Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur Pada Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan

(1)

PEMENUHAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR PADA

LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA DAN

ANAK BALITA WILAYAH BINJAI DAN MEDAN

SKRIPSI

Oleh

Marliyani Lubis

071101112

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan”.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini, sebagai berikut:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ismayadi, S.Kep, Ns selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan waktu untuk membimbing dan memberikam masukan yang sangat berharga dalam penulisan proposal ini.

3. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS selaku dosen penguji I. 4. Ibu Lufthiani S.Kep, Ns selaku dosen penguji II.

5. Ibu Jenny M. Purba, SKp, MNS selaku dosen pembimbing akademik.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.

7. Pihak UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan yang telah memberi izin penelitian dan informasi bagi penulis.

8. Terima kasih kepada Ayahanda Alm. H. Sutan Oloan Lubis dan Ibunda Arleni Lubis tercinta yang selalu mendoakan dan menyayangi, memberikan


(4)

dukungan baik moril maupun materil, dan senantiasa memberikan yang terbaik untuk penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan untuk saudara-saudaraku tercinta : Suryani Lubis, Doriyani Lubis, Nurbayani Lubis, alm. Faisal Ahmad, Yan Yahya, Torang Halomoan yang senantiasa memberikan doa dan dukungan untuk penulis.

9. Kepada sahabat-sahabat terbaikku, Febri, Novri, Istik, Dita dan Amel yang selalu, membantu dan mendukung dalam perkuliahanku, terima kasih atas kritik, saran, dan segala canda tawa kalian semua.

10. Teman-teman Fakultas Keperawatan stambuk 2007, Ruth, Dian, Arif, Dira, Olyn, Sabeth, Maya, Melin, Wanda dan lain-lain yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

11. Terima Kasih juga buat Kak Wati, dan Kak Lia yang selalu mendukung dalam doa dan selalu memberikan motivasi yang berharga kepadaku.

12. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu yang telah mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dalam penyusunan skripsi ini karena masih banyak terdapat kekurangan baik dalam penulisan, pengetikan maupun percetakan. Akhirnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Medan, Juni 2011

Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Prakata ... ... ii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vi

Daftar Skema ... vii

Abstrak ... viii

Bab 1. Pendahuluan. ... 1

1.Latar Belakang ... 1

2.Rumusan Masalah ... 5

3.Tujuan penelitian ... 5

4.Manfaat Penelitian ... 5

Bab 2. Tinjauan Kepustakaan ... 7

1. Lansia ... 7

1.1 Pengertian Lansia ... 7

1.2 Batasan Umur Lansia... 8

1.3 Klasifikasi Lansia ... 9

1.4 Karakteristik Lansia... 9

1.5 Tipe Lansia ... 9

1.6 Proses Penuaan ... 10

1.7 Teori-Teori Proses Penuaan ... 12

1.8 Tugas Perkambangan Lansia ... 15

2. Kebutuhan ... 16

2.1 Defenisi Kebutuhan ... 16

2.2 Ciri-Ciri Kebutuhan ... 16

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan ... 17

3. Istirahat dan Tidur ... 18

3.1 Pengertian Istirahat dan Tidur ... 18

3.2 Karakteristik Istirahat ... 19

3.3 Kondisi untuk Istirahat yang Cukup ... 20

3.4 Fisiologi Tidur ... 21

3.5 Fungsi dan Tujuan Tidur ... 21

3.6 Kebutuhan Tidur ... 22

3.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Istirahat dan Tidur ... 23

3.8 Tahapan Tidur ... 24

3.9 Gangguan Tidur ... 26

Bab 3. Kerangka Konsep ... 28

1. Kerangka Konseptual ... 28


(6)

Bab 4. Metodologi Penelitian ... 32

1. Desain Penelitian ... 32

2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 32

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

4. Pertimbangan Etik Penelitian ... 33

5. Instrumen Penelitian ... 34

6. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 35

7. Pengumpulan Data ... 36

8. Analisa Data ... 37

Bab 5. Hasil dan Pembahasan ... 38

1. Hasil penelitian ... 38

2. Pembahasan ... 43

Bab 6. Kesimpulan dan Saran ... 52

1. Kesimpulan ... 52

2. Saran ... 53

Daftar Pustaka ... 55

Lampiran-lampiran 1. Lembar Bukti Kegiatan Bimbingan Skripsi Penelitian ... 58

2. Jadwal Penelitian ... 60

3. Lembar Izin Penelitian... 61

4. Formulir Persetujuan Menjadi Responden ... 65

5. Instrumen Penelitian ... 66

6. Lembar Uji Reliabilitas ... 68

7. Data SPSS ... 71


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kebutuhan Tidur Manusia Berdasarkan Usia ... 22 Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Seluruh lansia yang menjadi responden ... 39 Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Jawaban Setiap Pernyataan tentang Istirahat Tidur pada Lansia ... 42 Tabel 4. Distribusi Frekuensi Persentase Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur pada Lansia ... 43


(8)

DAFTAR SKEMA


(9)

Judul : Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

Peneliti : Marliyani Lubis NIM : 071101112 Fakultas : Keperawatan Tahun : 2011

Abstrak

Gangguan tidur menyerang sekitar 50% orang yang berusia 65 tahun. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan, setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% lansia melaporkan adanya insomnia dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi insomnia pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67%. Tidur adalah kebutuhan yang harus dipenuhi bagi setiap individu. Dengan istirahat dan tidur yang cukup tubuh akan dapat berfungsi secara optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian diskriptif. Pada penelitian ini populasinya adalah lansia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Ada sebanyak 40 orang lanjut usia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan yang diambil menjadi sampel penelitian dengan menggunakan tehnik “purposive sampling” sesuai dengan kriteria penelitian. Penelitian ini dilakukan bulan Februari sampai April di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang paling banyak memiliki kebutuhan istirahat tidur cukup sebanyak 28 responden (70%), pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang baik dengan jumlah 10 responden (25%), dan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang kurang berjumlah 2 responden (5%). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kebutuhan istirahat tidur lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan adalah cukup.

Lansia seharusnya dapat memenuhi kebutuhan istirahat tidurnya dengan baik melalui dukungan orang-orang disekitarnya, baik dari keluarga, maupun pihak panti. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti hubungan istirahat tidur dengan kualitas hidup lansia.


(10)

Title : The Fulfillment of Rest and Sleep Needs among Elderly at UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita (Social Service for the Elderly and Children), Binjai and Medan.

Name : Marliyani Lubis Student Number : 071101112 Faculty : Nursing Science Year : 2011

Abstract

Most of the elderly experience sleep-disorders which affect about 50% of people 65 years of age. Insomnia is a sleep disorder which is frequently found. Each year it is assumed that about 20% to 50% of the elderly are affected by insomnia and about 17% of them experience serious sleep disorders. Insomnia prevalence in the elderly is high enough; it is about 67%. Sleep is the need which has to be fulfilled by every individual. By taking enough rest and sleep, your body will be able to function optimally. The aim of this research was to obtain the description of the need for good sleep in the elderly at UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia and Anak Balita, Binjai and Medan.

The research used descriptive approach. The population was all old-aged people who lived at UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia and Anak Balita Binjai and Medan. 40 of them were used as the samples by using purposive sampling technique which was in accordance with the criteria of research. The research was conducted from February until April at UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Binjai and Medan. The result of the research showed that the respondents who urgently needed enough sleep were 28 (70%), the respondents who needed good sleep were 10 (25%), and the respondents who did not need good sleep were 2 (5%). Based on the result of the research, it could be concluded that most of the old-aged at the UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Binjai and Medan needed good sleep.

It was recommended that the old-aged should be encouraged by their relatives, by the people who lived in the neighborhood, and by the management of the old age home to make a habit of sleep well. It was also recommended that the next researcher should study the relationship between good sleep and the quality of life of the elderly.


(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki umur harapan hidup penduduk yang semakin meningkat seiring dengan perbaikan kualitas hidup dan pelayanan kesehatan secara umum. Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya. (Kosasih dkk, 2004). Indonesia juga termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena mempunyai jumlah penduduk dengan usia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Pulau yang mempunyai jumlah penduduk lansia terbanyak (7%) adalah pulau Jawa dan Bali. Peningkatan jumlah penduduk lansia ini antara lain disebabkan karena tingkat sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, kemajuan dibidang pelayanan kesehatan, dan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat. Jumlah penduduk lansia pada tahun 2006 sebesar ± 19 juta jiwa dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010, diprediksikan jumlah lansia sebesar 23,9 juta (9,77%) dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Sedangkan, pada tahun 2020 diprediksi jumlah lansia sebesar 28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Efendi, 2009).

Seiring perubahan usia, tanpa disadari pada orang lanjut usia akan mengalami perubahan–perubahan fisik, psikososial dan spiritual. Salah satu perubahan tersebut adalah perubahan pola tidur. Menurut National Sleep Foundation sekitar 67% dari 1.508 lansia di Amerika usia 65 tahun keatas


(12)

melaporkan mengalami gangguan tidur dan sebanyak 7,3 % lansia mengeluhkan gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau insomnia. Kebanyakan lansia beresiko mengalami gangguan tidur yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti pensiunan, kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan obat-obatan, dan penyakit yang dialami. Di Indonesia gangguan tidur menyerang sekitar 50% orang yang berusia 65 tahun. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan, setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% lansia melaporkan adanya insomnia dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi insomnia pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67% (Budi, 2011 dalam Rubin 1999).

Usia harapan hidup semakin meningkat juga membawa konsekuensi tersendiri bagi semua sektor yang terkait dengan pembangunan. Tidak hanya sektor kesehatan tetapi juga sektor ekonomi, sosial-budaya, serta sektor lainnya. Oleh sebab itu, peningkatan jumlah penduduk lansia perlu diantisipasi mulai saat ini, yang dapat dimulai dari sektor kesehatan dengan mempersiapkan layanan keperawatan yang komprehensif bagi lansia (Efendi, 2009).

Terdapat banyak perubahan fisiologis yang normal pada lansia. Perubahan ini tidak bersifat patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit. Perubahan terjadi terus menerus seiring usia. Perubahan spesifik pada lansia dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor, dan lingkungan. Perawat harus mengetahui proses perubahan normal tersebut sehingga dapat memberikan pelayanan tepat dan membantu adaptasi lansia terhadap perubahan. Salah satunya adalah perubahan neurologis. Akibat penurunan jumlah neuron fungsi neurotransmitter juga berkurang. Lansia sering


(13)

mengeluh meliputi kesulitan untuk tidur, kesulitan untuk tetap terjaga, kesulitan untuk tidur kembali tidur setelah terbangun di malam hari, terjaga terlalu cepat, dan tidur siang yang berlebihan. Masalah ini diakibatkan oleh perubahan terkait usia dalam siklus tidur-terjaga (Potter & Perry 2009).

Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur. Diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karena tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit juga pada saat tidur tubuh mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan (Suyono, 2008). Kesempatan untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan makan, aktivitas, maupun kebutuhan dasar lainnya. Istirahat yang cukup dapat mempengaruhi kondisi fisik, psikis dan sosial lansia. Setiap individu membutuhkan istirahat dan tidur untuk memulihkan kembali kesehatannya (Tarwoto Wartonah, 2006).

Keragaman dalam perilaku istirahat dan tidur lansia adalah umum. Pada kenyataannya jumlah kebutuhan istirahat setiap individu relatif tidak sama. Sebagian lansia menghabiskan waktu yang cukup lama untuk istirahat, namun terdapat sebagian kecil lansia yang menghabiskan waktunya untuk beraktivitas sehingga waktu yang dipergunakan untuk beristirahat menjadi berkurang. Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk memperoleh istirahat dan tidur yang cukup. Dalam kesehatan komunitas dan rumah, perawat membantu klien mengembangkan perilaku yang kondusif terhadap istirahat dan relaksasi. Pada tatanan pelayanan kesehatan perawat meningkatkan istirahat dengan


(14)

menggunakan tindakan untuk mengontrol fisik klien dengan mengubah faktor yang membuat stres di lingkungan (Potter & Perry 2009).

Keluhan tentang kesulitan istirahat dan tidur waktu malam seringkali terjadi pada lansia. Sebagai contoh, seorang lansia yang mengalami arthritis mempunyai kesulitan tidur akibat nyeri sendi. Kecenderungan untuk tidur siang kelihatannya meningkat secara progresif dengan bertambahnya usia. Peningkatan waktu siang hari yang dipakai untuk tidur dapat terjadi karena seringnya terbangun pada malam hari. Dibandingkan dengan jumlah waktu yang dihabiskan di tempat tidur, waktu yang dipakai tidur menurun sejam atau lebih. Perubahan pola tidur pada lansia disebabkan perubahan SSP yang mempengaruhi pengaturan tidur. Kerusakan sensorik, umum dengan penuaan, dapat mengurangi sensivitas terhadap waktu yang mempertahankan irama sirkadian (Potter & Perry, 2006).

Menurut data yang diperoleh sebelumnya, terdapat sekitar 160 orang lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui bagaimana pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Sehingga hal ini dapat membantu perawat dalam memotivasi lansia dan memfasilitasi lansia tersebut dalam memenuhi kebutuhan istirahat tidurnya.


(15)

2. Rumusan masalah

Berdasarkan masalah yang ada dapat dirumuskan pertanyaan penelitian “Bagaimana Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan?”

3. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

4. Manfaat penelitian

4.1. Institusi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan dalam menambah pengetahuan mahasiswa di bidang mata kuliah keperawatan gerontik, khususnya pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia.

4.2. Pengelola Panti Werdha

Membantu memberikan pelayanan yang optimal kepada lansia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

4.3. Bagi Lansia

Mendapatkan pelayanan yang adekuat mengenai pemenuhan kebutuhan istirahat tidur.


(16)

4.4. Sebagai dasar penelitian selanjutnya.

Hasil penelitian ini berguna dalam menambah pengalaman peneliti dan dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Lansia

1.1. Pengertian Lansia

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).

Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009).

Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia) dimulai pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan batas minimal untuk kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih menganggap dirinya berada pada masa usia pertengahan. Usia kronologis biasanya tidak memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan penuaan lansia. Setiap orang menua dengan cara yang berbeda-beda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia adalah unik, oleh karena itu perawat harus memberikan pendekatan yang berbeda antara satu lansia dengan lansia lainnya (Potter & Perry, 2009).


(18)

1.2. Batasan Umur Lanjut Usia

Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:

a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.

b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.

c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.

d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).

1.3. Klasifikasi Lansia

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan Depkes RI (2003) dalam Maryam dkk (2009) yang terdiri dari : pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih


(19)

dengan masalah kesehatan, lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa, lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

1.4. Karakteristik Lansia

Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan), kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif, lingkungan tempat tinggal bervariasi (Maryam dkk, 2008).

1.5. Tipe Lansia

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho 2000 dalam Maryam dkk, 2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut.

Tipe arif bijaksana. Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

Tipe mandiri. Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

Tipe tidak puas. Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.


(20)

Tipe pasrah. Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.

Tipe bingung. Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe independen (ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).

1.6. Proses Penuaan

Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang kompleks multidimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem. (Stanley, 2006).

Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan (Maryam dkk, 2008).

Aging process atau proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan (gradual) kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti serta mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap cedera, termasuk adanya infeksi. Proses


(21)

penuaan sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh ‘mati’ sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batasan yang tegas, pada usia berapa kondisi kesehatan seseorang mulai menurun. Setiap orang memiliki fungsi fisiologis alat tubuh yang sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak fungsi tersebut maupun saat menurunnya. Umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia (Mubarak, 2009).

Pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah, baik secara biologis, mental, maupun ekonomi. Semakin lanjut usia seseorang, maka kemampuan fisiknya akan semakin menurun, sehingga dapat mengakibatkan kemunduran pada peran-peran sosialnya (Tamher, 2009). Oleh karena itu, perlu perlu membantu individu lansia untuk menjaga harkat dan otonomi maksimal meskipun dalam keadaan kehilangan fisik, sosial dan psikologis (Smeltzer, 2001).

1.7. Teori-Teori Proses Penuaan

Menurut Maryam, dkk (2008) ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu : teori biologi, teori psikologi, teori sosial, dan teori spiritual.

1.7.1. Teori biologis

Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow theory, teori stres, teori radikal bebas, dan teori rantai silang.


(22)

Teori genetik dan mutasi. Menurut teori genetik dan mutasi, semua terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.

Immunology slow theory. Menurut immunology slow theory, sistem imun

menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.

Teori stres. Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres yang menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.

Teori radikal bebas. Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi.

Teori rantai silang. Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas kekacauan, dan hilangnya fungsi sel.

1.7.2. Teori psikologi

Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Adanya penurunan dan intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan berinteraksi.


(23)

Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan. Dengan adanya penurunan fungsi sistem sensorik, maka akan terjadi pula penurunan kemampuan untuk menerima, memproses, dan merespons stimulus sehingga terkadang akan muncul aksi/reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada.

1.7.3. Teori sosial

Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori interaksi sosial (social exchange theory), teori penarikan diri (disengagement theory), teori aktivitas (activity theory), teori kesinambungan (continuity theory), teori perkembangan (development theory), dan teori stratifikasi usia (age stratification theory).

a. Teori interaksi sosial. Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Pada lansia, kekuasaan dan prestasinya berkurang sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah.

b. Teori penarikan diri. Teori ini menyatakan bahwa kemiskinan yang diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya.

c. Teori aktivitas. Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang dilakukan.

d. Teori kesinambungan. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat


(24)

merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah meskipun ia telah menjadi lansia.

e. Teori perkembangan. Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai positif ataupun negatif. Akan tetapi, teori ini tidak menggariskan bagaimana cara menjadi tua yang diinginkan atau yang seharusnya diterapkan oleh lansia tersebut.

f. Teori stratifikasi usia. Keunggulan teori stratifikasi usia adalah bahwa pendekatan yang dilakukan bersifat deterministik dan dapat dipergunakan untuk mempelajari sifat lansia secara kelompok dan bersifat makro. Setiap kelompok dapat ditinjau dari sudut pandang demografi dan keterkaitannya dengan kelompok usia lainnya. Kelemahannya adalah teori ini tidak dapat dipergunakan untuk menilai lansia secara perorangan, mengingat bahwa stratifikasi sangat kompleks dan dinamis serta terkait dengan klasifikasi kelas dan kelompok etnik.

1.7.4. Teori spiritual

Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan.

1.8. Tugas Perkembangan Lansia

Lansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi seiring penuaan. Waktu dan durasi perubahan ini bervariasi pada tiap individu, namun seiring penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi tubuh


(25)

akan terjadi. Perubahan ini tidak dihubungkan dengan penyakit dan merupakan perubahan normal. Adanya penyakit terkadang mengubah waktu timbulnya perubahan atau dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari.

Adapun tugas perkembangan pada lansia dalam adalah : beradaptasi terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisik, beradaptasi terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan, beradaptasi terhadap kematian pasangan, menerima diri sebagai individu yang menua, mempertahankan kehidupan yang memuaskan, menetapkan kembali hubungan dengan anak yang telah dewasa, menemukan cara mempertahankan kualitas hidup (Potter & Perry, 2009).

2. Kebutuhan

2.1. Defenisi Kebutuhan

Menurut Maslow (2008) kebutuhan adalah sesuatu yang diperlukan oleh manusia sehingga dapat mencapai kesejahteraan, sehingga bila ada di antara kebutuhan tersebut yang tidak terpenuhi maka manusia akan merasa tidak sejahtera atau kurang sejahtera. Dapat dikatakan bahwa kebutuhan adalah suatu hal yang harus ada, karena tanpa itu hidup kita menjadi tidak sejahtera atau setidaknya kurang sejahtera ( Safrila, 2008).

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan dasar manusia adalah seperti makanan, air, keamanan, dan cinta yang merupakan hal yang paling penting untuk bertahan hidup dan kesehatan. Walaupun setiap orang mempunyai sifat tambahan, kebutuhan yang unik, setiap


(26)

orang mempunyai kebutuhan dasar manusia yang sama. Besarnya kebutuhan dasar yang terpenuhi menentukan tingkat kesehatan dan posisi pada rentang sehat-sakit (Potter & Perry, 2005).

2.2. Ciri-Ciri Kebutuhan

Manusia memiliki kebutuhan dasar bersifat heterogen. Setiap orang pada dasarnya memiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena terdapat perbedaan budaya, maka kebutuhan tersebut pun ikut berbeda. Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Lalu jika gagal memenuhi kebutuhannya, manusia akan berpikir lebih keras dan bergerak untuk berusaha mendapatnya (Hidayat, 2009).

2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan

Menurut Hidayat (2009) Kebutuhan dasar manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor berikut:

a. Penyakit. Adanya penyakit dalam tubuh dapat menyebabkan perubahan pemenuhan kebutuhan, baik secara fisiologis maupun psikologis, karena beberapa fungsi organ tubuh memerlukan pemenuhan kebutuhan lebih besar dari biasanya.

b. Hubungan keluarga. Hubungan keluarga yang baik dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling percaya, merasakan kesenangan hidup, tidak ada rasa curiga, dan lain-lain.

c. Konsep diri. Konsep diri manusia memiliki peran dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Konsep diri yang positif memberikan makna dan keutuhan (wholeness) bagi seseorang. Konsep diri yang sehat menghasilkan perasaan


(27)

positif terhadap diri. Orang yang merasakan positif tentang dirinya akan mudah berubah, mudah mengenali kebutuhan dan mengembangkan cara hidup yang sehat, sehingga mudah memenuhi kebutuhan dasarnya.

d. Tahap perkembangan. Sejalan dengan meningkatnya usia, manusia mengalami perkembangan. Setiap tahap perkembangan tersebut memilki kebutuhan yang berbeda, baik kebutuhan biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual, mengingat berbagai fungsi organ tubuh juga mengalami proses kematangan dengan aktivitas yang berbeda.

3. Istirahat Tidur

3.1. Pengertian Istirahat Tidur

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi oleh semua orang. Dengan istirahat dan tidur yang cukup, tubuh baru dapat berfungsi secara optimal. Istirahat dan tidur sendiri memiliki makna yang berbeda pada setiap individu (Mubarak, 2007).

Istirahat tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda. Tidur merupakan kondisi tidak sadar di mana individu dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensori yang sesuai (Guyton, 1986), atau juga dapat dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang, dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang


(28)

bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respons terhadap rangsangan dari luar (Hidayat, 2006).

3.2. Karakteristik Istirahat

Terdapat beberapa karakteristik dari istirahat. Misalnya, Narrow (1967) yang dikutip oleh Perry dan Potter 1993 mengemukakan enam karakteristik yang berhubungan dengan istirahat, di antaranya: merasakan bahwa segala sesuatu dapat diatasi, merasa diterima, mengetahui apa yang sedang terjadi, bebas dari gangguan ketidaknyamanan, mempunyai sejumlah kepuasan terhadap aktivitas yang mempunyai tujuan, mengetahui adanya bantuan sewaktu memerlukan (Hidayat, 2006).

Kebutuhan istirahat dapat dirasakan apabila karakteristik tersebut di atas dapat terpenuhi. Hal ini dapat dijumpai apabila pasien merasakan segala kebutuhannya dapat diatasi dan adanya pengawasan maupun penerimaan dari asuhan keperawatan yang diberikan sehingga dapat memberikan kedamaian. Apabila pasien tidak merasakan enam kriteria tersebut di atas, maka kebutuhan istirahatnya masih belum terpenuhi sehingga diperlukan tindakan keperawatan yang dapat meningkatkan terpenuhinya kebutuhan istirahat dan tidur, misalnya mendengarkan secara hati-hati tentang kekhawatiran personal pasien dan mencoba meringankannya jika memungkinkan (Hidayat, 2006).

Pasien yang mempunyai perasaan tidak diterima tidak mungkin dapat beristirahat dengan tenang. Oleh sebab itu, perawat harus sensitif terhadap kekhawatiran atau masalah yang dialami pasien. Pengenalan pasien terhadap apa yang akan terjadi adalah keadaan lain yang penting agar dapat beristirahat. Adanya ketidaktahuan akan menimbulkan kecemasan dengan tingkat yang


(29)

berbeda-beda dan dapat menimbulkan gangguan pada istirahat pasien sehingga perawat harus membantu memberikan penjelasan kepada pasiennya. Agar pasien merasa diterima dan mendapatkan kepuasan, maka pasien harus dilibatkan dalam melaksanakan berbagai aktivitas yang mempunyai tujuan sehingga pasien merasa dihargai tentang kompetensi yang ada pada dirinya. Pasien akan merasa aman jika mengetahui bahwa ia akan mendapat bantuan yang sesuai dengan yang diperlukannya. Pasien yang merasa terisolasi dan kurang mendapat bantuan tidak akan dapat istirahat, sehingga perawat harus dapat menciptakan suasana agar pasien tidak merasa terisolasi dengan cara melibatkan keluarga dan teman-teman pasien. Keluarga dan teman-teman pasien dapat meningkatkan kebutuhan istirahat pasien dengan cara membantu pasien dalam tugas sehari-hari dan dalam mengambil keputusan yang sulit (Hidayat, 2006).

3.3. Kondisi Untuk Istirahat yang Cukup

Dalam memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur dibutuhkan kondisi yang yang cukup agar kebutuhan istirahat dan tidur tersebut dapat dipenuhi. Adapun kondisi untuk istirahat yang cukup menurut Potter & Perry (2006) adalah sebagai berikut:

a. Kenyaman fisik antara lain : eliminasi sumber-sumber yang mengiritasi kulit, kontrol sumber nyeri, kontrol suhu ruangan, pertahankan kesejajaran anatomis yang tepat atau posisi yang sesuai, pindahkan distraksi lingkungan, sediakan ventilasi yang cukup.

b. Bebas dari kecemasan dengan cara buat keputusan sendiri, berpartisipasi di dalam pelayanan kesehatan, praktikkan aktivitas yang mengistirahatkan secara teratur, mengetahui bahwa lingkungan aman.


(30)

c. Tidur yang cukup sehingga memperoleh jumlah jam tidur yang dibutuhkan untuk merasa segar kembali dengan mengikuti kebiasaan hygiene yang baik sebelum tidur.

3.4. Fisiologi Tidur

Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur. Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam mensensefalon dan bagian atas pons. Selain itu, reticular activating system (RAS) dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangasangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, kemungkinan disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu bulbar synchoronizing regional (BSR), sedangkan bangun tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima dipusat otak dan sistem limbik. Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2006).

3.5. Fungsi Dan Tujuan Tidur

Tidur diyakini bahwa dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional, kesehatan, mengurangi stres pada paru, kardiovaskular,


(31)

endokrin, dan lain-lain. Energi disimpan selama tidur, sehingga dapat diarahkan kembali pada fungsi seluler yang penting. Secara umum terdapat dua efek fisiologis dan tidur; pertama, efek pada sistem saraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan diantara berbagai susunan saraf; dan kedua, efek pada struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh karena selama tidur terjadi penurunan (Hidayat, 2006).

3.6. Kebutuhan Tidur

Kebutuhan tidur pada manusia bergantung pada tingkat perkembangan. Berikut ini tabel merangkum kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia (Hidayat, 2006).

Table 1. Kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia

Usia Tingkat Perkembangan Jumlah Kebutuhan Tidur 0-1 bulan Masa neonates 14-18 jam/hari

1 bulan-18 bulan Masa bayi 12-14 jam/hari 18 bulan-3 tahun Masa anak 11-12 jam/hari 3 tahun-6 tahun Masa prasekolah 11 jam/hari 6 tahun-12 tahun Masa sekolah 10 jam/hari 12 tahun-18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari 18 tahun-40 tahun Masa dewasa muda 7-8 jam/hari 40 tahun-60 tahun Masa paruh baya 7 jam/hari 60 tahun ke atas Masa dewasa tua 6 jam/hari


(32)

3.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Istirahat Tidur

Pemenuhan kebutuhan istirahat tidur setiap orang berbeda-beda. Ada yang kebutuhannya terpenuhi dengan baik. Ada pula yang mengalami gangguan kualitas dan kuantitas istirahat dan tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur sesuai dengan kebutuhannya. Menurut Asmadi (2008) di antara faktor yang dapat mempengaruhinya adalah:

a. Status kesehatan. Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan ia dapat tidur dengan nyenyak. Tetapi pada orang yang sakit dan rasa nyeri, maka kebutuhan istirahat tidurnya tidak dapat dipenuhi dengan baik sehingga ia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Misalnya, pada klien yang menderita gangguan pada sistem pernapasan. Dalam kondisinya yang sesak napas, maka seseorang tidak mungkin dapat istirahat dan tidur.

b. Lingkungan. Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk istirahat dan tidur. Pada lingkungan yang tenang memungkinkan seseorang akan istirahat dan tidur dengan tenang. Sebaliknya lingkungan yang ribut, bising dan gaduh akan menghambat seseorang untuk istirahat dan tidur. c. Stres psikologis. Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada

frekuensi istirahat dan tidur. Hal ini disebabkan karena pada kondisi cemas akan meningkatkan norepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini akan mengurangi tahap IV NREM dan REM.

d. Diet. Makanan yang banyak mengandung L-Triptofan seperti keju, susu, daging, dan ikan tuna dapat menyebabkan seseorang mudah tidur. Sebaliknya, minuman yang mengandung kafein maupun alkohol akan mengganggu tidur.


(33)

e. Gaya hidup. Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan tingkat menengah orang dapat tidur dengan nyenyak. Sedangkan pada kelelahan yang berlebihan akan menyebabkan periode tidur REM lebih pendek.

f. Obat-obatan. Obat-obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek menyebabkan tidur, ada pula yang sebaliknya mengganggu tidur.

Selain faktor-faktor di atas, motivasi juga dapat mempengaruhi kebutuhan istirahat dan tidur. Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur, yang dapat memengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur (Hidayat, 2006).

3.8. Tahapan Tidur

Normal tidur dibagi menjadi dua yaitu nonrapid eye movement (NREM) dan rapid eye movement (REM). Selama masa NREM seseorang terbagi menjadi empat tahapan dan memerlukan kira-kira 90 menit sebelum tidur berakhir. Tahapan-tahapan tidur tersebut menurut Tarwoto dan Wartonah (2006) adalah sebagai berikut:

a. Tahapan tidur NREM terdiri dari :

1) NREM tahap 1 ditandai dengan tingkat transisi, merespon cahaya, berlangsung beberapa menit, mudah terbangun dengan rangsangan, aktivitas fisik menurun, tanda vital dan metabolisme menurun, bila terbangun terasa sedang bermimpi.


(34)

2) NREM tahap II ditandai dengan periode suara tidur, mulai relaksasi otot, berlangsung 10-20 menit, fungsi tubuh berlangsung lambat, dapat dibangunkan dengan mudah.

3) NREM tahap III ditandai dengan awal tahap dari keadaan tidur nyenyak, sulit dibagunkan, relaksasi otot menyeluruh, tekanan darah menurun, berlangsung 15-30 menit.

4) NREM tahap IV ditandai dengan tidur nyenyak, sulit untuk dibangunkan, butuh stimulus intensif, untuk restorasi dan istirahat, tonus otot menurun, sekresi lambung menurun, gerak bola mata cepat.

b. Tahapan tidur REM

1) Lebih sulit dibangunkan dibandingkan dengan tidur NREM.

2) Pada orang dewasa normal REM yaitu 20-25% dari tidur malamnya. 3) Jika individu terbangun pada tidur REM maka biasanya terjadi mimpi. 4) Tidur REM penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan

dalam belajar, memori, dan adaptasi.

Pola tidur normal pada usia tua adalah tidur ± 6 jam/hari, tahap REM 20-25%, tahap NREM menurun dan kadang-kadang absen, sering terbangun pada malam hari (Tarwoto & Wartonah, 2006).

Selama penuaan, pola tidur mengalami perubahan-perubahan yang khas yang membedakannya dari orang-orang yang lebih muda. Perubahan-perubahan tersebut mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari, dan peningkatan tidur siang. Jumlah waktu yang dihabiskan untuk tidur yang lebih dalam juga menurun. Terdapat suatu hubungan antara peningkatan terbangun selama tidur


(35)

dengan jumlah total waktu yang dihabiskan untuk terjaga di malam hari (Stanley, 2006).

3.9. Gangguan Tidur

Ada beberapa gangguan yang terjadi pada saat tidur. Menurut Tarwoto & Wartonah (2006) gangguan yang terjadi saat tidur adalah sebagai berikut:

a. Insomnia. Insomnia adalah ketidakmampuan memperoleh secara cukup kualitas dan kuantitas tidur. Ada 3 macam insomnia yaitu Intial Insomnia adalah ketidakmampuan untuk tidur tidak ada, Intermittent Insomnia merupakan ketidakmampuan untuk tetap mempertahankan tidur sebab sering terbangun, dan Terminal Insomnia adalah bangun lebih awal tetapi tidak pernah tertidur kembali. Penyebab insomnia adalah ketidakmampuan fisik, kecemasan, dan kebiasaan minum alkohol dalam jumlah banyak.

b. Hipersomnia. Berlebihan jam tidur pada malam hari, lebih dari 9 jam, biasanya disebabkan oleh depresi, kerusakan saraf tepi, beberapa penyakit ginjal, liver, dan metabolisme.

c. Parasomnia. Parasomnia merupakan sekumpulan penyakit yang mengganggu tidur anak seperti samnohebalisme (tidur sambil berjalan).

d. Narcolepsi. Suatu keadaan/kondisi yang di tandai oleh keinginan yang tidak terkendali untuk tidur. Gelombang otak penderita pada saat tidur sama dengan orang yang sedang tidur normal, juga tidak terdapat gas darah atau endoktrin. e. Apnoe tidur dan mendengkur. Mendengkur tidak dianggap sebagai gangguan

tidur, namun bila disertai apnoe maka bisa menjadi masalah. Mendengkur disebabkan oleh adanya rintangan pengeluaran udara di hidung dan mulut,


(36)

misalnya amandel, adenoid, otot-otot di belakang mulut mengendor dan bergetar. Periode apnoe berlangsung selama 10 detik sampai 3 menit.

f. Mengigau. Hampir semua orang pernah mengigau, hal itu terjadi sebelum tidur REM.

Gangguan pola tidur secara umum merupakan suatu keadaan di mana individu mengalami atau mempunyai risiko perubahan dalam jumlah dan kualitas pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyaman atau mengganggu gaya hidup yang diinginkan (Carpenito, LJ 1995). Penyebab dari gangguan pola tidur ini antara lain kerusakan transport oksigen, gangguan metabolisme, kerusakan eliminasi, pengaruh obat, immobilitas, nyeri pada kaki, takut operasi, faktor lingkungan yang menggangu dan lain-lain. (Hidayat, 2006).


(37)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka dalam penelitian ini menggunakan kerangka konsep berdasarkan proses sistem yaitu, masukan (input), proses, keluaran (output) yang menggambarkan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang dialami lansia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

Dalam penelitian ini akan diuraikan sebagai input adalah masalah-masalah yang dialami lansia dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidurnya, dan faktor-faktor yang mempengaruhi istirahat dan tidur sebagai prosesnya sehingga akan diperoleh output bagaimana kategori penilaian pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan tersebut.


(38)

Skema 1. Kerangka konsep pemenuhan kebutuhan istirahat tidur lansia.

Kerangka penelitian menggambarkan bahwa pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi istirahat tidur yaitu penyakit, latihan dan kelelahan, stres psikologis, obat, nutrisi, lingkungan. Variabel yang diteliti adalah variabel pemenuhan kebutuhan lansia terhadap istirahat tidur meliputi baik, cukup, atau kurang.

Kategori penilaian pemenuhan kebutuhan istirahat tidur.

- Baik - Cukup - Kurang Pemenuhan kebutuhan

istirahat tidur pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

Faktor-faktor yang mempengaruhi istirahat tidur : - Status kesehatan - Lingkungan - Stres Psikologis - Diet

- Gaya hidup - Obat-obatan


(39)

2. Definisi Konseptual dan Operasional 2.1. Kebutuhan

2.1.1. Definisi Konseptual

Kebutuhan adalah sesuatu yang diperlukan oleh manusia sehingga dapat mencapai kesejahteraan, sehingga bila ada di antara kebutuhan tersebut yang tidak terpenuhi maka manusia akan merasa tidak sejahtera atau kurang sejahtera. Dapat dikatakan bahwa kebutuhan adalah suatu hal yang harus ada, karena tanpa itu hidup kita menjadi tidak sejahtera atau setidaknya kurang sejahtera (Maslow, 2008).

2.1.2 Definisi Operasional :

Kebutuhan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan oleh lansia dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur bagi lansia itu sendiri.

2.2. Istirahat Tidur

2.2.1 Definisi Konseptual :

Istirahat tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing meyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda (Hidayat, 2006).

2.2.2. Definisi Operasional :

Istirahat tidur adalah salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Disaat istirahat dan tidur individu dalam keadaan relatif tidak sadar. Dengan lingkungan yang tenang dan nyaman manusia dapat memenuhi kebutuhan istirahat dan tidurnya. Selain itu istirahat dan tidur ini juga akan terpenuhi jika


(40)

individu dalam keadaan tidak mempunyai penyakit, tidak mengalami kelelahan, tidak mengalami stres psikologis, tidak sedang mengkonsumsi obat yang bisa mempercepat waktu untuk istirahat dan tidur ataupun obat yang memperlambat waktu untuk istirahat dan tidur, dan nutrisinya terpenuhi untuk istirahat dan tidur.


(41)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Desain ini digunakan untuk mengidentifikasi pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia. Pada penelitian ini tidak ada intervensi yang dilakukan pada kelompok yang akan diteliti.

2. Populasi, Sampel Penelitian, dan Teknik Sampling

2.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan yang berjumlah 160 orang.

2.2. Sampel

Menurut Arikunto (2002) bila terdapat populasi lebih dari 100 maka pengambilan sampel 10-15% atau 20-25% dari total populasi. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti mengambil sampel 25% dari total populasi, jadi sampel yang diambil dalam penelitian ini 40 orang lansia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan tahun 2011.

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Lanjut usia yang berumur 60 tahun keatas.

2) Belum mengalami demensia.

3) Orientasi orang, tempat dan waktu baik. 4) Bersedia menjadi responden penelitian.


(42)

2.3. Teknik Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat dapat mewakili populasi (Nursalam, 2009). Dalam penelitian ini, teknik sampling yang akan digunakan adalah purposive sampling. Pemilihan sampel dengan cara ini merupakan jenis non-probability yaitu untuk tujuan tertentu yang didapatkan dengan menentuan kriteria. Apabila dijumpai sesuai dengan kriteria maka langsung jadikan sampel. Setiap elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang tidak sama untuk menjadi sampel.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan yang beralamat di jalan Perintis Kemerdekaan Binjai. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - April 2011. Adapun alasan pemilihan lokasi karena panti werdha ini merupakan panti werdha milik pemerintah dibawah koordinasi Dinas Sosial dengan kapasitas jumlah lanjut usia yang cukup besar sehingga memungkinkan untuk mendapatkan sampel yang memadai sesuai dengan kriteria penelitian. Selain itu di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan belum pernah dilakukan penelitian mengenai pemenuhan kebutuhan istirahat tidur bagi lansia.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti dinyatakan lulus dalam ujian proposal penelitian dan mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan USU, selanjutnya mengirim surat permohonan untuk mendapatkan izin dari Dinas Sosial Propinsi Sumatera Utara dan akhirnya mengirim surat izin tersebut ke


(43)

pimpinan UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

Setelah mendapatkan izin dari pimpinan UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan peneliti memulai pengumpulan data, lembar persetujuan diberikan kepada calon responden yang akan diteliti, kemudian peneliti menjelaskan maksud, tujuan, prosedur penelitian. Calon responden diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan kemudian peneliti akan menanyakan kesediaan menjadi responden dengan menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Jika calon responden menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama lengkap tetapi hanya mencantumkan inisial nama responden atau memberi kode pada masing-masing lembar kuesioner. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian. Selama proses pengambilan data tidak menimbulkan sakit secara fisik dan tekanan psikologis pada responden yang akan diteliti dan tidak ada efek yang merugikan bagi tindakan asuhan keperawatan.

5. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, penelitian menggunakan alat pengumpulan data berupa kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada konsep dan tinjauan teoritis. Kuesioner penelitian terdiri atas 2 bagian, yaitu kuesioner data demografi lanjut usia yang meliputi : jenis kelamin, pendidikan, suku, umur, lama menghuni panti werdha, aktivitas mengisi waktu luang dipanti, agama, dan kuesioner pernyataan untuk pemenuhan kebutuhan


(44)

istirahat tidur berjumlah 18 pernyataan yang terdiri dari 9 (no. 1, 2, 4, 6, 9, 11, 12, 16, 17, 18,) pernyataan positif dan 9 pernyataan negatif (no. 3, 5, 7, 8, 10, 13, 14, 15, 16).

Untuk pernyataan positif apabila dijawab “ya” akan diberi nilai 1, dan jawaban “tidak” akan diberi nilai 0. Untuk pernyataan negatif apabila responden menjawab “tidak” diberi nilai 1 sedangkan responden yang menjawab “ya” diberi nilai 0. Nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 18. Sedangkan nilai terendah adalah 0. Data kebutuhan istirahat tidur yang dibutuhkan untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia dimasukkan kedalam standar kriteria objektif yaitu: baik (13-18), cukup (7-12), dan kurang (0-6).

6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument (Arikunto, 2006). Uji validitas instrumen bertujuan untuk mengetahui kemampuan instrumen untuk mengukur apa yang diukur (Notoatmojo, 2005). Uji validitas isi dilakukan oleh ahli dalam penellitian ini yaitu dosen keperawatan gerontik USU. Dilakukan dengan mengajukan kuesioner dan proposal penelitian kepada penguji validitas kemudian dikoreksi. Setelah dikoreksi pernyataan yang tidak valid diganti langsung oleh penguji validitas.

Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukurannya dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Sugiono (2002) berpendapat bahwa instrumen dikatakan realiabel adalah instrumen yang jika digunakan beberapa kali dalam waktu yang berbeda untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Uji reliabilitas ini dilakukan terhadap


(45)

10 orang lansia yang bukan termasuk dalam sampel di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan dan data tersebut diolah menggunakan program komputerisasi dengan analisa KR_20, alasan peneliti menggunakan koefisien KR_20 karena bentuk pertanyaan pada skor dikotomi dan dengan jumlah pertanyaan genap.

Setelah dilakukan uji reliabilitas dengan KR_20, diperoleh 0,8 untuk kuesioner pemenuhan kebutuhan istirahat tidur lansia. Hal ini dapat diterima untuk instrument yang baru sesuai dengan pendapat Arikunto (2000) bahwa suatu instrument yang baru akan reliable jika memiliki nilai reliabilitas lebih dari 0,632.

7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden untuk mengidentifikasi pemenuhan kebutuhan istirahat tidur bagi lansia.

Prosedur pengambilan data yang digunakan dengan cara:

1. Mengajukan surat permohonan izin melakukan penelitian pada institusi Fakultas Keperawatan USU.

2. Mengajukan surat permohonan izin kemudian melaksanakan penelitian di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

3. Setelah mendapat izin kemudian melaksanakan pengumpulan data penelitian bekerjasama dengan pegawai panti untuk mengetahui klien yang memenuhi kriteria.

4. Responden yang tidak termasuk dalam kriteria penelitian tidak akan diikutsertakan dalam data penelitian.


(46)

5. Menjelaskan kepada calon responden mengenai tujuan dan manfaat penelitian.

6. Meminta persetujuan calon responden untuk menjadi responden dengan menandatangani inform consent.

7. Mengidentifikasi pemenuhan kebutuhan istirahat tidur dengan menggunakan kuesioner selama 15 menit.

8. Sewaktu pengisian kuesioner responden dibantu oleh peneliti dengan melakukan wawancara.

9. Kuesioner diambil langsung oleh peneliti dan data yang telah terkumpul kemudian diolah/ dianalisa.

8. Analisa Data

Analisa data penelitian dilakukan dengan menempuh tahapan yang dimulai dari persiapan berupa mengecek kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah terisi. Data yang diperoleh diidentifikasi dengan mentabulasi data yang telah terkumpul. Selanjutnya data diolah dengan program komputerisasi SPSS dalam uji deskriptif untuk mengetahui frekuensi, presentasi, mean dan strandar deviasi untuk data demografi, kuesioner pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur pada lansia.


(47)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

1. Hasil Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2011 di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan, dengan jumlah responden 40 orang. Adapun data-data yang diperoleh sebagai berikut:

1.1 Data Demogarafi Responden

Berdasarkan data yang diperoleh, responden paling banyak adalah berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 21 responden (52,5%). Berdasarkan tingkat pendidikan, diperoleh data bahwa pendidikan responden terbanyak adalah SD yaitu 22 responden (55%). Berdasarkan sukunya, responden di dominasi oleh suku Jawa yaitu 23 responden (57,5%). Berdasarkan umur, responden berada dalam kelompok umur 60-74 tahun yaitu 20 responden (50%). Berdasarkan lamanya menghuni panti werdha, sebanyak 24 responden (60%) menghuni panti werdha selama 0-5 tahun. Berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk mengisi waktu luang di panti werdha, sebagian besar responden tidak bekerja setelah menghuni panti werdha yaitu 29 responden (72,5%). Berdasarkan agama, sebagian besar responden beragama islam yaitu 38 responden (95%).

Hasil penelitian tentang karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(48)

Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Seluruh lansia yang menjadi responden (n = 40)

Data Demografi Frekuensi Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki 19 47,5%

Perempuan 21 52,5%

Pendidikan

Tidak Sekolah 12 30%

SD 22 55%

SMP 1 2,5%

SMA 3 7,5%

Pendidikan Tinggi 2 5%

Suku

Batak 12 30%

Melayu 3 7,5%

Jawa 23 57,5%

Minang 2 5%

Umur

60-74 tahun 20 50%

75-90 tahun 18 45%

90 tahun ke atas 2 5%

Lama menghuni panti werdha

0-5 tahun 24 60%

6-10 tahun 10 25%

Lebih dari 10 tahun 6 15%

Aktivitas sehari-hari mengisi waktu luang di panti werdha

Bercocok tanam 9 22,5%

Beternak 0 0

Tidak bekerja 29 72,5%


(49)

Agama

Islam 38 95%

Kristen 2 5%

Hindu 0 0

Budha 0 0

1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur

Pada penelitian ini ditemukan bahwa seluruh responden menyatakan tidur itu merupakan salah satu kebutuhan yang penting dalam hidupnya yaitu 40 responden (100%), mayoritas responden juga menyatakan waktu tidurnya selama ini sudah cukup yaitu dengan jumlah responden 32 responden (80%), responden tidak membutuhkan waktu tidur dalam 1 hari itu lebih dari 10 jam dengan jumlah 39 responden (97,5%), responden menyatakan jika sedang mengalami kegelisahan maka akan menyebabkan tidak bisa tidur dengan nyaman yaitu dengan jumlah responden 21 responden (52,5%), sebagian besar responden menyatakan jika sedang cemas waktu tidurnya tidak akan bertambah yaitu dengan jumlah 38 responden (95%), saat mengalami kelelahan responden menyatakan tidak bisa tidur dengan nyaman yaitu dengan jumlah 22 responden (55%), responden tidak bisa tidur dengan tenang jika keadaan disekitarnya bising yaitu dengan jumlah 22 responden (55%), sebagian besar responden juga tidak bisa tidur dengan tenang jika keadaan disekitarnya dalam keadaan kotor yaitu dengan jumlah 30 responden (75%), sebagian responden menyatakan tidak dapat tidur pada keadaan suhu yang tidak stabil (terlalu panas atau terlalu dingin) dengan jumlah 28 responden (70%), mayoritas responden menyatakan sering terbangun tengah malam dengan jumlah 36 responden (90%), setelah terbangun tengah malam sebagian besar responden


(50)

masih dapat tidur kembali dengan jumlah 29 responden (72,5%), setelah terbangun tengah malam dan tidur kembali responden menyatakan merasa tidak segar saat bangun pagi harinya dengan jumlah 22 responden (55%), sebagian besar responden menyatakan dapat tidur sebelum jam 12 malam dengan jumlah 38 responden (95%), sebagian besar responden menyatakan sering buang air kecil tengah malam yaitu dengan jumlah 33 responden (82,5%), responden menyatakan badan sering pegal-segal saat bangun pagi hari dengan jumlah 22 responden (55%), sebagian besar responden juga mengatakan tidak pernah mengalami mimpi buruk yaitu dengan jumlah 33 responden (82,5%), sebagian besar responden yaitu 29 responden (72,5%) menyatakan badan akan terasa lemas saat bangun pagi jika waktu tidur yang mereka butuhkan berkurang dari biasanya, responden mengatakan harus melakukan kegiatan yang merilekskan pikiran terlebih dahulu sebelum tidur dengan jumlah 22 responden (55%).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Jawaban Responden dari setiap Pernyataan tentang Istirahat Tidur pada Lansia.

NO PERNYATAAN YA TIDAK

f (%) f (%)

1 Saya merasa tidur salah satu kebutuhan yang

sangat penting dalam hidup saya. 40 (100) 0 (0) 2 Saya merasa selama ini waktu saya untuk

tidur sudah cukup. 32 (80) 8 (20)

3 Saya membutuhkan waktu tidur dalam 1 hari

itu lebih dari 10 jam. 1 (2,5) 39 (97,5) 4 Saya bisa tidur walaupun saya sedang

mengalami kegelisahan. 19 (47,5) 21 (52,5) 5 Waktu tidur saya akan bertambah jika saya

sedang merasa cemas. 2 (5) 38 (95)

6 Saat saya mengalami kelelahan saya dapat


(51)

7 Saya tidak bisa tidur bila disekitar saya

suasananya bising. 22 (55) 18 (45)

8 Saya tidak bisa tidur dengan tenang jika

keadaan disekitar saya kotor. 30 (75) 10 (25) 9

Saya dapat tidur dengan nyaman dengan suhu yang tidak stabil (terlalu panas atau terlalu dingin).

12 (30) 28 (70)

10 Pada saat tidur saya sering terbangun tengah

malam. 36 (90) 4 (10)

11 Setelah saya terbangun pada malam hari

saya masih bisa tertidur kembali. 29 (72,5) 11 (27,5) 12

Walaupun saya terbangun pada malam hari saya merasa segar pada saat bangun pada pagi harinya.

18 (45) 22 (55) 13 Saya tidak bisa tidur sebelum jam 12 malam. 2 (5) 38 (95) 14 Saya sering terbangun tengah malam untuk

buang air kecil. 33 (82,5) 7 (17,5)

15 Pada saat bangun pagi badan saya

pegal-pegal. 22 (55) 18 (45)

16 Saya sering mengalami mimpi buruk saat

tidur. 7 (17,5) 33 (82,5)

17 Badan saya terasa lemas jika waktu tidur

saya kurang. 29 (72,5) 11 (27,5)

18

Saya harus melakukan suatu kegiatan yang membuat saya rileks terlebih dahulu sebelum tidur.

22 (55) 18 (45)

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa sebagian besar responden pemenuhan kebutuhan istirahat tidurnya sudah cukup yaitu sebanyak 28 responden (70%), diikuti dengan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang baik dengan jumlah 10 responden (25%), dan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang kurang berjumlah 2 responden (5%). Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.


(52)

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Persentase Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan (n=40)

Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur Responden

Frekuensi (responden)

Persen (%)

Baik 10 25%

Cukup 28 70%

Kurang 2 5%

2. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa semua responden menyatakan bahwa tidur adalah salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam hidupnya yaitu 40 responden (100%). Tidur merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tidur diperlukan agar tubuh berfungsi dengan baik, sebab banyak sistem dalam tubuh yang harus diistirahatkan dan hal itu hanya dapat dilakukan saat manusia itu tidur (Garliah, 2009). Kesempatan untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan makan, aktivitas, maupun kebutuhan dasar lainnya. Setiap individu membutuhkan istirahat dan tidur untuk memulihkan kembali kesehatannya (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

Berdasarkan data yang diperoleh sebagian besar responden yaitu 32 responden (80%) menyatakan bahwa waktunya untuk tidur sudah cukup. Waktu istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan. Umumnya orang akan merasa segar dan sehat setelah istirahat. Namun, sesuai dengan penelitian Garliah (2009) meskipun tidur merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi kebanyakan orang, ada orang yang merasa sulit tidur pada malam hari. Kurang tidur akan mengakibatkan pengaruh yang negatif pada tubuh, baik dalam jangka


(53)

waktu yang pendek maupun jangka panjang. Hal ini juga berhubungan dengan data demografi mengenai tingkat pendidikan seseorang. Pada penelitian ini pendidikan responden berdasarkan tingkat pendidikan formal adalah mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan SD yaitu 22 responden (55%), dan tingkat pendidikan paling sedikit adalah SMP 1 responden (2,5%). Tingkat pendidikan yang berbeda mempunyai kecenderungan yang tidak sama dalam mengerti terhadap kesehatan mereka, hal ini juga dapat mempengaruhi pengetahuan individu tentang kebutuhan tidur yang baik untuk kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

Berdasarkan data yang diperoleh sebagian besar responden menyatakan tidak membutuhkan waktu lebih dari 10 jam dalam 1 hari untuk tidur yaitu 39 responden (97,5%). Kebutuhan tidur manusia bergantung pada tingkat perkembangannya. Pada penelitian ini menyatakan bahwa mayoritas responden berumur 60-74 tahun yaitu sebanyak 20 responden (50%). Hal ini sesuai dengan angka harapan hidup lansia yang berada pada rentang 65-70 tahun (Efendi, 2009). Pada usia 60 tahun ke atas atau masa dewasa tua, jumlah kebutuhan tidurnya adalah 6 jam/hari. Sebuah penelitian di Amerika Serikat yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas California San Diego bekerjasama dengan perkumpulan masyarakat Kanker Amerika (American Cancer Society) menunjukkan adanya hubungan antara waktu tidur dengan tingkat kematian dipublikasikan tahun 2002 dalam jurnal Archives General Psychiatry, mereka menemukan bahwa seseorang yang tidur antara 6-7 jam sehari memiliki rata-rata tingkat kematian yang rendah (Garliah, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 21 responden (52,5%) menyatakan tidak bisa tidur saat sedang mengalami kegelisahan. Insomnia (penyakit sulit


(54)

tidur) adalah salah satu penyebab terbesar mengapa orang-orang tidak bisa tidur dalam waktu yang seharusnya mereka butuhkan. Penyebab dari insomnia ini bermacam-macam, tetapi stres dan kegelisahan biasanya menjadi alasan utama orang-orang tidak bisa cepat tidur dan tidak bisa tidur dengan lelap. Hubungan antara kegelisahan dan sulit tidur ternyata sangat kuat, dan jika tidak bisa tidur, kemungkinan orang tersebut sedang memikirkan sesuatu (Nina, 2011).

Hasil penelitian menyatakan sebagian besar responden yaitu 38 responden (95%) menyatakan waktu tidurnya tidak akan bertambah jika sedang merasa cemas. Stres psikologis yaitu termasuk cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekuensi istirahat dan tidur. Hal ini disebabkan karena pada kondisi cemas akan meningkatkan norepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini akan mengurangi tahap IV NREM dan REM (Asmadi, 2008).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 22 responden (55%) menyatakan tidak dapat tidur dengan nyaman jika sedang mengalami kelelahan. Ada suatu kepercayaan yang beredar di masyarakat bahwa lansia “santai” dan menghindari aktivitas yang berat. Karena banyak lansia akan merasa kelelahan dan menjalani peran inaktif. Tetapi, aktivitas sebenarnya diperlukan pada masa dewasa akhir. Hal ini didukung data demografi yang menyatakan bahwa sebagian besar responden yaitu 29 responden (72,5%) tidak bekerja untuk mengisi waktu luangnya di panti tersebut. Aktivitas atau pergerakan, istirahat tidur merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Tubuh membutuhkan aktivitas untuk kegiatan fisiologis dan membutuhkan istirahat tidur untuk pemulihannya (Tarwoto dan Wartonah, 2010). Istirahat singkat biasanya bisa mengembalikan tenaga. Gaya hidup seseorang akan mempengaruhi pola


(55)

tidurnya. Kelelahan tingkat menengah, orang dapat tidur dengan nyenyak. Sedangkan pada kelelahan yang berlebihan akan menyebabkan periode tidur REM lebih pendek (Asmadi, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian menyatakan sebanyak 22 responden (55%) tidak dapat tidur jika lingkungan disekitarnya bising. Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk istirahat dan tidur dengan tenang. Lingkungan yang ribut, bising dan gaduh akan menghambat seseorang untuk istirahat dan tidur (Asmadi, 2008). Hal ini berhubungan dengan data demogarafi yang menyatakan bahwa lebih dari setengah responden sudah berada di Panti Werdha tersebut selama 0-5 tahun yaitu 24 responden (60%), dan lebih dari 10 tahun hanya 6 responden (15%). Salah satu kunci agar tidur menjadi lebih baik adalah menciptakan lingkungan yang baik. Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses tidur. Selain itu beradaptasi dengan lingkungan yang baru juga mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur seseorang (Garliah, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden tidak dapat tidur dengan nyaman pada lingkungan yang kotor yaitu 30 responden (75%). Tidur di kamar yang bersih dan nyaman bisa menjadikan tidur kita lebih nyenyak karena kebersihan tempat tidur memengaruhi kualitas tidur seseorang. Faktanya, hasil survei yang dilakukan National Sleep Foundation (NSF) menyebutkan, orang akan mendapatkan pengalaman tidur yang jauh lebih baik ketika ruang tidur mereka berada dalam keadaan nyaman dan bersih (Shelby, 2011).

Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian besar responden yaitu 28 responden (70%) tidak dapat tidur pada suhu yang tidak stabil (terlalu panas/


(56)

terlalu dingin). Sulit untuk menghitung suhu yang paling akurat saat kita tidur. Saat suhu terlalu panas, malah menjadi gelisah kesulitan untuk tidur, saat terlalu dingin juga akan mengalami kesulitan untuk tidur. Individu tidak ingin kepanasan dan juga tidak ingin kedinginan saat tidur. Lebih mudah untuk menuju alam tidur pada suhu dingin. Biasanya suhu tubuh akan menurun pada saat tidur, ia akan mencapai puncak fluktuasinya pada sekitar jam 3-5 pagi hari dan akan kembali normal saat matahari terbit kembali (Lindy, 2010).

Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian besar responden yaitu 36 responden (90%) sering terbangun tengah malam. Pola tidur berubah bersama bertambahnya usia. Tahap ke-3 dan 4 dari siklus tidur adalah tidur yang paling dalam di mana sulit sekali dibangunkan. Tahap tidur dalam ini terjadi dengan frekuensi yang lebih jarang pada lansia. Beberapa kali bangun sering terjadi pada lansia. Hal tersebut meningkatkan keadaan bangun, meskipun singkat, akan menciptakan impresi kurang tidur atau insomnia. Tidur siang hari dan inaktivitas berakibat berkurangnya tidur di malam hari (Brunner & Suddarth, 2001).

Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian besar reponden yaitu 29 responden (72,5%) dapat tidur kembali setelah terbangun tengah malam. Gangguan tidur-bangun dapat disebabkan oleh perubahan fisiologis misalnya pada proses penuaan normal. Riwayat tentang masalah tidur, higiene tidur saat ini, riwayat obat yang digunakan, perlu dievaluasi pada lansia yang mengeluh gangguan tidur. Keluhan gangguan tidur yang sering diutarakan oleh lansia yaitu insomnia, gangguan ritme tidur, dan apnea tidur. Beberapa penelitian mengemukakan setelah terbangun malam hari lanjut usia masih dapat tidur


(57)

kembali. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan (Lyndy, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 22 responden (55%) menyatakan badan mereka terasa tidak segar pada saat bagun pagi karena sering terbangun pada tengah malam. Kurang lebih 40% lansia mengeluh mengalami insomnia. Insomnia adalah keluhan sulit untuk masuk tidur atau sulit mempertahankan tidur (sering terbangun saat tidur) dan bangun terlalu awal serta tetap merasa badan tidak segar meskipun sudah tidur (Wibowo, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden yaitu 38 responden (95%) menyatakan bahwa mereka dapat memulai tidur sebelum jam 12 malam. Meskipun tidur merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi kebanyakan orang, ada orang yang merasa sulit tidur pada malam hari. Lanjut usia biasanya mengalami kesulitan dalam memulai tidurnya terutama jika sedang mengalami gangguan pada kesehatannya. Lansia akan sering terbangun tengah malam, sehingga lansia melakukan kegiatan atau mencari kesibukan pada malam hari (Garliah, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden yaitu 33 responden (82,5%) menyatakan sering terbangun tengah malam untuk buang air kecil (BAK). Sistem gastrointestinal tetap berfungsi secara adekuat pada lansia, meskipun terjadi penurunan massa ginjal akibat kehilangan primer beberapa nefron (Brunner & Suddarth, 2001). Akibat dari ginjal yang mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan glomerulus menurun, dan fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan mengonsentrasi urine ikut menurun (Maryam, 2008).


(58)

Hasil penelitian menyatakan sebanyak 22 responden (55%) menyatakan sering mengalami pegal-pegal. Pegal-pegal saat bangun ini sering terjadi pada bagian kaki. Kaki lansia harus mendapat perhatian khusus. Menipisnya lemak subkutan mengakibatkan hilangnya bantalan pelindung dan membuat kulit lebih peka terrhadap injuri. Berkurangnya pasokan darah sebagai akibat memburuknya peredaran darah mengakibatkan lansia beresiko tinggi terhadap infeksi dan komplikasi (Brunner & Suddart, 2001).

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden yaitu 33 responden (82,5%) tidak pernah mengalami mimpi buruk. Kepercayaan diri menurun, insomnia, juga kondisi biologis yang kesemuanya saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia, sehingga jika ada massalah kesehatan dan masalah jiwa pada lansia maka lansia akan cenderung mengalami mimpi buruk pada saat tidur (Wibowo, 2009).

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden yaitu 29 responden (72,5%) menyatakan badan akan terasa lemas jika kebutuhan tidur mereka berkurang. Bila tidur yang berkualitas tidak terpenuhi, maka seseorang akan jatuh ke dalam kondisi kurang tidur. Keadaan kurang tidur ini harus dianggap sebagai kondisi yang tidak hanya disebabkan karena jumlah tidur yang kurang, akan tetapi mungkin juga disebabkan oleh kualitas tidurnya pun berkurang. Dari segi jumlah jam tidur yang kurang bisa disebabkan karena penyakit yang menyebabkan gangguan tidur. Hal ini menyebabkan badan akan terasa lemas dan tidak bertenaga (Amelia, 2010).


(59)

Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 22 responden (55%) menyatakan harus melakukan aktivitas yang merilekskan pikiran dulu sebelum tidur. Lansia dianjurkan melakukan aktivitas fisik siang hari. Aktivitas tenang dan membaca merupakan alternatif jika tidak bisa tidur. Gejala diatasi secara individual dan sedatif sangat tidak dianjurkan (Brunner & Suddart, 2001).

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa sebagian besar responden pemenuhan kebutuhan istirahat tidurnya sudah cukup yaitu sebanyak 28 responden (70%), diikuti dengan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang baik dengan jumlah 10 responden (25%), dan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang kurang berjumlah 2 responden (5%). Kebutuhan tidur pada manusia bergantung pada tingkat perkembangan. Pada usia 60 tahun ke atas atau masa dewasa tua, jumlah kebutuhan tidurnya adalah 6 jam/hari. Tidur merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tidur diperlukan agar tubuh berfungsi dengan baik, sebab banyak sistem dalam tubuh yang harus diistirahatkan dan hal itu hanya dapat dilakukan saat manusia itu tidur. Tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karena tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit. Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan (Suyono, 2008).


(60)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan saran mengenai deskriptif dari karakteristik responden dan kategori penilaian pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

1. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden mayoritas berjenis kelamin perempuan, berpendidikan SD, berada pada kelompok lanjut usia antara 60-74 tahun, bersuku Jawa, 0-5 tahun menghuni panti werdha, tidak bekerja untuk mengisi waktu luang di panti werdha, beragama islam.

Berdasarkan penelitian ini, diketahui bahwa lansia yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan sebagian besar memiliki pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang cukup yaitu sebanyak 28 responden (70%), diikuti dengan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang baik dengan jumlah 10 responden (25%), dan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur yang kurang berjumlah 2 responden (5%). Pemenuhan kebutuhan istirahat tidur setiap orang berbeda-beda. Ada yang kebutuhannya terpenuhi dengan baik ada juga yang mengalami gangguan. Banyak faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan istirahat tidur antara lain status kesehatan, lingkungan, stres psikologis, diet, gaya hidup, obat-obatan.


(61)

2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan saran kepada berbagai pihak, antara lain :

2.1Bagi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan menjadi dasar pertimbangan khususnya bagi keperawatan gerontik dalam memenuhi kebutuhan dasar khususnya kebutuhan tidur pada lansia. Sehingga lansia dapat memenuhi kebutuhan tidurnya dengan baik. Pemenuhan kebutuhan istirahat tidur sering dianggap tidak penting yang menyebabkan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur ini terabaikan. Padahal pemenuhan kebutuhan istirahat tidur sangat berpengaruh terhadap kesehatan lansia.

2.2Bagi Masyarakat atau Keluarga

Diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi masyarakat atau keluarga lebih memberikan perhatian dan semangat serta mengajarkan cara-cara untuk memotivasi tidur bagi lanjut usia agar pemenuhan kebutuhan istirahat tidurnya baik sehingga kesehatan lansia dapat ditingkatkan.

2.3Bagi penelitian

Pada penelitian ini, hanya melihat pemenuhan kebutuhan istirahat tidur lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan tidak membahas pengaruh pemenuhan kebutuhan istirahat tidur lansia terhadap kualitas hidup lanisa. Oleh karena itu, diharapkan bagi penelitian selanjutnya dapat meneliti pengaruh pemenuhan kebutuhan istirahat tidur lansia terhadap kualitas hidup lansia. Selain itu, jumlah responden dalam penelitian ini


(62)

cukup terbatas, sehingga peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya menggunakan jumlah responden yang lebih besar agar mendapatkan hasil yang lebih memuaskan.

2.4Bagi Panti Werdha

Diharapkan kepada para karyawan yang berada di panti werdha tersebut dapat memberikan dorongan, perhatian, dan semangat hidup kepada lanjut usia yang tinggal dipanti, bahwa kebutuhan tidur itu dapat terpenuhi dengan baik jika memang mau berusaha dan adanya motivasi tersendiri untuk tidur serta mencoba cara-cara atau aktivitas yang dapat menstimulus tidur.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Amelia, (2010). Tidur Berkualitas berhubungan dengan Kondisi Kesegaran Badan. Dibuka tanggal 07 Juni

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Asmadi. (2008). Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.

Brunner & Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Volume 1. Jakarta : EGC

Efendi, F & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta : Salemba Medika.

Garliah, L. (2009). Pengaruh Tidur bagi Perilaku Manusia. Dibuka pada tanggal 07 Juni 2011 dari

Hidayat, A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Buku 1. Jakarta : Salemba Medika.

Hidayat, A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Buku 2. Jakarta : Salemba Medika.

Kosasih E.N, dkk. (2004). Peran Antioksidan pada Lanjut Usia. Jakarta : Pusat Kajian Nasional Masalah Lansia.

Lindy, C. (2011). Tidur Berkualitas. Dibuka pada tanggal 08 Juni 2011 dari

Maryam, R.S, dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika.

Meutia. (2005). Berdayakan Perempuan Lansia dan Penyandang Cacat. Dibuka pada tanggal 08 Juni 2011 dari http://repository.usu.ac.id.

Mubarak, W. & Nurul Chayatin. (2007). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC.

Mubarak, W, dkk. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas; Konsep dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.

Nina, S. (2011). Hubungan antara Gelisah dan Insomnia. Dibuka pada tanggal 07


(1)

N Valid 40 40 40 40 40 40 40

Missing 0 0 0 0 0 0 0

Mean 1.0000 .8000 .9750 .4750 .9750 .4750 .4500

Median 1.0000 1.0000 1.0000 .0000 1.0000 .0000 .0000

Std. Deviation .00000 .40510 .15811 .50574 .15811 .50574 .50383

test8 test9 test10 test11 test12 test13

40 40 40 40 40 40

0 0 0 0 0 0

.2000 .2750 .0750 .7250 .5500 .9750

.0000 .0000 .0000 1.0000 1.0000 1.0000

.40510 .45220 .26675 .45220 .50383 .15811

test14 test15 test16 test17 test18

40 40 40 40 40

0 0 0 0 0

.1750 .4500 .8250 .7250 .5500

.0000 .0000 1.0000 1.0000 1.0000

.38481 .50383 .38481 .45220 .50383

test1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 40 100.0 100.0 100.0

test2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 8 20.0 20.0 20.0


(2)

test2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 8 20.0 20.0 20.0

Ya 32 80.0 80.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

test3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 1 2.5 2.5 2.5

tidak 39 97.5 97.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

test4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 21 52.5 52.5 52.5

Ya 19 47.5 47.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

test5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 1 2.5 2.5 2.5

tidak 39 97.5 97.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

test6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 21 52.5 52.5 52.5

Ya 19 47.5 47.5 100.0


(3)

Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ya 22 55.0 55.0 55.0

tidak 18 45.0 45.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

test8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 32 80.0 80.0 80.0

tidak 8 20.0 20.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

test9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 29 72.5 72.5 72.5

Ya 11 27.5 27.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

test10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 37 92.5 92.5 92.5

tidak 3 7.5 7.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

test11

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 11 27.5 27.5 27.5


(4)

test11

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 11 27.5 27.5 27.5

Ya 29 72.5 72.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

test12

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 22 55.0 45.0 45.0

Ya 18 45.0 55.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

test13

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 1 2.5 2.5 2.5

tidak 39 97.5 97.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

test14

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 33 82.5 82.5 82.5

tidak 7 17.5 17.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

test15

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 22 55.0 55.0 55.0


(5)

Valid Ya 22 55.0 55.0 55.0

tidak 18 45.0 45.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

test16

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 7 17.5 17.5 17.5

tidak 33 82.5 82.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

test17

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 11 27.5 27.5 27.5

Ya 29 72.5 72.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

test18

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 18 45.0 45.0 45.0

Ya 22 55.0 55.0 100.0


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Marliyani Lubis

Tempat/Tanggal Lahir : Kotanopan/ 05 Juli 1989

Agama : Islam

Alamat : Jln. Harapan Pasti Barat No.8 , Medan

Riwayat Pendidikan :

1. SDN 142621 Kotanopan (1995-2001) 2. SLTPN 1 Kotanopan (2001-2004) 3. SMAN 2 Plus Sipirok (2004-2007)