Hubungan Anatomi Daun dengan Ketahanan Penyakit Gugur Daun pada Tanaman Karet

15

TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Penyakit
Colletotrichum gleosporioides Penz. Sacc
Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut
Dwidjoseputro

(1978)

sebagai

berikut

;Divisio

:

Mycota;

Subdivisio : Eumycotyna; Kelas : Deuteromyces; Ordo : Melanconiales;

Family

:

Melanconiaceae;

Genus

:

Colletotrichum;

Spesies : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.
Miselium terdiri dari beberapa septa, inter dan intraseluler hifa.
Aservulus dan stroma pada batang berbentuk hemispirakel dan ukuran 70-120μm.
Septa menyebar, berwarna coklat gelap sampai coklat muda, serta terdiri dari
beberapa septa dan ukuran ± 150μm. Massa konidia nampak berwarna kemerahmerahan atau seperti ikan salmon. Konidia berada pada ujung konidiofor.Konidia
berentuk lilin, uniseluler, ukuran 17-28 x 3-4 μm (Singh, 2001).

Gambar 1. Mikroskopis C. gloeosporiodes

Sumber : Foto langsung

Universitas Sumatera Utara

16

C. gloeosporioides umumnya mempunyai konidia hialin, berbentuk
silinder dengan ujung-ujung tumpul, kadang-kadang berbentuk agak jorong
dengan ujung yang membulat dan pangkal yang sempit terpancung, tidak
bersekat, berinti satu, 9-24 x 3-6 µm, terbentuk pada konidiofor seperti fialid,
berbentuk

silinder,

hialin

atau

agak


kecokelatan.

Berbeda

dengan

C. gloesosporioides, C. acutatum mempunyai konidium hialin yang ukurannya
lebih kecil, panjangnya sangat bervariasi, 8,3-14,4 x 2,5-4 µm (11,1 x 3,1µm),
dengan ujung yang runcing (Semangun, 2008).
Konidia yang diproduksi adalah sebagai hasil dari pembelahan sel secara
mitosis dan hasil pembelahan tersebut identik dengan sel induknya. Konidia
biasanya diproduksi dalam jumlah besar dan merupakan suatu bentukan dari
jamur untuk mempertahankan diri dari keadaan luar atau kondisi lingkungan yang
tidak menguntungkan. Keberadaan konidia ini pada suatu tempat atau area, pada
umumnya dapat merupakan suatu indikator adanya perkembangan penyakit pada
tanaman budidaya dan konidia ini dapat diproduksi secara terus – menerus dalam
waktu yang relatif panjang (Yudiarti, 2007).
Corynespora cassiicola (Berk.& Curt.) Wei
Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims
(1979) adalah sebagai berikut ; Divisi : Eumycophyta; Sub Divisi : Eumycotina;

Kelas

:

Deutromycetes;

Ordo

:

Coryneales;

Famili:

Hipomycetes;

Genus : Corynespora; Spesies: Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.)Wei
Konidiofor berwarna coklat, keluar dari permukaan bawah daun, dengan
ujung membengkak.Konidium berwarna coklat, seperti gada atau silindris,


Universitas Sumatera Utara

17

ujungnya agak runcing, berepta 2-14, dengan ukuran 40-120 x 8-18 µm
(Semangun, 2008).
Jamur ini mempunyai benang-benang hifa berwarna hitam pucat,
menghasilkan spora pada bagian bercak atau bagian yang hijau.Benang-benang
hifa jamur dan sporanya kurang jelas terlihat pada permukaan daun tanpa alat
pembesaran. Jamur tersebut mempunyai banyak tumbuhan inang seperti ketela
pohon,

akasia,

angsana,

beberapa

rumputan


pepaya

dan

lain-lain

(Situmorang et al., 2009 dalam Gurning, 2011).

Gambar 2. Mikroskopis Corynespora cassiicola (Berk.& Curt.) Wei
Sumber : Foto langsung

Suspensi

konidia

yang disemprotkan

ke

daun-daun


segar

akan

menimbulkan bercak dalam waktu 3-4 hari. Pada daun-daun yang agak tua, waktu
inkubasi dapat mencapai 9 hari. Infeksi akan terjadi bila inokulum disemprotkan
pada

permukaan

daun

bagian

atas

maupun

bawah


(Rajalakmy and Kothandaraman, 1996 dalam Siregar, 2009).
Oidium heveae Stein.

Universitas Sumatera Utara

18

Embun tepung disebabkan oleh jamur Oidium heveae Stein. Jamur
mempunyai miselium tidak berwarna, yang menjalar pada permukaan epidermis,
membentuk haustorium yang menembus epidermis dan menghisap makanan dari
sel-sek jaringan di bawahnya. Miselium membentuk konidiofor (pendukung
konidium), yang berbeda dengan pada kebanyakan Oidium, O. heveae hanya
mempunyai satu konidium pada tiap konidiofor (jarang 2) (Semangun, 2008).
Jamur tampak putih dan bertepung pada daun tetapi agak sulit diamati,
karena miselium agak sedikit dan produksi spora terbatas .hifa yang
hialinberwarna putih , bercabang , septate , dan menghasilkan haustoria dalam
sel-sel epidermis. Konidiofor yang hialin tegak , bersel 1 , dan berbentuk silindris
memanjang. Konidia yang diproduksi , sering dalam rantai spora , setiap spora
berukuran 35-82 x 12-28 µ (Weber,1973).


Gambar 3. Mikroskopis Oidium heveae
Sumber: Foto langsung

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Oidium heveae yang merupakan
anggota dari kelompok jamur yang dikenal sebagai embun tepung. Miselium dari
jamur terdiri dari septate hifa yang bercabang, yang merupakan radiasi yang luas

Universitas Sumatera Utara

19

di atas permukaan jaringan inang dan memperoleh kebutuhan pangan mereka
dengan mengisap organ, yang dikenal sebagai haustoria, ke dalam jaringan inang
(Fernando, 1971).
Gejala Serangan
Colletotrichum gleosporioides Penz. Sacc
Daun-daun muda hanya rentan selama kurang lebih 5 hari pada waktu
kuncup membuka (bud break) dan selama 10 hari yang pertama pada waktu daun
berkembang.Setelah itu daun membuka penuh, warnanya berubah dari warna

perunggu menjadi hijau pucat.Pada waktu ini kutikula sudah terbentuk dan daun
menjadi cukup tahan (Semangun, 2008).
Penyakit

gugur

daun

yang

disebabkan

oleh

Colletotrichun gloeosporioides, pada daun muda yang terserang terlihat bercakbercak berwarna coklat kehitaman, keriput, bagian ujungnya mati dan
menggulung yang akhirnya gugur. Pada daun yang berumur lebih dari 10 hari
serangan Colletotrichum gloeosporioides, menyebabkan bercak-bercak daun
berwarna coklat dengan halo berwarna kuning dan permukaan daun menjadi
kasar. Serangan lebih lanjut bercak tersebut menjadi berlubang. Disamping
menyerang daun, C. gloeosporioides dapat pula menyerang ranting muda yang

masih berwarna hijau dengan menimbulkan gejala busuk, kering dan akhirnya
mati pucuk (die back) (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2003).

Universitas Sumatera Utara

20

Gambar 4. Bercak daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc
Sumber :Foto Langsung

Jika infeksi terjadi pada bagian awal dari masa 15 hari tersebut, daun akan
segera layu dan rontok. Tetapi jika infeksi terjadi pada tingkat yang lebih
kemudian, daun sudah mempunyai ketahanan dalam yang mencegah terjadinya
kerusakan yang meluas, sehingga meskipun sebagian daun berubah bentuknya dan
sangat berbercak-bercak, daun tidak gugur (Semangun, 2008).
Corynespora cassiicola (Berk.& Curt.) Wei
Jamur terutama menyerang daun, baik pada tanaman muda di pesemaian
maupun tanaman tua. Infeksi terutama terjadi pada daun muda yang umurnya
kurang dari 4 minggu (Situmorang et al., 1996). Mula-mula pada daun terjadi
bercak hitam, terutama pada tulang-tulang daun. Karena jamur menghasilkan
toksin yang mudah terangkut, bercak berkembang mengikuti tulang-tulang daun
dan meluas ke tulang-tulang yang lebih halus, sehingga bercak tampak menyirip
seperti tulang atau duri ikan. Pada tingkat yang lebih lanjut bercak makin meluas,
berbentuk bundar atau tidak teratur.Bagian tepi bercak berwarna coklat, dengan
sirip-sirip berwarna cokelat atau hitam.Bagian pusatnya mengering atau dapat
berlubang. Disekitar bercak biasanya terdapat daerah yang berwarna kuning (halo)
yang agak lebar .Daun yang sakit menguning, menjadi coklat dan gugur. Jamur
juga dapat menginfeksi tunas muda dan tangkai daun yang menyebabkan matinya
tunas dan terjadinya bercak cokelat memanjang pada tangkai daun dengan kulit
yang pecah (Semangun, 2008).
Jamur penyebab penyakit C. cassiicola dapat menyerang daun karet pada
berbagai tingkatan umur. Pada klon-klon karet yang rentan, serangan

Universitas Sumatera Utara

21

C. cassicola menyebabkan terjadinya gugur daun sepanjang tahun, sehingga
pertumbuhan tanaman terhambat. Apabila serangan penyakit tersebut terus
berlanjut, maka tanaman karet akan mati. pada tanaman karet dewasa, serangan
cendawan

tersebut

dapat

menyebabkan

kerugian

sampai

30%

(Pawirosoemardjo, 2007).

Gambar 5.Bercak daun C. cassiicola (Berk & Curt.) Wei.
Sumber :Foto Langsung

Penyakit Corynespora menyebabkan pengguguran daun yang terus
menerus terutama jika patogen menyerang pada periode pembentukan daun muda
setelah gugur daun alami. Pembentukan daun baru yang berulang-ulang
menyebabkan mati pucuk terutama pada tanaman muda.Pada tanaman dewasa
(telah disadap), pembentukan daun muda yang jelek yang disebabkan oleh
penyakit gugur daun sering kali menyebabkan stress fisiologi, menyebabkan
kehilangan hasil lateks sampai kematian (Achuo et al., 2001).
Oidium heveae Stein.
Daun-daun muda yang baru saja berkembang (warnanya masih cokelat)
tampak suram. Umumnya daun-daun ini menjadi lemas dan tepi-tepinya agak
mengeriting. Dalam waktu beberapa hari anak-anak daun menjadi hitam dan
gugur satu per satu, sehingga tinggal tangkainya saja, yang akhirnya akan gugur
juga. Di bawah tanaman yang sakit terdapat banyak daun muda di atas tanah.

Universitas Sumatera Utara

22

Kalau

tanaman

sakit

diguncang,

daun-daun

muda

akan

berguguran

(Semangun, 2008).
Daun-daun yang berumur 1-9 hari apabila terserang permukaannya
mengeriput, ujung daun mengering dan akhirnya gugur sehingga tanaman menjadi
gundul. Daun-daun yang berumur 10-15 hari apabila terserang, pada jaringan
daun tampak adanya bercak yang tembus cahaya/translucens, tetapi daun tidak
gugur. Di bawah permukaan daun terdapat koloni bundar berwarna putih seperti
tepung

halus

yang

terdiri

dari

benang-benang

dan

spora

jamur

(Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2003).

Gambar 6. Bercak daun Oidium heveae Stein.
Sumber : Foto Langsung

Pada daun yang lebih tua, gejala serangan ditandai adanya bercak
kekuningan atau coklat, kemudian berkembang membentuk bintik-bintik nekrotik
yang dapat mengurangi efisiensi fotosintesis. Pada daun tua ini juga terdapat
tepung halus berwarna putih dipermukaan, namun daun-daun tersebut tidak
banyak yang gugur hanya beberapa saja. Embun tepung termasuk penyakit yang
merugikan karena mengakibatkan daun-daun yang masih muda berguguran,
akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat dan produktifitas menurun, sehingga
produksi latek juga menurun. Selain itu jamur ini dapat juga menyerang bunga,
sehingga produksi biji (Balai Penelitian Tanaman Industri dan penyegar, 2012).

Universitas Sumatera Utara

23

Mekanisme ketahanan tanaman karet terhadap penyakit gugur daun
Corynespora belum diketahui secara pasti, tetapi kerapatan stomata daun
menentukan ketananan tanaman karet walaupun pengaruhnya kecil, akan tetapi
tebal kutikula, epidermis, dan mesofil daun tidak menentukan tingkat ketahanan
tanaman karet (Hadi, 2003).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit
Menurut Soepena (1990), perkembangan penyakit tanaman ditentukan
oleh faktor utama yang saling berkaitan yaitu sumber penyakt, iklim dan tanaman
inang. Apabila sumber penyakit dan tanaman inang telah tersedia dalam wilayah
maka iklim menjadi faktor tertentu untuk terjadinya epidemi. Perubahan iklim
dapat mendorng atau menghambat perkembangan penyakit.
Kondisi lingkungan di sekitar tanaman, baik pada tingkat mikro, meso
maupun makro dapat mempenagruhi pertanaman dan perkembangan patogen.
Pada tingkat mikro, apabila kelembabannya tinggi, maka menjadi kondusif bagi
perkembangan koloni jamur maupun bakteri. Kelembaban yang tinggi pada
permukaan daun sehingga menimbulkan apa yang dinamakan kebasahan daun.
Pada tingkatan meso, yaitu kondisi di sekitar tanaman dapat mempengaruhi
penyebaran patogen. Pertanaman yang terlalu rapat dapat menciptakan
kelembaban di seiktar pertanaman meningkat, sehingga dapat memacu terjadinya
perkecambahan spora. Di samping itu, mempengaruhi penyebaran spora karena
lebih banyak spora yang mendarat ke jaringan tanaman. Patogen yang telah
menempel pada jaringan tanman lebih mudah menginfeksi tanaman apabila
kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban meningkat. Kondisi lingkungan
yang lebih tinggi tingkatannya adalah kondisi makro yang terdapat diatas 2mm

Universitas Sumatera Utara

24

dari permukaan daun sampai kelapisan stratosfir. Cuaca merupakan kondisi
makro, sperti hujan, intensitas matahari,suhu dan kecepatan angin. Penyakit
tanaman banyak berkembang pada musim hujan. Akan tetapi terdapat pula
penyakit yang mudah berkembang pada musim kemarau dengan kelembaan tinggi
(Nirwanto, 2007).
Beberapa jamur tumbuh lebih cepat pada suhu lebih rendah daripada yang
lainnya dan dapat sangat jelas berbeda diantara ras dari jamur yang sama. Suhu
mempengaruhi jumlah spora yang terbentuk dalam suatu unit area tanaman dan
jumlah spora yang dilepaskan dalam waktu periode tertentu. Sebagai hasilnya,
beberapa penyakit berkembang terbaik dalam area, musim atau tahun dengan suhu
lebih dingin, sementara yang lainnya akan berkembang terbaik dimana dan saat
suhu relatif tinggi (Abadi, 2003).
Perkecambahan optimal konidia C. gloeosporioides terjadi pada 25o -28o C
dengan kelembaban udara yang tinggi atau dengan adanya air bebas. Di bawah 5o
C dan di atas 40o C dengan kelembaban nisbi di bawah 95% konidia tidak
berkecambah.

Infeksi

terjadi

pada kelembaban

nisbi

96% atau

lebih

(Wimalajeewa, 1965 dalam Pawirosoemardjo, 2007).
Secara umum tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada kisaran curah
hujan 1500-3000 mm/tahun. Serangan penyakit gugur daun Colletotrichum yang
berat terjadi pada wilayah dengan curah hujan di atas 3000-4000 mm/tahun dan
suhu udara antara 25°-28° C bersamaan pada waktu tanaman membentuk daun
muda merupakan kondisi kritis terjadinya epidemi penyakit gugur daun
Colletotrichum (Thomas et al., 2004 dalam Siregar, 2010).

Universitas Sumatera Utara

25

Penyakit ini umumnya parah di daerah dengan curah hujan tinggi tanpa
periode kering yang berkepanjangan. Penyakit Corynespora muncul pada kondisi
iklim yang memadai dan hujan dapat menguntungkan lingkungan bagi
perkembangan mereka (Wahounou, 2000, dalam Ogbebor dan Adekunle, 2005).
Penyakit Corynespora cassiicola pada umumnya muncul dalam kondisi
lembab yaitu dengan curah hujan rata-rata 12,4 mm/hari, hari hujan 27 hari/ bulan
dan kelembaban udara nisbi rata-rata 89%/ hari serta suhu udara rata-rata 27°C
pada waktu pembentukan daun muda. Kondisi hujan pada waktu pembentkan
daun

muda

dengan

suhu

tinggi

mendorong

terjadinya

epidemi

(Sumarmadji, 2005).
Kebun-kebun yang lebih tinggi letaknya mendapat gangguan yang lebih
berat. Di tempat yang lebih tinggi dari 300 m seraangan Oidium berlangsung
sepanjang tahun (Anon., 1962). Dari penelitian di Malaysia diketahui bahwa
pertumbuhan jamur yang optimum terjadi pada suhu 15o-16o C (60oF) dan
kelembaban nisbi 75-80%. Demikian pula perkembangan kutikula yang lambat
pada daun-daun semai yang berada di tempat teduh menyebabkan tanamantanaman ini lebih rentan terhadap Oidium (Semangun, 2008).
Pengendalian Penyakit
Kebun-kebun yang terdiri atas klon-klon yang rentan perlu diberi pupuk
yang cukup agar dapat mengurangi pengaruh dari pengguguran daun. Untuk
keperluan ini pemupukan dengan dosis kecil yang dilakukan beberapa kali lebih
baik daripada pemupukan sekaligus dengan yang besar. Pupuk juga mempercepat
perkembangan

tunas

dan

daun

sehingga

memperpendek

masa

peka

(Semangun, 2008).

Universitas Sumatera Utara

26

Salah satu pengendalian penyakit tanaman adalah dengan menggunakan
varietas tanaman yang tahan. Ketahanan tanaman merupakan komponen
pengendalian penyakit penting di perkebunan karet Indonesia. Klon-klon resisten
ternyata telah mampu mengurangi kerugian akibat kerusakan oleh penyakit
penting

karet

salah

satunya

penyakit

gugur

daun

(Situmorang et al., 1998 dalam Purnamasari et al., 2014).
Menurut anjuran kon tahun 1992, klon yang tahan terhadap Collettrichum
adalah RRIC 100, BPM 1, PR 255, PR 261, dan RRIM 600. Tetapi dengan
diketahui bahwa patogen yang terdapat di Jawa dan Sumatera berbeda jenisnya,
pengujian ketahanan perlu dilakukan dengan lebih teliti dan terinci.Dianjurkan
agar tidak menanam satu klon pada satu hamparan yang luass.Sebaiknya tiap klon
jangan ditanam lebih dari 200 ha (Semangun, 2008).
Beberapa tindakan kultur teknik seperti penyiangan gulma, pemupukan,
perbaikan saluran drainase dan penyadapan. Eradikasi inang alternatif bagi
penyakit Corynespora perlu diarahkan khususnya pada perkebunan rakyat yang
membudidayakan tanaman sela. Praktek kultur teknik sebagai komponen
pengendalian diyakini dapat meningkatkan toleransi terhadap penyakit melalui
perbaikan pertumbuhan tanaman (Sinulingga, 1996 dalam Siregar, 2009).
Jika diperlukan, khususnya untuk tanaman yang masih muda, tanaman
disemprot dengan fungisida. Penyemprotan pada tanaman dewasa dinilai kurang
menguntungkan. Untuk keperluan ini Soepena (1996) menganjurkan pemakaian
fungisida yang mengandung maneb, mankozeb, atau tridemorf. Untuk tanaman
yang tingginya lebih dari 8 m sebaiknya dilakukan pengabutan dengan tridemorf

Universitas Sumatera Utara

27

dengan dosis 500 ml/ha, yang diberikan 3-4 kali pengabutan dengan selang waktu
7 hari (Semangun, 2008).
Percobaan pengguguran daun di Sumatera Utara dengan penyemprotan
dari udara memakai 1,5-2 kg cacodylic acid dalam 3 liter air tiap hari memberikan
hasil yang memuaskan (Basuki et al., 1990). Pemberian pupuk nitrogen dengan
dosis tinggi (sampai 2 kali dosis anjuran) tepat pada waktu pohon-pohon mulai
membentuk daun baru akan mempercepat pembentukan daun sehingga
mengurangi serangan Oidium (Semangun, 2008).
Resistensi Klon Karet
Penggunaan klon tahan merupakan salah satu cara pengendalian penyakit
yang

terbukti

efektif

dan

efisien

pada

tanaman

karet

(Hevea brassiliensis Muell. Arg.). Pada tanaman yang tahan terdapat gen
ketahanan yang mengendalikan biosistensis protein reseptor (Jackson dan Taylor,
1996; Hutcheson, 1998). Gen ketahanan terhadap ras tertentu mengendalikan
biosintesis protein reseptor tertentu yang mendenali elisitor ras patogen avirulen
tertentu. Hal ini sesuai dengan konsep gen untuk gen (gene-for gene concept)
yang dikembangkan oleh Flor (Jackson dan Taylor, 1996 dalam Hadi, 2005).
Klon

memiliki

keunggulan

dibandingkan

dengan

tanaman

yang

dikembangkan melalui biji. Keungulan yang dimiliki oleh klon antara lain
tumbuhnya tanaman lebih seragam, umur produksinya lebih cepat dan produksi
lateks yang dihasilkan juga lebih banyak. Adapun klon juga memiliki kekurangan
seperti daya tahan masing-masing klon terhadap hama penyakit tidak sama
sehingga klon unggul yang diinginkan harus mempunyai sifat yang ideal yaitu
produksi lateks yang tinggi, resisten terhadap pengaruh hama, penyakit dan

Universitas Sumatera Utara

28

pengaruh angin dan batang yang tumbuh lurus. Setiap klon yang baik yang
tergolong anjuran maupun komersial mempunyai sifat ketahanan yang berbedabeda terhadap intensitas serangan (Anonimous, 2008 dalam Siregar, 2010).
Mekanisme ketahanan tanaman karet terhadap penyakit gugur daun
Corynespora belum diketahui secara pasti, tetapi kerapatan stomata daun
menentukan ketananan tanaman karet walaupun pengaruhnya kecil, akan tetapi
tebal kutikula, epidermis, dan mesofil daun tidak menentukan tingkat ketahanan
tanaman karet (Hadi, 2003).
Menurut Semangun (1996), tanaman memiliki ketahanan tanaman mekanis
dapat berupa ketahanan aktif dan pasif. Ketahanan aktif adalah ketahanan tanaman
yang bekerja setelah inang mengalami invasi patogen. Mekanisme ketahanan aktif
merupakan hasil interaksi antara sistem-sistem genetik tanaman inang dengan
patogen. Sedangkan, ketahanan mekanis pasif yaitu ketahanan yang dimiliki
tanaman karena memiliki suatu struktur-struktur morfologis yang sukar diinfeksi
oleh patogen, misalnya tanaman yang memiliki epidermis yang tebal, adanya
lapisan lilin dan adanya bulu-bulu dipermukaan daun dan sebagainya.
Suatu kultivar yang mempunyai ketahanan sedang menunjukkan
kerentanan yang cukup tinggi jika diserang oleh patogen yang virulen, sedangkan
cukup tahan jika diserang oleh patogen yang virulensinya rendah. Derajat
kerentanan yang tampak pada suatu tanaman ditentukan oleh banyak faktor yang
mengadakan interaksi, diantaranya yaitu derajat virulensi patogen, umur tanaman
dan kondisi tanaman, serta keadaan disekeliling tanaman yang mempengaruhi
tumbuhan inang (Semangun, 2001).

Universitas Sumatera Utara

29

Klon anjuran komersial terdiri dari : a.) Klon penghasil lateks adalah :
BPM 24, BPM 107, BPM 109, IRR 104, PB 217 dan PB 260, b.) Klon penghasil
lateks-kayu adalah : BPM 1, PB 330, PB 340, RRIC 100, AVROS 2037, IRR 5,
IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 112 dan IRR 118, c.) Klon penghasil kayu adalah :
IRR 70, IRR 71, IRR 72, IRR 78. Dan klon harapan terdiri dari : IRR 24, IRR 33,
IRR 41, IRR 54, IRR 64, IRR 105, IRR 107, IRR 111, IRR 119, IRR 141, IRR
144,

IRR

208,

IRR

211

dan

IRR

220

(Sinulingga dkk., 1996 dalam Sophiyani, 2010).
Kajian tentang sifat resistensi klon terhadap penyakit utama pada karet
khususnya klon yang akan dianjurkan diperlukan untuk merumuskan rekomendasi
klon unggul. Dari hasil uji resistensi klon terhadap penyakit Colletotrichum dalam
kondisi laboratorium menunjukkan:
a) IRR 106, IRR 118, IRR 130 Resisten
b) BPM 1, IRR 111, IRR 120, IRR 129 Agak Resisten
c) IRR 100, IRR 104, IRR 105, IRR 107, IRR 110, IRR 112, IRR 117, IRR 124,
IRR 125, IRR, 126, IRR 128 Moderat
d) IRR 101, IRR 102, IRR 103, IRR 108, IRR 109, IRR 113, IRR 114, IRR 115,
IRR 127 Agak Rentan dan yang rentan : GT 1, IRR 116, IRR 119, IRR123,
RRIM 600
(Fairuzah et al., 2009).
Tabel 1. Resistensi Klon Karet Anjuran Periode 2002 – 2004 terhadap
penyakit gugur daun C. cassiicola.
No.

Klon

1

Penghasil Lateks
BPM 24

Resistensi klon terhadap penyakit gugur daun
C. cassiicola
Moderat

Universitas Sumatera Utara

30

2
3
4
5
6
7
8

BPM 107
Resisten
BPM 109
Resisten
IRR 104
Moderat
PB 217
Resisten
PB 260
Resisten
PR 255
Resisten
PR 261
Resisten
Penghasil Latekskayu
1
BPM 1
Resisten
2
AVROS 2037
Resisten
3
PB 330
Resisten
4
RRIC 100
Resisten
5
IRR 5
Resisten
6
IRR 21
Resisten
7
IRR 32
Resisten
8
IRR 39
Resisten
9
IRR 42
Resisten
10
IRR 118
Resisten
Sumber : Pusat Penelitian Karet, 2001(Situmorang et al., 2004)
Tabel 2. Resistenssi klon karet yang diuji terhadap penyakit gugur daun
Klon (Clones)
PB 260
PB 217
PB 254
PB 312
PB 314
PB 330
PB 340
PB 350
PB 359
PB 366
RRIM 901
RRIM 908
RRIM 911
RRIM 921
RRIM 937
RRIC 100
RRIC 102
RRIC 110
RRII 105
RRII 176
R
MR
M

Nilai resistensi (Resistance rate)
C.gloeosporioides
O. heveae
C. cassiicola
MR
MR
R
MS
MR
MR
MR
MR
MR
MR
MR
MR
MR
MR
MR
M
M
MR
MR
MS
MR
M
MR
MR
M
MR
M
MR
M
MR
M
M
MR
M
MR
MR
MR
MR
M
MR
MR
MR
MS
MR
MR
R
MR
R
MR
M
MR
M
MR
MR
M
MR
MR
M
MR
MR

: resisten (resistant)
: moderat resisten (moderately resistant)
: moderat (moderate)

Universitas Sumatera Utara

31

MS
S

: moderat rentan (moderately susceptible)
: rentan (susceptible)

(Daslin, 2013).
Anatomi Daun Karet
Daun merupakan organ yang sangat penting bagi tumbuhan. Scott (1888)
telah menyelidiki distribusi jaringan getah yang terdapat pada daun karet. Daun
Hevea brasiliensis terdiri atass tiga anak daun. Kedudukan daun tersebut
dorsiventral dan permukaan atasnya mengkilat dan lebih gelap dibandngkan
dengan permukaan bawah yang kusam dan berwarna lebih terang. Stomata hanya
terdapat pada permukaan bawah saja (Gonmez, 1982 dalam Wijayanti, 1995).
Pada daun yang telah tua dan berwarna hijau jaringan tanaman telah
berkembang dengan jumlah dan kualitas lilin dan kutikula yang menutupi sel
epidermis,struktur dinding sel epidermis, ukuran, letak dan bentuk stomata dan
lenti sel, dan jaringan dinding sel yang tebal dapat menghambat maju dari patogen
(Agrios,1997). Senyawa-senyawa yang dikandung daun untuk mencegah
terjadinya infeksi umumnya senyawa fenolik atau senyawa-senyawa hasil oksidasi
fenolik dan fitoaleksin (Nurhayati et al., 2006).
Ketebalan epidermis, baik ketebalan kutikula dan kekuatan dinding bagian
luar sel-sel epidermis adalah salah satu faktor penting dalam ketahanan beberapa
jenis tanaman terhadap patogen tertentu. Sel-sel epidermis yang berdinding kuat
dan tebal akan membuat penetrasi secara langsung mengalami kesulitan atau
bahkan tidak mungkin dilakukan sama sekali oleh patogen. Kutikula yang tebal
mungkin dapat meningkatkan ketahanan tumbuhan terhadap infeksi penyakit
untuk jenis patogen yang masuk ke tumbuhan inangnya melalui penetrasi secara
langsung. Akan tetapi, ketebalan kutikula tidak selalu berhubungan dengan

Universitas Sumatera Utara

32

ketahanan, banyak varietas tanaman mempunyai kutikula sangat tebal tetapi
mudah diserang oleh patogen yang penetrasi secara langsung (Agrios, 1997).

Universitas Sumatera Utara