganda ... 35

3.7.3 Uji Asumsi Klasik ... 36

3.7.3.1 Uji Normalitas ... 36

3.7.3.2 Uji Multikolinearitas ... 37

3.7.3.3 Uji Heterokedastisitas ... 38

3.7.3.4 Uji Autokorelasi ... 38

3.7.4 Uji Kesesuaian (test of goodness of fit) ... 39

3.7.4.1 Uji Signifikansi Simultan (Uji F Statistik) 39

3.7.4.2 Uji Signifikansi Parsial (Uji t) ... 40

3.7.4.3 Koefisien Determinasi (R2) ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Gambaran Umum ... 41

4.2 Analisis Hasil Penelitian ... 41

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 41

4.2.2 Uji Asumsi Klasik ... 44

4.2.2.1 Uji Normalitas ... 45

4.2.2.2 Uji Multikolinearitas ... 48

4.2.2.3 Uji Non-Autokorelasi atau Independensi Residual (Independent Errors) ... 50

4.2.2.4 Uji Heteroskedastisitas ... 52

4.2.3 Pengujian Hipotesis ... 54

4.2.3.1 Analisis Koefisien Determinasi ... 55

4.2.3.2 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial secara Menyeluruh (Uji F) ... 55

4.2.3.3 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial secara Individu (Uji t) ... 58

4.2.3.3.1 Pengujian Pengaruh PDRB terhadap BM ... 60

4.2.3.3.2 Pengujian Pengaruh SiLPA terhadap BM ... 60

4.2.3.3.3 Pengujian Pengaruh PAD terhadap BM ... 61

4.2.3.3.4 Pengujian Pengaruh DAU terhadap BM ... 61

4.2.3.3.5 Pengujian Pengaruh DAK terhadap BM ... 61

4.2.3.3.6 Pengujian Pengaruh DBH terhadap BM ... 62


(9)

viii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 63

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 64

5.3 Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66


(10)

ix

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 22

Tabel 3.1 Populasi dan Sampel ... 25

Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel ... 33

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif... 42

Tabel 4.2 Uji Multikolinearitas dengan Matriks Korelasi ... 49

Tabel 4.3 Uji Asumsi Non-Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson ... 51

Tabel 4.4 Uji Autokorelasi dengan Uji Breusch-Pagan-Godfrey... 52

Tabel 4.5 Uji Heteroskedastisitas dengan Uji White ... 53 Tabel 4.6 Nilai-Nilai Statistik dari Koefisien Determinasi, Uji F, dan Uji t . 54


(11)

x

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 24

Gambar 4.1 Uji Normalitas dengan Uji Jarque-Bera ... 46

Gambar 4.2 Uji Normalitas dengan Uji Jarque-Bera ... 48

Gambar 4.3 Perhitungan Nilai Kritis F dengan Microsoft Excel ... 57


(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

Lampiran 1 Data Variabel Penelitian ... 69

Lampiran 2 Statistik Deskriptif ... 77

Lampiran 3 Hasil Uji normalitas ... 77

Lampiran 4 Hasil Uji Multikolinearitas ... 78

Lampiran 5 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 78

Lampiran 6 Hasil Analisis Koefisien Determinasi, Uji F, dan Uji t 79 Lampiran 7 Hasil Uji Autokorelasi ... 80


(13)

iv ABSTRAK

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM,

DANA ALOKASI KHUSUS, DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL PADA PEMERINTAH

KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pertumbuhan ekonomi, SiLPA, PAD, DAU, DAK, dan DBH terhadap pengalokasian anggaran belanja modal kabupaten/kota di Sumatera Utara, serta untuk mengetahui indikator mana yang mempunyai pengaruh paling dominan.

Data penelitian ini diambil selama lima periode, yaitu antara tahun 2009-2013 dengan jumlah sampel sebanyak 19 kabupaten/kota di propinsi Sumatera Utara. Data penelitian ini adalah data sekunder yaitu, data dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan yaitu berupa laporan anggaran pendapatan dan belanja daerah pada periode 2008-2013. Model analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling.

Berdasarkan uji F, dapat disimpulkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi yang diproksikan dengan PDRB, sisa lebih pembiayaan anggaran, pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Selanjutnya, hasil uji t menunjukkan bahwa variabel pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Sedangkan variabel PDRB, sisa lebih pembiayaan anggaran, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Dari model regresi yang dihasilkan, pendapatan asli daerah mempunyai koefisien terbesar sehingga dapat dikatakan bahwa pendapatan asli daerah adalah indikator yang paling dominan.

Kata kunci : Pendapatan domestik regional bruto, sisa lebih pembiayaan anggaran, pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana bagi hasil, belanja modal.


(14)

v ABSTRACT

THE EFFECT OF ECONOMIC GROWTH, FINANCING SURPLUS, REGIONAL OWN REVENUE, GENERAL ALLOCATION FUND, SPECIFIC

ALLOCATION FUND, AND REVENUE SHARING FUNDS FOR CAPITAL EXPENDITURE BUDGET ALLOCATION OF DISTRICT/CITY IN NORTH

SUMATERA

ERA This study aims to examine the economic growth, financing surplus, regional own revenue, general allocation fund, specific allocation fund, and revenue sharing funds for capital expenditure budget allocation of district/city in north sumatera as well as to determine which indicators are most dominant influence.

The research data was taken during the five periods, namely between the years 2009-2013 with a sample of 19 districts / cities in the province of North Sumatra. The data of this study is secondary data, namely, data from the Directorate General of Fiscal Balance of the Ministry of Finance reports that the budget revenue and expenditure in the period 2009-2013. Analytical model used is multiple linear regression. Sampling technique using a purposive sampling method.

Based on the F test, it can be concluded that the economic growth to proxy with PDRB, SiLPA, DAU, DAK, and DBH for the simultaneous effect on the allocation of capital expenditure budget. Furthermore, the t test results indicate that the variable regional own revenue and general fund allocations significantly influence the allocation of capital expenditure budget. Whereas of PDRB variabel, SiLPA, DAK, and DBH not significantly influence the allocation of capital expenditure budget. Of the resulting regression model, the regional own revenue has the largest coefficient so that it can be said that the regional own revenue is the most dominant indicator.

Key words: Gross domestic regional produk, financing surplus, regional own revenue, general allocation of funds, specific allocation fund, and revenue sharing fund, capital expenditure.


(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan diberlakukannya Undang No. 22 Tahun 1999, yang kemudian terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi yang hendak dicapai melalui desentralisasi adalah mewujudkan kesejahteraan melalui penyediaan pelayanan publik yang lebih merata dan memperpendek jarak antara penyedia layanan publik dan masyarakat lokal (Kusnandar dan Siswantoro, 2012: 1). Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (Undang-Undang No. 32 tahun 2004).

Pengalokasian sumber daya ke dalam anggaran belanja modal merupakan sebuah proses yang sarat dengan kepentingan-kepentingan politis. Anggaran ini sebenarnya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan publik akan sarana dan prasarana umum yang disediakan oleh pemerintah daerah. Namun, adanya kepentingan politik dari lembaga legislatif yang terlibat dalam penyusunan proses


(16)

2 anggaran menyebabkan alokasi belanja modal terdistorsi dan sering tidak efektif dalam memecahkan masalah dimasyarakat.

Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada publik. Di Indonesia, anggaran daerah biasa disebut dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurut PP Nomor 58 Tahun 2005, APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Belanja adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum Negara atau Bendahara Umum Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) No.2, belanja modal (Capital Expenditure) adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah asset tetap, inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.

Peningkatan alokasi belanja modal dalam bentuk aset tetap seperti peralatan dan infrastruktur sangat penting untuk meningkatkan produktivitas perekonomian dan pelayanan diberbagai sektor terutama sektor publik, karena semakin tinggi belanja modal semakin tinggi pula produktivitas perekonomian. Peningkatan layanan publik ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik bagi investor untuk


(17)

3 membuka usaha di daerah. Harapan ini tentu saja dapat terwujud apabila ada upaya pemerintah dengan memberikan berbagai fasilitas untuk investasi.

Pembangunan infrastruktur industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas ini akan berujung pada peningkatan kemandirian daerah. Dengan meningkatnya pengeluaran modal diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik, karena hasil dari pengeluaran belanja modal adalah meningkatnya aset tetap daerah yang merupakan prasyarat dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah.

Pemberian otonomi daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah karena memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk membuat rencana keuangannya sendiri dan membuat kebijakan-kebijakan yang dapat berpengaruh pada kemajuan daerahnya. Pertumbuhan ekonomi mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan ekonomi dengan mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan dengan masyarakat untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang akan mempengaruhi perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Kuncoro, 2004: 110).

Faktor utama bagi daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi adalah dengan meningkatkan investasi, yang dapat dilakukan diantaranya dengan meningkatkan ketersediaan infrastruktur yang memadai, baik kualitas maupun kuantitas, dan menciptakan kepastian hukum. Dalam upaya peningkatan kemandirian daerah, pemda dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan


(18)

4 yang dimiliki dan salah satunya adalah memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembangunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah.

Pembangunan ekonomi ditandai dengan meningkatnya produktivitas dan pendapatan perkapita penduduk sehingga terjadi perbaikan kesejahteraan. Kenyataan yang terjadi dalam pemerintah daerah saat ini adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak selalu diikuti dengan peningkatan belanja modal, hal tersebut dapat dilihat dari kecilnya jumlah belanja modal yang dianggarkan dengan total anggaran belanja daerah. Hasil penelitian yang dilakukan Putro (2010) menunjukkan pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.

Belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum. Akan tetapi, pengalokasian tersebut seringkali tidak memperhatikan jangka waktu penetapan perubahan APBD yang hanya tinggal beberapa bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran seringkali menjadi tidak efektif atau bahkan tidak terserap sepenuhnya saat tahun anggaran berakhir, dan berdampak pada SiLPA (sisa lebih perhitungan anggaran), bagaimana dana yang seharusnya dapat digunakan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat ternyata tidak terserap sepenuhnya.

Dalam pengelolaan anggaran, asas kemandirian dijadikan dasar pemerintah daerah untuk mengoptimalkan penerimaan dari daerahnya sendiri yaitu sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurut Undang-undang No.32 Tahun 2004,


(19)

5 Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan pemerintah daerah yang berasal dari daerah itu sendiri berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Dengan adanya peningkatan PAD diharapkan dapat meningkatkan investasi belanja modal pemerintah daerah sehingga pemerintah memberikan kualitas pelayanan publik yang baik. Hasil penelitian yang dilakukan Kusnandar dan Siswantoro (2012) menunjukkan PAD berpengaruh positif terhadap belanja modal. Sedangkan hasil penelitian Maryadi (2014) menunjukkan PAD berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap belanja modal.

Selain dari PAD untuk membiayai kegiatannya pemda juga dapat memanfaatkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya. SiLPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. Dalam acara penyerahan DIPA 2012 di Istana Negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur di Indonesia yang belum memuaskan dan menghendaki agar sisa anggaran tidak digunakan untuk keperluan yang tidak jelas namun dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Sementara itu, SiLPA dalam hubungannya dengan belanja modal telah di teliti oleh Maryadi (2014) dengan objek penelitian di Tanjung Pinang dengan hasil bahwa SiLPA berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Hal ini mengindikasikan bahwa SiLPA merupakan salah satu sumber pendanaan belanja modal.

Dana Alokasi Umum, adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya di dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.


(20)

6 Konsekuensi akibat penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah mengakibatkan perlunya perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang menyebabkan terjadinya transfer yang cukup signifikan di dalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana tersebut untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang mungkin tidak penting. Dengan adanya transfer dana dari pusat ini diharapkan pemerintah daerah bisa lebih mengalokasikan PAD yang didapatnya untuk membiayai belanja modal di daerahnya.

Dana transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah selain DAU adalah Dana Alokasi Khusus (DAK) yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional (UU No. 33 tahun 2004). DAK ini penggunaannya diatur oleh Pemerintah Pusat dan hanya digunakan untuk kegiatan pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, infrastruktur jalan dan jembatan, infrastruktur irigasi, infrastruktur air minum dan sanitasi, prasarana pemerintah daerah, lingkungan hidup, kehutanan, sarana prasarana pedesaan, perdagangan, pertanian serta perikanan dan kelautan yang semuanya itu termasuk dalam komponen belanja modal. Oleh karena itu, selain pertumbuhan ekonomi, SiLPA, PAD dan DAU, DAK memiliki pengaruh terhadap anggaran belanja modal, karena DAK ini cenderung akan menambah aset tetap yang dimiliki oleh pemerintah guna meningkatkan pelayanan publik.


(21)

7 DBH merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No.33 Tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah). DBH yang ditransfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terdiri dari 2 jenis, yaitu DBH pajak dan DBH bukan pajak (Sumber Daya Alam). DBH merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari PAD selain DAU dan DAK. Secara teoritis Pemerintah daerah akan mampu menetapkan belanja modal yang semakin besar jika anggaran DBH semakin besar pula, begitupun sebaliknya semakin kecil belanja modal yang akan ditetapkan jika anggaran DBH semakin kecil.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Situngkir (2009) menunjukkan bahwa secara simultan pertumbuhan ekonomi, PAD, DAU dan DAK berpengaruh signifikan terhadap anggaran belanja modal. Secara parsial hanya variabel PAD, DAU dan DAK yang berpengaruh siginifikan terhadap anggaran belanja modal. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Romario (2012) berdasarkan uji F dapat disimpulkan bahwa variabel pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana bagi hasil secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.


(22)

8 Bertolak dari uraian di atas maka penelitian ini bermaksud untuk menganalisis sejauh mana pertumbuhan ekonomi, SiLPA, dan PAD, DAU, DAK, dan DBH berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang yang dikemukakan di atas maka yang menjadi permasalahan di dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap alokasi anggaran belanja modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara?

2. Apakah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) berpengaruh terhadap alokasi anggaran belanja modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara?

3. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap alokasi anggaran belanja modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara?

4. Apakah Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap alokasi anggaran belanja modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara?

5. Apakah Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh terhadap alokasi anggaran belanja modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara?


(23)

9 6. Apakah Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh terhadap alokasi anggaran belanja modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara?

7. Apakah pertumbuhan ekonomi, SiLPA, PAD, DAU, DAK, dan DBH secara simultan berpengaruh terhadap alokasi anggaran belanja modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam melakukan penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris mengenai pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, dan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil terhadap Alokasi Anggaran Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain:

1. Bagi Peneliti

Memperluas pengetahuan dan pemahaman peneliti mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi, SiLPA, PAD, DAU, DAK, dan DBH terhadap alokasi belanja modal.


(24)

10 2. Bagi Akademisi

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan dan wawasan mengenai pengalokasian anggaran belanja modal.

3. Bagi Peneliti lainnya

Sebagai bahan referensi dan data tambahan bagi peneliti lainnya yang tertarik pada bidang kajian ini.


(25)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan

Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori prinsipal-agen menganalisis susunan kontraktual diantara dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak (principal) membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain (agent) dengan harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang diinginkan oleh prinsipal dimana dalam hal ini terjadi pendelegasian wewenang (Halim dan Abdullah, 2006: 54).

Lupia & Mc Cubbins (2000) dalam Halim dan Abdullah (2006: 54) menyatakan pendelegasian terjadi ketika seseorang atau satu kelompok orang (principal) memilih orang atau kelompok lain (agent) untuk bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal. Pihak lain (agent) yang dimaksud adalah pemerintah daerah. Pemerintah daerah (agent) melakukan pekerjaan yang telah ditetapkan oleh principal. Hubungan principal-agent terjadi apabila tindakan yang dilakukan seseorang memiliki dampak pada orang lain atau ketika seseorang sangat tergantung pada tindakan orang lain.

Menurut Moe (1984) yang dikutip oleh Halim dan Abdullah (2006: 56) menyatakan di pemerintahan terdapat suatu keterkaitan dalam kesepakatan-kesepakatan principal-agent yang dapat ditelusuri melalui proses anggaran:


(26)

12 pemilih-legislatur, legislatur-pemerintah, menteri keuangan-pengguna anggaran, perdana menteri-birokrat, dan pejabat-pemberi pelayanan.

2.1.2 Teori Adolf Wagner

Adolf Wagner menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dan kegiatan pemerintah semakin lama semakin meningkat. Dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya. Berkaitan dengan hukum Wagner, dapat dilihat beberapa penyebab semakin meningkatnya pengeluaran pemerintah, yakni meningkatnya fungsi pertahanan keamanan dan ketertiban, meningkatnya fungsi kesejahteraan, meningkatnya fungsi perbankan dan meningkatnya fungsi pembangunan.

2.1.3 Anggaran Daerah Sektor Publik

Anggaran pendapatan dan belanja daerah didefinisikan sebagai rencana operasional keuangan pemerintah daerah yang menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek proyek daerah dalam satu tahun anggaran serta menggambarkan juga perkiraan penerimaan tertentu dan sumber-sumber penerimaan daerah yang menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud (Halim, 2006: 20).


(27)

13 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah juga diartikan sebagai sarana atau alat untuk menjalankan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab serta memberi isi dan arti tanggung jawab pemerintah daerah karena APBD itu menggambarkan seluruh kebijaksanaan pemerintah daerah. Berbagai definisi dari para ahli dan undang-undang mengenai APBD. Menurut Undang-Undang no. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, “APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah”.

2.1.4 Hubungan Keagenan dalam Penyusunan Anggaran Daerah di Indonesia

Sebelum penyusunan APBD dilakukan, terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang Kebijakan Umum APBD dan Prioritas dan Plafon Anggaran yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan anggaran pendapatan dan belanja. Eksekutif membuat rancangan APBD sesuai dengan kebijakan umum APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran yang kemudian diserahkan kepada legislatif untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai Peraturan Daerah (Perda). Dalam Perspektif keagenan, hal ini merupakan bentuk kontrak (incomplete contract). Yang menjadi alat bagi legislatif untuk mengawasi pelaksanaan anggaran oleh eksekutif (Halim dan Abdullah, 2006: 59).


(28)

14 2.1.5 Belanja Modal dalam Anggaran Daerah

Menurut PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. Anggaran dibuat untuk membantu menentukan tingkat kebutuhan masyarakat. Tingkat kesejahteraan masyarakat dipengaruhi oleh keputusan yang di ambil oleh pemerintah melalui anggaran yang mereka buat. Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan jaminan sosial dengan mempertimbangkan analisis standar belanja, standar harga, tolak ukur kinerja dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU 32/2004).

Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi, organisasi, dan fungsi. Belanja menurut klasifikasi ekonomi meliputi belanja operasi, belanja modal, belanja tidak terduga, dan transfer. Dalam laporan realisasi anggaran, klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi ekonomi.

Lampiran I.03 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 menyebutkan bahwa Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan


(29)

15 pembelanjaan atas aktiva tetap. Belanja modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan pemerintah, dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaannya.

Aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Untuk menambah aset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD. Biasanya setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintah daerah sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang secara finansial. Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah yaitu peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap lainnya. Yang termasuk belanja modal yaitu belanja tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, belanja aset tetap lainnya, dan belanja aset lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut yakni dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lain dan membeli. Namun biasanya cara yang dilakukan dalam pemerintahan adalah dengan cara membeli. Proses pembelian yang dilakukan umumnya melalui sebuah proses lelang atau tender yang cukup rumit.


(30)

16 2.1.6 Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Belanja Modal

Kebijakan belanja daerah biasanya dituangkan dalam dokumen perencanaan daerah. Arah kebijakan anggaran banyak dipengaruhi kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah daerah. Pada prinsipnya salah satu kunci kebijakan ekonomi secara klasik bertujuan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi.

Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Syarat fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertambahan penduduk. Bertambahnya infrastruktur dan perbaikannya oleh pemerintah daerah diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Beberapa studi empiris yang telah dilakukan menunjukkan bahwa upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan daerah telah menimbulkan distorsi pasar dan high cost economy (Saad, Ilyas., 2003 dalam Ardhini, 2011: 3). Sehingga diasumsikan jika belanja modal untuk pelayanan publik meningkat maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi tahun berikutnya.

2.1.7 Hubungan antara Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dengan Belanja Modal

Lampiran I.02 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 menyebutkan bahwa Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan. Surplus yang terjadi pada tahun anggaran sebelumnya disebut dengan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA). Ada tidaknya SiLPA dan


(31)

17 besar kecilnya sangat tergantung pada tingkat belanja yang dilakukan pemerintah daerah serta kinerja pendapatan daerah.

Jika pada tahun anggaran tertentu tingkat belanja daerah relatif rendah atau terjadi efisiensi anggaran, maka dimungkinkan akan diperoleh SiLPA yang lebih tinggi. Tetapi sebaliknya jika belanja daerah tinggi, maka SiLPA yang diperoleh akan semakin kecil, bahkan jika belanja daerah lebih besar dari pendapatan daerah sehingga menyebabkan terjadi defisit fiskal, dan justru terjadi Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiKPA). Salah satu sumber pendanaan untuk alokasi belanja modal penyediaan berbagai fasilitas publik adalah penerimaan daerah yang bersumber dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya.

2.1.8 Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Belanja Modal

Peningkatan kemandirian daerah sangat erat kaitannya dengan kemampuan daerah dalam mengelola PAD. Semakin tinggi kemampuan daerah dalam menghasilkan PAD, maka semakin besar pula diskresi daerah untuk menggunakan PAD tersebut sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, dan prioritas pembangunan daerah. Daerah yang ditunjang dengan sarana dan prasarana memadai akan berpengaruh pada tingkat produktivitas masyarakatnya dan akan menarik investor untuk menanamkan modalnya pada daerah tersebut yang pada akhirnya akan menambah pendapatan asli daerah.

Peningkatan PAD diharapkan mampu memberikan efek yang signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal oleh pemerintah. Peningkatan


(32)

18 investasi modal (belanja modal) diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD. Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas sektor publik akan berujung pada peningkatan pendapatan daerah. Pelaksanaan desentralisasi membuat pembangunan menjadi prioritas utama pemerintah daerah untuk menunjang peningkatan PAD.

2.1.9 Hubungan antara Dana Alokasi Umum (DAU) dengan Belanja Modal

Pemerintah pusat mengharapkan dengan adanya desentralisasi fiskal pemerintah daerah lebih mengoptimalkan kemampuannya dalam mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga tidak hanya mengandalkan DAU. Dengan adanya transfer DAU dari Pemerintah Pusat maka daerah bisa lebih fokus untuk menggunakan PAD yang dimilikinya untuk membiayai belanja modal yang menunjang tujuan pemerintah yaitu meningkatkan pelayanan publik. Hal ini mengidentifikasikan bahwa terdapat hubungan antara pemberian DAU dengan alokasi belanja modal.

2.1.10 Hubungan antara Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan Belanja Modal

DAK merupakan dana yang berasal dari APBN dan dialokasikan ke daerah kabupaten/kota untuk membiayai kebutuhan tertentu yang sifatnya khusus, tergantung tersedianya dana dalam APBN. Kebutuhan khusus adalah kebutuhan


(33)

19 yang sulit diperkirakan dengan rumus alokasi umum, dan atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Dalam website www.depkeu.djpk.go.id, kebijakan DAK bertujuan :

1. Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat yang telah merupakan urusan daerah.

2. Menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/ terpencil, daerah rawan banjir/longsor, serta termasuk kategori daerah ketahanan pangan dan daerah pariwisata.

3. Mendorong peningkatan produktivitas perluasan kesempatan kerja dan diversifikasi ekonomi terutama di pedesaan, melalui kegiatan khusus di bidang pertanian, kelautan dan perikanan, serta infrastruktur.

4. Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar dan prasarana dasar melalui kegiatan khusus di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

5. Menjaga dan meningkatkan kualitas hidup, serta mencegah kerusakan lingkungan hidup, dan mengurangi risiko bencana melalui kegiatan khusus di bidang lingkungan hidup, mempercepat penyediaan serta meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan prasarana dan sarana dasar dalam satu


(34)

20 kesatuan sistem yang terpadu melalui kegiatan khusus di bidang infrastruktur.

6. Mendukung penyediaan prasarana di daerah yang terkena dampak pemekaran pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi melalui kegiatan khusus di bidang prasarana pemerintahan.

7. Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi kegiatan yang didanai dari DAK dengan kegiatan yang didanai dari anggaran Kementerian/Lembaga dan kegiatan yang didanai dari APBD.

8. Mengalihkan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang telah menjadi urusan daerah ke DAK. Dana yang dialihkan berasal dari anggaran Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Kesehatan.

Pemanfaatan DAK diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang. Dengan adanya pengalokasian DAK diharapkan dapat mempengaruhi pengalokasian anggaran belanja modal, karena DAK cenderung akan menambah aset tetap yang dimiliki pemerintah guna meningkatkan pelayanan publik.


(35)

21 2.1.11 Hubungan antara Dana Bagi Hasil (DBH) dengan Belanja Modal

Dana bagi hasil ini ditinjau dari potensi daerah penghasil. Daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah tentunya akan mendapat persentase yang lebih besar daripada daerah yang memiliki sedikit sumber daya alamnya. Penerimaan dana bagi hasil pajak diprioritaskan untuk mendanai perbaikan lingkungan pemukiman perkotaan dan dipedesaan, pembangunan irigasi, jaringan jalan dan jembatan sedangkan penerimaan dana bagi hasil sumber daya alam diutamakan pengalokasiannya untuk mendanai pelestarian lingkungan areal pertambangan, perbaikan dan penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial, fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan untuk tercapainya standar pelayanan minimal yang ditetapkan peraturan perundang-undangan (Sumarsono, 2010-119).

DBH yang ditransfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terdiri dari 2 jenis, yaitu DBH pajak dan DBH bukan pajak (Sumber Daya Alam). DBH merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari PAD selain DAU dan DAK. Secara teoritis Pemerintah daerah akan mampu menetapkan belanja modal yang semakin besar jika anggaran DBH semakin besar pula, begitupun Sebaliknya semakin kecil belanja modal yang akan ditetapkan jika anggaran DBH semakin kecil. DBH berpengaruh positif terhadap Belanja Modal.


(36)

22 2.1.12 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu No

.

Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil

1 Kusnandar dan Siswantoro

(2012)

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal

Variabel bebas: Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah

Variabel Terikat: Belanja Modal

Secara parsial DAU tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal sedangkan PAD, SiLPA dan Luas Wilayah berpengaruh positif terhadap belanja modal pada α = 1%.

2 Maryadi (2014)

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal Pada Kabupaten Dan Kota Di Indonesia Tahun 2012

Variabel bebas: Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah Variabel terikat: Belanja Modal Berdasarkan data

menunjukkan bahwa secara parsial Pendapatan Asli Daerah berpengaruh

signifikan namun dengan arah negatif, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2012. Secara simultan variabel Pendapatan Asli Daerah,

Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2012.

3 Putro

(2010)

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap

Variabel bebas: Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya Dana Alokasi Umum yang berpengaruh signifikan terhadap


(37)

23 Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Daerah dan Dana Alokasi Umum Variabel terikat: Belanja Modal pengalokasian anggaran belanja modal sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.

4 Ardhani

(2011)

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (Studi Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah) Variabel bebas: Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus

Variabel terikat: Belanja Modal

Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Sedangkan, Pertumbuhan Ekonomi dan Dana Alokasi khusus (DAK) tidak

berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Secara simultan Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi khusus (DAK) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. 5 Romario R.F

(2012)

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil terhadap Pengalokasian Anggaran

Belanja Modal Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

Variabel bebas: Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil Variabel terikat: Belanja Modal

Berdasarkan uji F, dapat disimpulkan bahwa variabel pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana bagi hasil secara simultan berpengaruh signifikan

terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Selanjutnya, hasil uji t menunjukkan bahwa variabel pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.

Sumber:Review dari beberapa jurnal dan skripsi


(38)

24 2.1.13 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1

2.1.14 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1 : Pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap belanja modal.

H2 : Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) berpengaruh terhadap belanja modal.

H3 : Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap belanja modal. H4 : Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap belanja modal. H5 : Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh terhadap belanja modal. H6 : Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh terhadap belanja modal.

H7 : Pertumbuhan ekonomi, SiLPA, PAD, DAU, DAK, dan DBH secara simultan berpengaruh terhadap belanja modal.

Pertumbuhan Ekonomi (X1)

Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran

(X2)

Pendapatan Asli Daerah (X3)

Belanja Modal (Y)


(39)

25 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk menjelaskan suatu fenomena empiris yang disertai data statistik, karakteristik dan pola hubungan antar variabel.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara yang berjumlah 33 Kabupaten/Kota yang terdiri dari 25 Kabupaten dan 8 Kota pada tahun 2009–2013.

Tabel 3.1

Populasi dan Sampel Penelitian

No Nama Kabupaten/Kota Kriteria Sampel

1 2 3

1 Kabupaten Asahan √ √ X -

2 Kabupaten Dairi √ √ √ Sampel 1

3 Kabupaten Deli Serdang √ √ √ Sampel 2

4 Kabupaten Tanah Karo √ √ X -

5 Kabupaten Labuhan Batu √ √ √ Sampel 3

6 Kabupaten Langkat √ √ √ Sampel 4


(40)

26

8 Kabupaten Nias √ X √ -

9 Kabupaten Simalungun √ √ √ Sampel 5

10 Kabupaten Tapanuli Selatan √ X √ -

11 Kabupaten Tapanuli Tengah √ √ √ Sampel 6

12 Kabupaten Tapanuli Utara √ √ √ Sampel 7

13 Kabupaten Toba Samosir √ √ √ Sampel 8

14 Kota Binjai √ √ √ Sampel 9

15 Kota Medan √ √ √ Sampel 10

16 Kota Pematang Siantar √ √ √ Sampel 11

17 Kota Sibolga √ √ √ Sampel 12

18 Kota Tanjung Balai √ X √ -

19 Kota Tebing Tinggi √ X √ -

20 Kota Padang Sidempuan √ √ √ Sampel 13

21 Kabupaten Pakpak Barat √ √ √ Sampel 14

22 Kabupaten Nias Selatan √ X √ -

23 Kabupaten Humbang Hasundutan

√ √ √ Sampel 15

24 Kabupaten Serdang Bedagai √ X X -

25 Kabupaten Samosir √ √ √ Sampel 16

26 Kabupaten Batu Bara √ √ √ Sampel 17

27 Kabupaten Padang Lawas √ √ √ Sampel 18

28 Kabupaten Padang Lawas Utara

√ √ √ Sampel 19

29 Kabupaten Labuhan Batu Selatan


(41)

27 30 Kabupaten Labuhan Batu

Utara

√ X X -

31 Kabupaten Nias Utara X X X -

32 Kabupaten nias barat X X X -

33 Kota Gunung Sitoli X X X -

Sumber:

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode purposive sampling merupakan metode pengambilan sampel dengan memilih sampel berdasarkan kriteria yang sesuai dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kabupaten/kota yang telah memasukkan data Laporan Anggaran APBD di situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah tahun 2009-2013. 2. Kabupaten dan Kota yang melaporkan anggaran dari sektor Pertumbuhan

Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, DAU, DAK, DBH dan Belanja Modal yang digunakan sebagai bahan penelitian ini.

3. Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, DAU, DAK, DBH dan Belanja Modal tidak (-) minus dan tidak (0) nol.

Dari 33 daerah kota dan kabupaten yang dijadikan populasi, hanya sebanyak 19 yang memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai sampel penelitian pada tabel 3.1.


(42)

28 3.3 Defenisi Operasional

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil sebagai variabel independen dan belanja modal sebagai variabel dependen.

Dalam penelitian ini digunakan dua jenis variabel, yaitu variabel dependen (terikat) dan variabel independen (bebas).

3.3.1 Variabel Dependen

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah belanja modal. Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan aset tak berwujud. Data Indikator variabel belanja modal diukur dengan :

Belanja Modal = Belanja Tanah + Belanja Peralatan dan Mesin + Belanja Gedung dan Bangunan + Belanja Jalan, Irigrasi, dan Jaringan + Belanja Aset Tetap Lainnya + Belanja Aset Lainnya


(43)

29 3.3.2 Variabel Independen

Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Pertumbuhan ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang (Boediono, 1999: 2). Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian daerah dalam suatu tahun tertentu. Pertumbuhan Ekonomi diukur dengan rumus :

Pertumbuhan Ekonomi =

PDRBt-1

(�����−�����−1)

b. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) adalah selisih lebih antara realisasi pendapatan-LRA dan belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN/APBD selama satu periode pelaporan. SILPA dihitung dari total pemasukan daerah dikurangi total pengeluaran daerah. Total pemasukan daerah mencakup penerimaan PAD, dana perimbangan (DAU dan DAK), penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, penghematan belanja, dan sisa dana kegiatan lanjutan. Total pengeluaran daerah terdiri dari belanja pegawai, ,belanja modal, belanja administrasi umum, belanja operasional dan pemeliharaan, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja lain-lain. Variabel diukur dari jumlah SILPA yang ada di Laporan Anggaran APBD pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara pada tahun anggaran 2009 – 2013.


(44)

30 Menurut UU No. 33 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah dapat diketahui dari nilai Rupiah (Rp) yang terdapat pada pos Pendapatan Asli Daerah dalam Laporan Anggaran Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara pada Tahun Anggaran 2009 - 2013.

d. Dana Alokasi Umum (DAU)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Transfer dari pusat ini cukup signifikan sehingga pemerintah daerah dengan leluasa dapat menggunakannya untuk memberi pelayanan publik yang lebih baik atau untuk keperluan lain. Dana alokasi umum merupakan komponen terbesar dari dana perimbangan dalam APBN. Totalnya hampir mencapai 75% (tujuh puluh lima persen) dari total dana perimbangan. Jumlah keseluruhan dana alokasi umum ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN.


(45)

31 Dana alokasi umum suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Menurut Saragih (2003 : 98), “celah fiskal (fiscal gap) merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity)”. Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar, tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar, akan memperoleh DAU relatif besar. Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah.

e. Dana Alokasi Khusus

Berdasarkan Undang-undang No. 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat yang telah merupakan urusan daerah. Pemanfaatan DAK diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang. Dengan adanya pengalokasian DAK diharapkan dapat mempengaruhi pengalokasian anggaran belanja modal, karena DAK cenderung akan menambah aset tetap yang dimiliki pemerintah guna meningkatkan pelayanan publik.


(46)

32 f. Dana Bagi Hasil (DBH)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Penerimaan dana bagi hasil pajak diprioritaskan untuk mendanai perbaikan lingkungan pemukiman perkotaan dan dipedesaan, pembangunan irigasi, jaringan jalan dan jembatan sedangkan penerimaan dana bagi hasil sumber daya alam diutamakan pengalokasiannya untuk mendanai pelestarian lingkungan areal pertambangan, perbaikan dan penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial, fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan untuk tercapainya standar pelayanan minimal yang ditetapkan peraturan perundang-undangan (Sumarsono, 2010-119). Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari: kehutanan; pertambangan umum; perikanan; pertambangan minyak bumi; pertambangan gas bumi; dan pertambangan panas bumi.


(47)

33 3.4 Skala Pengukuran Variabel

Untuk mengukur variabel-variabel yang sudah diidentifikasi digunakan instrumen dan alat ukur sebagai berikut:

Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Jenis Variabel Nama Variabel

Indikator Kriteria/Ukuran Skala Pengukuran Dependen Anggaran

Belanja Modal (Y) Laporan APBD Pemkab/ Pemkot Sumut Anggaran Belanja Modal tahun 2009-2013.

Rasio

Independen Pertumbuhan Ekonomi (X1) Laporan Hasil Pertumbuhan Ekonomi Pemkab/ Pemkot Sumut Berdasarkan PDRB harga berlaku. Rasio

Independen SiLPA (X2) Laporan SiLPA Pemkab/ Pemkot Sumut Total pemasukan daerah dikurangi pengeluaran daerah. Rasio

Independen PAD (X3) Laporan PAD Pemkab/ Pemkot Sumut

Anggaran PAD tahun 2009-2013.

Rasio

Independen DAU (X4) Laporan DAU Pemkab/ Pemkot Sumut

Anggaran DAU tahun 2009-2013.

Rasio

Independen DAK (X5) Laporan DAK Pemkab/ Pemkot Sumut

Anggaran DAK tahun 2009-2013.

Rasio

Independen DBH (X6) Laporan DBH Pemkab/ Pemkot Sumut

Anggaran DBH tahun 2009-2013.

Rasio

3.5 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu data yang diukur dalam skala numerik. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pihak lain. Jenis dan sumber data penelitian ini adalah :


(48)

34 1. Data Laporan Realisasi APBD tahun 2009-2013, yang diperoleh dari situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah melalui website

diperoleh data mengenai jumlah anggaran Belanja Modal, SiLPA, Pendapatan Asli Daerah (PAD), DAU, DAK, DBH dan Pertumbuhan ekonomi yang diproxykan oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) harga berlaku diperoleh dari Badan Pusat Statistik.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk memperoleh bahan– bahan yang relevan, akurat dan realistis. Dalam mengumpulkan data sekunder, penulis menggunakan metode, yaitu:

1. Kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan bahan kepustakaan berupa buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, artikel, dan laporan-laporan penelitian yang bersangkutan.

2. Dokumentasi dari beberapa situs web, dengan berkembangnya teknologi maka muncullah berbagai informasi yang memudahkan penulis dalam mencari data. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder bersumber dari dokumen laporan APBD yang diperoleh dari situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah melalui


(49)

35 3.7 Teknik Analisis

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik model analisis regresi berganda dengan menggunakan program komputer yang dibuat khusus untuk membantu pengolahan data statistik, yaitu program Eviews 7.

3.7.1 Statistik Deskriptif

Analisis yang menekankan pada pembahasan data-data dan subjek penelitian dengan menyajikan data-data secara sistematik dan tidak menyimpulkan hasil penelitian. Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambar secara umum mengenai data, sehingga dapat dilihat nilai maksimum, minimum, rata-rata, serta standar deviasinya.

3.7.2 Metode Regresi Linier Berganda

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model analisis regresi berganda bertujuan untuk memprediksi kekuatan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Hubungan antar variabel tersebut dapat digambarkan dengan persamaan sebagai berikut :

Y = α + β1PDRB + β2SiLPA + β3PAD +β4DAU + β5DAK + β6DBH + e Keterangan:

Y = Belanja Modal (BM)

α = Konstanta

β = Slope atau Koefisien Regresi

PDRB = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) SiLPA = Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran.


(50)

36 PAD = Pendapatan Asli Daerah (PAD)

DAU = Dana Alokasi Umum DAK = Dana Alokasi Khusus DBH = Dana Bagi Hasil

e = error

3.7.3 Uji Asumsi Klasik

Pengujian data dilakukan dengan pengujian asumsi klasik meliputi: 3.7.3.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Jika data normal, gunakan statistik parametrik, dan jika data tidak normal, gunakan statistik nonparametrik atau lakukan trestment agar data normal.

Tujuan uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Erlina, 2008: 102). Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal, jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.

Ada 2 cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu:

1. Analisis Grafik

Salah satu cara untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi


(51)

37 yang mendekati distribusi normal. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan plotnya data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

2. Analisis Statistik

Selain melihat nilai grafik, untuk melihat apakah suatu data mempunyai distribusi normal dapat dilihat dari nilai Z-skewness. Berdasarkan uji Z-skewness ini, maka suatu data dikatakan memiliki distribusi normal jika Zhitung lebih kecil dari Ztabel. Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji Jarque-bera (J-B), apabila J-B hitung < nilai χ2 (Chi-Square) tabel, maka nilai residual terdistribusi normal.

3.7.3.2 Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah uji untuk mengetahui apakah ada hubungan yang kuat (kombinasi linier) diantara variabel bebas. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dapat di lihat dari R2 dan F-statistik, t-statistik serta standart error. Kemungkinan adanya multikolinearitas jika R2 dan F-statistik tinggi sedangkan t-statistik banyak yang tidak signifikan (uji tanda perubahan tidak sesuai dengan yang diharapkan).


(52)

38 3.7.3.3 Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas ini bertujuan untuk melihat apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variabel dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas (Erlina, 2008: 106). Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana terjadi ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahaui ada atau tidaknya ketidaksamaan varian dari residual pada model regresi. Prasyarat dalam model regresi adalah tidak adanya masalah heteroskedastisitas.

Cara untuk mendeteksinya dilakukan dengan Uji White. Secara manual uji ini dilakukan dengan melakukan regresi residual (μt2) dengan variable bebas kuadrat dan perkalian bebas, didapatkan nilai R2 untuk menghitung X2.

Dimana: X2 = n*R2

Pengujiananya adalah jika : X2-statisti < X2-tabel, maka model dikatakan terbebas dari gejala heteroskedastisitas atau dengan cara melihat Probalitas > Alpha (α), berarti model tersebut bebas heteroskedatisitas.

3.7.3.4 Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah adanya korelasi antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Salah satu cara yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah dengan uji Breusch-Godfrey (BG Test). Pengujian ini dilakukan dengan meregresi variabel penganggu uii dengan menggunakan model autoregressive dengan orde sebagai berikut :


(53)

39 Ut = ρ1 Ut - 1 + ρ 2 Ut - 2 + … ρ ρ Ut- ρ + Et..

Dengan H0 adalah ρ1 = ρ2 … ρ, ρ = 0, dimana koefisien autoregressive secara keseluruhan sama dengan nol, menunjukkan tidak terdapat autokorelasi pada setiap orde. Secara manual, apabila χ2 tabel lebih kecil dibandingkan dengan Obs*R-squared, maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model dapat ditolak. Nilai χ2 tabel diperoleh hasil degree of freedom (df) atau hasil dari (n-k).

3.7.4 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) 3.7.4.1 Uji Signifikansi Simultan (Uji F Statistik)

Sifnifikansi model regresi secara simultan diuji dengan melihat perbandingan antara F-tabel dan F-hitung. Selain itu akan dilihat nilai signifikansi (sig), dimana jika nilai sig dibawah 0,05 maka variabel independen dinyatakan berpengaruh terhadap variabel dependen. Adapun hipotesis untuk uji F adalah sebagai berikut:

H1: Pertumbuhan Ekonomi, SiLPA, PAD, DAU, DAK, dan DBH secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.

Uji F ini dilakukan dengan membandingkan signifikansi F-hitung dengan ketentuan:

• Jika F-hitung < F-tabel pada α = 0,05, maka H1 ditolak,


(54)

40 3.7.4.2 Uji Signifikansi Parsial (Uji t)

Untuk mengetahui apakah variabel independen dalam model regresi berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen, maka dilakukan pengujian dengan uji t. Ada enam hipotesis yang akan di uji dengan uji t.

H1: Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.

H2: SiLPA berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. H3: PAD berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. H4: DAU berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. H5: DAK berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. H6: DBH berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.

Uji t ini dilakukan dengan membandingkan signifikansi t-hitung dengan ketentuan:

• Jika t hitung < t tabel pada α = 0,05, maka H1 ditolak,

• Jika t hitung > t tabel pada α = 0,05, maka H1 diterima.

3.7.4.3 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi mengukur seberapa jauh pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Semakin tinggi nilai R2 maka semakin baik pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Ciri-ciri dari R2:

1. Jumlah nilai R2 tidak pernah negatif.


(55)

41 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

Populasi dalam penelitian ini adalah 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, dengan menggunakan data yang bersumber dari laporan APBD selama periode tahun 2009-2013. Setelah dilakukan pemilihan sampel dengan teknik purposive sampling, maka diperoleh sebanyak 19 kabupaten/kota yang memenuhi kriteria sampel yang ditetapkan sehingga data penelitian untuk pengamatan selama 5 tahun menjadi 95 unit analisis. Metode analisis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode analisis yang menggunakan persamaan regresi berganda.

4.2 Analisis Hasil Penelitian 4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata (mean), dan nilai standar deviasi. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dalam perhitungan statistik deskriptif adalah Belanja Modal (BM), Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), Sisa Lebih Pembiyaan Anggaran (SiLPA), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Berdasarkan analisis statistik deskriptif diperoleh gambaran sampel sebagai berikut:


(56)

42 Tabel 4.1 Statistik Deskriptif

BM PDRB SILPA PAD DAU DAK DBH

Mean 168446.5 12531632 41825.09 88479.74 449755.3 47386.55 51926.51

Maximum 1201667. 1.20E+08 380919.0 1758788. 1270245. 95766.00 319695.0

Minimum 22739.00 290299.8 325.0000 4379.000 139981.0 10314.00 8740.000

Std. Dev. 165325.6 22613349 67307.31 252118.9 253818.0 18470.86 50100.64

Observations 95 95 95 95 95 95 95

Sumber: Hasil olahan software Eviews 7

Berdasarkan data dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah unit analisis (N) dalam penelitian ini adalah sebanyak 95 unit analisis yang terdiri dari 19 daerah dengan waktu pengamatan selama 5 tahun, yakni mulai dari tahun 2009 hingga 2013. Berdasarkan tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa:

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai minimum Belanja Modal (BM) adalah 22739.00 terdapat di Kabupaten Padang Sidimpuan pada tahun 2010. Sedangkan nilai maksimum BM adalah 1201667 terdapat di Kota Medan pada tahun 2013. Rata-rata BM selama kurun waktu tahun 2009-2013 adalah 168446.5. BM memiliki standar deviasi 165325.6 yang menunjukkan variasi penyebaran data pada variabel pengalokasian anggaran belanja modal.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai minimum Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah 290299.8 terdapat di Kabupaten Pakpak Barat pada tahun 2009. Sedangkan nilai maksimum PDRB adalah 1.20E+08 terdapat di Kota Medan pada tahun 2013. Rata-rata PDRB selama kurun waktu tahun 2009-2013 adalah 12531632. PDRB memiliki standar deviasi 22613349 yang menunjukkan variasi penyebaran data pada variabel tersebut.


(57)

43 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai minimum Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) adalah 290299.8 terdapat di Kabupaten Toba Samosir pada tahun 2011. Sedangkan nilai maksimum SiLPA adalah 380919.0 terdapat di Kota Medan pada tahun 2010. Rata-rata SiLPA selama kurun waktu tahun 2009-2013 adalah 41825.09. SiLPA memiliki standar deviasi 67307.31 yang menunjukkan variasi penyebaran data pada variabel tersebut.

4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai minimum Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah 4379.000 terdapat di Kabupaten Pakpak Barat pada tahun 2010. Sedangkan nilai maksimum PAD adalah 1758788. terdapat di Kota Medan pada tahun 2013. Rata-rata PAD selama kurun waktu tahun 2009-2013 adalah 88479.74. PAD memiliki standar deviasi 252118.9 yang menunjukkan variasi penyebaran data pada variabel tersebut.

5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai minimum Dana Alokasi Umum (DAU) adalah 139981.0 terdapat di Kabupaten Padang Lawas pada tahun 2009. Sedangkan nilai maksimum DAU adalah 1270245. terdapat di Kota Medan pada tahun 2013. Rata-rata DAU selama kurun waktu tahun 2009-2013 adalah 449755.3. DAU memiliki standar deviasi 253818.0 yang menunjukkan variasi penyebaran data pada variabel tersebut.

6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai minimum Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah 10314.00 terdapat di Kabupaten Padang Lawas pada tahun 2009. Sedangkan nilai maksimum DAK adalah 95766.00 terdapat di


(58)

44 Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2009. Rata-rata DAK selama kurun waktu tahun 2009-2013 adalah 47386.55. DAK memiliki standar deviasi 18470.86 yang menunjukkan variasi penyebaran data pada variabel tersebut.

7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai minimum Dana Bagi Hasil (DBH) adalah 8740.000 terdapat di Kabupaten Batu Bara pada tahun 2011. Sedangkan nilai maksimum DBH adalah 319695.0 terdapat di Kota Medan pada tahun 2010. Rata-rata DBH selama kurun waktu tahun 2009-2013 adalah 51926.51. DBH memiliki standar deviasi 50100.64 yang menunjukkan variasi penyebaran data pada variabel tersebut.

4.2.2 Uji Asumsi Klasik

Menurut Gujarati (2003) suatu model dikatakan baik untuk alat prediksi apabila mempunyai sifat-sifat best linear unbiased estimator (BLUE). Di samping itu suatu model dikatakan cukup baik dan dapat dipakai untuk memprediksi apabila sudah lolos dari serangkaian uji asumsi ekonometrika yang melandasinya. Suatu model regresi berganda yang digunakan untuk menguji hipotesa harus memenuhi asumsi klasik. Uji asumsi klasik dilakukan juga untuk mendapatkan model regresi yang tidak bias dan efisien.

Estimasi dari parameter-parameter dengan metode ordinary least square (OLS) akan memiliki sifat ketidakbiasan (unbiasedness), varians yang minimum (minimum varians), dan sebagainya, yang disebut best linear unbiased estimator (BLUE) (Gujarati, 2003:107, Supranto, 2005:70). Dalam penggunaan regresi linear berganda, terdapat empat uji asumsi klasik, yakni uji normalitas residual, uji


(1)

73

Data Variabel Dana Bagi Hasil

(dalam jutaan rupiah)

No Kabupaten/Kota

2009

2010

2011

2012

2013

1

Kabupaten Dairi

26,346

23.000

20.566

43.357

61.126

2

Kabupaten Deli Serdang

123,956

134.850

87.196

65.478

81.868

3

Kabupaten Labuhan Batu

49,323

49.323

52.355

75.497

49.738

4

Kabupaten Langkat

132,839

132.880

140.084

56.057

81.166

5

Kabupaten Simalungun

73,565

79.815

74.863

90.869

80.774

6

Kabupaten Tapanuli Tengah

24,307

25.178

22.616

48.644

83.254

7

Kabupaten Tapanuli Utara

27,106

28.671

27.317

50.221

55.778

8

Kabupaten Toba Samosir

28,578

29.065

26.048

52.120

46.036

9

Kota Binjai

64,106

45.002

37.222

23.778

30.656

10 Kota Medan

244,940

319.695

266.019

66.298

74.277

11 Kota Pematang Siantar

28,093

30.153

30.936

28.447

41.400

12 Kota Sibolga

22,186

23.851

21.723

19.290

29.475

13 Kota Padang Sidempuan

26,829

27.960

26.892

23.987

39.957

14 Kabupaten Pakpak Barat

21,586

22.141

20.880

25.461

54.006

15 Kabupaten Humbang Hasundutan

30,023

30.047

24.991

28.968

50.780

16 Kabupaten Samosir

19,397

19.439

15.597

37.126

44.730

17 Kabupaten Batu Bara

11,679

17.935

8.740

44.149

42.179

18 Kabupaten Padang Lawas

20,265

21.020

45.616

42.521

31.083

19 Kabupaten Padang Lawas Utara

22,768

28.270

23.575

36.733

36.311


(2)

74

Data Variabel Belanja Modal

(dalam jutaan rupiah)

No Kabupaten/Kota

2009

2010

2011

2012

2013

1

Kabupaten Dairi

87,837

43.141

67.903

92.917

142.118

2

Kabupaten Deli Serdang

297,977

227.207

345.695

415.159

528.873

3

Kabupaten Labuhan Batu

94,358

82.928

128.549

178.617

197.527

4

Kabupaten Langkat

109,558

116.556

197.719

263.694

365.774

5

Kabupaten Simalungun

204,958

156.404

164.295

335.421

143.494

6

Kabupaten Tapanuli Tengah

125,828

68.782

127.960

117.582

295.213

7

Kabupaten Tapanuli Utara

123,682

29.222

113.807

168.314

172.108

8

Kabupaten Toba Samosir

133,000

89.226

65.156

109.900

154.487

9

Kota Binjai

44,057

65.664

84.892

153.616

196.688

10 Kota Medan

394,120

384.107

538.560

873.176

1.201.667

11 Kota Pematang Siantar

92,165

69.181

108.507

99.133

159.086

12 Kota Sibolga

73,401

44.776

106.138

66.910

121.776

13 Kota Padang Sidempuan

28,438

22.739

52.665

51.986

142.706

14 Kabupaten Pakpak Barat

125,248

42.796

65.797

73.996

129.937

15 Kabupaten Humbang Hasundutan

125,896

67.425

100.926

137.668

210.173

16 Kabupaten Samosir

122,281

44.839

95.109

99.675

186.891

17 Kabupaten Batu Bara

137,384

100.233

156.666

185.601

238.534

18 Kabupaten Padang Lawas

49,099

136.203

162.422

170.202

172.606


(3)

75

Lampiran 2

Statistik Deskriptif

BM PDRB SILPA PAD DAU DAK DBH

Mean 168446.5 12531632 41825.09 88479.74 449755.3 50128.88 51926.51 Maximum 1201667. 1.20E+08 380919.0 1758788. 1270245. 315324.0 319695.0 Minimum 22739.00 290299.8 325.0000 4379.000 139981.0 10314.00 8740.000 Std. Dev. 165325.6 22613349 67307.31 252118.9 253818.0 33116.70 50100.64

Observations 95 95 95 95 95 95 95

Lampiran 3

Hasil Uji Normalitas

0 2 4 6 8 10 12 14

-150000 -100000 -50000 0 50000 100000 150000

Series: Residuals Sample 1 95 Observations 95

Mean -3.06e-12

Median -6426.950

Maximum 154040.4

Minimum -140892.2

Std. Dev. 48136.26

Skewness 0.525211

Kurtosis 4.162161

Jarque-Bera 9.713770


(4)

76

Lampiran 4 Hasil Uji Multikolinearitas

PDRB SILPA PAD DAU DAK DBH

PDRB 1.000000 0.663321 0.895806 0.818999 0.284851 0.673903 SiLPA 0.663321 1.000000 0.517047 0.420595 0.113514 0.743917 PAD 0.895806 0.517047 1.000000 0.683358 0.174878 0.405015 DAU 0.818999 0.420595 0.683358 1.000000 0.358128 0.628118 DAK 0.284851 0.113514 0.174878 0.358128 1.000000 0.237170 DBH 0.673903 0.743917 0.405015 0.628118 0.237170 1.000000

Lampiran 5

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 1.767548 Prob. F(6,87) 0.1152 Obs*R-squared 10.21355 Prob. Chi-Square(6) 0.1159 Scaled explained

SS 12.33599 Prob. Chi-Square(6) 0.0549 Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares

Date: 04/13/15 Time: 21:47 Sample: 1 94

Included observations: 94

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1.03E+09 5.30E+08 1.939203 0.0557 PDRB^2 -2.50E-06 1.10E-06 -2.265869 0.0259 0 2 4 6 8 10 12 14

-120000 -80000 -40000 0 40000 80000 120000

Series: Residuals Sample 1 94 Observations 94

Mean -4.95e-12

Median -4690.252

Maximum 144990.6

Minimum -137852.0

Std. Dev. 45637.90

Skewness 0.327899

Kurtosis 3.819968

Jarque-Bera 4.317806


(5)

77

SILPA^2 0.013476 0.041273 0.326505 0.7448 PAD^2 0.011044 0.004789 2.306092 0.0235 DAU^2 0.004811 0.001927 2.496637 0.0144 DAK^2 0.008794 0.034778 0.252860 0.8010 DBH^2 0.098051 0.070623 1.388387 0.1686 R-squared 0.108655 Mean dependent var 2.06E+09 Adjusted R-squared 0.047183 S.D. dependent var 3.48E+09 S.E. of regression 3.40E+09 Akaike info criterion 46.80110 Sum squared resid 1.00E+21 Schwarz criterion 46.99049 Log likelihood -2192.652 Hannan-Quinn criter. 46.87760 F-statistic 1.767548 Durbin-Watson stat 1.907479 Prob(F-statistic) 0.115170

Lampiran 6

Koefisien Determinasi, Uji F dan Uji t

Dependent Variable: BM Method: Least Squares Date: 04/13/15 Time: 21:49 Sample: 1 94

Included observations: 94

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. PDRB -0.000318 0.000965 -0.329710 0.7424 SILPA 0.055188 0.129682 0.425564 0.6715 PAD 0.470262 0.062454 7.529781 0.0000 DAU 0.241745 0.038949 6.206644 0.0000 DAK 0.253921 0.160756 1.579541 0.1178 DBH -0.217883 0.209233 -1.041340 0.3006 C 16727.27 14842.80 1.126962 0.2629 R-squared 0.924263 Mean dependent var 167302.0 Adjusted R-squared 0.919040 S.D. dependent var 165833.2 S.E. of regression 47185.38 Akaike info criterion 24.43311 Sum squared resid 1.94E+11 Schwarz criterion 24.62250 Log likelihood -1141.356 Hannan-Quinn criter. 24.50961 F-statistic 176.9520 Durbin-Watson stat 1.607924 Prob(F-statistic) 0.000000


(6)

78

Lampiran 7

Hasil Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.320299 Prob. F(2,85) 0.2725 Obs*R-squared 2.832205 Prob. Chi-Square(2) 0.2427

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 04/14/15 Time: 06:15 Sample: 1 94

Included observations: 94

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. PDRB -0.000238 0.000985 -0.241982 0.8094 SILPA -0.003512 0.130034 -0.027005 0.9785 PAD 0.019498 0.063632 0.306417 0.7600 DAU 0.010627 0.040500 0.262385 0.7937 DAK -0.036133 0.161895 -0.223189 0.8239 DBH -5.79E-05 0.208933 -0.000277 0.9998 C -1292.269 15093.74 -0.085616 0.9320 RESID(-1) 0.190330 0.118054 1.612229 0.1106 RESID(-2) 0.006086 0.116989 0.052019 0.9586 R-squared 0.030130 Mean dependent var -4.95E-12 Adjusted R-squared -0.061152 S.D. dependent var 45637.90 S.E. of regression 47012.62 Akaike info criterion 24.44507 Sum squared resid 1.88E+11 Schwarz criterion 24.68857 Log likelihood -1139.918 Hannan-Quinn criter. 24.54342 F-statistic 0.330075 Durbin-Watson stat 1.938927 Prob(F-statistic) 0.952224


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

5 90 92

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal Dengan Dana Alokasi Khusus Sebagai Variabel Moderating Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

2 91 90

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 39 85

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Anggaran Belanja Modal Pada Pemko/Pemkab Sumatera Utara

1 65 74

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

1 40 75

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi se Indonesia

0 36 72

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan - Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Moda

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten

0 0 10

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 12