Gambaran Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Spiritualitas
1.1 Defenisi Spiritualitas
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha
Kuasa dan Maha Pencipta (Hamid, 2008). Sebagai contoh seseorang yang percaya
kepada Allah sebagai pencipta atau sebagai Maha Kuasa. Menurut Stanley dan
Beare (2007) spiritualitas adalah hubungan transenden antara manusia dengan
yang Maha Tinggi, sebagai kualitas yang berjalan di luar afiliasi agama tertentu,
yang berjuang keras untuk mendapatkan penghormatan, kekaguman dan inspirasi
dan yang memberi jawaban tentang sesuatu yang tidak terbatas. Spiritual telah di
gambarkan sebagai sumber kekuatan dan harapan. Banks (1980 dalam Stanley
dan Beare, 20007) menyebutkan bahwa spiritualitas sebagai kekuatan yang
menyatukan, memberi makna pada kehidupan dan terdiri dari nilai-nilai individu,
persepsi dan kepercayaan juga keterikatan diantara individu.
Mickley et al (1992 dalam Hamid, 2008) menguraikan spiritualitas sebagai
suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi
eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehiduan, sedangkan dimensi agama
lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa.
Stoll (1998 dalam Hamid, 2009) juga menguraikan bahwa spiritualitas

sebagai konsep dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal.
Dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan yang Maha Kuasa atau Yang
Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang. Sedangkan dimensi horizontal
adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan
lingkungan.

7

Universitas Sumatera Utara

8

Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua dimensi tersebut. Aspek
perilaku dari dari spiritualitas meliputi cara seseorang memanifestasikan
kepercayaannya. Bentuk kebutuhan spiritulitas tersebut meliputi arti dan tujuan
hidup, kepercayaaan, harapan, cinta dan pengampunan (Dewi, 2014).
Menurut Burkhardt (1993 dalam Hamid, 2008) spiritualitas meliputi aspek
sebagai berikut: (1) berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau
ketidakpastian dalam kehidupan; (2) menemukan arti dan tujuan hidup; (3)
menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri

sendiri dan dengan Yang Maha Tinggi.
Spiritualitas adalah bagian integral dari kesehatan dan kesejahteraan kaum
usia lanjut, terutama disaat mereka menghadapi tantangan masa tua. Agama dan
spiritualitas menyediakan bagi kaum lelaki dan perempuan strategi-strategi efektif
dalam kasus-kasus kehilangan, kesulitan-kesulitan peersonal, stress, penyakit,
pembedahan dan kematian (Young & Koopsen, 2007).
1.2 Teori-teori Spiritualitas
1.2.1 Teori teologis
Mendeskripsikan spiritualitas sebagai iman seseorang pada Tuhan yang
diungkapkan melalui rumusan iman dan praktik keagamaan.
1.2.2 Teori psikologis
Spiritualitas merupakan ekspresi dari motivasi dan dorongan dalam diri
manusia yang diarahkan pada kedalaman hidupnya dan pada Tuhan. Spiritualitas
disebut juga sebagai usaha seseorang dalam mencari makna, tujuan dan arah
hidup.

Universitas Sumatera Utara

9


1.2.3 Teori sosiologi
Menurut sosiologi seseorang dapat dipengaruhi oleh orang-orang yang
disekitarnya, ataupun oleh kelompok orang yang ada disekitarnya. Menurut
sosiologi spiriualitas tidak hanya pada praktik spiritual dan ritual, tetapi juga
sebagai moralitas sosial yang terdapat dalam relasi personal (Meraviglia,1999
dalam Young & Koopsen, 2007).
1.2.4 Teori kedokteran
Ilmu kedokteran hingga akhir ini, memberikan sedikit sekali perhatian
pada dimensi spiritual, karena hal ini dianggap kurang berperan dalam proses
penyembuhan. Akan tetapi, kini ilmu kedokteran memusatkan perhatian pada
penjelajahan hubungan antara kebutuhan spiritual pasien dan aspek perawatan
kesehatan tradisional. Mereka mulai menawarkan mata kuliah tentang
spiritualitas, agam dan kesehatan (Hiatt,1986; Koenig et al,1999 dalam Young &
Koopsen, 2007).
1.2.5 Teori keperawatan
Keperawatan melingkupi pandangan- pandangan yang telah disebut pada
teori teologi, psikologi, sosiologi, dan kedokteran. Selain itu keperawatan juga
memandang spiritualitas itu dari sudut pandang lain meliputi kesehatan spiritual,
kesejahteraan spiritual, perspektif spiritual, transendensi diri, iman, kualitas hidup,
harapan, kesalehan, tujuan hidup, dan kemampuan mengatasi masalah spiritual

(Moraviglia, 1999 dalam Young & Koopsen, 2007)

Universitas Sumatera Utara

10

1.3 Elemen Hakiki Spiritualitas
Agar dapat mengenali kebutuhan spiritual pasien dan menyelenggarakan
perawatan kesehatan yang memadai, penyelenggaraan kesehatan harus memahami
eleman spritualitas dan bagaimana elemen itu diekspresikan oleh orang yang
berbeda-beda. Berikut ini dijelaskan elemen-elemen pokok spiritualitas:
1.3.1 Diri sendiri, Sesama, dan Tuhan
Relasi spiritual dengan diri sendiri, sesama, dan Tuhan dapat menjadi
sumber penghiburan tak terbatas, seraya memberi dan daya yang menyembuhkan
kepada pasien. Energi ini dapat bersifat timbal balik, mandalam dan kaya makna
baik bagi penyelenggara perawatan kesehatan maupun pasien (Dyson et al, 1997;
Walton,1996 dalam Young & Koopsen, 2007).
1.3.2 Makna dan tujuan Hidup
Pencarian akan makna dan tujuan hidup telah menjadi tema utama dalam
spiritualitas. Burkhardt (1989) memberikan pengertian makna hidup sebagai suatu

misteri yang selalu menyingkap diri. Kebutuhan akan tujuan dan makna hidup
merupakan ciri universal dan bahkan menjadi hakikat hidup itu sendiri. Apabila
seseorang tidak mampu menemukan tujuan dan makna hidupnya, seluruh aspek
hidupnya akan rusak dan mengalami penderitaan karena kesepian dan kehampaan.
Kemudian mengalami distress spiritual, dan akhirnya fisik (Burkhardt & NagaiJacobson, 2002 dalam Young & Koopsen, 2007)

Universitas Sumatera Utara

11

1.3.3 Harapan
Orang yang memperhatikan hidup spiritual cenderung berpengharapan
tinggi daripada sesamanya yang tidak memperhatikan hidup spiritual (Mahoney &
Graci,1999 dalam Young & Koopsen, 2007). Seringkali dikatakan bahwa dimana
ada hidup, disitulah ada harapan; akan tetapi, Kleindiest (1998 dalam Young &
Koopsen, 2007) juga percaya bahwa, dimana ada harapan, disitu ada hidup.
1.3.4 Keterhubungan/keterkaitan
Spiritualitas juga melibatkan hubungan dengan seseorang atau sesuatu
yang mengatasi diri sendiri. Orang atau sesuatu itu dapat menopang atau
menghibur, membimbing dalam pengambilan keputusan, memaafkan kelemahan

kita, dan merayakan perjalanan hidup kita (Spaniol,2002 dalam Young &
Koopsen, 2007).
Spiritualitas juga diungkapkan dan dialami melalui saling keterhubungan
dengan alam, bumi, lingkungan, dan kosmos. Seluruh rangkaian hidup ada dalam
jejaring saling keterhubungan, apa yag terjadi pada bumi mempengaruhi tiap
manusia, dan tiap perilaku manusia mempengaruhi bumi. Maka sangat penting
untuk menyadari dan menghormati jejaring saling keterhubungan hidup
(Dossey,1997; Spaniol, 2002 dalam Young & Koopsen, 2007)

Universitas Sumatera Utara

12

1.3.5 Kepercayaan dan Sistem Kepercayaan
Iman dapat menjadi bagian penting dari kepercayaan seseorang dan
keputusan yang dibuatnya dalam hidup. Iman yang bertumbuh selalu merupakan
proses aktif dan berlangsung terus-menerus serta unik bagi masing-masing orang,
karena tertanam dimasa lampau, sekarang, dan harapan akan masa depan (Carson,
1989 dalam Young & Koopsen, 2007)
1.4 Karakteristik Spiritualitas

Beberapa karakteristik yang meliputi hubungan spiritualitas antara lain
adalah hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan alam, hubungan dengan
orang lain, dan hubungan dengan Tuhan (Hamid, 2009).
1.4.1 Hubungan dengan diri sendiri
Hubungan ini merupakan kekuatan dalam diri seseorang yang meliputi
pengetahuan diri yaitu siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap
yang menyangkut kepercayaan pada diri sendiri, kepercayaan pada masa depan,
ketenangan pikiran, serta keselarasan dengan diri sendiri (Burkhdat, 1989 dalam
kozier, Erb, Blais & Wilkinson. 1995).
1.4.1.1 Kepercayaan
Merupakan penerimaan individu terhadap kebenaran yang tidak dapat
dibuktikan dengan pikiran logis. Kepercayaan memberikan kekuatan pada
individu dalam menjalani kehidupan ketika individu mengalami kesulitan atau
penyakit (Kozier, Erb, Blais &Wilkinson, 2004).

Universitas Sumatera Utara

13

1.4.1.2 Harapan

Merupakan suatu proses interpersonal yang terbina melalui hubungan dengan
orang lain dan Tuhan yang didasarkan pada kepercayaan. Harapan berperan
penting dalam mempertahankan hidup ketika individu sakit (Kozier, Erb, Blais &
Wilkinson, 2004).
1.4.1.3 Makna kehidupan
Merupakan suatu hal yang berarti bagi kehidupan individu ketika individu merasa
dekat dengan Tuhan, orang lain dan lingkungan. Individu merasakan kehidupan
sebagai sesuatu yang membuat hidup lebih terara, memiliki masa depan, dan
merasakan kasih sayang dari orang lain. (Kozier, Erb, Blais & Wiklinson, 2004).
1.4.2 Hubungan dengan orang lain
Hubungan ini terdiri atas harmonis dan tidak harmonisnya hubungan dengan
orang lain. Keadaaan harmonis meliputi pembagian waktu, pengetahuan dan
sumber secara timbal balik, mengasuh anak, mengasuh orang tua, dan orag yang
sakit, serta meyakini kehidupan dan kematian. Sedangkan kondisi yang tidak
harmonis berkaitan dengan konflik terhadap orang lain dan resolusi yang
menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi (Burkhdat, 1989 dalam kozier, Erb,
Blais & Wilkinson, 1995).
1.4.3 Hubungan dengan alam
Harmoni merupakan keadaan yang menggambarkan hubungan seseorang dengan
alam yang meliputi pengetahuan tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan

berkomunikasi dengan alam serta melindungi alam tersebut (Burkhdat, 1989
dalam Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).

Universitas Sumatera Utara

14

1.4.4 Hubungan dengan Tuhan
Pemenuhan kebutuhan spiritualitas berkaitan dengan hubungan dengan
Tuhan dapat dilakukan melalui doa dan ritual agama. Doa dan ritual agama
merupakan bagian terpenting dalam kehidupan sehari-hari individu dan
memberikan ketenangan pada individu (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).
Selain itu doa dan ritual agama dapat membangkitkan harapan dan rasa percaya
diri pada seseorang yang sedang sakit dan dapat meningkatkan imunitas
(kekebalan) tubuh sehingga mempercepat proses penyembuhan (Hamid, 2009).
1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas
Faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang adalah
pertimbangan tahap perkembangan, keluarga, latar belakang etnik dan budaya,
pengalaman hidup sebelumnya, krisis, terpisah dari ikatan spiritual, isu moral
terkait dengan terapi, serta asuhan keperawatan yang kurang tepat (Taylor, et al

1997 dalam Hamid, 2009).
1.5.1 Tahap Perkembangan
Setiap individu memilki bentuk pemenuhan spiritualitas yang berbedabeda sesuai dengan usia, jenis kelamin, agama dan kepribadian individu. Semakin
beratambah usia, individu akan memriksa dan membenarkan keyakinan
spiritualitasnya (Taylor et al,1997 dalam Hamid 2009). Menurut Westerhoff’s
(1976 dalam Kozier, et al, 1995), perkembangan spiritualitas berdasarkan usia
terdiri dari:

Universitas Sumatera Utara

15

1.5.1.1 Pada masa anak-anak
Spiritualitas pada masa ini belum bermakna pada dirinya. Spiritualiatas
didasarkan pada perilaku yang didapat melalui interaksi dengan orang lain
misalnya keluarga. Pada masa ini anak-anak belum mempunyai pemahaman salah
atau benar. Kepercayaan atau keyakinan mengikutu ritual atau meniru orang lain.
1.5.1.2 Pada masa remaja
Spiritualitas pada masa ini sudah mulai pada keinginan akan pencapaian
kebutuhan spiritualitas seperti keinginan melalui berdoa kepada penciptanya.

Berdoa kepada sang Pencipta yang berati sudah mulai membutuhkan pertolongan
melalui keyakinan atau kepercayaan. Bila pemenuhan kebutuhan spiritualitas
tidak terpenuhi, akan menimbulkan kekecewaan.
1.5.1.3 Pada masa dewasa pertengahan dan lansia
Spiritualias pada masa ini yaitu semakin kuatnya kepercayaan diri yang
dipertahankan walaupun menghadapi perbedaan keyakinan yang lain dan lebih
mengerti akan kepercayaan dirinya. Perkembangan spiritualitas pada tahap ini
lebih matang sehingga membuat individu mampu untuk mengatasi masalah dan
menghadapi kenyataan.
1.5.2 Latar Belakang Etnik dan Budaya
Sikap keyakinan dan nilai dipengruhi oleh latar belakang etnik dan sosial budaya.
Pada umumnya sesorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga.
Apapun tradisi dan sistem kepercayaan yang dianut oleh individu, pengalaman
spiritual merupakan hal yang unik bagi setiap individu (Hamid, 2009).

Universitas Sumatera Utara

16

1.5.3 Keluarga
Keluarga sangat berperan dalam perkembangan spiritualitas individu.
Keluarga merupakan tempat pertama kali individu memperoleh pengalaman dan
pandangan hidup. Dari keluarga, individu belajar tentang Tuhan, kehidupan dan
diri sendiri. Keluarga memiliki peran yang penting dalam memenuhi kebutuhan
spiritualitas karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu
berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dengan individu (Hamid, 2009).
1.5.4 Pengalaman Hidup Sebelumnya
Pengalaman hidup yang positif maupun negatif akan mempengaruhi
spiritualitas seseorang. Pengalaman hidup mempengaruhi seseorang dalam
mengartikan secara spiritual kejadian yang dialaminya. Pengalaman hidup yang
menyenangkan dapat menyebabkan seseorang bersyukur atau tidak bersyukur.
Sebagian

besar

individu

bersyukur

terhadap

pengalaman

hidup

yang

menyenangkan (Hamid, 2009).
1.5.5 Krisis dan Perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan spiritualitas pada seseorang.
Krisis sering dialami seseorang ketika mengahadapi penyakit, penderitaan, proses
penuaan, kehilangan, dan kematian. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang
dialami seseorang merupakan pengalaman spiritualitas yang bersifat fisikal dan
emosional.

Universitas Sumatera Utara

17

Krisis

dapat

berhubungan

dengan

perubahan

patofisiologi,

terapi/pengobatan yang diperlukan, atau situasi yang mempengaruhi seseorang.
Diagnosis penyakit atau penyakit terminal pada umumnya akan menimbulkan
pertanyaan tentang sistem kepercayaan seseorang. Jika dihadapkan pada
kematian, keyakinan spiritual dan keinginan untuk sembahyang/berdoa lebih
tinggi dibandingkan pasien yang berpenyakit bukan terminal (Hamid, 2009).
1.5.6 Isu Moral Terkait dengan Terapi
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan
untuk menunjukkan kebesaranNya walaupun ada agama yang menolak intervesi
pengobatan. Prosedur medik sering dapat dipengaruhi oleh penangajaran agama,
misalnya sirkumsi, transplantasi organ, pencegahan kehamilan, sterilisasi. Konflik
antar jenis terapi dengan keyakinan agama sering dialami oleh klien dan tenaga
kesehatan (Hamid, 2009).
1.5.7 Asuhan Keperawatan yang Kurang Sesuai
Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada klien, perawat diharapkan
untuk peka terhadap kebutuhan spiritualitas klien, tetapi dengan berbagai alasan
ada kemungkinan perawat menghindar untuk memberikan asuhan keperawatan
spiritualitas. Hal tersebut terjadi karena perawat merasa kurang nyaman dengan
kehidupan spiritualnya, kurang menganggap penting kebutuhan spiritualitas, tidak
mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritualitas dalam keperawatan atau
merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spirituaitas klien bukan merupakan tugasnya
tetapi tanggung jawab pemuka agama (Hamid, 2009)

Universitas Sumatera Utara

18

1.5.8 Agama
Agama sangat mempengaruhi spiritualiats individu. Agama merupakan
suatu sistem keyakinan dan ibadah yang dipraktikkan individu dalam pemenuhan
spiritualitas individu. Agama merupakan cara dalam pemeliharaan hidup terhadap
segala aspek kehidupan. Agama berperan sebagai sumber kekuatan dan
kesejahteraan pada individu (Potter & Perry, 2005).
1.6. Kebutuhan Spiritualitas
Setiap manusia mempunyai kebutuhan spiritual yang sama meliputi, kebutuhan
akan arti dan tujuan hidup, kepercayaan, harapan, kebutuhan untuk mencintai dan
berhubungan, serta kebutuhan untuk mendapatkan pengampunan (Dewi, 2014).
Hamid (2009) menjelaskan tentang ekspresi kebutuhan spiritual yang Adaftif dan
Maladaptif setiap manusia sperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Ekspresi Kebutuhan Spiritual yang Adaptif dan maladaptif
Kebutuhan

Tanda pola atau perilaku
Adaptif

Tanda Pola atau Perilaku
maladaptif

Rasa percaya

Rasa percaya terhadap diri
sendiri dan kesabaran
Menerima bahwa yang lain
akan mampu menerima
kebutuhan
Rasa percaya terhadap
kehidupan walaupun terasa
berat
Keterbukaan terhadap tuhan

Merasa tiak nyaman dengan
kesadaran diri
Mudah tertipu
Ketidakmampuan untuk
terbuka terhadap orang lain
Merasa bahwa hanya orang
tertentu dan yempat tertentu
yang aman
Mengharapkan orang tidak
berbuat baik dan tidak
tergantung
Tidak terbuka terhadap
Tuhan

Universitas Sumatera Utara

19

(Lanjutan tabel 1)
Kebutuhan
Kemauan memberi
maaf

Mencintai dan
keterikatan

Tanda pola atau perilaku
adaptif
Menerima diri sendiri dan
orang lain dapat berbuat salah
Tidak mendakwa atau
berprasangka buruk
Memandang penyakit sebagai
sesuatu yang nyata
Memaafkan diri sendiri
Memberi maaf orang lain

Mengekspresikan
perasaaan
dicintai oleh orang lain atau
Tuhan
Mampu menerima bantuan
Menerima diri sendiri
Mencari kebaikan dari orang
lain
Keyakinan
Ketergantugan pada anugerah
Tuhan
Termotivasi untuk tumbuh
Mengekspresikan kebutuhan
ritual
Mengekspresikan kebutuhan
untuk
merasa
berbagi
keyakinan
Kreativitas
dan Meminta informasi tentang
harapan
kondisi
Membicarakan
kondisinya
secara realistik
Mengekspresikan
tentang
harapan masa depan
Terbuka
terhadap
kemungkinan
mendapatkan
kedamaian
Arti dan tujuan Mengekspresikan
kepuasan
hidup
hidup
Menjalankan kehidupan sesuai
dengan sistem nilai
Menerima atau menggunakan
penderitaan sebagai cara untuk
memahami diri sendiri

Tanda pola atau perilaku
maladaptif
Merasakan penyakit sebagai
suatu hukuman
Merasa Tuhan sebagai
penghukum
Merasa bahwa maaf diberikan
hanya berdasarkan perilaku
Tidak mampu menerima diri
sendiri
Menyalahkan diri sendiri atau
menyalahkan orang lain
Takut bergantung pada orang
lain
Menolak bekerja sama dengan
tenaga kesehatan
Cemas berpisah dengan keluarga
Tidak mampu mempercayai diri
sendiri dicintai oleh Tuhan
Mengekspresikan
kebutuhan
ambivalen terhadap Tuhan
Tidak percaya pada kekuasaan
Tuhan
Merasa
terisolasi
dari
kepercayaan masyarakat sekitar
Nilai keyakinan dan tujuan hidup
yang tidak jelas
Takut terhadap terapi
Putus asa
Tidak dapat menolong atau
menerima diri sendiri
Tidak dapat menikmati apapun
Telah
menunda
pengambila
keputusan yang penting

Mengekspresikan tidak ada
alasan untuk bertahan
Tidak dapat menerima arti
penderitaan yang dialami
Mempertanyakan tujuan penyakit
Tidak dapat merumuskan tujuan
atau tidak mencapai tujuan

Universitas Sumatera Utara

20

2. Lanjut Usia
2.1 Defenisi Lansia
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur perkembangan
kehidupan manusia. Menurut Undang-Undang nomor 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lansia disebutkan bahwa Lansia adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun (Dewi, 2014).
Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami
perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini akan memberikan
pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya. Oleh karene itu
perlu mendapat perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar
selama mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan kemampuannya
sehingga dapat diukur serta berperan aktif dalam pembangunan (UU Kesehatan
No. 23 tahun 1992 pasal 19 ayat 1, dalam Fatmah, 2010)
2.2 Klasifikasi Lansia
Depkes RI

mengklasifikasikan lansia dalam beberapa kategori yaitu

pralansia (prasenelis) seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, lansia yang
berusia 60 tahun atau lebih, lansia risiko tinggi yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan,
lansia potensial yaitu lansia yang mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/jasa, dan lansia tidak potensial, lansia yang tidak
berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada orang lain.

Universitas Sumatera Utara

21

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lanjut usia diklasifikasikan menjadi
beberapa kelompok yaitu usia lanjut (60-74 tahun), usia lanjut tua (75-89 tahun),
usia sangat tua (lebih dari 90 tahun).
Menurut Nugroho (2000, dalam Dewi, 2014), ditemukan beberapa macam
tipe lansia:
2.2.1 Tipe arif bijaksana, lansia ini kaya dengan hikmah pangalaman,
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap
ramah, rendah hati, sedehana, dermawan, memnuhi undanagna dan menjadi
panutan
2.2.2 Tipe mandiri, lansia kini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan
kegiatan yang baru, selektif dalam mencari oekerjaan dan teman pergaulan, serta
memenuhi undangan
2.2.3 Tipe tidak puas, lansia yang selalu mengalami konflik lahir batin,
menentang proses penuaan yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan
daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut sulit dilayani, dan pengkritik
2.2.4 Tipe pasrah, lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik,
mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, melakukan berbagi jenis pekerjaan
2.2.5 Tipe bingung, lansia yang sering kaget, kehilangan kepribadian,
mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.

Universitas Sumatera Utara

22

2.3 Teori Proses Menua
2.3.1 Teori genetic clock
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesiesspesies tertentu. Jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti maka kita akan
meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit
awal yang katastrofal. Namun secara teoritis dapat dimungkinkan memutar jam
ini lagi meski hanya untuk beberapa waktu dengan penagruh-pengaruh dari luar,
berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit denagan obat-obat atau
tindakan-tindakan tertentu.
2.3.2 Mutasi somatik (teori error Catastrophe)
Faktor peneyebab proses menua dalam hal ini adalah faktor lingkungan
yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik seperti radiasi dan zat kimia yang
dapat memperpendek umur. Terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel
somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel
tersebut (Suhana & Constantinides, 1994 dalam Darmojo & Martono, 2006).
2.3.3 Rusaknya sistem imun tubuh
Mutasi yang berubah atau perubahan protein pascatranslasi menyebankan
berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self
recognition). Mutasi somatik menyebabkan kelainan pada antigen permukaan sel,

maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang
mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya
(Goldstein,1989 dalam Darmojo & Martono, 2006).

Universitas Sumatera Utara

23

2.3.4 Teori menua akibat metabolisme
Perubahan yang disebabkan oleh kalori yang berlebihan atau kurangnya
aktivitas. Perpanjangan umur karena penurunan jumlah kalori, menyebabkan
menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme yang menyebabkan
penurunan penegeluaran hormon yang merangsang prolifersi sel, misalnya insulin
dan hormon pertumbuhan (Mckay, et al, 1935 dalam Darmojo & Martono, 2006).
2.3.5 Kerusakan akibat radikal bebas
Dalam teori ini dijelaskan bahwa walaupun telah ada sistem penangkal
dala sistem tubuh manusia, namun sebagian radikal bebas tetap lolos, bahkan
makin lanjut usia makin banyak radikal bebas terbentuk sehingga proses
pengrusakan terus terjadi, kerusakan organel makin lama makin banyak dan
akhirnya sel mati (Oen,1993 dalam Darmojo & Martono, 2006).
3. Spiritualitas pada Usia Lanjut
3.1 Manfaat Spiritualitas dalam Penuaan
Spiritualitas dapat memberikan kenyamanan disaat kesendirian atau
tekanan, pemulihan dari kecemasan dan memberikan suatu perasaan berarti,
tujuan, produktivitas, dan integrasi diri. Ia dapat memberikan kepada lanjut usia
suatukemampuan beradaptasi dengan lingkungan yang berubah seperti dari
lingkungan rumah ke fasilitas perawatan di rumah sakit. Spiritualitas memberikan
perasaa harga diri, dan ini adalah suatu daya yang penting untuk menanggulangi
kegelisahan disaat sakit dan mempersiapkan diri menghadapi kematian (Fehring,
Miller, & Shaw,1997; Isaia, et al,1999; Levin, Taylor & Chatters, 1994, dalam
Young & Koopsen, 2007).

Universitas Sumatera Utara

24

Meskipun fungsi fisik menurun setara dengan pertambahan usia, fungsifungsi spiritual tak perlu menurun. Iman memberikan orang yang lanjut usia suatu
kekuatan batin yang dibutuhkan untuk melampaui ketidakmampuan fisik yang
dikaitkan dengan penuaan dan untuk mengembangkan keuletan emosional yang
dibutuhkan untuk mencapai umur panjang (Koenig, 1999 dalam Young &
Koopsen, 2007).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Panggabean (2014) terdapat
hubungan yang bermakna antara spiritualitas dengan kualitas hidup lansia di
Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan (r=0,528). Semakin tinggi
spiritualitas seorang lansia, maka semakin tinggi pula lah kualitas hidup lansia
tersebut.
Spiritualitas lansia meningkat dikarenakan lansia tinggal bersama keluarga
dan adanya dukungan keluarga yang meningkatkan spiritualitas lansia yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup lansia itu sendiri. Beliau mengasumsikan bahwa
spiritualitas menjadi sumber koping bagi lansia dala mengatasi perubahan atau
stress yang terjadi dalam kehidupannya.
Sipayung (2014) menyatakan bahwa spiritualitas lansia Suku Batak akibat
kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten
Serdang Bedagai berada dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 27 orang (65.9%).
Dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan pada lansia Suku Batak akibat
kehilangan pasangan hidup berada dalam kategori rendah sebanyak 24 orang
responden (58.5%).

Universitas Sumatera Utara

25

Dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri pada lansia Suku Batak akibat
kehilangan pasangan hidup berada dalam kategori tinggi sebanyak 27 orang
responden (65.9%). Dimensi spiritualitas: hubungan dengan orang lain pada lansia
Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup berada dalam kategori tinggi
sebanyak 31 orang responden (75.6%). Dimensi spiritualitas: hubungan dengan
lingkungan/alam pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup
berada dalam kategori tinggi sebanyak 32 orang responden (78%).
3.2 Perkembangan Spiritualitas pada Orang Lanjut Usia
Pertumbuhan spiritualitas mencakup perkembangan identitas, penciptaan
dan pemeliharaan relasi yang bermakna dengan orang lain dan yang ilahi,
menghargai alam, dan mengembangkan suatu kesadran yang transendental.
Spiritualitas pada paruh kedua kehidupan mencakup kemampuan berpikir
abstrak, toleransi terhadap ambiguitas dan pertentangan, mengalami fleksibilitas
emosional, dan komitmen terhadap nilai-nilai unuversal yang sejati (McFadden &
Gerl,1990, dalam Young & Koopsen,2007).
Tugas-tugas perkembangan masa lanjut usia mencakup penemuan makna
dan kepenuhan didalam tugas dan menjelajahi aspek-aspek positif dari kehidupan.
Tugas perkembangan mencakup hal-hal berikut: Pengakuan dan penerimaan
keterbatasan-keterbatasan diri, Merencanakan untuk mengatur hidup yang aman,
Mewujudkan gaya hidup sehat, Melanjutkan relasi hangat dengan keluarga dan
teman-teman, Membangun afiliasi dengan orang lain di kelompok usia yang sama,
serta Menghadapi realitas tak terelakkan dari kematian dan kematian dari orangorang yang dicintai (Hitchcock et al,1990 dalam Young & Koopsen,2007)

Universitas Sumatera Utara

26

3.3 Kehilangan, Harapan, Spiritualitas Dan Usia Lanjut
Pengalaman kehilangan seperti masa pensiun, kematian pasanga hidup,
atau penderitaan penyakit pada stadium akhir membuat penrjalanan spiritual kaum
lanjut usia semaklin kompleks (Berggren-Thomas & Griggs, 1995 dalam Young
& Koopsen 2007). Kematian adalah salah satu tantangan spiritual terbesar dalam
kehidupan manusia (Kremer,2002 dalam Young & Koopsen, 2007). Bagi kaum
lanjut usia, situasi mereka yang semakin mendekati ajal dapat memunculkan
kebutuhan akan pengampunan sebagaimana juga sebagai sarana pembaruan diri
dan penerimaan atas prestasi yang telah diraih.
Orang-orang yang religius tidak begitu takut akan kematian dibandingkan
mereka yang tudak cukup religius, tetapi mereka sama-sama takut akan proses
menjelang ajal (Young & Koopsen, 2007)
3.4 Tantangan Spiritual yang Unik pada Usia Lanjut
Bagi beberapa orang di Amerika Serikat, penuaan disederhanakan dalam
perspektif fisiologis. Penuaan digambarkan sebagai saat penurunan, saat kektika
sistem tubuh menjadi rusak dan pikiran semakin lemah, orang-orang lanjut usia
kerap kehilangan atau menyangkal hubungan jiwa-tubuh-roh mereka dan tidak
ingin dikaitkan dengan tubuh mereka yang sudah renta, terutam ketika semua
anggota tubuh kehilangan kemampuan. Beberapa orang Amerika sangat cmas
tentang kehidupan di panti jompo ketika mereka menjadi lemah secara fisik
maupun mental atau terserang penyakit kronis (Koenig, 1999 dalam Young &
Koopsen, 2007)

Universitas Sumatera Utara

27

Spiritualitas adalah komponen penting bagi kesehatan dan kesejahteraan
bagi kaum lanjut usia dan akan menjadi lebih penting ketika seseorang semakin
tua. Elemen kunci dari spiritualitas adalah perspektif realitas dari apa yang terjadi
dalam proses penuaan. Dengan demikian realitas tidaklah diabaikan atau dinilai
berlebihan.

Universitas Sumatera Utara