Uji Ketahanan Klon IRR Seri 200 Terhadap Penyakit Gugur Daun (Colletotrichum gloeosporioides Penz. et Sacc.) Pada Tanaman Karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) Di Laboratorium

UJI KETAHANAN KLON IRR SERI 200 TERHADAP PENYAKIT GUGUR
DAUN (Colletotrichum gloeosporioides Penz. et Sacc.) PADA TANAMAN
KARET (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH :
AHMAD RIVAI SAZALI SIREGAR
040302038
HPT

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
UJI KETAHANAN KLON IRR SERI 200 TERHADAP PENYAKIT GUGUR

Universitas Sumatera Utara

DAUN (Colletotrichum gloeosporioides Penz. et Sacc.) PADA TANAMAN

KARET (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH :
AHMAD RIVAI SAZALI SIREGAR
040302038
HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat
Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui oleh :
Komisi pembimbing

Ir. Zulnayati
Ketua

Ir. Syamsinar Yusuf, MS
Anggota


Ir. Aidi Daslin Sagala, MS.
Pembimbing Laboratorium

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

Ahmad Rivai S. Srg” Uji Ketahanan Klon IRR Seri 200 Terhadap
Penyakit Gugur Daun (Colletotrichum gloeosporioides Penz. et Sacc.) Pada
Tanaman Karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) Di Laboratorium”. With the
conselling Mrs. Ir. Zulnayati as leader, Mrs. Ir. Syamsinar Yusuf, MS as couthor and
Mr. Ir. Aidi Daslin Sagala, MS as counselling field.
The research was conducted in Laboratory Plant Protection Sungei Putih

Rubber Research Center since August 2007 to October 2007.
The aims of the research was to know level of resitance of rubber IRR 200
clones to fall of leaf C. gloeoesporioides disease.
The research used the desigen Complete Random Device (CRD) non factorial
with 25 treatmens (21 clones treatment of IRR 200 series and 4 control clone) and 3
mutliplication. The rubber IRR 200 series were used is IRR 250, IRR 253, IRR 255,
IRR 256, IRR 259, IRR 262, IRR 263, IRR 264, IRR 266, IRR 267, IRR 268,
IRR
270, IRR 271, IRR 272, IRR 276, IRR 277, IRR 278, IRR 284, IRR 285, IRR 292, IRR
293 and RRIC 100, BPM 24, PB 217 and PB260 is control clones.
The result of research Mean showed that the IRR 200 series and 4 control
clones were resistence which do not varieted to C. gloeoesporioides. Clones PB 260,
PB 217, BPM 24 and IRR 277 was moderate. Clones RRIC 100, IRR 255, IRR 259,
IRR 262,
IRR 263, IRR 270, IRR 278, IRR 293, IRR 256, IRR 264, IRR 267, IRR
268, IRR 271, IRR 272, IRR 284 and IRR 285 was rather suspectible. Clones IRR 250,
IRR 253, IRR 266, IRR 276 and IRR 292 was suspectible.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Ahmad Rivai S. Srg” Uji Ketahanan Klon IRR Seri 200 Terhadap
Penyakit Gugur Daun (Colletotrichum gloeosporioides Penz. et Sacc.) Pada
Tanaman Karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) Di Laboratorium”. Dengan
komisi pembimbing Ibu Ir. Zulnayati selaku ketua, Ibu Ir. Syamsinar Yusuf, MS selaku
anggota dan Bapak Ir. Aidi Daslin Sagala, MS selaku pembimbing lapangan.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Tanaman Balai Penelitian
Sungei Putih dari bulan Oktober sampai Desember 2009.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tingkat ketahanan klon IRR seri 200
tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) terhadap penyakit gugur daun
(Colletotrichum gloeosporioides Penz. et Sacc.) di laboratorium.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan
25 perlakuan (21 perlakuan klon IRR seri 200 dan 4 klon pembanding) dan 3 ulangan.
Klon IRR seri 200 yang digunakan dalam penelitian adalah IRR 250, IRR 253,
IRR 255, IRR 256, IRR 259, IRR 262, IRR 263, IRR 264, IRR 266, IRR 267, IRR 268,
IRR 270, IRR 271, IRR 272, IRR 276, IRR 277, IRR 278, IRR 284, IRR 285, IRR 292,
IRR 293 dan klon pembanding yang digunakan adalah, RRIC 100, BPM 24, PB 217 dan
PB 260.
Hasil rata-rata penelitian menunjukkan bahwa klon IRR seri 200 dan 4 klon

pemanding yang di uji menunjukkan tingkat resistensi yang tidak bervariasi terhadap
C. gloeoesporioides. Klon PB 260, PB 217, BPM 24 dan IRR 277 tergolong dalam
kategori moderat. Klon RRIC 100, IRR 255, IRR 259, IRR 262,IRR 263, IRR 270,
IRR 278, IRR 293, IRR 256, IRR 264, IRR 267, IRR 268, IRR 271, IRR 272, IRR 284
dan IRR 285 tergolong dalam kategori agak rentan. Klon IRR 250, IRR 253, IRR 266,
IRR 276 dan IRR 292 tergolong dalam kategori rentan.

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Ahmad Rivai Sazali Siregar, lahir di Dumai pada tanggal 28 Januari 1984, anak
ke-3 dari 8 bersaudara dari Ayahanda Mara Ongku Siregar dan Ibunda Syaddiah
Harahap.
Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1997 lulus dari SD Negeri 142777, Kab. Padang Lawas Utara.
2. Tahun 2000 lulus dari SLTP Negeri 4 Padangsidimpuan, kota madya
Padangsidimpuan.
3. Tahun 2003 lulus dari SMU Negeri 6 Padangsidimpuan, kota madya
Padangsidimpuan.

Pengalaman Kegiatan Akademis
1. Tahun 2004-2010 menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman
(IMAPTAN) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Tahun 2005 menjadi anggota Gerakan Mahasiswa Padang Lawas (GEMA
Padang Lawas) di bidang kerohanian.
3. Tahun 2007 menjadi ketua Komunikasi Muslim Hama dan Penyakit Tanaman
(KOMUS HPT) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
4. Tahun 2007 mengikuti seminar ilmiah Lokakarya Pengelolaan dan Pembentukan
Forum DAS Wampu Sei Ular.
5. Tahun 2008 mengikuti seminar ilmiah Pelatihan Teknologi Pasca Panen dan
Proses Pengolahan Biji Kakao.

Universitas Sumatera Utara

6. Tahun 2008 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Juni
sampai Juli di PTP Nusantara IV, Kebun Teh Bah Butong, Kabupaten
Simalungun.
7. Tahun 2009 – 2010 melaksanakan penelitian di Balai Penelitian Karet Sungai
Putih.


Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas berkah dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul skripsi ini adalah “ Uji Ketahanan Klon IRR Seri 200
Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. et Sacc. Pada
Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) di Laboratorium.” yang merupakan
salah satu syarat untuk dapat menempuh ujian sarjana di Departemen Ilmu Hama dan
Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada

kesempatan

ini

penulis

mengucapkan


terima

kasih

kepada

Ir. Zulnayati dan Ir. Syamsinar Yusuf, MS sebagai komisi pembimbing di Departemen
Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman serta Ir. Aidi Daslin Sagala, MS selaku pembimbing
dilapangan yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnan
skripsi ini di masa mendatang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Medan,

Mei 2009

Penulis


Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Hal
ABSTRACT ............................................................................................... i

ABSTRAK .................................................................................................. ii

RIWAYAT HIDUP ................................................................................. iii

KATA PENGANTAR ............................................................................... iv

DAFTAR ISI .............................................................................................. vi

DAFTAR TABEL ...................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. viii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. ix

PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................. 1
Tujuan Penelitian ............................................................................. 3
Hipotesa Penelitian .......................................................................... 4
Kegunaan Penelitian ........................................................................ 4

TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Penyakit .............................................................................. 5

Universitas Sumatera Utara

Gejala Serangan ............................................................................... 8
Perkembangan Penyakit................................................................... 9
Iklim ..................................................................................... 9
Ketinggian Tempat............................................................... 10
Faktor Kesuburan Tanah ...................................................... 10
Resistensi Klon Tanaman Karet ...................................................... 10
Pengendalian Penyakit ..................................................................... 12

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 13
Bahan dan Alat ................................................................................ 13
Metode Penelitian ............................................................................ 13
Pelaksanaan Penelitian..................................................................... 16
Persiapan Bahan Inokulasi ................................................... 16
Inokulasi Pada Cakram Daun (Leaf Disc) ........................... 19
Parameter Pengamatan..................................................................... 20
Warna Morfologi dan Koloni
jamur C. gloeosporioides ..................................................... 20

Intensitas Serangan Pada Cakram Daun (Leaf Disc) ....................... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 22

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ...................................................................................... 29
Saran ................................................................................................ 29

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No.

Judul

Hlm

1. Pengaruh Faktor Klon (V) Terhadap Rataan Intensitas
Serangan (%) C. gloeosporioides...................................................

24

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

No.

Judul

Hlm

1. Acervulus dan Misellium C. gloeosporioides……………….

5

2. Konidia C. gloeosporioides…………………………………

6

3. Konidiofor C. gloeosporioides……………………………...

7

4. Gejala Serangan Gugur Daun C. gloeosporioides…………..

8

5. Haemocytometer……………………………………………

18

6. Biakan Murni C. gloeosporioides…………………………...

22

a.
b.
c.
d.

Biakan jamur 2 hsi…………………………………..
Biakan jamur 9 hsi…………………………………..
Biakan jamur 16 his…………………………………
Biakan jamur 22 hsi…………………………………

22
22
22
22

7. Konidia C. gloeosporioides (foto langsung) ………………..

23

8. Histogram Intensitas Serangan (%) Pada Cakram Daun……

29

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Judul

Hlm

1. Bagan Penelitian…………………………………………….

32

2. Data Pengamatan Intensitas Serangan (%) C. gloeosporioides pada
Pengamatan 1 (2 hsi) ………………………………………..
34
3. Data Pengamatan Intensitas Serangan (%) C. gloeosporioides pada
Pengamatan 1 (2 hsi) Setelah Di Transformasi
Arc . Sin√x. …………………………………………………

35

4. Uji Jarak Duncan (UJD) Pengamatan Intensitas Serangan (%)
C. gloeosporioides pada Pengamatan 1 (2 hsi) Setelah
Di Transformasi Arc . Sin√x…………………………………

36

5. Data Pengamatan Intensitas Serangan (%) C. gloeosporioides pada
Pengamatan 2 (4 hsi) hsi…………………………………….
37
6. Data Pengamatan Intensitas Serangan (%) C. gloeosporioides pada
Pengamatan 2 (4 hsi) Setelah Di Transformasi
Arc . Sin√x. …………………………………………………

38

7. Uji Jarak Duncan (UJD) Pengamatan Intensitas Serangan (%)
C. gloeosporioides pada Pengamatan 2 (4 hsi) Setelah
Di Transformasi Arc . Sin√x…………………………………

39

8. Data Pengamatan Intensitas Serangan (%) C. gloeosporioides pada
Pengamatan 3 (6 hsi) ………………………………………..
40
9. Data Pengamatan Intensitas Serangan (%) C. gloeosporioides pada
Pengamatan 3 (6 hsi) Setelah Di Transformasi
Arc . Sin√x. …………………………………………………

41

10. Uji Jarak Duncan (UJD) Pengamatan Intensitas Serangan (%)
C. gloeosporioides pada Pengamatan 3 (6 hsi) Setelah
Di Transformasi Arc . Sin√x…………………………………

42

11. Data Pengamatan Intensitas Serangan (%) C. gloeosporioides pada
Pengamatan 4 (8 hsi) hsi…………………………………….
43
12. Data Pengamatan Intensitas Serangan (%) C. gloeosporioides pada

Universitas Sumatera Utara

Pengamatan 4 (8 hsi) Setelah Di Transformasi
Arc . Sin√x. …………………………………………………

44

13. Uji Jarak Duncan (UJD) Pengamatan Intensitas Serangan (%)
C. gloeosporioides pada Pengamatan 4 (8 hsi) Setelah
Di Transformasi Arc . Sin√x…………………………………

45

14. Gambar skala bercak serangan C. gloeosporioides pada
cakram daun............................................................................

46

15. Foto langsung daun tanaman karet klon IRR seri 200 ..........

47

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

Ahmad Rivai S. Srg” Uji Ketahanan Klon IRR Seri 200 Terhadap
Penyakit Gugur Daun (Colletotrichum gloeosporioides Penz. et Sacc.) Pada
Tanaman Karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) Di Laboratorium”. With the
conselling Mrs. Ir. Zulnayati as leader, Mrs. Ir. Syamsinar Yusuf, MS as couthor and
Mr. Ir. Aidi Daslin Sagala, MS as counselling field.
The research was conducted in Laboratory Plant Protection Sungei Putih
Rubber Research Center since August 2007 to October 2007.
The aims of the research was to know level of resitance of rubber IRR 200
clones to fall of leaf C. gloeoesporioides disease.
The research used the desigen Complete Random Device (CRD) non factorial
with 25 treatmens (21 clones treatment of IRR 200 series and 4 control clone) and 3
mutliplication. The rubber IRR 200 series were used is IRR 250, IRR 253, IRR 255,
IRR 256, IRR 259, IRR 262, IRR 263, IRR 264, IRR 266, IRR 267, IRR 268,
IRR
270, IRR 271, IRR 272, IRR 276, IRR 277, IRR 278, IRR 284, IRR 285, IRR 292, IRR
293 and RRIC 100, BPM 24, PB 217 and PB260 is control clones.
The result of research Mean showed that the IRR 200 series and 4 control
clones were resistence which do not varieted to C. gloeoesporioides. Clones PB 260,
PB 217, BPM 24 and IRR 277 was moderate. Clones RRIC 100, IRR 255, IRR 259,
IRR 262,
IRR 263, IRR 270, IRR 278, IRR 293, IRR 256, IRR 264, IRR 267, IRR
268, IRR 271, IRR 272, IRR 284 and IRR 285 was rather suspectible. Clones IRR 250,
IRR 253, IRR 266, IRR 276 and IRR 292 was suspectible.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Ahmad Rivai S. Srg” Uji Ketahanan Klon IRR Seri 200 Terhadap
Penyakit Gugur Daun (Colletotrichum gloeosporioides Penz. et Sacc.) Pada
Tanaman Karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) Di Laboratorium”. Dengan
komisi pembimbing Ibu Ir. Zulnayati selaku ketua, Ibu Ir. Syamsinar Yusuf, MS selaku
anggota dan Bapak Ir. Aidi Daslin Sagala, MS selaku pembimbing lapangan.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Tanaman Balai Penelitian
Sungei Putih dari bulan Oktober sampai Desember 2009.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tingkat ketahanan klon IRR seri 200
tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) terhadap penyakit gugur daun
(Colletotrichum gloeosporioides Penz. et Sacc.) di laboratorium.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan
25 perlakuan (21 perlakuan klon IRR seri 200 dan 4 klon pembanding) dan 3 ulangan.
Klon IRR seri 200 yang digunakan dalam penelitian adalah IRR 250, IRR 253,
IRR 255, IRR 256, IRR 259, IRR 262, IRR 263, IRR 264, IRR 266, IRR 267, IRR 268,
IRR 270, IRR 271, IRR 272, IRR 276, IRR 277, IRR 278, IRR 284, IRR 285, IRR 292,
IRR 293 dan klon pembanding yang digunakan adalah, RRIC 100, BPM 24, PB 217 dan
PB 260.
Hasil rata-rata penelitian menunjukkan bahwa klon IRR seri 200 dan 4 klon
pemanding yang di uji menunjukkan tingkat resistensi yang tidak bervariasi terhadap
C. gloeoesporioides. Klon PB 260, PB 217, BPM 24 dan IRR 277 tergolong dalam
kategori moderat. Klon RRIC 100, IRR 255, IRR 259, IRR 262,IRR 263, IRR 270,
IRR 278, IRR 293, IRR 256, IRR 264, IRR 267, IRR 268, IRR 271, IRR 272, IRR 284
dan IRR 285 tergolong dalam kategori agak rentan. Klon IRR 250, IRR 253, IRR 266,
IRR 276 dan IRR 292 tergolong dalam kategori rentan.

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) berasal dari Brazilia, Amerika
Selatan tepatnya di wilayah Amazon Brazilia. Tanaman karet mulai dibudidayakan di
Indonesia pada tahun 1864 di Jawa Barat. Sedangkan perkebunan karet dimulai di
Sumatera Utara tahun 1903, dam di Jawa tahun 1906 (Semangun, 2000).
Tahun 1987, negara-negara di Afrika, Amerika Tengah dan Selatan serta Asia
merupakan penghasil karet terbesar di dunia. Saat ini 80% karet dunia dihasilkan oleh
Indonesia, Thailand dan Malaysia. Perkebunan karet Indonesia sebagian besar berada
di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat
mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya
85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara
serta 8% perkebunan besar milik swasta (Anwar, 2008).
Pengelolaan perkebunan karet sering mengalami kendala, antara lain masalah
Organisme pengganggu Tanaman (OPT) terutama masalah penyakit. Hampir seluruh
bagian tanaman karet menjadi sasaran infeksi dari sejumlah penyakit tanaman, mulai
dari jamur akar, penyakit bidang sadap, jamur upas sampai pada penyakit gugur daun.
Penyakit karet telah mengakibatkan kerugian ekonomis dalam jumlah miliaran rupiah
karena tidak hanya kehilangan produksi akibat kerusakan tanaman tetapi juga mahalnya
biaya yang diperlukan dalam pengendaliannya. Diperkirakan kehilangan produksi setiap
tahunnya akibat kerusakan oleh penyakit karet mencapai 5-15% (Judawi, dkk, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Salah satu penyakit yang perlu diperhatikan adalah penyakit gugur daun
(Colletotrichum gloeosporioides) yang sering menyerang daun muda. Serangan C.
gloeosporioides pada klon yang rentan dapat menyebabkan gugur daun yang terusmenerus selama terjadi pembentukan pucuk baru dalam musim penghujan. Pada
umumnya Patogen ini banyak menyerang dan merugikan fase pembibitan (Anonimous,
1991).
Di lapangan yaitu pada tanaman yang belum menghasilkan atau pada tanaman
yang telah menghasilkan, serangan C. gloeosporioides terjadi pada musim hujan pada
tunas-tunas atau daun-daun muda yand baru tumbuh. Hal tersebut dapat terjadi apabila
penanggulangan penyakit gugur daun dan oidium yang melanda sebelumnya kurang
sempurna. Apabila hal tersebut terjadi, maka tanaman akan gundul sepanjang tahun
(Pawirosoemarjdo, 2004).
Bibit yang terserang berat C. gloeosporioides mengakibatkan pertumbuhan
terhambat, sulit diokulasi karena kulit lengket dan di kebun entres mengakibatkan
merosotnya kualitas kayu entres. Pada tanaman yang belum menghasilkan, serangan C.
gloeosporioides menyebabkan tanaman menjadi gundul, tumbuh terhambat, dan mati.
Sebagai akibatnya tumbuh tunas-tunas ketiak sehingga bentukan tegakan menjadi tidak
beraturan.

Serangan

C.

gloeosporioides

pada

tanaman

yang

menghasilkan

mengakibatkan tanaman menjadi gundul, mati pucuk dan menurunnya produksi lateks.
Kerugian produksi lateks akibat penyakit gugur daun Colletotrichum yang berat sebesar
7-45% tergantung dari intensitas serangan patogen (Pawirosoemarjdo, 2004).
Ketahanan tanaman merupakan komponen pengendalian penyakit penting di
perkebunan karet Indonesia. Klon-klon resisten ternyata telah mampu mengurangi
kerugian akibat kerusakan oleh penyakit penting karet, salah satunya penyakit gugur

Universitas Sumatera Utara

daun Colletotrichum. Penggunaan klon-klon unggul dalam pertanaman karet terbukti
dapat meningkatkan produksi karet lebih tinggi. Hal ini dikarenakan klon-klon unggul
yang resisten mampu mengurangi kerugian akibat kerusakan penyakit dan memiliki
kualitas serta kuantitas yang lebih unggul, maka perlu diciptakan klon-klon unggul baru
yang mempunyai ketahanan poligenik (Situmorang dkk, 1998).
Pada lokakarya nasional pemuliaan tanaman karet 2005, telah direkomendasikan
klon-klon unggul baru generasi 4 yaitu klon IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 104, IRR
112, dan IRR 118. klon IRR 42 dan IRR 112 akan diajukan pelepasannya sedangkan
klon IRR lainnya sudah dilepas secara resmi

(Daslin dan Lasminingsih, 2001).

Berdasarkan uraian di atas penulis melakukan penelitian yang berjudul Uji
Ketahanan

Klon

Colletotrichum

IRR

Seri

gloeosporioides

200
Penz.

Terhadap
et

Sacc.

Penyakit
pada

Gugur

Daun

Tanaman

Karet

(Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Laboratorium.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tingkat ketahanan klon IRR seri 200 tanaman karet
(Hevea

brasiliensis

Muell.

Arg.)

terhadap

penyakit

gugur

daun

(Colletotrichum gloeosporioides Penz. et Sacc.) di laboratorium.

Hipotesa Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Terdapat perbedaan ketahanan klon IRR seri 200 (21 klon yaitu, IRR 250,
IRR 253, IRR 255, IRR 256, IRR 259, IRR 262,

IRR 263, IRR 264, IRR 266,

IRR 267, IRR 268, IRR 270, IRR 271, IRR 272, IRR 276, IRR 277, IRR 278, IRR 284,
IRR 285, IRR 292, dan 1RR 293) dan klon pembanding (4 klon pembanding yaitu,
RRIC 100, BPM 24, PB 217, dan PB 260) tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell.
Arg.) terhadap penyakit gugur daun (Colletotrichum gloeosporioides Penz. et Sacc.).
Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat menempuh ujian sarjana di Departemen
Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Penyakit
Menurut

Alexopoulus

dan

Mims

(1979)

penyakit

gugur

daun

(C. gloeosporioides) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom

: Myceteae

Divisio

: Amastigomycota

Sub Divisio

: Deuteromycotina

Kelas

: Deuteromycetes

Ordo

: Melanconiales

Famili

: Melanconiceae

Genus

: Colletotrichum

Species

: Colletotrichum gloeosporioides Penz. et Sacc.

Miselium terdiri dari beberapa septa, inter dan intraseluler hifa. Aservulus dan
stroma pada batang berbentuk hemispirakel dan ukuran 70-120µm. Septa menyebar,
berwarna coklat gelap sampai coklat muda, serta terdiri dari beberapa septa dan ukuran
± 150µm. Massa konidia nampak berwarna kemerah-merahan atau seperti ikan salmon.
Konidia berada pada ujung konidiofor. Konidia berentuk lilin, uniseluler, ukuran
17-28 x 3-4 µm (Singh, 2001).
Acervulus tersusun di bawah epidermis tumbuhan inang. Epidermis pecah
apabila konidia telah dewasa. Konidia keluar dari jaringan daun ada yang berwarna
putih, kuning, jingga, hitam atau warna lain sesuai dengan pigmen yang dikandung
konidia. Diantara Ordo Melanconiales yang konidianya cerah (hialin) adalah

Universitas Sumatera Utara

Gloeosporium dan Colletotrichum, keduanya mempunyai konidia yang memanjang
dengan penyempitan di bagian tengah (Agrios, 1978).

a

b
Gambar 1. Acervulus dan Miselium C. gloeosporioides
Sumber : Singh (2001)
Keterangan : a » Acervulus
b » Miselium
Konidia terbentuk dalam acervulus (seperti bantalan) bersel berwarna terang.
Acervuli berlilin berbentuk cakram, tetapi tidak mempunyai duri-duri, berwarna gelap
dan berada diantara konidiofor. Konidia berbentuk oval memanjang, agak melengkung
dalam jumlah yang banyak berwarna kemerahan (seperti warna salmon) merupakan
turunan konidia (Rubert, 1992).

Gambar 2. Konidia C. gloeospoerioides
Sumber : Singh (2001)

Universitas Sumatera Utara

C. gloeosporioides umumnya mempunyai konidia hialin, berbentuk silinder
dengan ujung- ujung tumpul, kadang-kadang berbentuk agak jorong dengan ujung yang
agak membulat dan pangkal yang sempit terpancung, tidak bersekat, berinti satu dengan
ukuran 9-24 x 3-6 µm dan terbentuk pada konidiofor seperti fialid, berbentuk silinder,
hialin atau agak kecoklatan (Semangun, 2000).

Konidiofor

Gambar 3. Konidiofor C. gloeospoerioides
Sumber : Singh (2001)
C. gloeosporioides merupakan parasit fakultatif yang termasuk ordo
melanconiales. Colletorichum mempunyai stroma yang terdiri dari massa miselium
yang berbentuk acervulus (seperti bantalan), bersepta dengan panjang antara 30-90 µm.
Colletorichum mempunyai konidiofor yang pendek dan terletak pada permukaan yang
tipis (Bailey and Jeger, 1992).
Pada medium agar PDA (Potato Dextrose Agar) C. gloeosporioides dapat
tumbuh dan bersporulasi dengan baik. Biakan murni pada medium tersebut berwarna
kelabu kehitaman dan keputih-putihan, serta konidia yang dihasilkan bersel satu dan
tidak berwarna (Alexopoulus and Mims, 1979).

Universitas Sumatera Utara

Gejala Serangan
Adanya bercak coklat kehitaman, tepi daun menggulung merupakan gejala
serangan Colletorichum. Pada daun umur lebih dari 10 hari terdapat bercak coklat
dengan halo warna kuning, selanjutnya bercak tersebut berlubang

(Judawi dkk,

2006).
Serangan

C.

gloeosporioides

pada

daum

muda

menimbulkan

bercak berwarna coklat kehitaman pada bagian tengahnya, yang berturut-turut diikuti
oleh mengeriputnya lembaran daun, timbulnya busuk kebasahan pada bagian yang
terinfeksi dengan akibat yang lebuh jauh gugurnya daun. Pada daun tua (umur daun
lebih dari 10 hari) serangan C. gloeosporioides, bercak daun berwarna coklat dengan
warna kuning dan permukaan daun menjadi kasar. Serangan lebih lanjut menyebabkan
bercak tersebut menjadi berlubang. Apabila bercak tersebut berbatasan dengan tepi daun
maka serangan lebih lanjut mengakibatkan daum menjadi sobek (Pawirosoemardjo,
2004).

a

b

Gambar 4. Gejala serangan gugur daun C. gloeosporioides
Sumber : Judawi dkk (2006)
Keterangan : a » bintik-bintik coklat kehitaman pada daun muda
b » daun seperti terbakar (gosong) oleh serangan
C. gloeosporioides

Universitas Sumatera Utara

Bercak yang besar mudah pecah bila ditiup angin dan membentuk lubang yang
disebut shot hole (robek). Dalam cuaca lembab tunas akan terbentuk berulang-ulang,
tetapi setiap keluar tunas akan diikuti oleh serangan penyakit sehingga daun gugur
kembali. Gugur daun yang terus menerus menyebabkan mati pucuk (die back).
Pertumbuhan

tanaman

terhambat

dan

menyebabkan

produksi

getah

turun

(Soepena, 1991).
Serangan berat pada tanaman okulasi yang baru berumur beberapa bulan dapat
menyebabkan tunas menjadi busuk dan mati. Di pembibitan dapat menyebabkan
gugurnya daun-daun muda sehingga pertumbuhan bibit terhambat dan pelaksanaan
okulasi akan mengalami kesulitan. Hal ini karena kulit akan menjadi tipis dan melekat
pada kayu di kebun entres, akibatnya kualitas kulit kayu menurun (Anonimous, 1991).

Perkembangan Penyakit
Kondisi iklim yang sesuai pada saat terjadinya infeksi sangat menentukan
terjadinya epidemi penyakit. Spora hanya dapat berkecambah bila ada air bebas, atau
bila kelembaban nisbi udara tidak kurang dari 95%. Infeksi tidak akan terjadi bila
kelembaban udara tidak kurang dari 96%. Spora tumbuh paling baik pada suhu 25o-28o
C, sedang dibawah 5o C dan di atas 40o C spora tidak dapat berkecambah.. Pernyataan
Bailey and Jeger (1992) bahwasanya pada percobaan di rumah kaca dan laboratorium
ternyata infeksi jamur terjadi pada kelembaban lebih dari 96% pada suhu 26o-31o C
(Semangun, 2000).
Secara umum tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada kisaran curah hujan
1500-3000 mm/tahun. Serangan penyakit gugur daun Colletotrichum yang berat terjadi
pada wilayah dengan curah hujan di atas 3000-4000 mm/tahun dan suhu udara antara

Universitas Sumatera Utara

25o-28o C bersamaan pada waktu tanaman membentuk daun muda merupakan kondisi
kritis terjadinya epidemi penyakit gugur daun Colletotrichum (Thomas dkk, 2004).

Ketinggian Tempat

Kebun yang terletak pada tempat yang lebih rendah dari 300 m dpl mendapat
serangan jamur yang lebih berat, dibandingkan dengan kebun-kebun yang terletak di
tempat yang lebih tinggi. Keadaan suhu yang lebih rendah pada tempat yang lebih tinggi
tersebut merupakan faktor penghambat bagi perkembangan jamur. Hal ini terlihat
bercak-bercak hitam pada daun yang terserang terhambat perkembangannya dan
bentuknya kurang lebih bundar yang tidak begitu jelas pada permukaan daun
(Situmorang dkk, 1998).

Faktor Kesuburan Tanah

Kebun-kebun yang terdapat pada lahan yang kurang subur atau tanpa diberi
pupuk sehingga kondisi tanaman menjadi lemah, atau kebun yang dipupuk dengan
nitrogen dalam dosis yang terlalu tinggi akan mengakibatkan serangan

C.

gloeosporioides yang lebih berat (Situmorang dkk, 1998).
Resistensi Klon Tanaman Karet
Klon memiliki keunggulan dibandingkan dengan tanaman yang dikembangkan
melalui biji. Keungulan yang dimiliki oleh klon antara lain tumbuhnya tanaman lebih
seragam, umur produksinya lebih cepat dan produksi lateks yang dihasilkan juga lebih
banyak. Adapun klon juga memiliki kekurangan seperti daya tahan masing-masing klon
terhadap hama penyakit tidak sama sehingga klon unggul yang diinginkan harus

Universitas Sumatera Utara

mempunyai sifat yang ideal yaitu produksi lateks yang tinggi, resisten terhadap
pengaruh hama, penyakit dan pengaruh angin dan batang yang tumbuh lurus
(Anonimous, 2008).
Resistensi tanaman adalah suatu sifat yang dimiliki tanaman dalam menerima
serangan pathogen yang ditujukan dengan kurang atau tidak adanya gejala penyakit.
Sifat resistensi tanaman dikendalikan oleh gen yang diperoleh melalui berbagai cara
seperti seleksi dari varietas/kultivar/klon yang ada, introduksi materi genetik yang
resisten, perlakuan mutasi buatan, persilangan buatan antar klon, bahkan dengan spesies
liar maupun antar spesies tanaman (Lasminingsih dkk, 2004).
Klon IRR merupakan klon primer yang diseleksi dari pohon induk (ortet) yang
berasal dari semaian PBIG tahun tanam 1977. Sejumlah ortet diuji pendahuluan di
kebun percobaan Sungai Putih pada tahun tanam 1982 dengan jarak tanam 2 x 2 m.
Evaluasi dilakukan selama 8 tahun meliputi potensi produksi karet kering, pertumbuhan
dan berbagai karakteristik sekunder. Klon IRR adalah klon yang memiliki pola produksi
awal tinggi (quick starter), dan potensi volume kayu log dan kayu percabangan yang
besar sera berbagai kelebihan karakteristik sekunder yang mendukung produktifitas
klon, sehingga klon ini memiliki prospek yang baik dimasa mendatang untuk
dikembangkan dipertanaman komersial (Anonimous, 2008).
Setiap masing-masing klon baik yang tergolong anjuran maupun komersial
mempunyai sifat ketahanan yang berbeda-beda terhadap intensitas serangan
C. gloeosporioides. Klon RRIC 100 ketahanannya terhadap penyakit daun
(Colletotrichum, Corynespora, dan Oidium) cukup baik. Potensi produksi awal rendah
dengan rata-rata produksi actual 1567 kg/ha/thn selama 8 tahun penyadapan dan lateks

Universitas Sumatera Utara

berwarna putih. Pengembangan dapat dilakukan pada daerah beriklim sedang sampai
basah (Woelan dkk, 1999).
Beberapa klon yang cukup handal mengatasi beberapa penyakit penting karet
terutama penyakit gugur daun Colletotrichum di berbagai daerah perkebunan Indonesia
adalah BPM 1, BPM 24, PR 260, dan RRIC 100. Klon anjuran IRR juga termasuk klon
yang mempunyai resistensi yang baik terhadap penyakit karet. Penggunaan klon yang
resisten merupakan metode pengendalian yang efektif karena kemampuannya
memperkecil kerusakan tanaman (Situmorang dkk, 1998).

Pengendalian Penyakit
Metode yang paling efektif dan efisien untuk pengendalian penyakit gugur daun
Colletotrichum dapat diusahakan melalui pemeliharaan tanaman dan menanam varietas
tahan seperti PR 261, RRIC 100, BPM 1, BPM 24, BPM 109, PB 260, IRR 5, IRR 32,
IRR 39, IRR 104, IRR 118, dan klon unggul lainnya (Situmorang, 1998).
Memelihara tanaman seoptimal mungkin agar tanaman tetap tumbuh normal.
Perlakuan kultur teknis yang meliputi perbaikan saluran drainase, pemupukan, intensitas
matahari, dan sistem
Colletorichum.

penyadapan akan sangat mempengaruhi terhadap serangan

Tanaman

yang

kurang

perawatanakan

mudah

terserang

(Soekirman, 2004).
Untuk mengurangi serangan Colletotrichum diusahakan agar lokasi pembibitan
tidak terlalu lembab. Dipembibitan tanaman okulasi dalam kantong plastik jangan
disusun terlalu rapat dan dianjurkan agar tidak menanam satu klon pada satu hamparan
yang luas. Sebaiknya tiap klon jangan ditanam lebih dari 200 ha (Semangun, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Pada serangan ringan diberikan pupuk nitrogen dua kali dosis anjuran pada saat
daun mulai terbentuk. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara dibenamkan dalam
tanah agar mudah diserap oleh akar. Pada serangan berat dikendalikan dengan cara
disemprot dengan fungisida kontak (Belkute 40 WP) yang direkomendasikan, dilakukan
pada saat daun mulai terbentuk sampai dengan daun berwarna hijau dengan interval satu
minggu (umur daun 21 hari) (Judawi dkk, 2006).
Awal aplikasi fungisida yang tepat adalah pada waktu tunas/daun muda baru
tumbuh. Fungisida yang efektif untuk penyakit Colletotrichum adalah Mancozeb
(Dithane M45 80 WP). Untuk melindungi tanaman dipeletakan biji, pembibitan, dan
kebun entres dari serangan penyakit Colletotrichum dapat disemprotkan fungisida
tersebut dengan konsentrasi 0.25% formulasi dalam air, dosis 400-600l/ha, dan interval
5-7 hari. Pengendalian penyakit daun Colletotrichum pada tanaman yang belum
menghasilkan (4-5 tahun), dan tanaman yang telah menghasilkan dapat dilakukan
dengan penghembusan fungisida dengan dosis 2 kg/ha dan interval 5-7 hari. Sebagai
carier biasanya digunakan belerang (Stamulus 80 WP) sebanyak 3-5 kg/ha
(Pawirosoemardjo, 2004).

Universitas Sumatera Utara

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di laboraturium Proteksi Tanaman Balai Penelitian
Tanaman Karet Sungai Putih, dengan ketinggian ± 80 meter dari permukaan laut.
Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan selesai.

Bahan dan Alat Penelitian

Adapun bahan yang digunakan pada penelitian antara lain 25 klon tanaman karet
yaitu 21 klon IRR seri 200 (IRR 250, IRR 253, IRR 255, IRR 256, IRR 259, IRR 262,
IRR 263, IRR 264, IRR 266, IRR 267, IRR 268, IRR 270,

IRR 271, IRR 272,

IRR 276, IRR 277, IRR 278, IRR 284, IRR 285, IRR 292, IRR 293) dan 4 klon
pembanding (RRIC 100, BPM 24, PB 217, PB 260) sebagai objek penelitian, isolat
C. gloeosporioides yang berasal dari lapangan perkebunan sungai putih, aquadest steril,
Potato Dextrosa Agar (PDA), bahan-bahan kimia seperti kloroks 0,1 %, dan alkohol
96 %.
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian antara lain autoclave untuk
sterilisasi alat, beacker glass, glass ukur, gunting, pisau, hot plate, lampu Bunsen,
petridish, pinset, erlenmeyer, haemocytometer, mikroskop, inkubator, jarum inokulasi,
jarum kait, kapas, kertas saring, cork borer (pelubang gabus) dan loupe (kaca
pembesar).

Universitas Sumatera Utara

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakn metode Rancangan Acak Lengkap
(RAL) non faktorial yang terdiri atas 25 perlakuan dengan ulangan 3 kali.
Perlakuan terdiri dari :
V1

: IRR 250

V10

: IRR 267

V18

: IRR 284

V2

: IRR 253

V11

: IRR 268

V19

: IRR 285

V3

: IRR 255

V12

: IRR 270

V20

: IRR 292

V4

: IRR 256

V13

: IRR 271

V21

: IRR 293

V5

: IRR 259

V14

: IRR 272

V22

: RRIC 100

V6

: IRR 262

V15

: IRR 276

V23

: BPM 24

V7

: IRR 263

V16

: IRR 277

V24

: PB 217

V8

: IRR 264

V17

: IRR 278

V25

: PB 260

V9

: IRR 266

Jumlah perlakuan

: 25

Jumlah ulangan

:3

Jumlah cakram daun tiap klon

: 10

Diameter cakram daun

: 1 cm

Jumlah unit percobaan

: 75

Universitas Sumatera Utara

(t – 1) (r – 1) ≥ 15
(30 - 1) (r – 1) ≥ 15
29r ≥ 44
r ≥ 1,52
Jumlah r (ulangan yang dipakai) = 3
Metode linier yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij =

µ + ρi + τj + εij

Dimana :
Yij

= data percobaan

µ

= efek nilai tengah

ρi

= efek blok dari taraf ke-i

τj

= efek perlakuan dari taraf ke-j

εij

= efek error
Jika sidik ragam menunjukkan efek nyata maka dilanjutkan Uji Jarak Duncan

(UJD) atau Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Bahan Inokulasi

Isolat C. gloeosporioides diambil dari lapangan kebun Sungai Putih, kemudian
digunting bagian yang sakit (setengah bagian daun yang sakit dan setengah bagian daun

Universitas Sumatera Utara

yang sehat) dan dibiakkan diatas media PDA. Isolat C. gloeosporioides yang diperoleh
dibiakkan kembali sampai diperoleh biakan yang benar-benar murni. Dari biakan murni
isolat diperbanyak dalam media PDA, kemudian diinkubasikan dalam inkubator selama
4 - 6 hari pada suhu 280 C dan RH 60-70 %. Biakan murni dari Colletorichum
dirontokkan dari petridish dengan cara ditetesi aquadest steril secukupnya, kemudian
dikikis dengan menggunakan jarum ose, sehingga seluruh konidia yang terdapat pada
ujung konidifor terlepas dan masuk ke dalam larutan. Campuran larutan disaring dengan
menggunakan kain muslin, sehingga potongan-potongan misellium atau bagian yang
kasar dari media akan tertinggal pada kain muslin, sedangkan yang dapat lolos hanya
filtrat. Filtrat konidia yang diperoleh disentrifuge dengan tujuan untuk mendapatkan
suspensi konidia. Suspensi konidia Colletotrichum diencerkan dengan aquadest steril
pada kerapatan 4 x 104 konidia/ml.
Jumlah konidia C. gloeosporioides dihitung dengan menggunakan alat hitung
Haemocytometer

Gambar 5. Haemacytometer
Sumber : Anonimous (2008)

Universitas Sumatera Utara

Kotak a,b, c, d dan e adalah kotak yang dihitung jumlah konidianya. Adapun cara
kerjanya sebagai berikut:
1. Bersihkan permukaan kamar hitung dengan air mengalir dan kemudian
keringkan dengan tissue atau kain yang lembut.
2. Tempatkan gelas penutup di atas slide, kemudian dijepit dengan penjepit yang
ada disebelah kanan-kiri.
3. Siapkan suspensi sel yang dihitung, usahakan sel yang tersuspensi dalam cairan
menyebar merata.
4. Ambil sedikit suspensi sel dengan dropping pipet dan teteskan sebanyak 2 tetes
di tepi gelas penutup. Suspensi akan masuk ke kamar hitung dan mengisi seluruh
ruangan yang ada pada bilik tersebut. Suspensi yang berlebih akan terbuang ke
dalam parit pembuangan.
5. Biarkan selama 1 – 2 menit, agar sel yang ada di dalam bilik stabil.
6. Tempatkan haemocytometer pada meja mikroskop dan hitung jumlah sel yang
ada dengan rumus sebagai berikut:
Jumlah konidia/ml = ∑(a + b + c + d + e) x 50000
Hasil perhitungan konidia jamur C. gloeosporioides :
a = 6 konidia

d = 5 konidia

b = 4 konidia

e = 3 konidia

c = 7 konidia
Jumlah konidia = ∑(a + b + c + d + e) x 50000
= (6 + 4 + 7 + 5 + 3) x 50000
= 125 x 104

Universitas Sumatera Utara

Maka untuk mendapatakan kerapatan 4 x 104 konidia ml/air digunakan rumus
pengenceran sebagai berikut :
V1.N1

= V2.N2

100 x 125.104 = V2 x 4.104
V2

= 3125 ml

Inokulasi Pada Cakram Daun (Leaf Disc)

Inokulasi penyakit dilakukan dengan menggunakan metode cakram daun. Daun
sehat diambil dari lapangan kebun Balai Penelitian Sungai Putih umur

10-15 hari

setelah muncul dan membuka sempurna. Daun yang diambil adalah daun yang ditengah
dari tangkai anak daun dan disterilkan dengan kloroks 0,1%. Pembuatan cakram daun
dilakukan dengan melubangi daun sehat dengan alat pelubang gabus (cork borer)
sehingga terbentuk cakram daun dengan diameter

2 cm. Cakram daun yang terbentuk

direndam pada suspensi konidia C. gloeosporioides dengan kerapatan 4 x 104
konidia/ml selama 1-2 menit. Kemudian cakram daun disusun didalam petridish yang
telah dilapisi kertas saring yang terlebih dahulu dilembabkan dengan aquadest steril.
Satu cawan petridish diletakkan 10 cakram daun yang disusun acak, kemudian petridish
ditutup. Petridish yang berisi cakram daun dimasukkan kedalam inkubator pada suhu
280 C dengan RH 85 %.

Universitas Sumatera Utara

Parameter Pengamatan
Pengamtan warna Koloni dan Morfologi jamur C. gloeosporioides
Biakan murni sebelum diinokulasi diamati warna koloni secara visual dan
morfologinya secara mikroskopis.
Intensitas Serangan Pada Cakram Daun (Leaf Disc)
Potongan cakram daun yang telah diinokulasi dengan suspensi

C.

gloeosporioides diamati 2 hari sekali sebanyak 4 kali pengamatan untuk masing-masing
isolat pada hari 2, 4, 6, 8 hari setelah inokulasi (hsi). Pengamatan dilakukan secara
visual dengan menggunakan loupe. Besarnya intensitas serangan penyakit dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
∑ (n x v)
I =

x 100 %
NxZ

Keterangan :

I = intensitas serangan
n = jumlah daunsetiap kategori serangan
v = nilai skala dari setiap kategori serangan
Z = nilai skala dari kategori yang tertinggi
N = jumlah daun yang diamati

Adapun pengukuran skala bercak pada cakram daun dilaboratorium adalah
sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Skala 0

: tidak terdapat bercak pada daun

Skala 1

: terdapat bercak daun < ¼ bagian

Skala 2

: terdapat bercak daun < ½ bagian

Skala 3

: terdapat bercak daun > ½ - ¾ bagian

Skala 4

: terdapat bercak daun > ¾ bagian

(Pawirosoemadjo, 2004).
Penilaian intensitas serangan penyakit adalah sebagai berikut :
Resisten

: 0 – 20 %

Agak resisten : 21 – 40 %
Moderat

: 41 – 60 %

Agak rentan

: 61 – 80 %

Rentan

: 81 – 100 %

(Daslin, 2007).

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfologi dan Warna Koloni Jamur C. gloeosporioides.
Dari hasil pengamatan dapat dilihat warna koloni pada media sebelum
diinokulasikan pada cakram daun berwarna putih. Massa spora berwarna merah jambu
atau berwarna salmon. Pada media yang telah tua ditumbuhi miselium berwarna putih
cerah. Hal ini sesuai dengan literatur Agrios (1978) yang menyatakan bahwa diantara
ordo Melanconiales yang konidianya cerah adalah C. Gloeosporium seperti yang telah
tersaji pada gambar 6a, 6b, 6c dan 6d.

Gambar 6a. Biakan jamur 2 hsi

Gambar 6b. Biakan Jamur 9 hsi

Gambar 6c. Biakan jamur 16 hsi
Gambar 6d. Biakan jamur 22 hsi
Sumber : Foto langsung

Hasil pengamatan morfologi jamur yang di amati secara mikroskopik, konidium
berbentuk silinder dengan ujung-ujung tumpul sampai meruncing, kadang-kadang
berbentuk agak jorong dengan ujung agak membulat dengan pangkal yang agak sempit

Universitas Sumatera Utara

terpancung. Tidak bersekat, berinti satu, berbentuk oval memanjang bergaris ramping.
Panjang 10-15 μm dan lebar 5-7 μm. Konidia tidak berwarna dan transparan, seperti
yang telah tersaji pada gambar 7.
Massa spora berwarna kemerah-merahan atau warna salmon, hal ini sesuai
dengan literature Singh (2001) yang menyatakan Massa konidia nampak berwarna
kemerah-merahan atau seperti ikan salmon.

Gambar 7. Konidia C. gloeosporioides
Perbesaran 40x
Sumber : Foto langsung
Hasil pengamatan morfologi jamur secara mikroskopik, spora jamur
C. gloeosporioides berukuran sangat kecil dan banyak, berbentuk silinder dengan
ujung-ujung tumpul sehingga pada waktu pengamatan di bawah mikroskop bertumpuktumpuk, hal ini sesuai dengan literatur Semangun (2000) yang menyatakan C.
gloeosporioides umumnya mempunyai konidia hialin, berbentuk silinder dengan ujungujung tumpul, kadang-kadang berbentuk agak jorong dengan ujung yang agak
membulat dan pangkal yang sempit terpancung, tidak bersekat, berinti satu dengan
ukuran 9-24 x 3-6 µm. Konidia terbentuk tunggal pada ujung-ujung konidiofor,
konidiofor pendek, tidak berwarna, tidak bercabang, tidak bersekat. Sering diemukan

Universitas Sumatera Utara

pada aservuli dari jamur Colletotrichum, tetapi tidak tetap tergantung kondisi tempat
tumbuhnya.

Intensitas Serangan (%) C. gloeosporioides
Berdasarkan hasil pengamatan 2, 4, 6, dan 8 hsi (hari setelah inokulasi), dari
analisa sidik ragam diperoleh bahwa klon berpengaruh sangat nyata. Untuk mengetahui
perlakuan mana yang berbeda sangat nyata dilakukan Uji Jarak Duncan (UJD). Hasilnya
dapat dilihat pada table 1.
Tabel 1. Uji Beda Rataan Intensitas Serangan (%) C. gloeosporioides pada Perlakuan
Klon (V) dari Pengamatan 2 hsi sampai 8 hsi
Intensitas Serangan (%)
Perlakuan
2 hsi

4 hsi

6 hsi

8 hsi

IRR 250 (V1)

24,17 A

49,17 B

78,33 A

96,67 A

IRR 253 (V2)

23,33 A

51,67 B

80,83 A

97,50 A

IRR 255 (V3)

16,67 A

47,50 B

73,33 B

86,67 B

IRR 256 (V4)

19,17 A

44,17 B

70,83 B

94,17 A

IRR 259 (V5)

8,33 B

37,50 C

63,33 C

87,50 B

IRR 262 (V6)

0,83 C

32,50 D

62,50 C

85.00 B

IRR 263 (V7)

16,67 A

43,33 B

64,17 C

85,83 B

IRR 264 (V8)

20.00 A

43,33 B

67,50 C

90.00 B

IRR 266 (V9)

23,33 A

53,33 A

86,67 A

100.00 A

IRR 267 (V10)

17,50 A

40,83 C

66,67 C

89,17 B

IRR 268 (V11)

19,17 A

51,67 B

76,67 B

95.00 A

IRR 270 (V12)

8,33 B

36,67 C

61,67 C

86,67 B

IRR 271 (V13)

18,33 A

43,33 B

68,33 B

93,33 A

Universitas Sumatera Utara

IRR 272 (V14)

20,83 A

50.00 B

75.00 B

95,83 A

IRR 276 (V15)

8,33 B

60.00 A

82,50 A

100.00 A

IRR 277 (V16)

8,33 B

8,33 E

34,17 E

74,17 C

IRR 278 (V17)

19,17 A

44,17 B

69,17 B

84,17 B

IRR 284 (V18)

17,50 A

48,33 B

73,33 B

94,17 A

IRR 285 (V19)

13,33 B

46,67 B

71,67 B

92,50 A

IRR 292 (V20)

10,83 B

61,67 A

86,67 A

99,17 A

IRR 293 (V21)

10,83 B

37,50 C

60.00 C

85,83 B

RRIC 100 (V22)*

9,17 B

32,50 D

57,50 D

66,70 C

BPM 24 (V23)*

5,83 B

13,33 E

38,33 E

51,93 E

PB 217 (V24)*

6,67 B

23,33 D

48,33 D

61,20 D

PB 260 (V25)*

13,33 B

30,83 D

50.00 D

64,83 D

Keterangan : Angka yang diikuti notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf 1 %.
hsi = Hari setelah inokulasi
*

= Klon pembanding

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan klon terhadap intensitas serangan
memiliki variasi ketahanan yang berkisar antara 51,93 – 100%. Hal ini disebabkan oleh
masing-masing klon mempunyai ketahanan yang berbeda-beda terhadap jamur C.
Gloeosporioides walaupun klon pembanding BPM 24 V(23), RRIC 100 (V22), PB 217
(V24), dan PB 260 (V25) masih terinfeksi penyakit, tetapi masih memiliki ketahanan
yan lebih baik dari semua klon lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Woelan dkk
(1999) yang menyatakan bahwa setiap masing-masing klon baik yang tergolong anjuran
maupun komersial mempunyai sifat ketahanan yang berbeda-beda terhadap intensitas
serangan C. gloeosporioides.

Universitas Sumatera Utara

Pada pengamatan I (2 hsi) tabel 1 dapat dilihat bahwa klon PB 260 (V25)
berbeda sangat nyata dengan perlakuan klon IRR 262 (V6), IRR 250 (V1),
(V2), IRR 255 (V3), IRR 256 (V4), IRR 263 (V7), IRR 264 (V8),

IRR 253

IRR 266 (V9),

IRR 267 (V10), IRR 268 (V11), IRR 271 (V13), IRR 272 (V14), IRR 278 (V17), dan
IRR 284 (V18) tetapi tidak berbeda nyata dengan IRR 259 (V5), IRR 270 (V12), IRR
276 (V15), IRR 277 (V16), IRR 285 (V19), IRR 292 (V20), IRR 293 (V21), RRIC 100
(V22), BPM 24 (V23), dan PB 217 (V24). Intensitas serangan terendah terdapat pada
perlakuan IRR 262 (V6) sebesar 0.83 % dan tertinggi IRR 250 (V1) sebesar 24.17 %.
Pada pengamatan I (2 hsi) ini klon

IRR 262 tergolong resisten dan klon IRR 250

tergolong agak resisten.
Pada pengamatan II (4 hsi) tabel 1 dapat dilihat bahwa intensitas serangan
terendah terdapat pada perlakuan IRR 277 (V16) sebesar 8.33 % dan yang tertinggi IRR
292 (V20) sebesar 61.67 %. Klon IRR 277 (V16) pada pengamatan II (4 hsi) tergolong
resisten dan klon 292 (V20) tergolong agak rentan.
Pada pengamatan III (6 hsi) tabel 1 dapat dilihat bahwa intensitas serangan
terendah terdapat pada perlakuan IRR 277 (V16) sebesar 34.17 % dan yang tertinggi
IRR 266 (V9) dan IRR 292 (V20) sebesar 86.67 %. Klon IRR 266 (V9) dan IRR 292
(V20) tergolong rentan.
Pada pengamatan IV (8 hsi) tabel 1 dapat dilihat bahwa intensitas serangan
terendah terdapat pada perlakuan BPM 24 (V23) sebesar 51.93 % dan yang tertinggi
IRR 266 (V9) dan IRR 276 (V15) sebesar 100 %. Pada pengamtan IV ini klon BPM 24
(V23) sudah termasuk ke dalam moderat dan klon IRR 266 (V9) dan IRR 276 (V15)
tergolong rentan.

Universitas Sumatera Utara

Pada pengamatan IV (8 hsi) tabel 1 dapat dilihat bahwa klon PB 260 (V25)
berbeda sangat nyata dengan perlakuan klon IRR 250 (V1), IRR 253 (V2), IRR 255
(V3), IRR 256 (V4), IRR 259 (V5), IRR 262 (V6), IRR 263 (V7), IRR 264 (V8), IRR
266 (V9), IRR 267 (V10), IRR 268 (V11), IRR 270 (V12), IRR 271 (V13), IRR 272
(V14), IRR 276 (V15), IRR 278 (V17), IRR 284 (V18), IRR 285 (V19), IRR 292 (V20),
IRR 293 (V21) dan BPM 24 (V23) tetapi tidak berbeda nyata dengan IRR 277 (V16),
RRIC 100 (V22), dan PB 217 (V24). Intensitas serangan terendah terdapat pada
perlakuan BPM 24 (V23) sebesar 51,93 % dan tertinggi IRR 266 (V9) dan IRR 276
(V15) sebesar 100 %. Pada pengamatan IV (8 hsi) ini klon BPM 24 (V23) tergolong
moderat dan klon IRR 266 (V9), IRR 276 (V15) tergolong rentan.
Hasil penelitian pada pengamatan IV (8 hsi) menunjukkan bahwa

BPM 24

(V23) termasuk ke dalam kategori moderat, RRIC 100 (V22), PB 217 (V24), PB 260
(V25), IRR 277 (V16) termasuk ke dalam kategori agak rentan, IRR 250 (V1), IRR 253
(V2), IRR 255 (V3), IRR 256 (V4), IRR 259 (V5),

IRR 262 (V6), IRR 263 (V7),

IRR 264 (V8), IRR 266 (V9), IRR 267 (V10), IRR 268 (V11), IRR 270 (V12), IRR
271 (V13), IRR 272 (V14), IRR 276 (V15), IRR 278 (V17), IRR 284 (V18), IRR
285(V19), IRR 292 (V20), dan 1RR 293 (V21) termasuk ke dalam kategori rentan.
Histogram Intensitas Serangan C. Gloeosporioides (%) dapat dilihat pada
gambar 8.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Histogram Intensitas (%) Serangan Pada Cakram Daun

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Warna koloni awalnya berwarna putih kemerah jambuan, dan jika semakin tua
(16 – 22 hsi) warnanya koloninya menjadi putih.
2. Pada pengamatan IV umur 8 hsi jenis klon yang memiliki intensitas serangan
tertinggi terdapat pada perlakuan IRR 266 (V9) dan IRR 27

Dokumen yang terkait

Uji Ketahanan Beberapa Genotipe Tanaman Karet Terhadap Penyakit Corynespora cassiicola dan Colletotrichum gloeosporioides di Kebun Entres Sei Putih

1 85 68

Studi Karakter Fisiologis Dan Sifat Aliran Lateks Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) IRR SERI 300.

1 55 60

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun ( Corynespora Cassiicola (Berk. &amp; Curt.) Wei.) Di Kebun Entres

0 57 66

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brassiliensis Muel. Arg.) Terhadap 3 Isolat Penyakit Gugur Daun (Colletotrichum Gloeosporioides Penz. Sacc.) Di Laboratorium

0 48 59

Uji Resistensi Progeni F1 HP 1998 Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeoesporioides (Penz). Sacc Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) di Laboratorium

0 29 61

Uji Resistensi Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Dari Kebun Konservasi Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

0 35 61

Uji Resistensi Beberapa Genotipe Plasma Nutfah Karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun (Corynespora cassiicola (Berk. &amp; Curt.) Wei.) Di Laboratorium

0 30 53

Uji Resistensi Klon Irr Seri 400 Terhadap Penyakit Gugur Daun Corynespora cassicola (Berk. &amp; Curt.)Wei. Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Di Laboratorium

0 32 92

Uji Resistensi Klon IRR Seri 400 Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Sacc Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Di Laboratorium

1 54 88

Uji Ketahanan Beberapa Genotipe Tanaman Karet (Hevea brasilensis Muell. Arg.)Terhadap 3 Isolat PenyakitGugur Daun (Colletotricum gloeosporides Penz. Sacc.) di Laboratorium

0 2 52